****
Kriiingggg...
Suara bel telah berbunyi menandakan bahwa jam pelajaran telah usai.
Di dalam ruangan-ruangan terdengar suara riuh para pelajar yang bersorak kegirangan karena sudah waktunya mereka untuk kembali pulang setelah seharian duduk dan memperhatikan guru yang mengajar.
Para guru laki-laki dan perempuan keluar dari kelasnya masing-masing sambil membawa tumpukan buku di dadanya.
Diikuti oleh para siswa yang berhamburan keluar. Ada yang berlari, saling dorong dan juga tertawa lepas melihat tingkah teman seperjuangannya.
Terlihat seorang siswi berjalan bebarengan dengan kedua temannya.
Mereka tertawa entah membicarakan hal apa, keluar dari pintu herbang sekolah negeri paling bergengsi di kota ini.
"Ara!" panggil seseorang yang berlari dari dalam gedung sekolah.
Gadis berambut lurus sebahu itu berhenti dan menoleh mencari sumber suara. Kedua sahabatmya pun ikut berhenti, tapi dengan mimik wajah yang tidak suka.
Mereka hafal betul dengan pria yang sedang memanggil nama sahabatnya itu.
Pria menyedihkan yang selalu mengemis cinta kepada Ara.
MUTIARA, Nama yang cukup populer di lingkungan sekolah karena prestasinya.
Gadis pintar dan cantik, tidak ada yang tidak mengenalnya.
Siswi yang kerap dipanggil Ara oleh teman-temannya itu terkenal sangat pendiam.
Ia jarang sekali terlihat bergaul dengan banyak orang.
Menyendiri di dalam perpustakaan adalah salah satu kebiasaan yang dilakukannya di jam istirahat.
Entah apa yang membuatnya susah sekali untuk bergaul dengan teman-temannya.
Padahal ia gadis yang pintar, tentu saja akan mudah baginya untuk mempunyai teman.
Atau karena kepintarannya lah yang membuat siswi lain takut untuk berteman dengannya.
Mereka yang merasa kepintarannya hanya pas-pasan merasa tidak pantas untuk berteman dengan seorang juara seperti Mutiara.
Hanya ada 2 orang siswi yang terlihat selalu bersama dengan Ara.
Siska, yang tak lain adalah teman sebangkunya dan juga Dina, gadis yang duduk di bangku tepat di depan bangku milik Mutiara.
Siska dan Dina sangat tau bagaimana sikap Mutiara. Pendiam dan cuek, itulah kesan pertama yang mereka dapat saat pertama kali masuk dalam sekolah itu.
Tapi lama-kelamaan Siska dan Dina menyadari bahwa Ara memiliki pribadi yang sangat menyenangkan.
Hingga akhirnya mereka berteman hingga kelas 3 seperti sekarang ini.
"Ada apa?" tanya Ara singkat.
Mengamati pria di depannya yang cengar-cengir menampakan senyuman penuh seperti lampu 100watt.
"Em ... Kamu pulang bareng siapa?"
"Kamu gak lihat kalau ada kami?"
Sekarang ganti Siska yang menjawab sewot.
Ia sama sekali tidak suka dengan pria di depannya itu.
Pria yang sudah dua tahun terakhir ini selalu mendekati Ara. Pria tidak tau malu yang entah sudah berapa kali menyatakan cintanya dan berujung penolakan.
Cukup tragis memang, tapi itulah kenyataannya.
Tapi dengan muka tebalnya itu, ia tetap gigih mendekati Ara.
Mungkin kalau itu adalah pria yang lain, mereka sudah menenggelamkan dirinya di rawa-rawa daripada berdekatan dengan Mutiara.
Dia memang pria gila, RAKA PERMANA.
"Mau pulang bareng?"
Ara menyerngit bingung.
Dalam hatinya ia ingin mengutuki pria di depannya itu.
Astaga ... kenapa ada pria seperti ini di dekatku sih ...
Hening melingkupi mereka berempat. Tidak ada yang berbicara sedikitpun setelah mendengar ajakan dari Raka tadi.
"Hahaha ..."
Tawa Dina memecahkan keheningan. Tadinya ia ingin diam, tapi entah kenapa tawanya tiba-tiba keluar tanpa bisa dicegah.
"Kalau aku jadi kamu, aku sudah menutupi wajahku dengan lumpur saat ini juga ..."
Raka melirik tidak suka ke arah Dina yang berbicara dengan seenaknya.
Yang ditatap seperti itu sama sekali tidak terpengaruh.
Orang seperti Raka memang harus di sadarkan atau kalau perlu diruqyah sekalian biar sedikit waras, pikir Dina.
"Aku pulang bareng sama Siska dan Dina saja," tolak Ara.
Raka sedikit kecewa dengan jawaban itu. Ia mengangguk dan berjalan menjauh meninggalkan Ara dan kedua sahabatnya.
Ara menghela nafas lega, Akhirnya pergi juga ... pergi sana, pergi jauh-jauh ...
Ara kembali berjalan bersama dengan Siska dan juga Dina meninggalkan halaman sekolah.
Mereka memang seringkali pergi kesekolah dengan kendaraan umum.
Karena perjalanan akan terasa lebih lama dan tentu saja mereka menjadi sedikit lebih puas untuk bercerita hal-hal yang tidak terlalu penting.
Di waktu yang sama di tempat yang berbeda seorang pria hendak naik ke dalam Bus.
"Jaga dirimu ... Kabari aku kalau sudah sampai ..." sela seorang wanita yang berdiri di samping pintu Bus.
Pria itu tersenyum dan mengelus pucuk kepala wanita di depannya dengan penuh kasih sayang.
Seharian ini telah mereka lalui bersama-sama. Melepaskan kerinduan yang tercipta diantara mereka hampir 2bulan lamanya.
LDR, adalah ujian yang harus mereka lalui beberapa taun lagi untuk bisa dekat dalam satu kota.
Menjaga hubungan jarak jauh memang membutuhkan mental yang kuat. Bagaimana tidak? ... mereka harus saling mempercayai satu sama lain yang berada jauh dalam pandangannya.
Walaupun terkadang saling curiga yang membuat mereka salah paham dan berujung pertengkaran.
Tapi ada saatnya mereka saling menyadari kesalahan masing-masing, mengesampingkan ego agar hubungan mereka kembali terajut dengan baik.
Itulah yang dirasakan BAYU dan ANA.
Benang hubungan yang telah mereka rajut selama 4tahun belakangan.
"Jangan nakal ..."
Sebuah cubitan bersarang di pipi Ana.
"Iya sayang ... bawel banget sih ..."
Bayu Menggoyangkan pipi itu dengan gemasnya.
"Baiklah aku pulang ya ... belajar yang rajin, jangan keluyuran terus..."
Hening ...
Kata terakhir yang menandakan bahwa mereka akan benar-benar terpisah hingga hari-hari, minggu bahkan bulan yang akan datang.
Ada rasa tidak rela dalam diri sang wanita. Dia ingin waktu berputar sedikit lebih lambat agar bisa bersama dengan kekasihnya lebih lama.
Tapi itu hal yang mustahil.
Sebuah air bening menggenang di pelupuk mata dan jatuh melewati pipi saat ia mengedipkan mata.
"Jangan menangis ..." pinta Bayu.
Ia sangat benci melihat Ana sedih seperti sekarang ini.
Benci dengan keadaan yang mengharuskan mereka untuk berpisah sementara waktu karena Ana sedang menimba ilmu di sebuah Universitas di kota yang lumayan jauh dari kota dimana mereka berasal.
Menyeka air mata itu, ada sesak dalam diri Banyu. Ia pun merasakan yang sama, enggan kembali pulang ke kotanya.
Walaupun hampir setiap bulan, Ana menyempatkan waktu untuk pulang tapi tetap saja. Berada jauh dari kekasihnya ada perasaan yang aneh.
Dengan berat hati, Bayu melangkahkan kakinya masuk ke dalam Bus yang akan membawanya kembali ke kota dimana ia tinggal. Duduk dan memanggu tas yang tadi dibawanya sambil pandangannya terus mengamati sang wanita dari balik kaca kendaraan itu.
Bus mulai berjalan.
Lambaian tangan keduanya menjadi pemandangan terakhir yang entah akan terlihat di waktu kapan lagi.
Hati-hati Sayang ... Bawa rasa sayangku dalam dirimu sampai kapanpun ...
***
***
Malam telah datang.
Hampir tidak ada suara kendaraan yang lalu lalang di depan sana. Apalagi angin malam ini berhembus sangat dingin hingga mampu menusuk sampai ke tulang-tulang setiap orang yang berada di luar rumah.
Sebagian besar orang yang tinggal di perumahan ini sudah mulai bersiap untuk tidur. Mengembalikan energinya untuk beraktifitas esok hari nanti.
Beda dengan dirinya.
Dengan diterangi cahaya dari sebuah lampu kecil di atas nakas samping tempat tidur, seorang gadis tiduran dengan selimut tebal yang membalut tubuhnya hingga sebatas dada.
Dia adalah Ara.
Jarinya sibuk menggeser-geser benda pipih yang tepat berada di depan wajahnya.
Entah kenapa malam ini ia sulit sekali untuk memejamkan matanya seperti malam-malam sebelumnya.
Biasanya Ara akan segera tidur setelah mengerjakan tugas-tugas sekolahnya yang lumayan banyak.
Tapi malam ini rasanya beda.
Lama ia berselancar ria di akun sosial medianya.
Dengan kepribadiannya yang sedikit tertutup dengan orang di sekitarnya, Ara cenderung lebih suka bermain dengan ponselnya.
Di dunia maya, Ara bersikap 180 derajat berbeda daripada dunia nyata.
Ia menjadi lebih terbuka, mudah tertawa dengan orang-orang yang tidak ia kenal di dunia nyata.
Bahkan jika Siska dan Dina tau, mereka akan menirukan nada bicara Ara,
Membosankan ... Apa gunanya coba ...
Kalimat itu sering terlontar dari mulut Ara ketika Siska dan Dina sedang meminta pendapatnya.
Tapi bukannya sakit hati, Siska dan Dina malah menanggapinya dengan tertawa.
Mereka sangat tau bagaimana sifat membosankannya Mutiara.
Ketik ... ketik terus ...
Entah sudah berapa kata yang ia tulis sebagai balasan di aplikasi berwarna biru.
Tapi Ara tidak terlihat bosan.
Ia menikmati dunia palsunya tersebut.
Hingga tanpa terasa jam sudah berputar ke angka 1 dini hari.
Dan ini adalah rekor pertamanya. Matanya masih terjaga.
Terkadang Aku ingin menjadi Ara yang menyenangkan. Ara yang selalu bisa membuat semua orang nyaman dekat denganku ...
Agghh ... sepertinya mustahil.
Ara menggelengkan kepalanya. Semua itu hanya khayalan saja. Siapa sih yang mau berteman dengannya? Melihatnya saja, mungkin mereka akan menghindar.
Cekreekkk ...
Suara pintu terbuka pelan diikuti oleh bayang-bayang seseorang yang masuk ke dalam kamar itu.
"Ara, kenapa belum tidur?"
Ara tau siapa pemilik suara itu.
Ya, Ibunya.
Wanita yang sangat Ara sayangi. Wanita yang rela berkerja keras diusianya yang sudah memasuki kepala lima demi menghidupi Ara agar bisa tetap sekolah.
Ara terperanjat kaget. Ia terduduk dari posisinya yang tadi berbaring.
Ibunya mendekati Ara dan duduk di tepi ranjang anaknya. Menyentuh pucuk kepala Ara dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Ada ada sesuatu yang mengganggumu nak?"
"Tidak Bu ... Ara memang belum mengantuk."
Ara balas meraih tangan yang terasa sedikit kasar yang menandakan bahwa sang pemilik tangan itu telah berkerja dengan sangat keras dimasa mudanya.
"Jangan tidur terlalu malam ... nanti kamu bisa sakit,"
Ara mengangguk.
Meletakkan ponselnya di atas nakas. Memperbaiki selimut dan mulai memejamkan matanya untuk tidur.
Ara masih merasakan sebuah tangan menepuk lembut pucuk kepalanya. Hingga suara pintu terdengar berdecit dan tertutup kembali setelahnya.
Sehat terus Bu, Ara sayang Ibu ...
Ucap Ara dalam hatinya.
Tapi baru ia benar-benar berniat untuk memejamkan matanya, Ponselnya tiba-tiba bergetar. Lampu di sudutnya menyala berwarna biru.
Dengan cepat di raihnya benda pipih itu. Menyalakannya untuk melihat notifikasi apa yang masuk di dini hari seperti ini.
Sebuah chat pribadi masuk dalam akun sosial medianya.
Ya, mungkin chat dari teman dunia mayanya.
Dilihatnya chat itu.
(Hai ... Sudah malam kenapa belum tidur?)
Ara menyerngitkan dahinya. Ia tidak segera membalas chat tersebut.
Dibukanya profil pria yang baru saja mengirimkan pesan pribadi tersebut.
Terlihat foto seorang pria yang berpose membelakangi karema. Ia melihat hamparan pantai yang mulai menggelap karena senja telah tiba.
Ara semakin penasaran dengan pria tersebut. Ia semakin penasaran dan terus mulai membuka foto-foto yang lain.
"Lumayan juga ... heheh"
Dengan tidak tau dirinya Ara mengagumi foto pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
Buat iseng-isengan ah ... toh dia juga tidak kenal diriku di dunia nyata kan? ...
Dengan niat hanya bermain-main, Ara mulai membalas chat pribadi pria tersebut.
Apalagi memang foto yang diperlihatkan pria itu sangat tampan. Siapa sih yang tidak mau kenal dengan pria tampan? Bahkan banyak dari teman sekelasnya juga seringkali mengelu-elukan pria tampan yang tak sengaja mereka temui.
Tak sedikit dari mereka yang berteriak histeris seperti melihat bintang film saja saat melihat salah satu kakak kelasnya yang sedikit terlihat keren.
Ya walaupun Ara tidak seheboh seperti mereka, tapi ia juga sedikit memiliki ketertarikan dengan pria tampan. Normal bukan? ...
(Siapa namamu?)
Ara mulai berpikir sedikit nakal. Ia ingin memalsukan namanya karena dunia yang ia masuki saat ini adalah dunia tipu-tipu.
Kenapa tipu-tipu?
Ya karena Dunia maya memang penuh dengan sandiwara.
Apapun yang ada di dalamnya tidak sesuai dengan kenyataannya saat ini. Tidak semuanya sih, tapi sebagian besar memang begitu.
Apa nama yang bagus ya? ...
Batin Ara mulai berpikir.
(Namaku Tamara, kamu?)
Ara cekikikan dengan kebohongannya sendiri.
(Panggil saja Bayu ... jadi mau dipanggil siapa? Tama? Ama atau Ara?)
Ara malah kebingungan.
Kalau Aku bilang Ara? apa dia akan mencari tau di dunia nyata?
Ahh, tidak mungkin. Memang siapa yang akan mencari nama Ara di seluruh kota ini.
Apalagi nama Ara kan bukan hanya diriku.
Dan namaku sebenarnya MUTIARA bukan TAMARA ... heheh,
Dengan bangganya Ara menjawab,
(Panggil saja ARA ...)
Entah sudah berapa kali mereka sibuk dengan balas-membalas pesan.
Usia juga tak luput mereka tanyakan. Bahkan hal pribadi sekalipun.
(Aku suka sekali coklat lho... coklat panas dengan sedikit gula, biar tidak terlalu pahit.)
"Apa-apaan dia itu ... memangaku harus tau gitu?" oceh Ara dengan sendirinya.
Lagian pria itu kenapa terlalu terbuka pada orang yang baru ia kenal.
Apalagi mereka tidak terlalu dekat bukan.
(Aku nggak tanya tuh ...)
Mungkin pria di sebrang sana terkekeh geli dengan jawaban Ara. Karena memang begitu bukan? Apa hubungan mereka hingga Ara harus tau kesukaan pria bernama Bayu tersebut.
Dan baru kali ini Ara menanggapi pesan seseorang lebih dari sebuah kenalan biasa.
Rasanya semakin ia membalas chat pria itu, Ara seolah lupa diri. Ia semakin terhanyut dan ingin lebih mengenal pria itu.
Hingga tak terasa jam berlalu begitu cepat.
Rasa kantuk mulai merayapi diri Ara. Ia pun terdengar menguap beberapa kali.
(Aku mengantuk ... sudah dulu ya ...)
Tak lupa Ara menambahkan sebuah emoji berbentuk senyum.
Tidak menunggu lama, pria itu pun membalas pesan Ara.
(Tunggu! Apa aku boleh meminta nomormu? hehe)
Ara tidak berprasangka buruk atau karena ia sangat mengantuk hingga ia mengetikkan nomor ponselnya tanpa berpikir jauh dan ia bisa segera tidur, pikirnya.
( 628************ Bye, selamat malam...)
Pesan terakhir Ara pun terkirim. Tanpa menunggu balasannya, ia segera meletakkan kembali ponsel miliknya ke atas nakas dan berbaring untuk segera tidur.
Entah pesannya dibalas atau tidak, Ara tidak peduli. Rasa kantuknya sungguh sudah menggantung di pelupuk matanya.
Dan dalam sekejam mata, nafasnya mulai teratur menandakan bahwa Ara sudah memasuki alam mimpi.
---
Ditempat lain, seorang pria duduk di atas ranjang tempat tidurnya.
Ia bergumam pelan tersenyum sambil melihat layar ponselnya.
"Ara ... Manis juga..." ucapnya setelah menyimpan nomor ponsel yang ia dapatkan tadi.
Pria itu tersenyum lagi.
Entah niat apa yang dalam kepalanya saat ini. Yang pasti hanya dirinya dan tuhan yang tau.
***
***
Untuk pertama kalinya, seluruh penghuni kelas 12-2 dihebohkan oleh kejadian yang menurut mereka sangat jarang atau bahkan tidak pernah terjadi belakangan sekalipun.
Mereka sangat tercengang atau bisa dikatakan syok berjamaah melihat kejadian diluar nalar yang dialamai oleh siswi paling? entahlah ...
Mereka juga bingung harus menamai apa, teman sekelas mereka itu.
Gadis yang jarang berinteraksi dengan orang lain. Gadis pintar yang selalu diam bak patung dan memperhatikan guru selama pelajaran berlangsung. Dia yang selalu kabur ke perpustakaan setiap bel istirahat berbunyi.
Si pemilik rekor juara 1 yang amat sangat membosankan.
Siapa lagi dia kalau bukan MUTIARA.
Hari ini adalah pertama kalinya ia ijin untuk tidak mengikuti pelajaran yang bisa membuat para siswa mengantuk. Bagaimana tidak? melihat rumus-rumus panjang yang ditulis oleh guru mapel tersebut membuat mata mereka terasa berat.
"Kenapa dia tidak mengikuti pelajaran?"
tanya salah satu siswa yang berbisik-bisik di bangku paling belakang dari kelas itu.
"Entahlah ... katanya sedang sakit ..."
"Sakit? bagaimana bisa?"
Lihatlah ekspresi terkejut itu.
Semua siswa pun heran mendengar kabar bahwa seorang Ara bisa tidak mengikuti pelajaran karena sedang sakit.
"Memang dia bukan manusia?"
Ya, semua orang memang tidak selalu dalam keadaan sehat. Adakalanya sakit datang ke tubuhnya secara tiba-tiba tanpa bisa dicegah.
Begitupula dengan Ara saat ini.
Bagaimanapun ia tetap seorang manusia pada umumnya.
Mutiara tadi merasa kurang enak badan. Dibantu dengan Siska dan Dina, ia dibawa ke UKS sekolah untuk mendapatkan obat serta perawatan untuk memulihkan tubuhnya.
"Kamu gak apa-apa sendirian? mau aku temenin?" tanya Dina sedikit khawatir dengan keadaan sahabatnya tersebut.
"Sudah kalian kembali sana ... Kalau kalian disini, akan berisik!"
Ya begitulah Ara. Untung sana ia memiliki sahabat yang tidak terlalu sensitif dengan apa yang ia katakan kepada mereka.
"Sialan ..."
Kali ini Siska yang mengumpat.
Sepertinya ia salah telah memperhatikan si gadis menyebalkan itu.
Walaupun nada bicaranya terdengar marah, tapi ia tidak benar-benar kesal dengan Ara.
"Sudahlah kalian kembali ke kelas saja ... kalian tidak sepintar aku kan? jadi kembalilah ke kelas, nanti nilai kalian akan tambah jelek..." usir Ara.
Bagaimanapun ia tidak mau sahabatnya mendapat keaulitan hanya karena berada disini menunggunya.
Ara hanya merasakan kantuk yang tak tertahankan.
Semalam ia berkirim pesan dengan teman dunia mayanya hingga hampir Subuh.
Dan tentu saja jam tidurnya sangat terganggu yang biasanya ia sudah mulai tidur di pukul 9 malam.
"Baiklah ... kita kembali, kalau ada apa-apa kabari ya ..." ucap Dina sambil menepuk pelan bahu sahabatnya.
"Hemm..."
Akhirnya ruang perawatan itu kembali sunyi.
Ara memasuki selimut dan mulai memejamkan matanya.
Setidaknya tidur sebentar dpat menghilangkan rasa kantuknya.
Seandainya saja Ibunya tau kalau dirinya saat ini sedang berbating di ranjang UKS, tentu saja beliau akan sangat khawatir.
Ara merupakan anak satu-satunya yang Ibu miliki.
Bahkan wanita itu bekerja keras tanpa banyak mengeluh demi menyekolahkan dan membahagiakan Ara.
Apapun pekerjaannya, akan Ibu lakukan agar ia bisa mendapatkan uang untuk membesarkan putri kesayangannya.
Hingga berkeliling menjual kue pun beliau lakukan.
Untung saja Ara termasuk anak yang tidak banyak menuntut.
Karena berprestasi, Ara juga tidak perlu membayar biaya sekolah tiap bulannya. Tapi tetap saja, sekolah membutuhkan buku-buku pelajaran bukan? tentu saja semua itu membutuhkan uang.
Hampir satu jam lamanya Ara benar-benar tertidur di ruangan serba putih itu.
Hingga ia terbangun karena merasakan sesuatu bergetar dalam saku seragamnya.
Benar, ponselnya bergetar menandakan ada pesan yang masuk dalam benda pipih tersebut.
Dengan mata yang masih menyipit, ia merogoh saku dan mengambil ponselnya.
Dilihatnya sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal.
628**********
(Ping..)
Nomor siapa ini? ...
Ara tidak langsung membalas pesan tersebut.
Ragu? tentu saja. Ia berpikir bahwa itu adalah nomor yang sengaja iseng.
Ara kembali menutup matanya berharap bisa kembali tidur.
Ia berniat akan kembali saat jam pelajaran terakhir. Jam pelajaran Bahasa Inggris kesukaannya.
Walaupun ia mempunyai otak yang lumayan cerdas dimana mampu menguasai semua Mata Pelajaran di sekolahnya, tapi ada satu Mapel yang sangat Ara sukai, Bahasa Inggris.
Ia pun berharap suatu saat ia bisa belajar di luar negeri dimana Bahasa inggris menjadi bahasa global yang dikuasai oleh orang-orang di luar sana.
Belum kembali memasuki alam mimpinya, ponsel Ara kembali bergetar.
Kali ini mungkin pesan berturut-turut karena getaran dari benda pipih itu berulang kali tanpa henti.
Dan benar saja, saat ia kembali membuka ponselnya, terlihat beberapa pesan yang muncul.
(Hai Ara ... )
(Ini Aku ...)
(Aku ganggu ya?)
Siapa? Memang Aku Malaikat yang bisa tau namamu tanpa kamu memberitahukannya lebih dulu? yang benar saja ...
Ara ngomel dalam hatinya.
(Ini aku, B-A-Y-U... ingat?)
Pesan kembali didapatnya.
cihh ... astaga, memang aku anak TK yang masih harus mengeja sebuah nama ...
Ara mulai mengetikkan sesuatu dikolom balasan untuk pesannya dan terkirim.
(Gak perlu dieja juga gue bisa baca kali ...)
(Haha ... kirain, masih ingat kan? gak lupa kan?)
Ara tersenyum sambil membalas pesan itu.
(Ingat lah, cowok tidak sopan yang mengirim pesan di jam istirahat!)
Sekarang kantuknya benar-benar telah sirna.
Tapi Ara tetap tidur sambil memiringkan tubuhnya sambil melihat layar ponselnya.
(Maaf deh, galak banget sih ... Oh ya, kamu gak sekolah? kok bisa balas chatku?)
(Sekolah dong ...)
Ara mengambil gambar kakinya yang terbalut selimut berwarna putih dengan garis biru dengan background tirai UKS yang berwarna senada.
Mengirimkan gambar itu kepada Bayu.
(UKS? Kamu sakit..?)
Terlihat dari isi pesan tersebut kalau pria disebrang sana sedikit terlihat khawatir.
(Hanya ngantuk, semalam hanya tidur 2jam...)
(Gadis nakal!)
(nakal? siapa coba yang ganggu tadi malam?)
Benar, tadi malam Ara memang berniat untuk tidur jika Bayu tidak lebih dulu mengirimkan pesan pribadi kepadanya dan membiatnya terjaga sepanjang malam.
(Heheh ... sorry, please!)
Ara tersenyum sendiri. Entah kenapa ada perasaan aneh yang menjalar dalam tubuhnya. Rasa nyaman saat ia mgobrol dengan Bayu lewat sebuah pesan.
Perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelum-sebelumnya.
Chat berlangsung hingga beberapa jam. Tanpa Ara sadari, ia telah berada di tempat ini hingga memasuki jam istirahat yang kedua.
"Dorr ... ngapain senyum-senyum sendiri?"
ucap Siska yang tiba-tiba telah berada di samping ranjang yang Ara gunakan untuk istirahat tadi.
"Apaan sih, kalau aku jantungan gimana coba?"
Ara menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdetak tak karuan karena terkejut dengan kedatangan kedua sahabatnya.
"Habisnya kamu kayak kesurupan. Senyum-senyum sendiri ..." kali ini Dina yang membuka suaranya.
"Iya, aku kesurupan gara-gara kalian ... Bantu aku bangun!" pinta Ara sambil mengangkat kedua tangannya meminta bantuan sahabat-sahabatnya untuk bangun dari tepat tidur.
Ck... menyebalkan sekali Ara itu.
Tapi Siska dan Dina teetap membantu sahabatnya untuk bangun.
Mereka berjalan beriringan menuju kembali ke kelasnya. Tertawa sambil melewati koridor-koridor di depan sana.
"Ara, kamu sudah enakan?"
Suara pertama yang Ara dengar saat kakinya melangkah memasuki ruangan kelas.
Dia adalah Raka, teman satu kelasnya.
Wajahnya saja terlihat sangat khawatir saat menatap Ara.
Apa-apaan dia itu? melihatku seperti aku dalam keadaan kritis saja...
Tuhan, bisa tidak sih jauhkan aku dari dia satu hari saja ...
Ara sangat lelah menghadapi pria di depannya itu.
Apalagi perhatiannya itu, sungguh Ara merasa sangat tidak nyaman.
"Aku baik-baik saja, menjauhlah!" usir Ara. Ia melangkah memasuki kelas dan duduk di bangku yang ada tasnya disana.
Bukannya menjauh, pria itu malah mengikutinya dan duduk tepat di bangku depan Ara bersebelahan dengan Dina.
Lihatlah ekspresi itu... Aku benar-benar frustasi melihatnya.
Ara menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang ditekuk.
Bukan karena pusing atau kantuknya yang tiba-tiba datang Tapi karena pria di depannya itu.
Pria yang selalu mengejarnya walaupun sudah ditolak beberapa kali.
"Apa kamu masih pusing? mau aku belikan minuman?"
Raka dengan jiwa keingintahuannya mulai memberondong Ara dengan banyak pertanyaan.
"Jawab Ra... kamu ingin apa?" tanyanya lagi.
Ara memejamkan matanya. Berfikir bagaimana caranya mengusir kecoa pengganggu di depannya itu.
"Gue pengen muntah! bisa aku muntah di wajah kamu!?" ucap Ara dengan kesabaran yang sudah habis.
Hal itu membuat Dina dan Siska tergelak kencang. Ini adalah pertama kalinya mereka mendengar Ara sangat marah. Apalagi dengan umpatannya yang sempat merekadengar tadi.
"Hahaha ... kamu denger kan Ka?" tanya Siska memastikan kepada Raka.
"Apaan sih lo!" jawab Raka sama sewotnya.
"Aku saranin cepetan pergi deh, daripada Ara benar-benar muntah diwajahmu ..." timpal Dina.
Tanpa berkata apapun, Raka bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Ara, Siska dan Dina.
Ia kembali duduk di kursi miliknya yang tidak jauh dari kursi Ara. Pandangannya terus mengamati gadis yang sangat ia sukai itu.
Aku tidak akan menyerah Ra ... Aku akan terus berusaha mendekatimu ...
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!