NovelToon NovelToon

Jodoh Si Gadis Miskin 2

part 1

"Bu, bapak berangkat dulu ya" kata pak Hadi seraya merapikan dagangannya.

"uhukk...uhukk... kenapa pagi sekali pak berangkatnya, bapak juga belum sarapan" kata Bu Ningsih,istri dari pak Hadi.

"Tidak apa-apa buk, semakin pagi maka semakin cepat pula kita menjemput rejeki, Insyaallah, doain bapak ya buk, semoga hari ini dagangan bapak laris" jawab pak Hadi.

"Amin, ibuk selalu doain, Bapak hati-hati di jalan, kalau udah ada yang beli, bapak sempetin buat beli makan yaa" ucap Bu Ningsih dengan suara serak yang menahan batuk.

"Iya buk, ibu jangan kerja dulu, di rumah saja sampai ibu sembuh. Kalau begitu bapak berangkat dulu... assalamualaikum"kata pak Hadi.

"Waalaikumsalam.." balas Bu Ningsih. Setelah mencium tangan tangan dan melihat kepergian suaminya, Bu Ningsih kembali masuk ke dalam rumah.

"Bu, bapak sudah berangkat yaa?" tanya Dewi, anak perempuan dari pak Hadi dan Bu Ningsih.

"Sudah nak, baru saja berangkat...uhuk...uhuk... kamu buruan sarapan nanti terlambat ke sekolah, hari ini kamu ujian kelulusan kan" Kata Bu Ningsih, lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil sarapan.

"Ibu sudah minum obat belum, ibu nanti tidak usah cuci dan gosok lagi dirumah Bu Intan yaa?" tanya Dewi yang mengikuti ibunya dari belakang. Dewi tampak khawatir dengan keadaan ibunya yang sering sakit-sakitan akhir-akhir ini.

"Ibu tidak apa-apa nak, ibu juga sudah minum obat tadi, kamu tidak usah khawatiran ibu, ibu sudah mendingan" jawab Bu Ningsih berbohong. Sebenarnya Bu Ningsih merasa batuknya semakin parah, dan dadanya terasa semakin sakit. Tapi Bu Ningsih selalu menutupi itu semua dari suami dan anaknya. Karena Bu Ningsih tidak mau membuat repot mereka.

"Tapi ibu jangan kerja dulu yaa" pinta Dewi.

Bu Ningsih tidak menjawab pertanyaan anaknya, dia hanya mengangguk dan tersenyum.

"Sudah sekarang kamu siap-siap dulu buat pergi ke sekolah, ibu siapin kamu sarapan dulu" ucap Bu Ningsih seraya mengusap kepala anak perempuannya.

"Iya Bu"... jawab Dewi.

Dewi adalah gadis remaja yang berusia 19 tahun, dia masih bersekolah tingkat SMK kelas 3. Dewi adalah seorang gadis yang mandiri,dewasa,pintar, dan mempunyai hati dan paras yang cantik.

Dewi terlahir dari keluarga yang bisa dibilang serba kekurangan, bapaknya hanya penjual balon keliling, dan ibunya buruh cuci dan gosok dirumah tetangga. Tapi dengan keadaan keluarga yang seperti itu, Dewi tak pernah merasa malu ataupun mengeluh.

Dewi mempunyai cita-cita bahwa kelak dia akan membahagiakan orang tuanya dan menjadi orang sukses.

Hari ini, adalah hari dimana Dewi akan menghadapi ujian kelulusan sekolah. Selama ini Dewi selalu giat belajar agar bisa lulus dengan nilai yang bagus, dan bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di jurusan kedokteran, itulah salah satu cita-cita Dewi yang akan dia kejar.

"Dewi... sarapannya sudah siap, sarapan dulu nak!" seru Bu Ningsih dari ruang tengah.

"Iya Bu, sebentar lagi Dewi selesai!" jawab Dewi dari dalam kamarnya.

Tak berapa lama kemudian Dewi keluar dari kamarnya, dengan membawa tas sekolahnya, lalu mendekati ibunya yang sedang menunggunya duduk diatas tanah beralaskan tikar.

Bu Ningsih membuatkan nasi goreng untuk Dewi sarapan.

" Lho kok cuma sipiring Bu, ibu tidak sarapan?" tanya Dewi seraya duduk disebelah ibunya.

"Ibu nanti saja sarapannya, kamu duluan" jawab Bu Ningsih berbohong. Karena sebenarnya nasi gorengnya hanya tinggal 2 piring, dan satunya lagi nanti untuk pak Hadi setelah pulang dari berjualan.

"Tapi bener ya Bu, ibu nanti harus sarapan!" pinta Dewi, seraya menatap ibu yang sangat disayanginya.

Bu Ningsih hanya tersenyum seraya mengangguk.

Dewi pun langsung menyantap sarapannya.

Setelah selesai makan, Dewi langsung berpamitan kepada ibunya untuk berangkat ke sekolah.

"Bu, Dewi berangkat dulu yaa, doain Dewi semoga Dewi bisa mengerjakan semua ujiannya dengan mudah!" kata Dewi.

"Iya nak, ibu selalu mendoakan mu, dan jangan lupa sebelum mengerjakan berdoa terlebih dahulu" Jawab Bu Ningsih.

" Iya Bu... assalamualaikum..!" ucap Dewi seraya mencium tangan ibunya.

"Waalaikumsalam" balas Bu Ningsih.

Setelah kepergian Dewi, kemudian Bu Ningsih bersiap untuk berangkat bekerja di rumah Bu Intan, seperti biasa Bu Ningsih bekerja sebagai, buruh cuci dan gosok di rumah Bu Intan. Pekerjaan itu sudah ditekuninya selama 10 tahun. Bu Intan adalah orang yang cukup kaya di kampung tersebut, Bu Intan juga orang yang baik dan juga ramah. Maka dari itu Bu Ningsih sangat betah dan nyaman bekerja di tempatnya,meskipun hanya sebagai tukang cuci dan gosok.

Sebenarnya Bu Ningsih merasa tidak enak badan. Setiap kali dia batuk, dia merasakan sakit dibagian dadanya. Tapi Bu Ningsih bertekad untuk tetap pergi bekerja. Karena kalau tidak, hari ini dia tidak akan mendapatkan uang untuk membeli beras.

Rumah Bu Intan tidak terlalu jauh dari rumahnya. hanya sekitar membutuhkan waktu 5 menit dengan berjalan kaki untuk sampai ke rumah Bu Intan.

Sesampainya di rumah Bu Intan, seperti biasa Bu Ningsih langsung masuk lewat pintu belakang, disana sudah ada Tini, pembantu dari Bu Intan yang tinggal di rumah tersebut.

"Assalamualaikum..uhuk..uhuk...uhuk...." kata Bu Ningsih ketika akan masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam... Bu Ning tidak apa-apa... kelihatannya Bu Ning sedang sakit?" tanya Tini yang agak khawatir melihat Bu Ningsih.

"Tidak apa-apa Tin, cuma batuk biasa kok" jawab Bu Ningsih sekenanya.

"Mari Bu duduk dulu, biar saya buatkan teh hangat buat Bu Ning, muka ibu kelihatan pucat" kata Tini, lalu menuntun Bu Ningsih untuk duduk.

"Terimakasih Tin, maaf jadi merepotkanmu" ucap Bu Ningsih yang merasa tak enak hati.

"Tidak apa-apa Bu Ning, kayak sama siapa saja. Bu Ning kalau memang lagi sakit, istirahat dulu di rumah jangan dipaksain untuk bekerja!" kata Tini, seraya membuatkan teh untuk Bu Ningsih.

"Saya tidak apa-apa Tin, kamu jangan khawatir. Apa Bu Intan sudah berangkat ke kantor?" tanya Bu Ningsih mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Sudah dari tadi Bu, katanya tadi beliau ada meeting,jadi berangkatnya agak pagian. Silahkan Bu Ning, teh nya di minum dulu mumpung masih agak panas" kata Tini, seraya menyerahkan secangkir teh panas kepada Bu Ningsih.

"Terimakasih ya Tin..." Bu Ningsih kemudian langsung menyeruput tehnya pelan-pelan. Ada sedikit kelegaan di tenggoroka dan dadanya setelah meminum teh tersebut.

Setelah menghabiskan tehnya, Bu Ningsih langsung beranjak untuk melakukan pekerjaannya.

" Bu Ning, kalau capek istirahat dulu ya, jangan dipaksain" pinta Tini yang nampak khawatir dengan Bu Ningsih.

"Iya Tin, terimakasih..." jawab Bu Ningsih. Lalu berjalan menuju ruang cuci baju.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

part 2

Di Sekolah Dewi...

Kebetulan jarak sekolah dari rumahnya tidak begitu jauh, hanya sekitar 500m, sehingga setiap harinya Dewi berangkat dan pulang sekolah dengan berjalan kaki.

"Dewi!" terdengar seruan yang memanggil namanya dari belakang, Dewi pun menghentikan langkahnya ketika hendak memasuki gerbang sekolah, dan melihat ke arah belakang.

Ternyata Hana teman sebangku Dewi.

Dewi menunggu temannya tersebut yang sedang berlari menghampiri dirinya.

"Tumben baru dateng Han, biasanya lebih duluan kamu dari pada aku?" tanya Dewi.

"Hah...hah...aku telat bangun tadi Wi, soalnya semalam aku belajar sampai malem banget,,hah...hah..." jawab Hana yang terlihat masih ngos-ngosan sehabis berlari.

"Ya ampun Han,belajar itu harus tapi gak harus memaksakan diri begitu juga, kita juga harus jaga kesehatan" jelas Dewi.

"Iya-iya Wi... mulai deh ceramahnya. Udah yuk ke kelas" Ucap Hana.

Merekapun berjalan menuju ke kelas. Tak lama kemudian bel tanda ujian pun di mulai. Semua siswa dan siswi yang mengikuti ujian telah memasuki kelas masing-masing, tak terkecuali Dewi. Hari ini dirinya merasa begitu khawatir dan gugup, Dewi tak lupa selalu berdoa kepada Tuhan agar ujiannya kali ini diberi kemudahan, Dewi tidak mau jika membuat orang tuanya kecewa. Dewi bertekad akan mengejar niat dan tekadnya untuk masuk di universitas kedokteran dengan beasiswa.

Tak dipungkiri, bahwa Dewi memang termasuk anak yang pandai di sekolahnya. Dewi sering kali mendapat juara 1 di setiap mata pelajarannya. Semua gurupun bangga terhadapnya, tapi tak sedikit juga teman yang merasa iri dengan keberhasilannya.

Ujian pun dimulai. Dewi dan seluruh siswa pun mengerjakan soal dengan tenang dan sungguh-sungguh berharap agar semua lulus dengan nilai yang memuaskan.

***

Pagi ini pak Hadi berjualan balon dengan mengayuh sepeda tuanya. Pak Hadi setiap harinya bekerja tanpa kenal lelah, meskipun hasil yang didapat tak seberapa, tetapi buat pak Hadi seberapapun yang dia dapat selalu dia syukuri.

Apapun akan dia kerjakan selama pekerjaan tersebut halal, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya, meskipun sering kali kurang.

Kali ini pak Hadi berjualan di depan sekolah dasar, siapa tau rejeki hari ini ada ditempat tersebut.

Pak Hadi menempatkan sepedanya di samping gerbang sekolah, dia menunggu para anak-anak sekolah tersebut keluar istirahat. Seraya menunggu pak Hadi meneguk air putih dalam botol yang dia bawa dari rumah tadi.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam, akhirnya para murid SD tersebut berhamburan keluar untuk beristirahat. Terlihat ada 2 orang murid menghampiri pak Hadi.

"Mau bolan adik-adik manis" sapa pak Hadi dengan senyum ramahnya.

Murid perempuan kecil tersebut hanya mengangguk, mereka terlihat masih kelas satu SD.

"Mau warna apa?" tanya pak Hadi.

"kuning" jawab mereka serempak.

"Oke, ternyata pilihan warnanya sama yaa... ini satu buat kamu dan satu lagi buat kamu" kata pak Hadi, seraya menyerahkan 2 balon kepada gadis kecil tersebut.

Lalu mereka menyodorkan uang secara bersamaan, mereka hanya membayar dengan uang 2000 saja. Setelah itu mereka langsung berlari masuk ke dalam gerbang.

Pak Hadi pun menerima uang tersebut, meskipun uang mereka kurang, tapi pak Hadi tidak mempermasalahkannya, pak Hadi tetap menerima uang tersebut dengan ikhlas.

Setelah setengah jam kemudian, pak Hadi berlanjut berkeliling kembali untuk menjajakan dagangannya.

****

Kembali ke Bu Ningsih...

Bu Ningsih saat ini sedang menyetrika baju. Tapi dia merasakan dadanya begitu sakit, dan batuknya tak mau berhenti. Bu Ningsih mencoba menahan itu semua, namun lama kelamaan Bu Ningsih tidak sanggup menahannya, dan akhirnya Bu Ningsih jatuh pingsan.

Saat itu Tini yang sedang memasak mendengar suara yang cukup keras dari ruang setrika. Tanpa pikir panjang Tini langsung mematikan kompornya lalu berlari menuju ruang setrika. Betapa kagetnya Tini melihat Bu Ningsih yang sudah tergelatak di atas lantai. Tini langsung menghampiri tubuh Bu Ningsih,dan mencoba membangunkannya. Dengan perasaan panik, Tini berteriak meminta tolong.

Satpam yang mendengar teriakan Tini dari dalam langsung berlari untuk menghampirinya. Tak kalah kagetnya,satpam tersebut langsung mendekati mereka.

"Ada apa mbak Tini, kenapa dengan Bu Ning?" Tanya satpam tersebut panik.

"Saya juga gak tau pak, saya kesini Bu Ning sudah dalam keadaan pingsan. Tolong pak, kita harus membawa Bu Ning ke rumah sakit" kata Tini dengan wajah pucat.

"Ayo mbak, biar saya yang angkat, mbak Tini tolong cari taksi di depan siapa tau ada yang lewat" kata Satpam.

" iya pak" ucap Tini. Tini pun langsung berdiri lalu berlari menuju gerbang. Kebetulan saat itu ada taksi yang lewat. Tanpa pikir panjang, Tini langsung menghentikan taksi tersebut.

Tini langsung membuka pintu belakang, dirinya terlebih dulu masuk, lalu satpam yang membopong tubuh Bu Ningsih memasukannya ke dalam taksi tersebut dengan kepala diatas pangkuan Tini.

"Pak, nanti kalau Bu Intan sudah pulang, bilang saya ke rumah sakit mengantar Bu Ning yaa" Kata Tini.

" iya mbak, hati-hati" ucap satpam tersebut, lalu menutup pintu taksi.

"Pak, tolong ke rumah sakit sekarang" kata Tini kepada sopir taksi.

"Ba..baik mbak" jawab sopir taksi yang terlihat ikut panik.

"Ya Allah Bu Ning, kenapa sampai begini, saya kan tadi sudah bilang untuk istirahat, kenapa Bu Ning memaksakan diri" ucap Tini seraya mengelus kepala Bu Ning. Tini merasa iba melihat keadaan Bu Ning yang terlihat sangat pucat.

"Pak, tolong cepat sedikit!" pinta Tini.

"Iya mbak"jawab sopir taksi tersebut.

Setelah 20 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Sopir taksi tersebut langsung keluar dari mobil, kemudian membantu mengangkat tubuh Bu Ningsih.

Tini langsung berteriak kepada para petugas rumah sakit. Para perawat pun langsung membawa brangkar untuk Bu Ningsih. Setelah membayar ongkos taksi, Tini mengikuti perawat yang membawa Bu Ningsih menuju ruang UGD.

"Mohon ibu tunggu di luar yaa, kami akan memeriksa pasien terlebih dahulu, kalau boleh tau ibu dengan siapanya pasien?" tanya salah satu perawat.

"Saya teman kerjanya sus" jawab Tini.

" Apa ibu bisa menghubungi pihak keluarganya?" tanya perawat tersebut kembali.

"iy...iya sus" jawab Tini bingung.

"Terimakasih ibu" Kata perawat tersebut, lalu kembali masuk ke ruang UGD.

" Saya harus menghubungi siapa ini, handphone aja gak punya, gimana ini ya Allah!"resah Tini. Dia bingung harus bagaimana, karena Tini tidak mempunyai handphone,atau nomer siapapun. Tini terlihat duduk di ruang tunggu seraya memikirkan cara untuk menghubungi keluarga Bu Ningsih.

*Terimakasih semua yang sudah menyempatkan untuk membaca karya saya.

Semoga kalian semua suka dan terhibur..

Mohon dukungannya selalu yaa...

Terimakasih 😚😚*

part 3

Bel berbunyi tanda ujian hari ini telah usai, Dewi akhirnya bisa bernafas lega setelah tegang yang menimpanya hampir 2 jam lamanya untuk mengerjakan soal ujian.

"Akhirnya satu ujian terlewati, masih ada 3 lagi yang masih menanti"keluh Hana.

"Sabar Han, yakin pasti kita bisa melewati" kata Dewi.

"Kamu mah enak Wi, udah pinter dari dulu jadi gak terlalu khawatir mikirin lulus atau dapet nilai jelek" ucap Hana.

" kamu ngomong apa sih Han, siapa bilang aku gak khawatir, sama aja kali kayak kamu..

Pulang yuk, perasaan aku gak enak nih Han" kata Dewi yang tiba-tiba perasaannya berubah tidak enak.

"Emang ada apa Wi?"tanya Hana penasaran.

"Aku juga gak tau nih Han, kepikiran ibu, soalnya beliau lagi sakit di rumah" jawab Dewi.

"Iyakah, yaudah yuk aku ikut pulang ke rumah kamu, sekalian nengokin ibu kamu" kata Hana.

Mereka berdua pun berjalan menuju gerbang sekolah. Saat mereka berjalan tiba-tiba ada yang menghentikan langkah mereka.

"Eh anak tukang balon, mau pulang yaa, mau jualan balon,hahaha!"seru Nadia.

Nadia adalah salah satu murid di sekolah tersebut. Tetapi Nadia memiliki sifat yang angkuh,sombong,dan iri. Dari dulu Nadia tidak pernah menyukai Dewi, sebab baginya Dewi adalah saingannya dalam pelajaran, dan juga dalam hal fisik. Tidak dipungkiri bahwa paras Dewi lebih cantik dari pada Nadia, tapi Nadia tak pernah mau menerima itu. Setiap ada laki-laki yang ingin mendekati Dewi, maka Nadia akan mendekatinya untuk menarik perhatian si laki-laki tersebut.

"Memang kenapa kalau Dewi anak penjual balon, masalah buat Lo?" seru Hana, yang merasa tak terima dengan perkataan Nadia kepada Dewi.

"Gue gak bicara sama Lo, mending lo diem"seru Nadia.

"Udah Han, biarin aja" kata Dewi.

"Gue ingetin sama Lo, jangan sok pinter di sini, jangan sok ngambil perhatian guru-guru disini dan semua orang yang ada di sekolah ini. Lo itu harus tau diri, Lo itu siapa.. Lo itu cuma anak tukang balon, ngerti" Seru Nadia, seraya menunjuk nunjuk wajah Dewi.

"Iya, saya ngerti. Tapi apa salahnya dengan anak tukang balon, saya sekolah disini bukan meminta uang dari kamu Nadia, saya juga selalu sadar diri saya ini siapa, tanpa harus kamu kasih tau saya. Dan tolong, jangan lagi menghina pekerjaan bapak saya, meskipun bapak saya hanya tukang balon, tapi itu pekerjaan yang halal" jelas Dewi, dengan mata yang berkaca-kaca.

"Udah pinter ngelawan Lo yaa... Bener-bener gak tau diri banget. Lo itu harusnya gak pantes sekolah disini, kalau bukan karena beasiswa mana mungkin Lo bisa sekolah disini. Kalau gue jadi Lo, gue malu, bisa bersekolah di sekolah elith tapi duit aja gak punya. Lihat baju Lo, lihat sepatu dan tas Lo, semuanya udah pada lusuh. Kenapa.. orang tua Lo gak bisa yaa beliin yang baru!" seru Nadia kembali.

"Cukup. Selama ini saya hanya diam dengan hinaan dari kamu, selama 3 tahun ini saya tidak pernah melawan kamu. Tapi kali ini kamu udah bener-bener keterlaluan Nadia. Kamu boleh hina dan caci maki saya, tapi jangan pernah bawa nama orang tua saya.

Saya memang bisa bersekolah disini karena beasiswa, tapi saya tidak pernah malu dengan itu,malah saya bangga, karena apa, karena saya memiliki otak yang pintar, otak yang cerdas,yang berguna. Sedangkan kamu, kamu memang pintar tapi sayang kamu tidak sepintar saya. Ayo Han,kita pulang" kata Dewi panjang lebar.

"Rasain Lo, makanya jadi orang itu jangan sok bener!" tambah Hana.

Hana dan Dewi pun pergi meninggalkan Nadia yang masih terlihat berdiri tanpa bisa berkata apa-apa. Tetapi hatinya terasa panas setelah mendengar perkataan dari Dewi. Nadia mengepalkan kedua tangannya menahan emosi.

"Tunggu pembalasan gue anak tukang balon!" Kata Nadia dalam hati.

Dewi dan Hana berjalan pulang menuju rumah.

"Dewi, aku salut sama kamu, akhirnya kamu berani juga ngelawan si Nadia" kata Hana.

"Bukannya aku ngelawan Han, cuma aku gak suka aja dia selalu ngehina orang tua aku. Mungkin sekali kali dia harus di kasih pembelajaran, biar dia sadar, kalau menghina orang lain itu gak baik" jelas Dewi.

"Bener itu Wi, orang kayak dia itu memang harus dikasih pelajaran,biar kapok" kata Hana.

Tak lama merekapun sampai di rumah Dewi. Rumah kecil yang terbuat dari bambu, yang masih beralaskan dengan tanah.

"Assalamualaikum Bu, Dewi pulang" seru Dewi. Tapi tak ada jawaban dari dalam.

Dewi pun mencoba membuka pintu, dan ternyata tidak di kunci.

"Kayaknya ibu kamu lagi gak ada di rumah Wi" kata Hana yang mengikutinya dari belakang.

"Iya Han, kemana yaa, padahal ibu lagi sakit, apa jangan-jangan ibu pergi ke rumah Bu Intan ya" jawab Dewi yang nampak khawatir.

"Kalau gitu kita susulin ibu kamu aja ke rumah Bu Intan Wi, siapa tau emang bener ibu kamu kesana" usul Hana.

"Yaudah, apa kamu juga mau ikut kesana Han?" tanya Dewi.

"Ikut Wi" jawab Hana.

"Nanti orang tua kami nyariin lho" kata Dewi.

"Gak Wi, aku udah kirim pesan kok ke ibu aku kalau aku pergi ke rumah kamu nengokin ibu kamu" jelas Hana.

"Yaudah yukk" ajak Dewi.

Mereka berdua pun berjalan menuju rumah Bu Intan.

Sesampainya di depan gerbang, Satpam yang melihat kedatangan anak dari Bu Ningsih langsung menghampirinya.

"Eh mbak Dewi" sapa Satpam tersebut.

"Selamat siang pak Rohman, saya cari ibu saya, apa beliau kesini?" tanya Dewi dengan sopan.

"Ehm...anu mbak Dewi... Ibu mbak tadi pingsan terus sekarang dibawa ke rumah sakit sama mbak Tini" jelas pak Rohman dengan gugup.

"Astaghfirullah pak, ibu saya kenapa sampai bisa pingsan. Lalu sekarang ibu saya dibawa ke rumah sakit mana?" seru Dewi yang sudah berderai air mata.

"Sabar Wi, jangan panik dulu!"kata Hana mencoba menenangkan Dewi.

"Aduhh maaf mbak, kalau rumah sakitnya saya kurang tau, soalnya tadi buru-buru sekali!" kata pak Rohman bingung.

"Ya Allah ibu... kenapa ibu nekat kerja, Ya Allah sembuhkan lah ibu hamba" ucap Dewi yang tak bisa menahan kesedihan dan kekhawatirannya.

"Sabar Wi,sabar... pak, kalau boleh tau tadi kendaraan yang membawa ibu Ningsih pergi ke arah mana?" tanya Hana.

"Kearah sana mbak" kata pak Rohman, seraya menunjuk ke salah satu arah.

"Yasudah kalau begitu pak, kami permisi, assalamualaikum" kata Hana.

"Waalaikumsalam,hati-hati mbak" kata pak Rohman yang terlihat iba melihat Dewi yang masih terus menangis..

*************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!