Qirani tersenyum sendiri. Raut wajahnya tampak sangat bahagia. Sesekali jari jemarinya mengukir sebuah nama di kaca jendela setelah menghembuskan udara dari mulutnya ke jendela tersebut. Dan itu dilakukannya beberapa kali, hingga tanpa disadarinya, seorang wanita paruh baya sudah berdiri di belakangnya dan berujar dengan suara lembut, "Heemmm.... Ada apa ini? Kenapa gadis cantik bunda hepi banget? Bunda jadi kepo nih...."
Gadis berparas cantik itu tampak tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Terlihat dari bagaimana dirinya tersenyum lebar dan menjawab, "Mas Galih mau ajak Qiran ke pesta ulang tahun temennya. Ini yang pertama kalinya dia ngajak jalan Qiran setelah jadi pacarnya." Wanita yang menyebut dirinya bunda itu tersenyum senang, lalu berkata, "Oh ya?.... Mmm, kayaknya ada peer nih buat bunda. Nyari gaun pesta buat gadis cantik bunda. Coba bunda liat nanti, ada berapa sisa uang kas kita bulan ini yaaa.... "
Qirani menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Nggak usah pake uang kas, Bun. mas Galih mau beliin gaun buat Qiran, koq," tanggapnya dan itu membuat sang bunda menjadi semakin penasaran. "Wah, dia baik sekali yaaa.... Ngomong-ngomong, Mas Galih ini secakep apa ya? Apa wajahnya sama cakepnya dengan hatinya?"
"Banyak yang suka sama dia, setiap dia datang jemput Qiran di sekolahan, temen-temen selalu pingin ngeliat dia lebih dekat. Ya, dia cakep, Bun... mahasiswa kampus deket sekolah Qiran, " sahut Qirani dengan senyum yang semakin lebar. Terlihat jelas ada satu kebanggaan yang tersirat di wajahnya, kedua matanya pun tampak berbinar.
Bunda pun merasa ikut bahagia melihat Qirani, "Ya ya ya, semoga dia beneran bisa jagain kamu dan sayang sama kamu ya...." tuturnya sembari menepuk halus pundak gadis berkulit bersih di hadapannya tersebut. "Amin amin amin.... " timpal Qirani sembari menengadahkan telapak tangannya ke arah atas.
"Jadi kapan acaranya?" tanya bunda sembari menyisir rambut ikal Qirani dengan jari-jarinya. Tanpa sengaja, Qirani melirik ke arah jam dinding barulah menjawab, "Nanti malam, bun.... Jam 8 mas Galih jemput kesini. Nggak papa kan, Bun?" Bu Rima, sang bunda, menghentikan menyisir rambut Qirani dan menjawab, "Tentu saja.... Kenapa nggak boleh? Bagus malah, dari awal dia sudah tau keadaan kamu yang sebenarnya. Yang penting, kamu nyaman...." Dan Qirani pun memeluk wanita paruh baya itu dengan raut wajah yang bahagia, "Makasih ya Bun...."
"Nah, sekarang, sebelum mas Galih mu datang, apa kamu mau bantu bunda mencuci baju adik-adikmu?" Ujar Bu Rima, yang langsung ditanggapi Qirani dengan penuh semangat, "Kenapa nggak?.... Ayo, Qiran bantu!"
JAM 19.40 WIB
"Mas, gaun ini.... Apa nggak terlalu terbuka? Aku risih makenya." Kata Qirani yang merasa tak nyaman dengan gaun pemberian dari Galih, yang sekarang sedang dikenakannya tersebut. Sebuah gaun berwarna biru langit, sepanjang mata kaki, dengan belahan dari paha sampai ke bawah kaki kirinya. Bagian depan kerah berbentuk lipatan bertumpuk sampai ke dada dan dihiasi beberapa manik berwarna pelangi yang di pasang acak dari kerah hingga perut. Lengannya yang panjang namun terbelah dari pangkal bahu sampai pergelangan tangan, membuat kulit putih Qirani terlihat jelas. Bagian belakangnya yang seperti berlubang besar itu memperlihatkan punggung indah nan putih milik Qirani.
"Ini sangat cocok buat kamu. Sudah, pede aja...." Kata Galih mencoba membuat Qirani nyaman. Saat memilihnya di mall tadi aku yakin gaun ini pasti cocok buatmu, dan benar saja, aku hampir-hampir nggak ngenalin kamu pas kamu keluar dari kamar ganti tadi. Cantik banget! Puji Galih dari dalam hati. Kemudian, Galih pun menggenggam jari jemari kekasihnya, dan membawanya menuju sebuah pintu kayu dengan ukiran yang unik nan indah.
Begitu pintu dibuka oleh petugas keamanan yang berjaga, Qirani seketika membuka mulutnya dan membelalak terpukau. Gemerlap lampu warna warni diiringi musik yang syahdu mendayu-dayu artis Malaysia membuat Qirani merasa takjub. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya ini, Qirani baru menghadiri sebuah pesta ulang tahun yang sangat indah. Biasanya, hanya main lempar telor dan lainnya untuk merayakan ulang tahunnya dan teman-temannya. Diakhiri acara makan-makan di kafe kecil atau fast food.
Genggamannya semakin sangat erat dalam tangan Galih, sang pacar. Qirani merasa bersyukur atas apa yang Galih lakukan untuknya saat ini. Ia jadi mengetahui seperti apa pesta ulang tahun orang kaya. "Kamu suka?.... Lihat, gaunmu sesuai kan dengan acara ini? Banyak yang lebih terbuka dari gaunmu." Bisik Galih sembari mendekat ke telinga Qirani.
Qirani mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ya, benar apa yang dikatakan oleh Galih. Di ruangan yang luas ini, para gadisnya mengenakan gaun mirip seperti dirinya dan bahkan ada yang lebih terbuka dari yang dikenakannya. "Sekarang, kamu harus percaya diri ya. Sini, aku antar kamu ke tempat prasmanannya. Kamu pasti suka, banyak menunya dan enak-enak lho," ajak Galih sembari menarik tangan kekasihnya tersebut ke arah meja yang panjang dengan banyak pilihan sajian.
Lagi-lagi, Qirani terpesona. Namun kali ini bukan karena para tamu yang mengenakan gaun bagus dan indah. Ia terpesona dengan menu makanan yang begitu beragam di satu meja berbentuk oval dan memanjang di tengah ruangan. Di meja itu, banyak sekali menu makanan yang biasanya hanya bisa ia lihat melalui acara-acara televisi bertema kuliner. Air liurnya hampir-hampir menetes.
"Makan yang kamu mau. Disini gratis...." Bisik Galih dengan sedikit geli melihat bagaimana Qirani tampak tergiur menatap apa yang ada di hadapannya. "Hah? Benaran?.... Apa boleh buat adik-adikku juga?" Tanggap gadis itu yang seketika menatapnya dengan mata yang berbinar dan raut wajah antusias, merasa mendapatkan kesempatan menikmati sesuatu yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan.
"Aahh, kalo itu sih, hehehe.... Gimana ya.... " Galih merasa tak enak hati untuk bicara jujur, ia sengaja menggantung kalimatnya dengan ekspresi wajah canggung. Yah, masa iya mau ngebungkus gitu? Adiknya kan banyak.... Ini kan bukan acara sembarangan, kalo sampai ketauan, bisa malu aku.... Cantik-cantik terlalu polos nih!
"Oh, maaf...." Qirani merasa tahu diri melihat raut wajah Galih. Bersamaan dengan permintaan maafnya, wajah bersemangatnya tadi menghilang. Dan itu membuat Galih merasa bersalah dan tak enak hati, "Nggak papa, lain kali aku akan traktir kamu dan adik-adikmu ya. Sekarang, kamu pilih aja dulu ya... Aku mau kasih kado ini dulu ke yang ulang tahun," ujar Galih akhirnya demi menebus rasa bersalahnya. Qirani pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Oke, kalo begitu aku pergi sebentar ya. Inget ya, jangan kemana-mana. Tunggu disudut meja ini nanti, biar aku gampang nemuin kamunya." Sambung Galih sebelum melangkah pergi. Qirani mengangguk untuk kedua kalinya. Dan Galih pun segera berlalu.
Setelah Galih menjauh, Qirani mengambil piring kecil di dekatnya berdiri. Satu persatu camilan di meja ia pindahkan sepotong sepotong ke piring kecilnya. Menggeser kakinya ke sisi yang lain, dan memilih kembali. BUUGGG!! Saking fokusnya memilih camilan, Qirani menubruk seseorang di sampingnya. "Adduuhhh...." Keluhnya begitu dia hampir terhuyung jatuh. Untungnya Qirani dengan cepat memegang tepi meja, hingga tak sampai terjatuh ke lantai.
"Kemana matamu, hah?!" Sebuah teguran dengan nada kasar terdengar begitu dekat di hadapannya. Qirani mengangkat wajah dan melihat siapa yang begitu kasar. "Aahh.... Maaf! Maaf...." ucap Qirani begitu mendapati seorang laki-laki muda yang sedang menatapnya dengan tajam. Ditambah, Qirani melihat di sweater rajut berwarna kuning milik laki-laki itu terkena tumpahan minuman yang dibawanya. "Ma-maaf... Ma-maaf... " Suara Qirani bergetar. Ia menarik beberapa tissue yang berada dimeja saji. Mencoba mengelap bekas tumpahan minuman di pakaian orang tersebut. Tangan Qirani gemetaran. Matanya tajam banget.... Kayak pingin bunuh orang.
"Hei, gadis cantik! Jangan gemetaran gitu, biarin aja. Sweaternya tinggal dibuang ini, koq." Muncul dua orang laki-laki muda lainnya dari arah samping Qirani. Qirani tak berani menoleh. Wajahnya tampak pucat pasi.
"Apa dia nggak kenal Arga?" Kata salah satu pemuda yang baru datang itu dengan kening berkerut dan senyum sinis yang tersungging di sudut bibir kepada pemuda yang satunya. "Cewek, kamu nggak kenal Arga?" Laki-laki muda yang satu lagi itu menurunkan wajahnya dan menatap Qirani yang semakin tampak ketakutan.
"Ar-Arga s-si-siapa?" Qirani balik bertanya dengan nada suara yang makin gemetar. Tak bisa berbohong, Qirani benar-benar ketakutan. Orang yang ditabraknya menaikkan satu alisnya dengan tatapan galaknya dan tampak sinis. Dua orang yang ditabraknya melongo tak percaya dengan pertanyaan Qirani.
"Hahaha!!!"
"Hahaha!!!" Seketika kedua laki-laki muda yang mungkin seumuran dengan Galih itu langsung tergelak terbahak-bahak. Sedangkan yang berada di hadapan Qirani semakin tampak galak dan tak senang. Sesaat mata keduanya beradu pandang, namun di detik berikutnya Qirani langsung menundukkan kepalanya. "Ternyata ada juga cewek yang nggak kenal siapa Arga Ekadanta, ckckck.... Cewek, kamu tinggal di belahan dunia mana? Antartika?" ujar salah satu pemuda di hadapan Qirani.
Qirani merasa begitu pusing dengan apa yang terjadi. Ia ingin segera keluar dari tempat tersebut. Sesekali matanya menatap sekeliling. Mencari sosok Galih. "Kemana matamu melihat, hah? Apa kamu nggak anggap aku ada, hem?" tegur laki-laki muda yang bertubrukan dengannya bernama Arga Ekadanta sambil memegang kedua pipi Qirani dengan satu tangannya agar menghadap ke arahnya.
"Sa-sakit... " keluh Qirani yang merasa pipinya kesakitan karena ditekan sedemikian rupa.
"Ga, ini kayaknya bisa jadi mainan baru.... Pasti seru. Apalagi dia cantik banget. Kulitnya juga putih mulus. Kamu mau main?" Usul Doni Permana, satu dari laki-laki muda di sisi Qirani. "Wah, bener! Pasti seru.... Taruhan sejuta buat bagian pentingnya, gimana? Kalian setuju?" Sambung Indra Wijayanto, satu dari laki-laki muda yang lainnya.
Qirani melirik ke arah ketiganya bergantian. Dua orang disisinya menatap dirinya seolah-olah sebuah makanan lezat. Satu di depannya menatapnya dengan tatapan ingin membunuhnya. Qirani bergidik ngeri. Seketika ia sangat menyesal menerima ajakan Galih untuk menghadiri acara tersebut. Ia menyesal kenapa begitu bahagia memasuki ruangan yang penuh warna ini. Ia menyesal begitu ingin menikmati setiap camilan yang ada di hadapannya kini. Mas Galih, aku pingin pulang....
Kemana Qirani? Bukannya udah dibilangin jangan kemana-mana. Banyak orang begini, lampunya juga lampu yang remang-remang, gimana nyariin dia... ? Gimana ini, dia kan nggak kayak cewek-cewek lain yang tau kehidupan glamor begini.... Bisa abis aku diomelin Bu Rima. Batin Galih terus berkecamuk tak karuan. Gelisah melanda dirinya tiada henti, membuatnya semakin cemas akan keberadaan Qirani. Galih terus berkeliling, mencari Qirani. Setiap sudut ruangan dan kerumunan orang banyak, dihampirinya. Tapi tetap tak menemukan sosok kekasihnya.
Ya Allah.... Tau begini, aku nggak ngajak dia. Dia itu penurut, dia nggak pernah bilang nggak kalo dibilangin apa aja. Ini aneh.... dia bisa pergi kemana kalo nggak dibawa seseorang? Waduh... Raut wajah Galih tampak pucat. Pikirannya mulai negatif. Ketakutan akan sesuatu yang buruk terjadi pada Qirani semakin memenuhi otaknya.
"... di lantai atas...."
"... jangan, lagi ada gengnya Arga...."
"Gamenya aneh!"
"Sultan mah bebas!"
"... cewek cantik tapi apes...."
"Anak mana?"
"... abis deh tu cewek!"
Galih mulai penasaran mendengar kasak kusuk beberapa orang di sekitarnya. Dan tampak olehnya, diantara mereka, sesekali ada yang menengadahkan wajah ke atas. Galih mengikuti arah pandangan mereka. Ekspresi terkejut terpampang jelas di wajahnya
Tepat di anak tangga teratas, Galih melihat sesuatu yang sangat dikenalnya. Dia segera berlari menaiki satu persatu anak tangga tersebut. Dan begitu sampai di anak tangga teratas, ia mendapati sepasang sepatu high heels berwarna putih yang sangat ia kenal. Sepatu yang ia belikan untuk Qirani sebelum mereka menuju ke pesta ini
Galih memungut sepasang sepatu yang tergeletak sembarangan itu. Kemudian ia mulai melangkah kembali. Menyusuri lantai dua yang lebih mewah dalam hal sajian, dekorasi dan tentu saja, tamu undangannya pun berbeda. Lantai ini khusus untuk kerabat atau sahabat dekat yang berulangtahun.
Sayup-sayup namun pasti, Galih mendengar suara isak dan tawa yang saling tumpang tindih. Entah kenapa, Galih merasa harus mencari asal suara tersebut. Pandangannya terus beredar ke setiap sudut. Langkahnya dipercepat. Hingga tiba di depan pintu balkon, suara sayup-sayup sebelumnya kini terdengar jelas.
Suara Qirani! Ya, itu dia. galih mendekat ke pintu, menempelkan telinganya dan matanya membelalak. Benar, Qirani ada di dalam sana, tapi sama siapa? Kenapa kayak ada suara cowok dan nggak cuma satu. Siapa mereka? Tak ingin bertanya-tanya dalam hati lagi, Galih langsung membuka pintu tersebut.
"Stop!!!" seru Galih dengan nada suara lantang. Tampak olehnya, Qirani berdiri sembari memeluk dirinya sendiri dan pada beberapa bagian gaun nya koyak. Satu pemuda sedang mengulurkan tangannya menyentuh ujung lengan gaun Qirani sembari tertawa lepas bersama satu pemuda lainnya yang berdiri di belakang tubuh Qirani.
Dan seketika tawa dua laki-laki muda berusia kurang lebih sebaya dengan Galih tersebut terhenti. Qirani masih terisak, menyusut airmatanya, menoleh ke arah asal suara.
"Wow, ada superhero disini.... Salut, berani ikut campur urusan kita, Don." Kata Indra yang merasa kesal karena kesenangannya terganggu.
"Kumohon, kak... Jangan sakiti dia. Dia pacar saya," kata Galih dengan tegas tapi sopan. Indra dan Doni saling tukar pandang.
Arga hanya melirik tamu tak diundang itu dengan sudut matanya. Sedangkan Qirani, dalam sesenggukannya tampak jelas terlihat lega.
"Kubilang apa, Don? Cewek secantik ini pasti ada yang punya. Kamu nggak percaya sih. Tuh pacarnya marah, kamu nggak takut?!" Timpal Indra lagi dengan nada bicara sinis dan senyumnya yang meremehkan saat melihat Galih yanh berjalan dengan cepat ke arah Qirani. "Wooo, aku takut! Hahaha...." Gelak Doni meledek ke arah Galih menanggapi perkataan Indra.
"Maaf, kak.... Saya mohon, biarin saya dan pacar saya pergi," kata Galih sambil melepaskan jaket kulit imitasinya, berniat menutupi tubuh bagian atas Qirani.
"Apaan, sih?!" ujar Indra yang tanpa aba-aba langsung melayangkan bogem mentahnya ke perut Galih, BUGG!!
"Uugghh!!" Spontan Galih mengaduh sambil memegang perutnya dan juga terhuyung mundur. "Mas.... Mas Galih!" pekik Qirani yang langsung meraih lengan pujaan hatinya, agar tak jatuh.
Baru saja Qirani berhasil merengkuh lengan Galih, Doni sudah menarik tangannya yang satu lagi. Dan itu membuat Qirani mundur menjauh dari Galih. "Nggak semudah itu, sayang.... Permainan kita belum selesai." Ujar Doni tepat di telinga Qirani.
"Nggak! Kumohon... jangan! Mas! Mas!" Qirani kembali terisak dan berusaha meronta dari pegangan Doni, mencoba untul kembali ke arah kekasihnya.
Indra menghampiri Galih dan memberinya tendangan tepat di perut. Galih langsung tersungkur ke belakang. "Mas Galih! Mas Galih!" Jerit Qirani berharap Indra tidak menghajar Galih.
Arga melihat pemandangan tersebut dari tempatnya duduk tanpa bergeming. Bahkan seolah-olah apa yang terjadi di depannya bukanlah hal yang aneh. Namun, diam-diam Arga memperhatikan sosok Qirani. Cih! Lebay banget! Apa hebatnya cowokmu? Secinta itu?! Bullshit!!! Aku enggak percaya ada pasangan muda sebucin itu.
"Mas Galih, Mas Galih, Mas Galih! Berisik banget! Apa hebatnya Mas Galihmu ini?!" komentar Doni yang menghentakkan lengan Qirani, membuat gadis itu tersentak dan mencoba untuk tak menangis karena takut, tangisnya akan memprovokasi dua pemuda di dekatnya tersebut.
" Hei, kenapa kalian ribut banget sih?! Nggak asyik lagi. Udah balikin ke pacarnya. Kayak nggak ada kerjaan aja," Arga pun angkat bicara juga. Mendengar itu Doni dan Indra menoleh secara bersamaan. Menatap Arga dengan tatapan aneh, "Bukannya kamu sendiri yang bilang, pingin dia dikerjain karena udah bikin hoodie-mu kotor?" timpal Doni.
Arga terdiam, dilihatnya kedua sahabatnya itu lalu berfikir setelahnya, "Hemmm.... Terserah, ya sudahlah," sahutnya dengan nada malas. Sepertinya Arga tak ingin mengganggu kesenangan para sahabatnya itu. Jadi dia memilih tetap duduk manis di sofa dan menyalakan sebatang rokok.
Galih sudah babak belur, Qirani hampir gila melihat apa yang terjadi. Tumbuh di panti asuhan dengan penuh kasih sayang dari Bunda Rima dan rasa kekeluargaan yang tinggi diantara sesama anak panti, membuat Qirani merasa shock saat ini.
Doni dan Indra makin merasa puas dengan mainan barunya. Sedangkan Arga, sama sekali tak peduli dan hanya menengadahkan wajahnya ke atas, melihat langit malam.
"Udah, bisa mati ini orang," kata Indra setelah menyadari Galih tak bergerak lagi. Galih mengerang kesakitan. Wajahnya penuh darah. Namun, dia berusaha untuk tetap sadar. Matanya terus menatap sosok Qirani yang masih menangis karena ketakutan. Pasti dia takut banget! Pikir Galih yang merasa bersalah.
"Hei, cewek bodoh! Gimana kalo kita lanjutin permainan kita tadi? Gaunmu ini... masih banyak yang bisa dikerjain. Dan jackpotnya adalah, apa kamu masih suci apa nggak?! Hehehe... " ujar Doni dengan senyum yang tampak licik dan terkekeh. Kedua matanya terlihat nakal dan mesum saat menatap Qirani dari ujung kaki hingga kepala.
Mendengar ucapan Doni, Galih segera berusaha bangkit. Sedangkan Qirani merasa tenggorokannya tercekat. Ketakutan.
" Nggak, nggak... Kumohon, aku nggak mau ikut permainan lagi. Kumohon, aku mau pulang... Bunda pasti mencariku... Bunda pasti mencariku... kumohon ya kak... " Qirani terus memohon di selingi Isak tangis. Alis Doni terangkat satu lalu diliriknya Indra dengan wajah yang tiba-tiba serius, "Aha! Anak bunda rupanya. Wah, cewek ini pasti masih suci. Anak bunda, hah?... Hmmm...." Tanggap Indra sembari memperhatikan sosok Qirani dengan seksama.
"Rambut panjang, ikal dan hemmm... wangi. Liat ini, kulitnya putih bersih. Wajah yang juga cantik. Tubuhmu nggak montok, nggak berisi, tapi bagus dilihatnya. Hemmm... aku yakin, bundamu ini sungguh sayang sama kamu, dia pasti rajin bawa kamu keluar masuk salon. Kayaknya cewek ini anak orang kaya yang dimanja," sambung Indra yang mengambil beberapa helai rambut gadis berkulit putih itu dan menghirup aroma rambut tersebut.
"Bu-bukan... a-aku bukan anak orang kaya," sahut Qirani menyanggah tebakan Indra dengan gagap. Indra menyeringai. Kemudian ia mendekati Galih yang kini terduduk di lantai dengan memegangi perutnya.
"Ah, aku nggak percaya. Ayo kita tanya, pacarmu." Kata Indra sambil mengangkat wajah Galih yang sebelumnya tertunduk.
"Bosku! Apa pacarmu ini oplas atau cantik alami, sih?" tanya Indra dengan suara yang setengah berbisik namun cukup jelas terdengar hingga ke telinga Qirani. Gadis itu semakin bingung dan ketakutan.
Galih menjawab dengan berusaha menggelengkan kepala. Doni tertawa kecil melihat ulah Indra terhadap Galih. "Ooh, jadi dia ini asli cantik ya, hehehe!!! Mmm, jangan-jangan dia anak dokter kecantikan?" Indra kembali bertanya.
"Bu-bu... kan... " jawab Galih terbata-bata. Indra tampak jelas tak percaya, kemudian berkata, "Hemmm... masa sih? Ah!! Aku tau, dia pasti rajin perawatan ke salonnya?" Untuk kedua kalinya Galih pun menggelengkan kepala.
"Apa dia anak orang kaya? Siapa tau kami kenal keluarganya."
"Di-dia... "
"Mas Galih!" Tiba-tiba Qirani berseru, mencoba menghentikan apa yang ingin dikatakan Galih.
"Ada apa ini? Apa dia beneran anak konglomerat? Yang enggak boleh ketauan keluyuran? Apa jangan-jangan dia anak pejabat negara? Wah, merinding aku!" Tanggap Doni yang kini menatap Qirani seakan-akan melihat hantu. Indra melepaskan cengkeramannya pada Galih dengan kasar. Dan begitu berdiri, satu tendangan dari Indra mendarat telak di perut Galih. Galih hanya meahan semuanya demi Qirani. Bukan tak mampu untuk melawan, hanya saja kalau ia melawan, ia cemas memikirkan keselamatan Qirani.
"Sini, cewek bodoh!" Doni menarik tangan Qirani dan menyuruhnya berdiri dengan tegak. Gaun Qirani tampak sudah tak utuh lagi. Di beberapa bagian tampak robek. Qirani memilih menurut untuk berdiri tegak di sisi Doni, bangun dari bersimpuhnya. Ya Allah.... Tolong aku ! Bunda.... Seru gadis itu dalam hati.
"Sekarang, kita bikin aturannya. Dalam hitungan ketiga, sebutkan harga kalian, harga tertinggi yang boleh merobek gaunnya. Dimulai dari bagian atas," ujar Doni dengan wajah serius seraya melayangkan pandangan ke arah Indra dan Arga.
Apa mereka ini nggak punya hati juga?! Apa sih yang ada di otak tuan muda yang pada gila semua ini ??? Batin Galih dengan gondok. Ingin rasanya ia bangun, membawa Qirani pergi dan membalas semua pukulan dan tendangan yang dilakukan dua pemuda di hadapannya itu.
" Boleh ! Aku ikut main, Don... Ga, kamu ikut nggak ? "
Tanya Indra sembari menoleh ke arah Arga.
Arga mematikan puntung rokoknya dan mulai menyalakan sebatang rokok kembali.
" Boleh... "
Jawabnya santai, setelah menghempaskan asap rokoknya.
" Jangan, kak... Kumohon, jangan... "
" Nangis yang kenceng, biar kita-kita makin penasaran. "
Kata Indra.
" Eehh, biar seru, pacarnya aja yang suruh ngitung, gimana ? "
" Ya, boleh juga usul kamu ! Okey ! "
Sahut Doni.
Galih mencoba untuk bangun, ingin melindungi Qirani. Sayangnya, ia tak sanggup bergerak lebih banyak lagi.
Tubuhnya benar-benar terasa sakit. Bahkan kepalanya mulai terasa pusing tujuh keliling. Matanya yang tampak lebam, benar-benar membuatnya tak bisa melek.
Rumor itu beneran ternyata...
Geng Arga emang brengsek !!
Mempermainkan siapa saja yang menurut mereka pantas dipermainkan...
Percuma mereka lahir dari keluarga terhormat sekalipun, tapi kelakuan mereka menjijikan...
Ya Allah...
Gimana ini... aku pingin nolongin Qirani.
Tapi, aku nggak bisa bergerak sama sekali....
Qirani terus sesenggukan. Meratapi nasibnya malam ini yang benar-benar sial. Andai di kalender ada hari sial, pastinya dia tidak akan mengalami kejadian hari ini. Tiga laki-laki di hadapannya menatapnya seolah-olah dirinya adalah makanan yang siap disantap kapanpun mereka mau. "Mulai!" Kata Indra memberi isyarat kepada gadis yang ada di hadapannya dengan mata sembab dan wajah yang memerah, "Hiks... sa... tu... hiks... du... a... hiks... hiks... tiga... "
"Dua ratus!"
"Seratus!"
"Seratus!"
Begitu Qirani berhenti berhitung, secara bersamaan ketiganya langsung menyebutkan harga dan meletakkan lembaran uang sesuai dengan yang disebutkan ke atas meja di dekat Qirani. "Aahh... aku yang menang!" Ujar Doni tampak girang dan kemudian segera mendekati Qirani, "Sorry sayang... " sambung Doni dengan senyum yang tampak mengerikan di mata gadis polos itu.
BREETTT!! Doni merobek paksa gaun pesta Qirani dan gaun pemberian Galih itupun terbelah dimulai dari leher hingga ke perut. Belahan dada Qirani langsung terlihat jelas. Qirani menyilangkan kedua tangannya demi menutupi dadanya. Doni terlihat terpukau dengan pemandangan dari sebagian tubuh Qirani, "Ckckck... lumayan juga!" ucapnya. "Ayo, hitung lagi!" Kata Doni dengan nada setengah membentak kepada Qirani.
"Satu... hiks hiks... dua... hiks... ti... ga... "
"Dua ratus!"
"Lima ratus!"
"Seratus!"
Doni tersenyum senang, "Hehehe.... giliran ku lagi!" Bangganya untuk kedua kali. Arga hanya tersenyum tipis, sedangkan Indra terlihat kesal, "Kamu kayaknya nafsu banget yaa... Kayak nggak pernah liat bodi cewek telanjang aja, main kasih harga tinggi!" komentar Indra sinis. Doni tertawa kecil sekarang dan menyahut, "Jangan sirik dong.... Lagian mau liat yang bagus kok pelit keluar duit sih!" Dan Doni kembali menghampiri Qirani dengan seringai mesumnya, "Jadi.... mana yang pingin dirobek, sayang?" BRETT!!! Belum juga Qirani mau buka mulut, Doni sudah merobek lengan bajunya sebelah kanan. Wajah cantik Qirani memucat.
"Nggak seru ah, apa yang bisa dilihat?" Indra mengeluh sambil melengos. Doni tersenyum simpul dan berujar, "Bukan apa yang bisa dilihat, tapi sensasinya itu lho. Ngeliat muka cantiknya ketakutan, bikin aku geregetan, hehehe...." Indra merasa sedikit kecewa,"Ya ya ya...." Dan Arga bahkan tanpa ekspresi melihat kedua temannya. Tatapannya kembali tajam ke arah Qirani. Ya, dia bikin aku inget seseorang yang ngilang gitu aja.
Indra berjalan kembali ke arah Qirani dan menyentuh lembut lengan Qirani dengan senyum, Qirani menepiskan tangan Indra dengan cepat. "Sok suci. Ayo, mulai ngitung lagi sekarang." Perintah Indra sembari melotot ke arah Qirani. Qirani menelan ludah dan dengan bibir bergetar, diapun mengikuti apa yang diperintahkan Indra, "Satu.... Hiks hiks.... Dua.... Hikss.... Ti... "
"Seratus!"
"Lima ratus!"
"Tujuh ratus!"
Begitu angka selesai diucapkan, Doni menoleh ke arah Indra yang tampak sumringah. "Akhirnyaaaa.... Aku dapat bagian juga. Lihat nih, aku yang robek, pasti bikin puas yang ngeliat!" kata Indra dengan senang. Tanpa buang waktu, Indra mendekati Qirani. Doni tampak kesal. Arga hanya melihat sekilas, kemudian kembali sibuk dengan rokoknya.
BRREEETTT!!! Benar-benar niat, Indra merobek dengan kasar gaun yang dikenakan Qirani. Kali ini, robeknya gaun Qirani benar-benar panjang. Terbelah menjadi dua. Qirani bahkan hampir jatuh saat gaunnya dirobek Indra. Kini yang tersisa tinggal sebelah sisi kirinya yang masih tertutup dan sepasang pakaian dalam yang mau tak mau terlihat sebagian.
Doni tertawa lebar dan berkomentar, "Wwuuaahhh..... Betul juga! Puas ngeliatnya, hahaha!!!" Indra merasa bangga dengan apa yang dilakukannya. Senyumnya sangat lebar sekarang mendengar komentar Doni. Arga masih terdiam tanpa ekspresi sembari menikmati rokoknya. Sedangkan Qirani, terisak lirih dan menoleh ke arah Galih, "Hiks... hiks... Mas.... Mas Galih... " Panggil Qirani dengan harapan Galih mendengarnya dan bangun untuk segera menolongnya.
"Mas Galih mu udah lagi pingsan. Nggak akan bisa nolongin. Pasrah aja sama nasibmu malam ini." Tanggap Indra setengah mengintimidasi. Doni menimpalinya, "Iya betul! Oh ya, aku lupa kasih tau. Kita ini nggak jahat-jahat banget koq. Uang yang kita keluarin sebagai taruhan ini, nantinya buat kamu. Lumayan kan, udah kumpul dua juta... mmm, lima ratus ribu nih...."
"A-aku hiks... hiks ... nggak mau uang kalian... Aku mau hiks... pulang... hiks...." Kata Qirani di tengah isak tangisnya. "Dasar anak manja!" umpat Indra kesal.
"Arga, kamu pelit banget sih! Dari tadi seratus mulu. Lagi bokek?" tanya Doni dengan heran saat menoleh ke arah Arga yang sedang mematikan puntung rokoknya dengan cara menginjaknya. Arga mengangkat wajahnya yang tampak acuh tak acuh itu menoleh ke arah Doni dan berkata dengan santai sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang, "Guys, tahun ini aku harus lulus kuliah, jadi sebisa mungkin aku nggak pingin punya catetan masalah. Papa ngancem aku, kalo aku punya masalah yang bisa bikin aku gagal lulus tahun ini, aku bakal lanjutin kuliahku di luar negri. Aku nggak pingin keluar negri."
"Santai aja, ini nggak akan jadi masalah, bro," tutur Indra menenangkan Arga. Doni manggut-manggut setuju. Arga masih tampak acuh tak acuh, "Ya udah lanjutin aja," ujarnya dengan sikap yang santai. Indrapun melihat ke arah Qirani dan berseru, "Hei, mulai hitung!" Qirani menyeka airmata yang meluncur di pipinya dan dengan lirih mula menghitung, "Hiks... satu... dua... hiks... hiks....tiga... "
"Dua ratus!"
"Tiga ratus!"
"Lima ratus!"
Dan senyum Doni merekah, "Woohhooo... aku menang, guys!!" Ya, angka taruhanya kembali menjadi yang tertinggi. Dia menang lagi untuk ketiga kalinya. Qirani melangkah mundur saat Doni mendekatinya. "Jangan, kumohon lepasin aku. Kumohon, kali ini, jangan la... enggaakkkk!!!" Tak menunggu lama dan tak peduli dengan memelasnya Qiani, Doni menarik lepas sisa gaun yang masih melekat. Kini Qirani tinggal mengenakan pakaian dalam saja.
"Wuuuu.... Apa ini? Pakaian dalamnya nggak seksi sama sekali. Kamu pake daleman ibumu, hah?!" Kata Doni yang diakhiri dengan bersiul panjang. Indra mulai bergairah. Matanya jelalatan menyusuri setiap lekuk tubuh putih nan mulus yang berdiri gemetar ketakutan di hadapannya. Kali ini Arga mulai merasa tertarik. Diperhatikannya sosok Qirani yang mencoba menutupi bagian tubuhnya dengan memeluk tubuhnya sendiri. Apa dia benar-benar sepolos itu? Dia nggak lagi pura-pura, matanya benar-benar keliatan takutnya. Badannya benar-benar gemeteran. aku yakin dia nggak lagi akting atau sok suci. Apa dia benar-benar belum pernah intim dengan cowoknya? Cewek-cewek lain nggak segitunya. Iya, ada yang emang malu ditelanjangi gitu aja, tapi sikap mereka nggak sehisteris dia, Dan lagi ini cewek berisik, nangis mulu. Padahal kan nggak diapa-apain. Batin Arga saat menatap sosok gadis yang hampir telanjang itu di hadapan Indra dan Doni.
"Ini gimana? Langsung lepas atas bawah atau mulai dari atas?" Pertanyaan dari Indra membuat yang lain memperhatikan sosok Qirani dengan serius. "Kayaknya langsung sepaket aja lah, biar cepet kelar game nya, dan aku bisa icip-icip pacar orang, hehehe!" Sahut Doni kembali terkekeh. Indra menatapnya dengan remeh, "Don, kamu ngomong kayak gitu emang yakin banget bakal kamu yang menang kali ini?"
Dengan sombong Doni menanggapi kalimat Indra, "Cih, kalian aja yang pelit ngeluarin duit." Indra merasa direndahkan dengan ucapan Doni, seketika dia langsung menimpalinya, "Jangan salah! Kalo bagian ini aku berani tinggi lah!!" Doni merasa geli dengan sikap dan ucapan Indra, "Setinggi apa sih harga mu?" tantangnya, lalu ia melihat ke arah Qirani, "Hei, mulai ngitung!!" perintahnya. Qirani menggelengkan kepalanya dengan cepatbeberapa kali.
Doni kesal, "Kalo nggak mau, aku hajar nih cowokmu!!" ancamnya sembari berjalan mendekati Galih yang masih pingsan. Qirani langsung berseru mencegahnya, "Jangan!!! Kumohon, kasian Mas Galih. Jangan! Iya, aku beritung lagi. Aku akan berhitung lagi. Tolong, jangan sakiti Mas Galih lagi." Arga mulai makin tertarik melihat Qirani yang mencoba menahan tangisnya dan kini memilih untuk duduk di lantai dengan memeluk kedua kakinya, menutupi bagian depan tubuhnya yang hampir telanjang. Cewek ini beneran bodoh ya? Kenapa mengorbankan diri sendiri demi seorang cowok yang cuma pacarnya... bukan suaminya ini. Jangan-jangan mereka emang sangat intim dan udah lebih dari pacaran biasa, sampai dia ngebelain cowoknya segitunya. Kebanyakan begitu, kayak cewek-ceweknya Indra dan Doni. Arga terus memperhatikan sosok Qirani. Ada beberapa cewek yang terpaksa ikut game ini demi dapet uang taruhannya, ada pula yang kita paksa ikut, kayak dia ini. Tapi di sesi terakhir ini, biasanya yang dipaksa ikut lebih milih ngebiarin cowoknya dihajar daripada mereka harus benar-benar telanjang bulat di depan kita. Tapi dia....
Sementara Arga sibuk dengan isi pikirannya. Kedua sahabatnya tampak sedang memanjakan mata mereka dengan setiap lekukan tubuh Qirani. Sedangkan Qirani berusaha mengatur nafasnya yang kini semakin terasa sesak. Gimana ini.... Apa aku bener-bener akan ditelanjangi? Setelah aku telanjang, apa yang akan terjadi? Apa aku akan dibiarkan pergi gitu aja? Atau mereka akan... Ya Allah, apa aku akan sehina ini? Nggak... nggak.... kumohon jangan! Aku masih harus lulus sekolah. Sedikit lagi... dan aku bisa kerja sambil kuliah. Kumohon ya Allah, kumohon.
Biarkan aku lulus sekolah tanpa ada masalah apa-apa. Ya Allah....
"Buruan! Hitung!!" Perintah Doni membuat lamunan Qirani dan Arga buyar. Sekali lagi gadis itu menoleh ke arah Galih dan menguatkan hati, "Satu... dua... hiks hiks... tiga... "
"Sepuluh juta!"
"Sejuta!"
"Lima juta!"
Serempak ketiganya menyebutkan harga begitu Qirani selesai mengatupkan mulut. Qirani tersentak mendengar harga tertinggi yang disebutkan oleh salah satu dari ketiga pemuda teersebut. Matanya membelalak menatap sosok yang kini mendekat ke arahnya sembari mengacungkan satu kartu ATM dari sebuah bank pemerintah terbesar di negeri ini. Sosok tubuh tinggi itu tersenyum simpul padanya. Bagi Qirani, ia merasa senyum itu tampak sebagai senyum licik yang sangat jahat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!