NovelToon NovelToon

Pengantin Kecil

part 1

"Ara, jangan bikin kakak bingung, kamu dimana?" Anak laki-laki berusia 10tahun itu berteriak mencari keberadaan perempuan kecil penghuni panti asuhan.

Zahra khumairah, usianya kini 6tahun, ia di temukan di depan panti asuhan saat masih bayi dengan tali pusar masih menempel di badannya, ibu Asih selaku pengurus panti asuhan KASIH BUNDA, menyematkan nama cantik itu, ia tumbuh menjadi anak pintar dan ceria, anak-anak panti pun slalu merasa gemas dengan tingkah lucunya, tak terkecuali Shaka.

Shaka khaidar prayoga, anak laki-laki itu sengaja di titipkan oleh orang tuanya pada panti asuhan yang sama semenjak bayi, menurut mereka panti asuhan ini lah satu-satunya tempat aman, bukan tanpa alasan, pernikahan Khaidar dan Arini orang tua Shaka di tentang, Arini pembantu rumah tangga keluarga Prayoga, Khaidar diam-diam mencintainya, cinta yang besar membuatnya gelap mata, kehilangan akal sehat sampai akhirnya mereka melakukan hubungan terlarang, awalnya semua berjalan tanpa rintangan, sampai akhirnya Arini hamil, kedua pasangan itu panik, tapi cinta Khaidar prayoga sangat besar, ia berani bertanggung jawab, tapi sayang, keluarganya menolak kehadiran Arini dan bayi dalam kandungan sebagai cucu dan menantunya.

Prayoga memerintahkan untuk menggugurkan kandungannya sebelum rekan bisnis mereka mengetahuinya, dengan jaminan mereka akan mendapat restu, tapi Khaidar menolak.

"Kesalahannya ada pada kami pah, bukan pada janin yang di kandung Arini, dia berhak hidup, Khai gak mau menambah dosa lagi," negosiasinya gagal, Prayoga tetap keras kepala begitupun Khaidar, dia memilih kabur dan menikah secara diam-diam, pernikahan tanpa restu mereka jalani sampai Shaka terlahir kedunia.

Kehidupan Khaidar dan Arini tak bisa tenang setelah keluarga prayoga mengetahui keberadaan mereka dan mengancam akan membunuh anak yang baru di lahirkannya, Arini dan Khaidar memutuskan untuk pergi ke Surabaya tanpa sanak saudara disana, mereka tinggal di sebuah kontrakan sederhana persis di samping panti asuhan KASIH BUNDA.

"Arini, ayahku tak akan melepaskan kita, kemanapun kita pergi dia akan menemukan kita, nyawa Shaka terancam, kita harus menyelamatkan anak tak berdosa ini," ucap Khaidar seraya mengelus pipi merah bayi yang belum genap satu bulan itu.

"Gimana caranya? Aku gak mau sampai terjadi apa-apa sama malaikat kecil ini mas," Arini menyeka air matanya yang tak henti keluar.

"Apa kamu setuju kalau Shaka kita titipkan pada bu Asih, wanita itu sangat penyayang, terbukti anak panti disini begitu hormat dan menyayangi beliau," Arini terdiam.

"Rin, ini hanya sementara, nyawa anak kita dalam bahaya, papah ku akan merestui hubungan kita tanpa kehadiran Shaka,"

Khaidar mencoba meyakinkan istrinya.

"Bagaimana kehidupan Shaka nantinya?"

"Semua kebutuhannya akan kita penuhi secara diam-diam kita akan kirim uang untuk Shaka, dan kita akan cari alasan untuk bertemu Shaka nanti, misalnya pura-pura bertemu rekan bisnis atau sekedar jalan-jalan," Arini menghela nafas panjang, keputusan suaminya dirasa benar, jika tetap egois, Shaka lah korbannya.

"Aku ikut kata mas," Arini mencium kening Shaka.

Semua sudah berlalu Shaka sudah menjadi anak laki-laki tampan, ramah dan pelindung bagi anak-anak kecil di sana, termasuk Zahra.

****

"Ara, kakak pergi yah! kamu gak akan ketemu lagi sama kakak." ancamnya pada Zahra yang masih betah bersembunyi.

"Ya udah deh bye Ara" ia melambai kesembarang arah, melihat anak laki-laki itu pergi, Zahra keluar dari persembunyiannya, berlari menabrak tubuh kecil Shaka.

Bruuuk

"Kakak, jangan tinggalin Ara sendiri disini, bukannya kakak udah janji sama Ara, kita akan sama-sama terus!" Ara memeluk tubuh Shaka erat.

"Iya anak tembem, makanya jangan ngumpet-ngumpet lagi, sekarang Ara ikut kakak. Kakak mau bicara sama Ara," ia mencubit kedua pipi gembul Ara.

"Ngapain kerumah pohon?" Ara menoleh ke arah Shaka, Shaka tersenyum.

"Ayo naik," titahnya.

Shaka menaiki anak tangga di ikuti Ara.

"Mau apa disini," ia kebingungan.

"Ara, mau gak kamu jadi pengantin kecilnya kakak?" Anak laki-laki itu menatap dalam.

"Pengantin kecil itu apa?" Ara balik bertanya.

"Kamu jadi istri kakak, kakak akan jaga kamu sekarang sampai selamanya, kita gak akan terpisahkan, kamu mau?" Ara masih tertegun tak mengerti ucapan Shaka.

"Memangnya anak kecil boleh menikah?"

"Menikahnya nanti waktu kakak sama Ara udah gede, sekarang Ara jadi pengantin kecil kakak dulu," ia mengelus pipi Ara.

"Kalau menikah untuk terus sama-sama, Ara mau kak." Matanya berbinar senyumnya mengembang.

"Janji yah kakak jangan tinggalin Ara," sambungnya lagi.

"Janji, kakak akan jadi pelindung Ara," Shaka meraih kelingking Ara lalu mengaitkannya. Tangan satunya mengacak rambut keriting Ara.

"Tunggu sebentar, kakak mau ambil sesuatu," Shaka beranjak, tatapan Ara tak lepas pada anak laki-laki itu.

Shaka menuruni anak tangga, berlari mengambil ilalang memotongnya dengan pisau lipat yang ia bawa, setelah mendapatkan apa yang di maksud ia kembali naik menemui Ara.

"Kakak, itu mau di apain?" Ara menggaruk kepalanya.

"Tunggu sampai selesai, nanti Ara akan tau." Ia tak menoleh, pandangannya pokus membuat lingkaran kecil, membelit-belitkan sampai terasa kuat.

"Udah jadi, ini cincin pernikahan kita, kan orang nikah itu harus ada cincin, karna kakak gak punya uang buat belinya jadi kakak kasih cincin ini dulu, nanti kalau kakak udah ada uang kakak pasti beliin cincin beneran, mau yah pakai ini," Shaka meraih jari manis Ara. Ara tersenyum manis.

"Jadi sekarang Ara pengantin kakak?"

"Iya, sini kita buat sesuatu disini," Shaka menarik tangan Ara duduk di dekat pohon yang menyangga rumah tersebut.

"Mau apa?" Lagi-lagi Ara kebingungan.

"Kakak mau buat nama kamu Zahra dan Shaka, disini." Shaka mulai mengukir nama mereka di sertai lingkaran berbentuk love.

"Gimana bagus gak?" Tanyanya pada Ara yang setia duduk di sampingnya.

"Ia bagus, kakak hebat. Tapi, emangnya ini untuk apa?"

"Ara, suatu saat nanti kita udah besar, kita akan datang kesini lagi, kalau kakak udah punya uang banyak, kakak mau rubah rumah pohon disini jadi lebih besar dan kuat, supaya kita bisa naik duduk-duduk disini sambil mandangin nama kita disini,"

***

Ara dan Shaka

Semoga suka dengan cerita yang ini

Mau di lanjut???

👍👍❤❤🇮🇩🇮🇩

🙏🙏🙏

part 2

Seminggu sudah sejak perjanjian itu, Ara kembali dengan kehidupannya sebagai anak panti, bermain dan belajar. Anak ceria itu slalu mencuri perhatian Shaka, dia slalu duduk di tepian memperhatikan tingkah manisnya. Menjaga Ara adalah keharusan.

Mobil mewah berhenti tak jauh dari anak-anak panti bermain, semua anak menatap tak terkecuali Shaka dan Ara, hal paling mendebarkan bagi mereka, jika ada tamu hadir selain membantu panti asuhan, pastilah akan ada anak yang di adopsi, dan itu akan menjadi kesedihan untuk mereka, berpisah hal yang paling di benci.

"Sepertinya itu orang kaya yah," celetukan seorang anak perempuan yang berkumpul dihalaman.

"Iya, kayanya ibu Asih sangat mengenal orang itu," balas teman lainnya. Ibu Asih menyambut pelukan hangat perempuan yang baru saja turun dari mobil.

"Siapa mereka, kenapa jantungku tiba-tiba berdebar sangat kencang," gumam Shaka setelah melihat wajah perempuan itu yang tak sengaja menoleh kearahnya.

Tamunya di persilahkan masuk, sementara anak-anak lain kembali bermain. Begitupun dengan Ara.

Beberapa menit obrolan di ruangan bu Asih membuat Shaka penasaran, ia bangkit berjalan pelan mengintip di dekat jendela.

"Maafkan kami bu Asih, kami ingkar. Tapi sedikitpun kami tak pernah melupakan malaikat kecil itu, wajahnya slalu terbayang-bayang, kami sangat merindukannya," wanita yang masih cantik dengan berpenampilan modis itu menangis ter'isak-isak di bahu suaminya. sementara sang suami berusaha menenangkannya dengan mengusap-usap punggung istrinya.

"Maaf kami sudah membebani ibu," sambungnya kembali.

"Dia sangat baik pak, bu, tumbuh menjadi laki-laki yang tampan, bijaksana, perhatian penyayang pada adik-adiknya disini, terlebih dia sangat penurut," ucap bu Asih seraya tersenyum.

"Siapa yang di maksud bu Asih anak laki-laki tampan?" Gumam Shaka yang masih mengamati obrolan orang dewasa di balik jendela.

"Saya mengerti kondisi ibu dan bapak, saya tidak pernah merasa terbebani dengan hadirnya dia disini." Sambung bu Asih kembali.

"Saya benar-benar berterima kasih pada semua orang disini yang sudi mengurus anak saya dari kecil," Arini menungkupkan telapak tangannya didada seraya sedikit membungkuk.

"Anak saya? Siapa yang di maksud tante itu?" Ia berpikir keras mengkrenyitkan alis mencoba menebak dari wajah kedua orang tersebut.

Semenjak turun dari mobil, pasangan suami istri itu mempunyai gestur wajah yang mirip dengannya, saat tak sengaja menatap tadi jantung Shaka berdetak kencang, dari situlah keingintauannya sangat besar.

"Sama-sama, tidak usah khawatir, itu sudah menjadi tugas kami," ucap bu Asih.

"Maaf pak, bu, bagaimana kondisi ibu dan bapak sekarang?" Sambung bu Asih kembali.

"Papah saya meninggal satu tahun yang lalu, setelah papah meninggal kesibukan saya berkali-kali lipat, Arini sudah ingin membawa anak itu pulang, tapi saya harus memberi pengertian secara pelan-pelan pada mamah saya, saya khawatir tentang kesehatannya."

"Innalillahi, maaf saya tidak tau pak," bu Asih menunduk meminta maaf atas ucapannya.

"Tidak apa-apa, sekarang kondisinya sudah baik, mamah saya sudah tau tentang keaadaan anak itu, dia berbesar hati menerima cucunya. Makanya kami memutuskan datang kesini. semalam kita baru saja sampai di surabaya, kami akan membawanya pulang bu," jelas Khaidar.

"Tentu, saya tidak bisa menghalangi kalian, kami disini hanya mengurusnya dengan baik, kalian yang berhak sepenuhnya,"

"Bu, saya sangat merindukannya, bolehkah saya tau dimana anak itu sekarang, boleh ibu panggilkan," pinta Arini antusias seraya mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir.

"Tentu, saya panggilkan sebentar yah," bu Asih beranjak keluar mencari keberadaan Shaka di tengah anak-anak yang tengah bermain di halaman.

"Mana Shaka, biasanya dia slalu duduk disitu kalau adik-adiknya tengah bermain, Ara juga ada, kemana dia?" bu Asih mengelilingkan pandangnnya.

"Shaka, kamu dimana nak?" teriak bu Asih.

Jantungnya makin berdebar kencang saat namanya di panggil.

"Kenapa ibu manggil aku? Tadi tante itu minta dipanggilkan anaknya. Hah! Jangan-jangan, maksudnya?" Shaka duduk di dekat jendela seraya meremas kepalanya dengan kasar, mencoba memikirkan semua yang di dengarnya.

"Shaka, kamu dimana nak?" Teriak bu Asih kembali, ia mengelilingi setiap sudut panti.

Ara mulai khawatir saat bu Asih beberapa kali memanggil nama Shaka, ia lantas mengikuti bu Asih dari belakang.

"Kenapa ibu cari kak Shaka? Kemana yah kak Shaka? Biasanya nungguin Ara duduk di dekat pohon." Kini Ara pun seperti merasakan kegelisahan.

"Shaka, kamu disini nak," bu Asih sedikit terkejut melihat Shaka yang duduk di bawah jendela ruangannya, dia terlihat begitu terpukul, matanya bahkan memerah.

"Apa Shaka denger obrolan kami di dalam? Apa Shaka udah tau kalau mereka orang tuanya?" Batin bu Asih berucap.

Ia mendekati membelai wajah prustasi anak usia 10 tahun itu, usia Shaka memang masih muda, tapi pikirannya sangat dewasa. Bu Asih mencoba memberi pengertian secara pelan-pelan.

Ara kini mengintip dari sudut tembok.

"Shaka, kamu denger obrolan kami di dalam tadi nak?" Tanya bu Asih pelan seraya tersenyum. Shaka mengangguk.

"Shaka, ibu gak bermaksud menyembunyikan semua ini, kamu masih sangat muda untuk mengetahui rumitnya keadaan orang tua kamu dulu, ta__," ucapnya terhenti.

"Jadi benar mereka orang tua Shaka," tatapannya pada bu Asih dalam. Bu asih mengangguk.

"Shaka, kamu masih mempunyai keluarga yang utuh," anak laki-laki itu menunduk menangis, apakah dia harus bahagia atau malah sedih.

"Setelah 10tahun, mereka ninggalin Shaka disini dan sekarang semudah itu mereka mau bawa Shaka," raut wajah kecewa Shaka nampak terlihat.

"Kak Shaka," air mata Ara tak terbendung mendengar pernyataan-pernyataan dari bu Asih dan laki-laki yang slalu bersamanya.

Shaka menoleh. "Ara! kamu disini," ia terkejut.

Ara berlari meninggalkan Shaka dan bu Asih, Shaka bangkit berniat mengejarnya. Tapi bu Asih menghalangi niatnya.

"Sayang, denger ibu, Ara biar nanti ibu vita yang urus, sekarang kamu masuk keruangan ibu, mereka nunggu kamu nak, kamu harus hormat pada mereka, orang tua kandung mu,"

"Orang tua kandung? Bukan! Dia udah membuang Shaka disini, Shaka bahagia disini." Dia pergi meninggalkan bu Asih berlari mengejar Ara.

"Shaka, kamu mau kemana nak? Shaka!" Bu asih berteriak membuat orang tua Shaka menoleh ke arah jendela, mereka buru-buru keluar menghampiri bu Asih.

"Bu, ada apa? Mana Shaka?" Arini kebingungan.

"Shaka sudah mendengar obrolan kita, semenjak tadi dia ternyata ada disini nguping. Mungkin firasat, maaf sepertinya dia terkejut dan belum bisa menerima ini, dia lari mengejar Ara,"

"Saya paham bu, tidak mudah pasti menerima kami lagi, Shaka pasti kecewa," Arini menangis di pelukan suaminya.

"Sudah sayang, kita akan beri pengertian," Khaidar mencoba menenangkan.

"Maaf bu, tadi kata ibu Shaka mengejar Ara, Siapa Ara?" Tanya Arini.

"Ara anak yang paling dekat dengan Shaka, Shaka begitu menyayangi Ara," jelas bu Asih.

"Baik bu, ke arah mana mereka pergi, apa ibu tau?" Kini Khaidar yang bertanya.

"Rumah pohon, mereka begitu menyukai rumah pohon, mari saya antar kesana, kita beri pengertian pada kedua anak tersebut." Bu Asih berjalan di ikuti kedua orang tua Shaka.

Sementara Shaka tengah membujuk Ara yang masih menangis sesegukan.

"Ara, udah yah. Kakak gak tega liat kamu nangis gini," Shaka mengusap air mata Ara yang terus mengalir.

"Kakak bohong! kakak pasti bakal pergi kan ninggalin Ara, kakak bilang kalau kita udah nikah kita gak akan terpisah. Kakak bohong!" Racau Ara di sela tangisnya.

"Hey cantik. siapa yang mau ninggalin Ara? kakak gak akan pergi. kakak mungkin punya orang tua, tapi mereka gak bisa misahin kita, orang tua kakak sudah menitipkan kakak disini, berarti mereka gak menginginkan kehadiran kakak dulu." Arini Khaidar dan bu Asih mendengar obrolan kedua anak tersebut.

Ucapnnya menohok.

Arini hendak menghampiri mereka, tapi bu Asih menahannya.

"Biarkan dulu mereka bu, kita dengarkan saja dulu, mereka masih kecil, kita pelan-pelan mencoba mengerti jalan pikirannya," bisik bu Asih

"Tapi bu Shaka salah paham. Kita harus meluruskannya, saya gak mau dia benci pada kami," Tangis Arini pecah kembali.

"Saya paham bu, pendekatan pada anak kecil itu harus pelan, kalau langsung pada inti permasalahannya saya yakin jangankan membawa Shaka pulang, memeluknya pun saya rasa gak bisa, saya sangat mengenal Shaka sifatnya sangat lembut, biarkan saja dulu kita dengarkan obrolan mereka." Khaidar dan Arini mengerti ucapan bu Asih.

"Kakak janji gak akan ninggalin Ara,"

"Janji, kakak kan udah bilang setelah menikah kita akan terus sama-sama," tiga orang dewasa itu terkejut mendengar ucapan kedua bocah itu.

"Menikah? Maksudnya apa bu?" Arini menuntut jawaban.

"Saya juga belum tau, kita dengarkan dulu,"

"Sampai kapan pun kita akan terus sama-sama. Ara jadi pengantin kecil sekarang, setelah dewasa Ara lah yang akan menjadi pengantin sungguhan kakak." Ara tersenyum kembali saling menautkan kelingking.

"Sepertinya mereka mempunyai perjanjian kecil," bu Asih mulai memahami.

"Jadi bagai mana bu sekarang?"

"Baiklah, kita dekati mereka pelan-pelan. Ajak mereka berbincang santai, dengarkan apapun pendapatnya, saya akan mencoba menengahi." Wanita paruh baya itu bijaksana. Ia tersenyum seraya melangkah menghampiri dua bocah yang tengah saling melempar senyum.

"Ehem, anak-anak ibu lagi apa sih?" Ara dan Shaka menoleh kearah tiga orang dewasa yang mendekatinya, ia terkejut. Lalu berpindah duduk disamping Ara, semenjak tadi Arini dan Khaidar hanya melihat punggung sang anak, kali ini wajah tampannya benar-benar terlihat.

"Mas, wajah Shaka mirip sekali dengan mu," Buliran bening itu kembali memenuhi pelupuk matanya.

"Ibu, papah sama mamah Shaka boleh ikut duduk disini?"

"Enggak! Jangan coba bujuk Shaka untuk ikut sama kalian, kalian gak menginginkan Shaka dulu, jadi untuk apa sekarang kalian mau Shaka lagi," ucapan Shaka begitu menyakitkan Arini.

"Shaka, sayang. Ibu gak pernah ngajarin Shaka bicara kasar pada orang dewasa terlebih ini orang tua kandung Shaka, masih inget gak ibu pernah bilang kalau surga itu di telapak kaki ibu," bu Asih mengelus rambut Shaka.

"Iya Shaka inget, surga di telapak kaki ibu, ibu yang baik. yang menginginkan anaknya, bukan malah menitipkannya pada orang lain, Shaka betah disini bu," air mata Arini benar-benar tumpah kembali, Shaka membenci dirinya.

"Shaka sayang, denger ibu nak. Tidak semua yang kamu pikirkan itu benar, pasti ada alasan kenapa kamu di titipkan sama ibu, mereka tidak membuangmu, tapi mereka menitipkan, kamu paham kan maksud ibu?"

"Sama aja bu, intinya mereka gak menginginkan Shaka,"

"Kamu salah nak, nyawa kamu dalam bahaya dulu, tempat paling aman adalah disini, papah sama mamah gak mau kamu kenapa-napa, kami justru ingin menyelamatkan kamu," ucapan Khaidar membuat Shaka diam. Wajahnya yang penuh amarah kini terlihat bingung.

"Maksud om apa?" Sela Ara yang ikut penasaran atas pernyataan lelaki yang mengaku ayah Shaka.

"Sayang, kalian masih sangat kecil, permasalahannya terlalu rumit, kalian belum bisa memahami jika kami jelaskan, intinya kami menitipkan Shaka disini agar Shaka selamat dari bahaya yang mengancamnya dulu," jelas Khaidar.

"Shaka, mamah ngerti kalau kamu marah sama mamah, maafin mamah," Arini mencoba meraih tangan Shaka. Tapi Shaka menolak.

"Shaka maafin tante, tapi jangan paksa Shaka untuk ikut sama tante dan om." Ucap Shaka tanpa menoleh ke arah orang tuanya. Shaka yang mulai beranjak dewasa begitu kecewa dengan keadaan yang ia hadapi sekarang terlebih dia mempunyai janji pada pengantin kecilnya, ia berusaha agar tetap tinggal di panti.

"Shaka, ibu sedih kalau sikap Shaka sama orang tua kamu seperti itu, ibu merasa gagal mendidik kamu, apapun masalahnya, kamu harus tetap hormat pada orang tua, inget gak ibu pernah bilang saat pengajian kemarin. Jika ibu kalian meminta tolong atau memerintah, jangan sekali kamu bantah bahkan hanya bicara ah saja kamu sudah berdosa, allah gak akan ridho, jika allah marah, hidup tidak akan bahagia. Sholat beribu-ribu kali pun gak akan diterima jika kamu masih menyakiti hati orang tua mu terlebih ibu mu." Penjelasan bu Asih membuat Shaka makin kebingungan antara orang tuanya yang tiba-tiba datang dan Ara.

"Ibu bener kak, gak baik kakak benci sama orang tua kakak," Ara berucap. Shaka menatap Ara penuh tanya.

Arini perlahan mendekat, meraih tubuh kecil anaknya, Shaka terdiam ada rasa rindu yang tiba-tiba hadir, ingin merasakan pelukan ibu kandung.

Pelukan Arini menenangkan.

"Seperti inikah rasanya di peluk sama ibu sendiri," Shaka menangis seraya melingkarkan tangan di pinggang Arini di sambut dengan tangisan deras Arini.

"Terimakasih tuhan sudah meluluhkan anak kami, setidaknya perlahan dia akan menerima kehadiran kami." Arini mencium puncuk kepala sang anak.

***

Masih rumit kisah di panti,

Ara dan Shaka

Love

👍👍🇮🇩🇮🇩❤❤

🙏🙏🙏

part 3

Ibu Asih menatap Ara gamang, ia melihat kesedihan mendalam di matanya, betapa anak kecil itu iri melihat pelukan hangat seorang ibu dan ayah pada putranya.

Bu asih mendekati Ara, merangkulnya memasuki tubuh sintal perempuan paru baya itu.

"Ara anak ibu, anak kuat anak hebat," bisiknya pelan seraya mendaratkan ciuman di puncuk kepalanya.

Adegan haru antara orang tua dan anak sudah berlalu, mereka sudah berada di ruangan bu Asih, Ara dibawa pergi bu Vita pengasuh lainnya yang berada di panti.

Khaidar dan Arini mencoba meminta pengertian pada Shaka untuk ikut pulang bersama mereka. Tapi usahanya gagal, Shaka bersikeras ingin tetap hidup di panti menemani Ara selamanya.

Arini hampir pasrah, tangis kekecewaan runtuh.

"Salah kita mas, dulu dia kita titipkan disini dengan janji akan datang bertemu dengannya. Tapi, inilah akibatnya 10tahun kita baru muncul lagi dihadapan anak kita," Arini memeluk erat suaminya, menumpahkan segala rasa berdosanya terdahulu.

Sebisa mungkin Khaidar menenangkan istrinya.

"Kita pasti akan bawa dia pulang sayang,"

Bu asih yang sedari tadi diam, merasa kasihan pada orang tua Shaka, dia tau persis masalahnya terdahulu.

"Shaka, panti ini khusus untuk anak-anak yang tak mempunyai orang tua, suatu saat nanti teman-temanmu yang lain dan mungkin juga Ara akan mendapat orang tua baru, seperti yang sering kamu lihat adik-adik mu banyak yang di adopsi, mereka bahagia dengan keluarga barunya. Tugasnya adik-adik kamu yang sudah punya orang tua angkat harus berbakti. Apalagi Shaka, mamah papah kandung. Shaka harus berbakti pada mereka, tuhan akan marah kalau Shaka terus menentang permintaan mamah papah, seorang anak harusnya memang tinggal bersama kedua orang tuanya, Shaka harus percaya Ara akan baik-baik aja disini, ibu, bu Vita, dan teman-teman kamu yang lain bakal jagain Ara, Ara itu anak pintar, ceria, dia akan baik-baik aja,"

Ucapan bu Asih yang berusaha membujuk Shaka. Dia diam mencoba memikirkan ucapan ibu panti yang sudah mengurusnya dengan baik.

"Tapi Shaka udah janji sama Ara bu, Shaka gak akan tinggalin Ara, kalau Shaka pergi, nanti Ara benci sama Shaka," ia menunduk.

"Ibu akan bicara nanti pada Ara, dia akan ngerti,"

"Mah, pah, Shaka akan ikut sama mamah dan papah, tapi Shaka punya permintaan," Arini dan Khaidar sumringah mendengar pernyataan anak semata wayangnya.

"Apa sayang? Papah akan berikan." Ucapan antusias Khaidar.

"Setiap tahun saat libur sekolah Shaka mau liburan kesini, Shaka mau main sama Ara, setidaknya dengan begitu Ara gak akan berpikir kalau Shaka gak sayang sama dia." Tatapan Shaka penuh harap pada kedua orang tuanya. Arini dan Khaidar mengusap rambutnya lalu memeluk erat tubuh malaikat kecilnya.

"Hanya itu? Dont worry, papah sama mamah pasti antar kamu kesini nanti, kita ajak Ara dan teman-teman yang lain ke mall, ke wahana permainan anak-anak, ketempat yang indah-indah, okey!"

"Papah janji," ia meminta Khaidar mengaitkan kelingking pada nya.

"Papah janji sayang," dia menyambut kelingking mungil anaknya.

"Baiklah kita beresin barang-barang yang mau kamu bawa, malam ini juga kita harus pulang ke Jakarta," Arini Khaidar bangkit di susul bu Asih tapi Shaka terkejut.

"Jakarta? Jadi papah sama mamah tinggal di Jakarta?" Tanya Shaka.

"Iya sayang, kamu sebenarnya asli Jakarta, karna masalah kita dulu sangat rumit, papah sama mamah datang ke Surabaya dan tinggal disini." Jawab Khaidar.

"Sudah sayang, kamu gak usah khawatir, Jakarta atau pun Surabaya sama saja, yang penting bagi mamah sekarang Shaka akan tinggal sama mamah. Mamah bahagia sayang." Arini menyela seraya merangkul bahu sang anak.

"Apa jarak akan mempertemukan aku sama Ara nanti setiap tahun?" Gumamnya seraya berjalan ke kamarnya.

Semua mengantar Shaka untuk pergi, ia berpamitan pada semua anak-anak di panti di akhiri dengan ucapan yang mengiris hatinya. "Tolong jaga Ara untuk Shaka."

Mobil sudah menunggu, barang-barang sudah masuk kebagasi, Shaka mencari keberadaan Ara. "Bu Vita ada disini, lantas kemana Ara? Segitu marah kah Ara padaku, sampai dia gak mau bertemu dan mengantarku pergi?" Arini menatap anaknya yang terlihat berat meninggalkan panti asuhan ini.

"Bagaimana pun Shaka hidup disini, dia pasti berat ninggalin semua ini, apalagi dia harus meninggalkan anak manis itu, apa kita egois mas?" Bisik Arini pada suaminya.

"Kita berhak atas Shaka sayang, ini hanya awal, dia akan menikmati kehidupan barunya nanti, anak kecil akan gampang berbaur dengan teman barunya. Kesibukan nanti di sekolah akan membuat dia bisa melupakan kesedihannya. Lagian kita akan antar dia kesini sesuai perjanjian," jawab Khaidar.

"Jangan bohongi anak kecil itu ya mas, kita harus datang lagi kesini." Arini khawatir dengan perjanjian suami dengan anaknya, teringat saat dia menitipkan Shaka dan berjanji akan sering menjenguk. Nyatanya mereka ingkar.

"Ayo sayang, kita harus pergi, nanti telat sampai bandara." Khai merangkul bahu anaknya untuk masuk mobil.

Shaka menepis tangan Khaidar pelan. "Pah, hanya lima menit, Shaka akan kembali, Shaka harus bicara pada Ara, Shaka gak mau pengantin kecil Shaka marah sama Shaka," ucapnya seraya berlari kecil.

"Sudah mas, beri dia waktu sebentar." Arini meraih tangan suaminya yang hendak menahan.

Shaka mencari-cari keberadaan Ara dari rumah pohon sampai kebeberapa tempat yang paling sering di datangi mereka berdua.

"Ara! Kamu dimana? Kakak harus bicara dulu sama Ara?" Anak laki-laki itu berteriak seraya memutar mencari keberadaan Ara. Tak ada jawaban.

Isak tangis di dekat pohon besar terdengar jelas. Shaka menghampirinya. Ia duduk menyandarkan kepalanya pada sisi pohon besar itu, begitupun Ara yang menangis sesegukan menyandarkan tubuh mungilnya di sisi satunya.

"Kakak salah, maaf! Tapi kakak janji akan datang menemui Ara setiap libur sekolah. Papah mamah kakak udah janji sama kakak, mereka akan antar kakak kesini lagi," tak ada jawaban air mata Ara jatuh semakin deras.

"Kakak sayang sama Ara, tapi kata ibu, kalau kakak gak nurut sama papah mamah, kakak jadi anak durhaka, kakak gak mau berdosa Ra," sambungnya lagi. Tapi Ara tetap tak menjawab.

"Ara, kakak akan datang lagi kesini dan kakak akan bujuk mamah papah buat bawa Ara ke Jakarta tinggal bereng disana."

"Jangan pernah janji apapun lagi sama Ara, Ara benci sama kakak." Jawaban Ara singkat tapi sukses membuat Shaka merasa bersalah. Ia bangkit menghampiri Ara duduk berhadapan meraih tangan mungil pengantin kecilnya.

"Jangan benci kakak! jika kakak bisa memilih untuk tetap disini kakak akan tetap disini, Ara akan mengerti nanti, kakak bingung. Tapi kakak juga gak mau berdosa." Ara menepis tangan Shaka yang menggenggamnya erat.

"Kakak janji, kakak akan datang jenguk Ara disini, Ara udah jadi pengantin kecil kakak, Ara gak boleh benci kakak. Kakak akan bawa Ara suatu saat nanti."

Sebelumnya Arini khawatir, ia menyusul anaknya mengikuti dan mendengarkan setiap ucapannya pada gadis manis itu, ia merasa bersalah akan memisahkan anak yang saling menyayangi ini.

"Sayang, maafin tante. Tante gak bermaksud memisahkan kalian, tante mengerti Ara sayang sama kak Shaka, Shaka akan menjaga Ara disana dari kejauhan lewat doa, kekuatan doa lebih besar dari apapun." Ucap Arini yang merangkul kedua bocah itu.

"Tante sama om dulu sebelum menikah dan jadi istri om, banyaaak banget cobaannya. dipisahkan, di larang bertemu, tapi om sama tante berdoa sama Allah, dan akhirnya kami bisa menikah, itu semua karna kekuatan doa. Jodoh gak akan kemana, kalian punya perjanjian, suatu hari nanti jika kalian dewasa dan berjodoh allah akan mempertemukan dengan cara yang manis. Lagian Shaka akan tetap datang kesini." Arini meraih dagu Ara menatapnya dalam.

"Kalau nangis terus, wajah cantiknya hilang." Ia mengusap air mata yang terus mengalir di pipi anak kecil itu.

"Tante, Ara sayang sama kak Shaka, kak Shaka yang slalu jagain Ara," tatapan Ara dalam.

"Tante tau sayang, kalian saling menyayangi. Seiring berjalannya waktu Ara dan Shaka akan terbiasa, Ara akan mengerti."

"Tante janji akan datang kesini lagi kan?"

"Tentu, kalau bisa tante mau ajak Ara tinggal di Jakarta." Ara tersenyum begitupun dengan Shaka. Sepemikiran.

"Nah gitu dong, senyum. Cantik. Pantes aja banyak yang sayang sama Ara, mmm tante juga sayang sama Ara deh sekarang." Pelukan hangat Arini untuk kedua bocah itu menenangkan. Shaka mengusap pipi tembem Ara di pelukan Arini seraya tersenyum.

"Kalau gitu Shaka sama tante harus berangkat. Yuk, anterin kita," Arini berdiri di susul dua anak itu. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan.

Melihat keadaannya membaik, bu Asih yang tadinya cemas berubah tersenyum saat melihat tawa kecil dari kedua anak itu, begitu pun dengan yang lainnya.

"Bu Arini bisa membujuk Ara ya bu," bisik bu Vita.

"Alhamdulillah, semoga Ara bisa ikhlas," jawabnya.

Shaka melepaskan pegangan tangan Ara pelan, jari jemari yang saling mengait terurai satu persatu, seakan berat untuk berpisah. Wajahnya kembali sendu. "Ayo sayang," Khaidar menarik pelan Shaka membawanya masuk dalam mobil.

Pintu mobil tertutup, suara mesin menyala, itu tandanya mereka harus pergi, Ara masih berdiri di sampingnya.

"Kakak akan slalu inget Ara, kakak sayang Ara," ucap Shaka yang membuka kaca mobilnya, mengulurkan tangannya meraih tangan Ara.

"Ara juga sayang kakak," mobil itu melaju pelan sampai genggaman merek terlepas kembali.

Ara melambai, sampai mobil itu perlahan menghilang dari pandangannya.

"Ayo sayang kita masuk," bu Asih merangkul membawanya kedalam panti. Tugasnya mengembalikan senyum Ara.

"Semoga perpisahan ini gak membuat anak cantik ini kehilangan semangatnya." Gumam bu Asih seraya menatap Ara yang kini tertidur di ranjangnya.

****

"Ara dan Shaka"

Apakah janjinya Shaka untuk menemui Ara di panti di tepati? Semoga🙇‍♀️

👍👍❤❤🇮🇩🇮🇩

🙏🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!