NovelToon NovelToon

KEBAHAGIAAN KECILKU

Pertemuan Pertama

Brian Putra Sanjaya, umurnya 30 tahun. Pengusaha sukses di kota ini. Untuk menjadi pengusaha sukses, tentunya dia memulai semuanya dari nol setelah usaha ayahnya bangkrut, untuk sukses dia adalah orang yang sangat menghargai waktu. Baginya disiplin adalah nomor satu, jadi bagi siapapun yang berhubungan dengan dia, dan dia tidak pernah tepat waktu maka habislah dengannya kecuali ada keperluan yang mendesak dan tidak bisa ditunda.

"Brak !!" suara mobil Brian menabrak sepedah seseorang sampai dia terjatuh. "Nona, apakah tidak apa-apa? Apa perlu saya bawa ke rumah sakit?"

"Tidak perlu Pak, saya bisa ke rumah sakit sendiri Pak, saya juga buru buru. Permisi, Pak!" Gendis membungkukkan badannya dan segera membawa sepedahnya yang terlihat rusak akibat tabrakan.

"Aldo, saya menabrak seorang gadis, kamu cek CCTV pertigaan jalan dekat kantor kita, setelah itu kamu cari tau siapa dan alamat gadis itu. Saya harus mengganti sepedahnya, kamu paham kan?" Brian menelpon Aldo sekretarisnya.

"Siap Pak, laksanakan!"

"Bagus! Aku tunggu infonya segera!!" Brian menutup telpon Aldo.

Setelah diperintah oleh Brian, Aldo segera melaksanakan tugasnya dan kemudian menghubungi temannya yang kebetulan petugas lalu lintas.

"Hallo bro!" Sapa Aldo lewat telpon genggamnya.

"Bisa tolong cek rekaman CCTV dipertigaan depan kantor Brian gak? Kira kira 30 menit yang lalu lah."

"oke tunggu ya, aku cek dulu." jawab temannya Aldo singkat lewat telpon dan bergegas mencari rekaman CCTV yang dimaksud Aldo.

"thank you Bro !"

"You are wellcome."

Setelah rekaman CCTV itu dikirim, Aldo segera mencari tau tentang gadis itu.

"Pak, saya sudah mendapatkan info tentang gadis yang bapak maksud. Gadis itu tinggal di Jl. Flamboyan No. 05, dia dokter dan sekarang sedang bekerja di Rumah Sakit Harapan Sanjaya pak, namanya Gendis, Gendis Aurora Putri."

Jelas Aldo lewat telpon genggamnya.

"Oke, terima kasih infonya. Segera belikan sepedah yang terbagus di Negeri ini dan kirimkan ke alamat rumahnya, mengerti?"

"Siap mengerti Pak!"

Aldo pun melaksanakan tugas yang diperintahkan bosnya yang sekaligus sahabatnya itu.

"Aah Sial! Aku harus lembur lagi gara gara telat, kenapa aku harus pakek ditabrak pula sama bapak bapak itu" Gendis menghela nafasnya karena mendengus kesal.

"Mau bagaimana lagi, aku harus izin sama Kak Alvin. bagaimanapun malem ini gak bisa jaga toko karena dapat hukuman dari si manusia kejam itu."

"Halo Bos!" heeee... Saya mau izin kalau malam ini gak bisa jaga toko, ada pasien darurat."

"Itu terus jadi alasanmu! oke baiklah, tapi seperti biasa ya, gaji mu harus dipotong lagi."

"Oke gak masalah, aku terima konsekuensinya Bos."

"Kamu jaga baik baik itu ya pasiennya."

"Siap Bos!"

"Kelar urusan yang disana tinggal yang disini, mari kita lembur malam ini." batin Gendis yang mulai menerima keadaan.

Seperti biasa rutinitas yang dilakukan Gendis di rumah sakit, menyambut, menerima, dan mengobati pasiennya.

Gendis adalah salah satu dokter muda yang berprestasi, selalu terlihat unggul diantara teman temannya sampai teman temannya dibuat iri olehnya. Tapi, banyak pula yang memujinya.

Banyak dokter-dokter senior yang mengagumi ketangkasannya sebagai dokter muda, bahkan tidak segan memujinya di depan umum, karena memang Gendis berbeda dari yang lainnya.

"Gendis jangan lupa hukuman mu tetap berjalan ya, walaupun kamu dokter muda terbaik disini."

"Siap dokter, saya akan bertanggung jawab dengan kesalahan saya."

"Nanti malam saya ada operasi, saya meminta kamu untuk mendampingi saya dan team, dan saya mau hasil operasi nanti malam kamu konsultasikan kepada saya."

"Siap Dokter!"

"Tugas lagi, tugas lagi!" umpat Gendis.

"Apa Gendis? Kamu keberatan?"

"Enggak dokter, saya gak bilang apa-apa, cuma keselek dikit tadi."

"Hmmmmm... Dasar anak muda zaman sekarang." umpat dokter senior kemudian meninggalkan Gendis.

"Aaaahhhhh... Leganya, akhirnya pergi juga si dokter killer itu." Gendis menarik nafasnya dengan lega.

"Oke, saatnya lembur dan bertempur malam ini." sambung Gendis dalam hatinya.

Dokter Vian adalah salah satu dokter senior yang paling killer diantara dokter lainnya, dokter yang banyak dikagumi oleh kaum hawa, dokter yang gak pernah pelit ilmu, saking gak pelitnya dia selalu mencari cara untuk mengetes dokter muda yang bekerja di rumah sakit ini.

"Kode blue kode blue, terjadi kecelakaan beruntun. Pasien akan segera di larikan ke Rumah Sakit Harapan Sanjaya. Diharapkan agar bersiap!"

Tanpa aba-aba, Gendis pun langsung berlari menuju IGD. Dimana pasien mulai berdatangan, dengan sigap Gendis dan dokter lainnya segera mengambil tindakan. Mereka semua berhamburan di ruang IGD, untuk menyelamatkan dan melindungi pasien. Segala profesi dan sumpah dipertaruhkan setiap tindakan yang mereka lakukan.

Disaat para dokter dan perawat berlarian kesana kemari untuk menyelamatkan para korban, tanpa disadari Gendis, ada dua sepasang mata yang memperhatikan Gendis, ya siapa lagi kalo bukan Brian. Brian tidak sengaja mampir ke rumah sakit milik neneknya untuk melihat keadaan rumah sakit dan administrasi rumah sakit.

"Ternyata gadis itu keren juga kalau diperhatikan, apalagi dalam kondisi gawat seperti ini." Brian diam-diam mulai mengagumi Gendis.

"Pak, Bapak disini ?" Salah satu staf mengagetkan pandangan Brian kepada Gendis.

"Iya, saya mau bertemu dengan direktur, tolong sampaikan ke bagian administrasi, nanti saya keruangan mereka, dan tolong siapkan semua laporan keuangan. Saya mau mlihatnya!"

"Baik,.Pak!"

Brian meninggalkan staf tersebut, dan pergi ke ruangan direktur rumah sakit neneknya.

Belum sempat Brian mengetuk pintu ruangan direktur, tiba-tiba pintu terbuka oleh Pak Jo. Pak Jo adalah nama Direktur Rumah Sakit Harapan Sanjaya, dia adalah orang kepercayaan neneknya untuk memimpin rumah sakit miliknya.

"Brian?" Pak Jo terkejut melihat kedatangan Brian tanpa memberi tahunya. "Apa kabar?" sambung Pak Jo dengan menjabat tangannya kepada Brian.

"Baik Pak Jo, bagaimana dengan Bapak?"

"Saya baik, ada angin apa yang membawa Nak Brian kemari?"

"Heeee... Saya kemari kebetulan mampir Pak, kemudian ingat kata nenek, untuk sering-sering berkunjung kemari."

"Owh begitu, baiklah nak, mari masuk dan duduk didalam!"

Pak Jo dan Brian membahas tentang perkembangan rumah sakit untuk kedepannya agar lebih baik. Dirasanya cukup untuk Brian, Brian pun izin pamit untuk pulang.

Tidak lupa Brian mampir ke ruang administrasi tanpa sepengetahuan Pak Jo untuk mengecek data keuangan yang sudah disiapkan oleh bagian administrasi rumah sakit.

"Bagaimana? Sudah disiapkan data-datanya?"

"Sudah Pak, silahkan di cek." Jawab salah satu staf keuangan yang mengurusi keuangan bagian rumah sakit.

Brian mulai mengecek satu-persatu, sampai pada akhirnya Brian melihat data yang tidak sesuai hingga akhirnya Brian merasa penasaran dan curiga, apa yang sedang terjadi dengan rumah sakit neneknya.

"Ada yang gak beres dengan keuangan disini, seperti banyak nominal yang gak sesuai. Hmmmm... Aku harus bermain cantik dan tidak boleh gegabah untuk membongkar kasus ini." Batin Brian

"Oke, saya rasa cukup datanya dan tolong berikan soft copy nya pada saya." Brian menyodorkan Flashdisk nya ke staf tersebut.

"Baik Pak...." Staf tersebut menerima Flashdisk dan segera memindahkan data keuangan itu ke Flashdisk.

Setelah softcopy tersimpan, Brian meninggalkan ruangan administrasi. Saat berjalan menuju pintu utama, tak sengaja Brian menabrak Gendis.

"Auuuuu...." Gendis mengerang kesakitan sambil memegang lengannya yang sakit karena ditabrak dan sekarang tertabrak lagi, ditambah lagi menangani beberapa pasien kecelakaan. "Bapak lagi?" mata Gendis terbelalak setelah tahu yang menabraknya adalah orang yang menabraknya tadi pagi.

"Maaf, maaf! saya gak sengaja..." Brian sambil memohon.

"Bapak bisa gak sih kalau jalan lihat-lihat, dua kali ini saya bertemu dengan Bapak dan Bapak selalu menabrak saya. Bapak tau gak? Itu sangat merugikan saya."

"Oke kalo gitu, saya akan ganti rugi, silahkan sebut saja nominalnya saya akan menggantinya dengan uang cash atau transfer." gaya sombongnya Brian.

"Bapak pikir semuanya bisa diganti dengan uang apa? gak segampang itu Pak !!!" nada tinggi Gendis karena kesal dengan Brian.

"Dia pikir emang dia siapa, mentang-mentang orang kaya seenaknya mengganti semuanya dengan uang!" umpat Gendis kemudian meninggalkan Brian.

"Lah salahku di mana? emang salah kalo aku ganti pakek duit, ah bodok amat ! pusing amat gue mikirnya." umpat Brian sambil meninggalkan koridor pertemuan Gendis dengan Brian yang kedua kalinya setelah kecelakaan itu.

Siapa Gadis Itu?

"Hhhhh.... akhirnya selesai juga." Gendis menghela nafas karena lega dan berniat untuk ke kantin.

"Bu... **w**hite coffe nya satu ya, mie rebus pakai telor juga satu. Makan di sini ya."

"Oke siap bu dokter cantik." kata salah satu ibu kantin rumah sakit, namanya Ibu Ning.

"Makasih Bu."

"Sama-sama Non, eh gimana hari ini? Kayanya capek banget Non?"

"Iya nih Bu... banyak pasien kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan beruntun. Untungnya, semua bisa ditangani dengan cepat dan selamat.

"Wah keren!" Bu Ning, menunjukan dua jempolnya tanda mengagumi kinerja Gendis sebagai dokter.

"Semoga pasien non Gendis segera pulih semua ya, aamiin.* sambung Bu Ning.

"Owh iya, duduk dulu saja Non, kalau sudah siap, pasti Ibu akan mengantarkannya untuk Non."

"Baiklah Bu. Terimakasih Bu Ning yang cantik dan baik hati." Gendis pun pergi mencari tempat duduk untuknya.

"Aah..., aku hampir saja melupakan sesuatu. Malam ini kan ada jadwal operasi bersama Dokter Vian." gerutu Gendis karena masih lelah.

Disisi lain, Brian menelusuri rumah sakit neneknya yang sudah banyak berubah. Karena Brian merasa lapar dan haus, bagaimana tidak? Sedari pagi dia belum sempat mengunyah sedikit pun makanan.

"Maaf mas, kantin sebelah mana ya?" Tanya Brian kepada salah satu cleaning service rumah sakit.

"Tinggal lurus saja Pak, nanti sebelah kanan."

"Owh oke..., Terimakasih ya."

"Sama-sama Pak."

"Brian terus mengikuti arah yang diarahkan oleh cleaning service, sampai akhirnya Brian melihatnya.

"Bu, saya pesen nasi goreng satu dan air mineral dingin satu ya Bu." Kata Brian memesan makanan kepada Bu Nining.

"Siap Pak, silahkan ditunggu, nanti saya yang akan mengantarkan makanannya untuk Bapak."

"Terimakasih, Bu."

Brian melihat banyak bangku, namun tidak satupun yang kosong, hingga akhirnya Brian melihat wanita yang dia kenal.

"Kalau gak salah itu cewek tadi deh." Brian melihat ke arah Gendis kemudian Brian menghampiri Gendis.

"Maaf, bolehkah saya duduk di sini?"

"Silahkan." Gendis melemparkan senyuman kepada Brian, setelah Gendis melihat bahwa Brian adalah laki-laki yang menabraknya, dengan spontan Gendis bertanya, "Bapak lagi?"

"Haduh Pak, Bapak ini ngikutin saya apa ya...?" sambung Gendis dengan nada kesal.

"Enak saja! Gak usah ke PD an, saya memang ke sini untuk cari makan, terus saya lihat kamu, saya samperin deh."

"Halah, gak usah nutup-nutupin, bilang saja mau ngikutin saya kan? Tenang Pak, kalau sepedah saya sudah keluar dari bengkel, saya bakal telpon bapak buat ganti rugi karena Bapak sudah menabrak saya." jelas Gendis dengan senyum simpulnya.

"Terus kalau aku sengaja ngikutin kamu kenapa?" tanya Brian menggoda Gendis.

"Apaan sih?" Jawab Gendis dengan ketus.

"Non Gendis, dan Tuan, ini pesanannya. Semoga rasanya pas di lidah kalian ya, selamat menikmati." kata Bu Nining dengan senyuman hangatnya.

"Terimakasih Bu!" jawab Gendis dan Brian dengan bersamaan.

"Wah, kalian bisa jodoh ini, bertemu belum lama saja sudah bisa kompak." Bu Nining yang sengaja menggoda Gendis dan Biran.

"Gak mungkin!" Jawab Gendis dan Brian kompak.

Bu Nining hanya tersenyum melihat Brian dan Gendis, setelah itu, Bu Nining kembali bekerja.

Gendis dan Brian pun mulai menyantap makanannya masing-masing. Tiba-tiba, handphone gendis bergetar tanda panggilan masuk.

"Iya dengan Dokter Gendis, ada yang bisa dibantu?"

"Dokter, sepuluh menit lagi ada operasi dengan pasien atas nama Anita akan segera dimulai, saya disuruh Dokter Vian untuk segera menghubungi dokter dan meminta dokter sebagai asistennya saat operasi nanti." jelas salah satu perawat melalui handphone.

"Terimakasih atas informasinya dan terimakasih sudah mengingatkan, saya akan segera kesana!"

"Sama-sama dokter." Perawat itu mematikan handphone nya dan kembali mempersiapkan perlengkapan untuk persiapan operasi.

Gendis yang mendengar pesan itu, segera meminum kopinya yang hampir dingin itu, sampai habis. Dan kemudian bersiap untuk ke ruang operasi tanpa menghabiskan mie instannya.

"Mau kemana? Makananmu belum habis!" Tanya Brian yang peduli dengan Gendis.

"Bukan urusan Bapak, yang jelas tujuan saya pasti ngurusin orang sakit." Gendis menuju kasir untuk membayar makanannya.

Brian yang mengingat karena harus bertanggung jawab atas kejadian sore tadi, kembali mengejar Gendis.

"Ini kartu namaku, untuk menggantikan kerugian tadi, silahkan hubungi saya. Saya akan bertanggung jawab!" Brian menyodorkan kartu namanya.

"Oke, saya simpan." Gendis segera mengantongi kartu nama Brian dan kemudian berlari menuju ruang operasi. Sedangkan Brian, kembali ke meja tempat dia makan.

"Katanya orang kesehatan, soal makan saja tidak bisa memilih mana yang sehat untuk dia atau enggak." gerutu Brian saat melihat makanan yang dipesan Gendis.

"Kenapa saat aku bertemu dia, aku seperti menemukan sesuatu yang sudah lama hilang? Dia seperti seseorang yang aku kenal, tapi siapa? Ahhh..., ngapain juga aku peduli dengan cewek itu?" batin Brian dan melanjutkan makannya yang tertunda.

Kemudian Brian meninggalkan kantin itu, tidak lupa membayarnya dan kembali ke rumah kesayangannya.

Tepat pukul delapan pagi, Brian sampai kantornya dan disambut oleh seluruh karyawan nya.

"Pagi Pak Brian!" Sapa seluruh karyawan nya.

"Pagi semuanya !" Sapa Brian kembali.

Brian segera memanggil Aldo saat sampai diruang kerjanya. "Aldo! Bagaimana pekerjaanmu yang saya perintahkan kemarin? Sudah selesai?"

"Sudah Pak ! kemarin sepedahnya langsung saya kirim ke kosannya, tapi cewek yang bapak maksud gak dirumah. Kata yang punya kosan, biasanya sore sudah pulang, jadi kami letakan di depan kosannya saja Pak."

"Terus, informasi apa saja yang kamu sudah dapat tentang gadis itu?"

"Kata si pemilik kosan dan tetangga disitu dia anak perantauan Pak, kuliah karena beasiswa, untuk hidupnya dia kerja paruh waktu."

"Selain itu?"

"Dia punya hutang yang belum lunas untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga dia bekerja paruh waktu. Kalau pagi di rumah sakit, kalau malam di toko swalayan yang tidak jauh dari kosannya." sambung Aldo.

"Menarik sekali ternyata." gumam Brian yang sedikit didengar oleh Aldo.

"Gimana Pak?"

"Bukan urusan kamu! kembali kerja sana!" usir Brian kepada Aldo.

"Tumben banget anak curut ini peduli sama cewek, biasanya cewek yang peduli sama dia. Tapi, ada untungnya juga sih kalo dia udah move sama bidadari halusinasinya dia." batin Aldo, sahabat sekaligus sekretaris nya.

"Ternyata dia wanita yang tangguh. Dia mengorbankan kebahagiaannya demi cita-citanya." gumam Brian yang semakin penasaran.

"Kenapa aku jadi memikirkan gadis itu? Aku harus melanjutkan pencarianku tentang bidadari kecilku." gumam Brian ya kemudian menghubungi temannya yang tidak lain adalah kakak kelasnya waktu SD dulu.

"Bro, gimana? Kamu udah dapat informasi belum tentang sahabat kecilku?"

"Sudah Bro! aku sudah menelusurinya. Dia sudah pindah semenjak ibunya meninggal dan ayahnya mengusirnya dari rumah, dengar dengar dia merantau ke daerah mu kalo gak salah dia dapat beasiswa kedokteran." jawab salah satu temannya yang bernama Kaka.

"Kamu serius?"

"Serius Bro! Bahkan dia dapat beasiswa di universitas ternama di daerah mu. Namanya Gendis, cewek yang kamu maksud itu!"

"Kamu tahu dia Gendis darimana?"

"Jadi, aku gak sengaja kemarin ketemu sama Arga, anak yang paling jahil disekolah kita, terus dia nanyain gimana kabar kamu dengan Gendis. Jadi otomatis cewek yang selalu bareng sama kamu itu Gendis."

"Oke makasih bro, informasinya."

Dalam sekian lama pencarian, akhirnya Brian menemukan Gendis, bidadari kecilnya yang selama ini dia tunggu. Tapi Brian harus memastikan kembali bahwa Gendis yang dia kenal adalah Gendis bidadari kecilnya.

"Ini semua seperti kebetulan, tapi aku harus memastikan kembali, bahwa Gendis adalah bidadari kecilku." batin Brian.

Di rumah sakit, Gendis sudah mengganti bajunya dengan baju biasa, karena akan pulang.

"Akhirnya selesai juga lembur malam ini." Gendis mengangkat tangannya untuk meregangkan otot-otot nya yang kaku karena efek lelah.

"aku harus pulang dan jaga toko, kalau terlambat bisa habis aku sama Alvin." Gerutu Gendis seorang diri yang sedang berada di ruang ganti.

"Gendis bagaimana laporan operasi semalam? Kapan saya bisa melihat hasil laporannya?" Tanya dokter Vian dengan nada cuek dan dinginnya.

"Tenang saja Dok, sedang on proses kok."

"Oke, saya tunggu besok pagi di ruangan saya. Bagaimana?"

"Tidak masalah Dokter." jawab Gendis sambil membulatkan jarinya dan kemudian izin permisi karena Gendis harus pulang cepat.

Kali ini Gendis harus naik busway karena sepedahnya harus masuk bengkel akibat kecelakaan kemarin. Sesampainya di kosan, Gendis begitu terkejut saat melihat ada sepedah baru di pintu kosannya itu.

"Ini sepedah siapa ? Kok bagus amat ya?" Batin Gendis dan kemudian melihat ada surat kecil di sepedahnya, dan Gendis segera membuka nya.

"H**ai gadis keserempet, maaf ya sudah merusak sepedah mu, dan tolong terima sepedah ini sebagai permintaan maaf ku."

...Brian...

"Ini pasti dari bapak-bapak kemarin, siapa lagi kalau bukan dia." gumam Gendis yang memperhatikan sepedah barunya itu.

"Wuahhhh..., Keren juga seleranya si Bapak. Ternyata Bapak itu baik juga, aku harus segera mengucapkan terimakasih." Gendis segera mencari kartu nama yang diberikan Brian kemarin malam.

"Astaga, pantas saja dia menggampangkan semuanya dengan uang, ternyata sultan." gumam gendis yang sedang memegang kartu nama itu.

Karena kartu nama tersebut bertuliskan bahwa Brian adalah CEO PT Putra Sanjaya, perusahaan terbesar di negaranya.

"Keren juga bapak ini, masih terlihat muda, namun karirnya udah selangit." gumam Gendis yang mulai mengagumi Brian.

"Hallo, dengan Pak Brian?"

"Iya ini dengan siapa?"

"Ini Gendis Pak."

Deg

Deg

Deg

"Ada apa dengan jantung ku? Kok berdetak diatas normal?"

batin Brian.

"Hallo Pak, dengar suara saya?"

"Eh iya, gimana?"

"Pak, saya mau ngucapin terimakasih sekaligus minta maaf atas kejadian kemaren, sepedahnya sudah saya terima. Sebagai ucapan terimakasih kapan-kapan saya traktir makan ya, nanti saya yang nentuin tempat makannya. Oke?"

"Kapan?"

"Terserah Bapak, kalau sekarang saya gak bisa. Saya mau kerja dulu, Bapak telpon saya lagi aja nanti ya."

Tanpa jawaban dari Brian, Gendis menutup telponnya.

"Ah dasar cewek ini, belum sempat dijawab udah dimatiin, dasar gak sopan! Dia gak tahu apa sedang berbicara dengan siapa? Huh!" Umpat Brian dengan kesal.

Kemudian Brian mengerjakan pekerjaannya di kantor nya, karena ada beberapa berkas yang harus dia tangani, sedangkan Gendis menjaga toko kakak angkatnya yang sekaligus bosnya, namanya Alvin.

"Hai bos, maaf terlambat!" Jawab Gendis singkat.

"Sudah biasa, ya sudah segera ganti bajumu dan jangan lupa sambut itu para pelanggan dengan ramah!"

"Siap bos!"

"Ya sudah, kakak tinggal dulu ya..."

Eh iya author mau jelasin Gendis ini selain dia dokter dia juga kerja paruh waktu buat bayar hutangnya, karena gak semua pendidikan semasa kuliahnya ditanggung oleh beasiswa. Jadi semakin banyak yang diperoleh semakin cepat dia l melunasi hutang-hutangnya. Untuk Alvin, dia adalah kakak baik yang sudah membantu Gendis.

Kebetulan waktu Gendis diusir oleh ayahnya, Alvin sempat membantunya beberapa kali. Alvin juga sempat menyukai Gendis tapi karena Gendis menganggapnya seorang kakak, maka Alvin mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaanya pada Gendis.

Para pelanggan pun silih berganti untuk berbelanja di toko, Gendis pun dengan sigap melayani, bahkan ketika toko sepi Gendis segera melanjutkan mengerjakan tugas yang diberikan Dokter Vian. Siapa sangka bakal ketemu Brian di toko ini.

"Ada lagi yang dibeli pak?"

"Cukup mbak, berapa semuanya?"

Saat Gendis akan memberikan barang yang dibeli Brian, tanpa mereka sadari mereka saling menatap satu sama lain.

"Bapak?"

"Bapak? Bapak terus emang gua Bapak lo apa?"

"Ya emang muka lo udah Bapak-bapak kok."

"Enak aja! keren keren gini dibilang muka Bapak-bapak."

"Weeeekkkk..," Gendis menjulurkan lidahnya. "Emang gue pikirin!"

"Kamu lama-lama ngeselin ya? Ya sudah, berapa semuanya?"

"Enam puluh tiga ribu rupiah saja om."

"Om lagi."

"Lah Bapak gak mau ya udah om aja." tawa Gendis pecah saat melihat ekspresi Brian yang kesal.

"Awas kamu yaaa..." Brian mengepalkan tangannya untuk menahan emosi.

Brian mengambil telpon genggamnya kemudian berjalan keluar dan menghubungi Aldo sahabatnya.

"Aldo Lo dimana?"

"Gue perjalanan pulang bro. Ada apa?"

"Dengarkan aku baik-baik, gue mau lo selidiki Pak Jo direktur rumah sakit punya nenek gue, Lo tahu kan? aku mencurigai ada sesuatu yang tidak beres dengan laporan keuangan mereka."

"Oke Bro, akan segera saya urus semuanya!"

"Thanks ya?"

"sama-sama bro !"

Seperti yang diperintahkan Brian kepada Aldo, Aldo segera melaksanakan tugasnya, mencari info tentang Pak Jo direktur rumah sakit neneknya, untuk menyelidikinya satu persatu.

NB : terus dukung Author untuk bekarya ya, jangan lupa untuk like dan komentar agar author makin semangat untuk update dan revisi. Terimakasih 🙏

Sore Itu...

"Bro, nganggur gak lo?" Suara Aldo mengagetkan Brian yang tengah melamun.

"Bisa gak sih ketuk pintu dulu, ngagetin gue aja."

"Heh..., gue tadi udah ngetuk, tapi lo gak denger. Makanya jangan mikirin gadis serempetan itu."

"Enak aja, gak lah!! Ngapain gue mikirin dia!!" Umpat Brian. "ngapain lo keruangan gue?"

"gue mau laporan tentang Pak Jo?" Aldo memberikan beberapa berkas kepada Brian.

"Jadi gimana hasilnya?"

"Hmmmm... dari hasil informasi yang gue dapat, kayanya ada yang nyetir Pak Jo dari belakang dan kemungkinan ada kaitannya sama musuh musuh lo atau nenek lo." Aldo memulai pembicaraannya.

"Dan gue lagi cari sumber masalahnya dan siapa dalangnya. Lo tau lah siapa Pak Jo kan? sekalipun dia berani ngelakuin itu pasti ada sebabnya kan?"

"Makanya, aku mau kita selidiki kasus ini bareng-bareng."

"Tenang saja bro, masalah ini pasti kita akan menemukan solusinya."

"Mmmm... Oke thank's ya informasinya.."

"Sama-sama bro."

"Eh iya bro, nanti ada meeting dengan Tuan Richard di Cafe biasanya."

"Sudah kamu atur waktunya kan?"

"Sudah, jam satu siang."

"Oke, siapkan berkasnya. Setelah solat Dzuhur kita berangkat!"

"Siap! Berkasnya sudah selesai semuanya, tinggal kamu cek aja bro!" Aldo menyodorkan beberapa berkas lagi kepada Brian.

Brian mulai membuka berkasnya satu persatu. "bagus, tinggal diperbanyak dan jangan lupa buat power pointnya."

"Siap bosque..." ucap Aldo yang berdiri tegak dan memberikan hormat dengan tanganya.

Disisi lain, Gendis sedang menghadapi seniornya dan membahas soal operasi dua hari yang lalu. Mereka membahas tentang penyebab, penanganan sampai tindakan yang harus diambil jika terjadi sampai fatal termasuk operasi kemarin.

"Oke..., pembahasannya cukup sampai disini. Saya rasa kamu cukup mengerti tentang kasus ini, dan saya harap, kamu segera ambil spesialis bedah. Saya menantikan kamu untuk menggantikan saya dimeja operasi." Puji dokter Vian kepada Gendis dengan gaya sombongnya.

"Terimakasih dokter atas pujiannya. Semoga saya segera mendapatkan beasiswa di kampus yang saya harapkan."

"Saya sangat suka dengan semangat kamu. Kalau gitu saya tinggal dulu ya..." Dokter Vian meninggalkan Gendis di ruangannya.

Dan kemudian Gendis menyusul dokter Vian meninggalkan ruangannya untuk melanjutkan tugas barunya, apalagi kalau bukan menyambut pasien.

"Dokter !!!" Tolong anak saya, tolong anak saya dokter !!!" Teriak salah satu keluarga pasien.

Gendis yang mendengar langsung menghampiri keluarga pasien tersebut. "Ada apa ini, sus..?" Tanya Gendis kepada salah satu perawat yang menjaga di ruang IGD.

"Anaknya demam tinggi dok, sempet kejang beberapa kali." Jawab perawat itu.

"Oke aku ambil alih pasien ini, kamu tolong siapkan cairan Infus dan obat-obatan yang aku resep kan!"

"Baik dok!" Perawat itu mengangguk kemudian pergi sesuai yang diperintahkan Gendis.

"Ibu, anak Ibu demamnya sudah berapa hari?"

"Sudah tiga hari ini dokter, demamnya naik turun, tapi tadi malam demam tinggi dan pagi ini tau tau kejang dok. Tolong anak saya dokter..." suara dengan Isak tangis ibu pasien itu dengan nada memohon.

"Kami akan melakukan yang terbaik, Ibu tolong tunggu di luar sebentar ya..."

"Baik Dokter..."

Gendis segera melakukan pemeriksaan dengan cepat dan teliti, sampai dilakukan cek darah lengkap untuk mengetahui penyebab demam sudah dilakukan. Pasien sudah lebih membaik setelah Gendis memberikan obat untuk penanganan sementara.

"Dokter bagaimana anak saya?" tanya Ibu Mira, nama dari Ibu pasien itu.

"Anak ibu sudah jauh lebih baik, kita tinggal menunggu hasil laboratoriumnya. Ibu harap bersabar ya, begitu hasil laboratoriumnya keluar, kami akan langsung memberi tahukan Ibu."

"Terimakasih Dokter."

Tak lama kemudian petugas laboratorium datang dan memberikan hasil laboratoriumnya kepada Gendis, dan Gendis mulai memeriksanya satu persatu.

"Aah..., pantas saja anak ini sampai kejang." Gumam Gendis. Dan kemudian memberi tau kepada keluarganya.

"Ibu... Bisa kita bicara sebentar tentang kondisi Wildan?" Wildan adalah nama pasien, anak dari Ibu Mira yang sedang diperiksa oleh Gendis.

"Owh, baik Dokter..."

"Dari hasil pemeriksaan, demam yang disebabkan oleh Wildan ternyata terjadi karena adanya infeksi virus, sehingga demam yang terlalu tinggi mengakibatkan Wildan kejang. Ibu tidak perlu khawatir, setelah kita melakukan observasi pada Wildan, setelah keadaannya membaik baru kami persilahkan Wildan untuk pulang." Jelas Gendis.

"Baik Dokter, lakukan yang terbaik untuk anak saya Dokter."

"Pasti byu, kalau gitu, anak Ibu kami pindahkan ke ruangan rawat inap ya, nanti perawat disini yang mengurusnya."

"Baik Dokter, terimakasih bantuannya."

"Sama-sama Bu..."

Begitulah setiap harinya pekerjaan Gendis, ada banyak pasien yang harus dia hadapi, semuanya berbeda-beda, tapi Gendis harus mengutamakan keselamatan pasien itu tanpa memandang pamrih.

"Gendis nanti malem ada jadwal jaga gak?" Tanya rekan kerjanya yang bernama Fira

"Aku jaga toko Fir, seperti biasanya."

"Ya ampun Gendis, gak capek apa kamu Ndis? Pagi di rumah sakit, malam di toko, begitu terus sebaliknya, gak pengen tah kamu kaya yang lainnya? Waktu kok habis buat cari duit." gerutu Fira sahabatnya.

"Gak tau Fir bakal sampai kapan? Kamu tau sendiri kan hidupku terlalu keras? hutangku masih menumpuk, kalau aku gak kerja paruh waktu, bagaimana aku bisa melunasinya?"

"Hhhh... salut aku sama kamu Gendis." Fira menepuk bahu Gendis

"Bagaimana kalau sore ini, aku traktir kamu makan diluar. Masih ada waktu kan kalau sekedar makan siang ditempat biasa. Gimana?" Ajak Fira.

"Oke, nanti aku tunggu di depan gerbang rumah sakit ya. Aku harus kembali ke Poli dokter killer itu."

"Hahahaha... baiklah, sampai bertemu nanti Fira, daa..."

Gendis melambaikan tangannya yang kemudian dibalas oleh Fira yang sudah beranjak pergi meninggalkan Gendis.

Fira adalah rekan kerja sekaligus sahabat Gendis, dia sangat tau kehidupan Gendis yang begitu kejam, bahkan Fira selalu membantu Gendis walaupun hanya sekedar mentraktir makan, dan itu sudah membuat Gendis merasa bahagia.

Gendis adalah orang yang tidak mau merepotkan orang lain, sekalipun beberapa kali Fira ingin membantunya untuk membayarkan uang kuliahnya, Gendis tetap memilih bekerja dan meminjam kepada lintah darat dengan perjanjian mencicil secara bulanan.

Sesuai dengan janji Fira kepada Gendis. Sore itu, mereka bertemu di gerbang rumah sakit. Mereka segera menuju.ke cafe langganan mereka dengan menggunakan CRV nya Fira, karena lokasinya lumayan jauh dari rumah sakit tempat mereka bekerja, sehingga tidak mungkin menggunakan sepedah yang sering dipakai Gendis.

"Bruk!" Gendis terjatuh karena ada yang menabraknya saat memasuki cafe. "Auuu... siapa sih yang menabrakku ?" keluh Gendis yang tidak terlalu sakit.

"Maaf Nona, saya terburu-buru. Silahkan hubungi saya, jika anda ingin meminta ganti rugi, saya akan bertanggung jawab." Jawab Brian singkat tanpa melihat yang ditabraknya dengan menyodorkan kartu namanya, kemudian pergi meninggalkan Gendis yang ditabraknya.

Karena harus meeting dengan kliennya yang sempat diundur karena kliennya ada kegiatan lain. Dan Brian hampir terlambat karena di jalan begitu padat dan macet karena memang waktunya pulang untuk para pekerja.

Mata Gendis terbelalak saat melihat kartu nama yang diberikan orang yang menabraknya karena sama persis dengan yang diberikan Brian waktu lalu. "Lagi-lagi om ini, awas aja bakal gue kerjain balik ini orang." Gerutu Gendis yang sangat kesal dan tidak sengaja didengar Fira.

"Kamu kenal orang yang barusan menabrak mu?" Tanya Fira penasaran.

"Kenal, dia juga yang menabrakku kemarin."

"Dia orangnya? Gendis tapi kamu gak papa kan?" Tanya Fira terlihat panik.

"Gak papa, cuma sakit sedikit aja kok di lengan, mungkin karena efek memar yang kemarin belum hilang."

"Ya ampun, apa perlu kita balik ke rumah sakit?"

"Gak perlu, lebay amat sih kamu Firaaaa!" Bentak Gendis karena gemas dengan sahabatnya Fira yang sok panik, karena Fira tau Gendis gak papa.

"Becanda kali sayangku..."

"Ya sudah yuk, kita duduk disebelah sana aja, yang adem." Gendis menunjukan kearah tempat yang memang sejuk suasananya.

"Ayok! Sekalian kita pesan makan sama minum di sini saja."

"Boleh, nanti minta sekalian di antar kesana."

"Siap!" Fira mendatangi waiter cafe itu. "Mas, pesen nasi goreng satu pakai telur ceplok, air mineral dingin satu, spaghetti satu, orange juz satu. Kalau sudah siap pesanannya, tolong diantarkan ke meja nomor tujuh ya mas."

"Siap Mbak, mohon ditunggu ya..."

"Oke, makasih Mas."

Saat menunggu makanan dan minuman yang mereka pesan, tak sengaja Gendis melihat Brian dengan beberapa orang yang menggunakan blezzer hitam seperti pengusaha yang sukses dan terkenal. Mereka tampak gagah dan serius seperti orang yang sedang mengadakan rapat.

"Pantesan saja sok sibuk, tapi emang sibuk sih? Hmmm... Bodok amat emang gua pikirin." Gerutu Gendis. "Ahaaa.. gue punya ide cemerlang."

"Ngapain sih kamu Ndis? Dari tadi bisik bisik aja, kalau mau ngomong yang jelas dong." Gerutu Fira.

"Ngomel melulu sih kamu, lo tau gak yang nabrak gue siapa? Coba kamu lihat meja depan kita, Itu tadi CEO perusahaan

yang terkenal di negara kita, terus aku beberapa kali ketemu sama dia. Cuma setiap ketemu dia, pasti dia nabrak aku terus, hasilnya cuma ngasih kartu nama ini terus." Gendis menunjukan kartu nama yang diberikan orang yang menabraknya.

"Tapi tenang saja, aku bakal buat dia bertanggung jawab."

"What? Gak salah denger kan aku? Eh, awas Lo jatuh cinta nanti."

"Mana mungkinlah, aku tau diri. Siapa aku dan siapa dia?"

"Ya kan, cinta gak memandang siapa dan darimana asalnya Ndis, eh terus rencana kamu apa?"

"Tunggu, aku hubungi dia."

Gendis mulai memainkan aksinya untuk menghubungi Brian lewat pesan singkat karena Gendis tau Brian sedang sibuk dan gak mungkin mengangkat telponnya.

"Hai, Ini aku perempuan yang kamu tabrak di pintu masuk tadi, sebagai ganti rugi kamu bisa temui aku nanti setelah kamu sibuk di meja nomor 7, terimakasih" Isi pesan singkat Gendis

Drrrt

Drrrt

Drrrt

Suara getar hp Brian tanda pesan masuk, dan Brian segera membuka isi pesannya. Matanya terbelalak karena melihat isi pesan Gendis. "Jadi cewek yang aku tabrak tadi si cewek itu?" Gumam Brian

"Ngapa bro, kok ngomong sendiri?" Tanya Aldo yang melihat heran Brian

"Enggak papa, Lo mau ikut gua gak?"

"Kemana?"

"Meja nomor tujuh."

"Hah, ngapain?" Aldo sambil mencari meja nomor tujuh. "Lo sudah bosen jomblo ya mau godain cewek-cewek itu."

"Gak cuma mau godain, tapi juga bertanggung jawab."

"Lo habis ngapain mereka Bro, wah curiga gue?"

"Sudah gak usah banyak tanya, nanti juga tau!"

Aldo bergegas membereskan semua berkas yang dikeluarkan saat meeting tadi, meeting sudah selesai dan tinggal menunggu proyek berikutnya, bukan Brian dan Aldo namanya kalo tidak bisa menaklukan para kliennya. Dan kemudian Aldo langsung mengikuti Brian dari belakang menuju meja nomor tujuh.

Dimeja nomor tujuh, Gendis dan Fira yang tengah menikmati makanannya, tiba-tiba dibuat kaget dengan kedatangan Brian.

"Hai, Nona cantik, waktuku tidak lama untuk berbasa-basi denganmu, sebutkan saja nominalnya saya akan membayarnya."

"Eh ada tuan sombong, tenang saja tuan, semuanya sudah saya total nanti ambil saja nota nya di kasir."

"Oke baiklah." Brian segera bergegas ke kasir untuk membayarnya, karena Brian tidak mau berurusan panjang dengan Gendis, sedangkan Aldo hanya mengikutinya dari belakang.

"Yakin *l*o dia gak bakal marah dengan kelakuan kita?" Tanya Fira

"Harusnya sih enggak, dan kalo sampe marah kebangetan, harusnya sih dia malu sama harta yang dia punya, gak sebanding sama yang kita beli, semua makanan yang kita beli juga baliknya ke dia."

"Ah, oke deh! Terserah lo aja"

"Iya dong, udah kelar belum makannya? Kalo udah kelar kita cabut yuk, masih banyak yang mau kita kerjain."

"Udah, minum dulu tapi yaaa..."

Di kasir, mata Brian terbelalak saat melihat total yang diberikan pelayan kepadanya, bukan Brian tidak bisa membayarnya, hanya Brian berfikir bagaimana cewek ini bisa menghabiskan makanan sebanyak itu.

"Benar-benar membuat ku penasaran ini cewek." Gerutu Brian.

"Ngapa Bro?"

"Lo lihat gak tagihan ini, hampir 10 juta bro !!"

"Lah kenapa? kecil dong ngeluarin duit segitu doang."

"Penasaran aja, makan cuma berdua disini tulisannya seratus."

"Ya udah daripada penasaran tunggu aja itu cewek, bila perlu kita ikutin."

"Ogah amat lah!"

"Ya sudah ayo pulang, udah pengen rebahan gue ini"

Dan Brian pun memberikan kartu berwarna gold nya untuk membayarkan semua makanan yang dipesan Gendis.

Brian dan Aldo pun memasuki mobil yang mereka kendarai, tanpa sengaja pun Brian melihat Gendis dan Fira didepannya dengan membawa empat kantong besar yang berisi nasi kotak.

Brian semakin penasaran dengan apa yang dilakukan Gendis, diam-diam Brian mengikuti perginya Gendis.

Aldo yang menyadarinya hanya diam dan pura-pura tidak tau apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu, tapi disisi lain Aldo merasa bahagia karena sahabatnya mulai memperdulikan seorang gadis.

Sore itu, telah menyadarkan Brian tentang berbagi. Ternyata ada banyak orang yang tidak seberuntung Brian.

Akhirnya rasa penasaran Brian, terbayarkan dengan kebaikan Gendis yang peduli dengan sesamanya, padahal Gendis sendiri masih dalam kesulitan untuk membayarkan hutang-hutangnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!