NovelToon NovelToon

AMNESIA

PROLOG

cerita ini akan di ubah secara garis besar. Anda bisa membacanya kemudian hari. Terimakasih

Pernikahan.

Menurut sebagian orang, pernikahan di lakukan atas dasar saling mencintai dan mempersatukan dua orang dalam satu ikatan.

Tapi, bagaimana jika sebuah pernikahan hanya di ingat oleh salah satu pihak? Sementara pihak yang lain tidak mengingatnya?

Mungkin dia harus menanggung rasa yang sangat menyakitkan.

Bagaimana jika sebuah pernikahan di lakukan tanpa kesadaran? Bagaimana jika ternyata pernikahan di lakukan menikah tanpa rasa cinta?

Mungkin, mereka tidak akan bahagia. Atau, mereka akan saling mencintai seiring berjalannya waktu.

...***...

Karangan bunga menghiasi seluruh gedung, berwarna-warni dan di tata dengan indah dan menarik. Kursi dan meja di tutup kain berwarna putih berkilau, serta para tamu undangan yang hadir dengan pakaian terbaik mereka.

Pengantin wanita dengan gaun putih dan buket bunga di tangannya dan seorang pria yang akan menikahinya. Mereka berdua tersenyum dalam kebahagiaan.

Semua orang ikut berbahagia dengan bersatunya dua insan. Mereka memberikan selamat dan ucapan yang baik agar kedua mempelai bahagia hingga akhir usia.

"semoga kalian bahagia selama-lamanya"

"kalian pasangan yang serasi"

"aku ikut berbahagia, kawan"

"kalian harus saling mencintai sepenuh hati"

Setelah acara kebahagiaan berakhir, kedua mempelai pun berjalan keluar dari gedung. Di luar gedung, tampak mobil hitam yang telah di hias dengan bunga dan pita. Di sediakan untuk kedua mempelai agar perjalanan mereka terasa berharga.

Sepasang kekasih yang telah mengikat janji pun berpamitan dengan orang-orang. Mereka memberikan salam terakhir sebelum keduanya masuk ke dalam mobil. Tangisan haru mulai terdengar.

Setelah itu, mereka masuk ke dalam mobil dan mobil melaju dengan cepat, memasuki badan jalan.

“kamu masih mau merahasiakan tempat tujuan kita?” tanya si wanita.

Pria itu hanya tersenyum. Dia melihat ke arah jalan, namun sesekali melirik ke arah pasangannya.

Wanita itu membalas senyuman pria dan mencoba menebak isi pikiran orang yang di cintainya itu.

"aku penasaran, tapi aku lebih menyukai kejutan darimu" ucap si wanita.

"aku mencintaimu" balas pria sambil menggenggam tangan wanitanya.

Pria itu mengambil tangan wanita itu dan menciumnya. Sementara tangan yang lain berada di atas kemudi.

Mereka terlihat bahagia, namun sesuatu yang terlihat baik-baik saja, tidak akan bertahan lama. Di tengah perjalanan, tiba-tiba datang dua mobil hitam yang mengikuti mereka dari belakang. Kedua mobil itu mendekat dan membuat wajah si pria terlihat panik.

“siapa mereka?” tanya si wanita, setelah melihat raut wajah prianya.

“aku tidak tau, mungkin mereka hanya lewat” jawab si pria, mencoba agar tidak panik.

Si pria menambah laju kecepatan mobil, dua mobil di belakang mereka pun ikut menambah kelajuan dan terus mengejar mobil yang di kendarainya.

DOORR!!! suara tembakan terdengar dari belakang. Si wanita kaget, tapi dia tidak berteriak.

“apa yang mereka lakukan?” si wanita bertanya sambil meringkuk di kursi.

“dengarkan aku, apapun yang terjadi. Jangan melihat kebelakang. Dan tetaplah di dalam mobil” ucap pria itu dengan nada bicara yang meyakinkan.

“apa? Apa maksudmu?" tanya wanita heran.

BRAKKK!!! Mobil yang mereka kendarai, di tabrak oleh mobil yang berada di belakang mereka. Mobil pun oleng dan berbelok tajam. Tidak sempat mengarahkan mobil dengan benar, datang mobil lain ke arah depan mobil kedua mempelai itu. Tabrakan pun tidak dapat di hindari, tapi untungnya mereka tidak mengalami luka serius.

Si pria mengeluarkan pistol dari saku celananya dan keluar dari mobil. Anehnya, kondisi jalan sangat sepi, dan hanya terdapat tiga mobil di tempat itu.

"tetap di sini!" ucap si pria pada wanitanya.

Saat pria itu keluar, beberapa serangan pun terjadi. Hingga salah seorang dari pengejar, berhasil membuka pintu mobil dan menarik si wanita keluar.

"lepas!!!" ucap wanita, berusaha melepaskan genggaman tangannya dari genggaman orang asing.

“lepaskan dia” ucap si pria.

DORRR!!!

“TIDAK!!!”

...***...

EPISODE 1 (AMNESIA)

Bagaimana rasanya mati?

Kata orang, mati adalah hal yang menyakitkan. Rasanya seperti seolah seluruh organ tubuhmu di tarik keluar secara paksa. Tapi, sebagian orang juga mengatakan, kematian adalah hal yang membawa kedamaian.

Aku tidak tau bagaimana rasanya mati, tapi aku tau rasanya ketika menghadapi kematian. Tubuhku seolah hancur berkeping-keping dan pandanganku mulai buram, lalu menghitam. Aku pikir saat itu aku benar-benar akan mati, tapi takdir berkata lain.

Aroma obat-obatan mulai tercium, yang artinya indra penciumanku baik-baik saja. Tanganku mulai bergerak dan merasakan tekstur selimut yang menyelimuti tubuhku, syaraf indra peraba ku masih berfungsi. Cahaya putih mulai terlihat saat aku membuka mata, yang artinya indra penglihatanku masih bekerja dengan baik.

“syukurlah, akhirnya anda sadar” ucapnya.

Aku mendengar suara itu, indra pendengaranku dalam keadaan normal.

Aku melirik ke arah suara, melihat seseorang yang tadi berbicara. Dia adalah seorang pria dengan pakaian dokternya, dia berada di sebelahku seolah tau bahwa aku akan segera pulih dan sadar.

"anda akan saya periksa" ucapnya lagi.

Dia mendekatiku dan mulai memeriksa keadaanku, dari mulai detak jantung sampai fungsi pendengaranku. Dia bernafas lega karena semuanya baik-baik saja. Namun, aku masih sulit menggerakkan tubuhku.

Setelah beberapa hari berlalu, kondisiku mulai membaik dan bisa menggerakkan tubuhku. Hari ini adalah hari kelima, sejak sadarkan diri.

"kondisi anda mulai membaik, syukurlah. Anda berhasil melewati masa kritis selama empat bulan, kondisi seperti ini jarang terjadi, anda beruntung" ucap dokter.

Namanya Alvin, dia adalah dokter yang selalu memperhatikan perubahan yang terjadi padaku. Aku tidak tau usianya, tapi dari wajahnya dia memiliki usia yang sama denganku. Dia memiliki rambut dan bola mata berwarna coklat.

"saat anda di bawa kesini. Tidak ada seorang pun yang datang bersama anda" ucapnya.

Aku menatap dokter itu dengan heran.

"saya akan memasukkan data anda di sini. Bisa beritahukan nama anda?" tanya Alvin.

Aku semakin heran dan mengernyitkan keningku. "lalu, siapa yang membawaku ke tempat ini?" pikirku.

“Alexa, namaku Alexa” jawabku. Sebenarnya, itu bukan nama panggilanku. Tapi, aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.

"nama orangtua?" Dia kembali bertanya.

Aku benar-benar sendirian. Dataku tidak ada di rumah sakit ini.

"apa aku memiliki orangtua?" jawabku sambil memasang wajah seolah tidak tau apapun.

Alvin menghentikan tangannya yang sedang menulis di atas kertas, lalu menatap padaku.

"aku… tidak ingat apapun selain namaku" ucapku.

"kalau benar tidak ada seorang pun yang datang bersamaku, kenapa aku bisa tiba disini?" tanyaku.

"anda terdampar di sisi pantai. Dan yang membawa anda kemari adalah para nelayan yang bekerja disana" jawab Alvin.

"pantai? Bukankah aku terjatuh dari lantai tiga?" tanyaku.

Alvin menutup buku data itu dan meletakkannya di atas meja.

"tidak. Anda di bawa dengan kondisi yang cukup parah saat tiba disini. Bagaimana anda bisa berpikir kejadian yang lain? Apa anda tidak ingat kejadian terakhir sebelumnya?" tanya Alvin.

"saat itu, aku terjun bebas bersama seseorang dari lantai tiga." ucapku. Aku tidak bohong, kejadian itu lah yang aku ingat terakhir kali.

"lantai tiga?" Dia menatapku dengan heran.

Aku mengangguk.

"baiklah, saya akan melakukan pemeriksaan lagi" ucap Alvin.

Aku hanya terpaku mendengar penjelasan dokter di hadapanku ini.

"aku tidak ingat hal apapun yang berhubungan dengan air. Apa dokter yakin?" tanyaku. Mungki saja orang yang membawaku kemari mengatakan sesuatu yang telah di ubah.

"jika anda terjatuh dari lantai tiga, ada beberapa masalah serius yang akan anda alami, misalnya patah tulang. Tapi, saat anda di bawa kemari, kondisi anda cukup parah dan tidak ada tanda jika anda baru saja terjatuh dari lantai tiga" Alvin menjelaskan dengan wajah yang serius. Dia tidak berbohong.

Aku hanya diam. Aku tidak tau harus berkata apa.

"anda juga mengenakan gaun pengantin" lanjutnya.

"gaun pengantin? Yang benar saja? Tidak mungkin mereka memakaikan aku gaun, lalu menenggelamkan aku, kan? Lalu, siapa yang membawa ke tempat ini? Aku yakin, ada hal yang aku lewatkan" pikiranku terasa seperti sedang di aduk.

"baiklah, dok. Aku mengerti" ucapku sambil mengangguk.

Aku tidak menanyakan apapun lagi dan akan mencari tau jawabannya sendiri.

Saat dokter itu sudah pergi, aku melirik kearah meja, disana tertera kalender digital. Jam itu menunjukkan tanggal dan tahun yang sangat jauh dari yang aku pikirkan.

“Ini, sudah dua tahun sejak kejadian itu. Apa yang terjadi selama ini? kenapa aku tidak ingat kejadian setelah hari itu?” tanyaku sambil memegang kepalaku.

Pikiranku lebih terganggu dengan kalimat "gaun pengantin".

.........

Satu minggu berlalu. Selama itu, aku menjalani berbagai macam pemeriksaan dan yang membuatku sedikit terkejut adalah karena di temukannya masalah pada salah satu bagian di otak ku. Awalnya aku hanya ingin berpura-pura, tapi ternyata aku benar benar mengalaminya, aku mengalami Amnesia.

Selama berada di rumah sakit. Dokter Alvin lah yang mengurus semua kebutuhanku, mulai dari makanan dan biaya rumah sakit. Dia pun selalu meluangkan waktunya untuk mengunjungiku.

Setelah dua minggu berlalu, aku di perbolehkan untuk keluar dari rumah sakit karena kondisiku sudah benar-benar sehat. Awalnya aku berpikir untuk menemui seseorang jika keluar dari tempat ini. Tapi Alvin mengajakku kerumahnya, hanya sementara, sampai aku bisa memulihkan ingatanku.

Aku tidak berpikir untuk menolak dan menerima bantuannya. Aku juga tau, Alvin adalah laki-laki yang baik, bukan hanya dari percakapan para perawat, tapi aku bisa mengenal seseorang dengan mudah. Justru aku sendiri lah yang harus di waspadai.

.........

Aku tiba di kediaman Alvin pukul pukul 8 malam. Tiga puluh menit perjalanan dari rumah sakit. Alvin sendiri yang membawa mobil dan mengajakku bersamanya.

"ini kamar adik perempuan saya, anda bisa menggunakannya sementara" Kata Alvin, saat dia membuka pintu kamar.

Kami berada di lantai dua di depan sebuah ruangan.

"tidak perlu bicara sopan padaku. Anggap saja aku temanmu yang sedang menginap" ungkapku.

Alvin mengangguk dan tersenyum "akan ku coba"

Aku pun melangkahkan kaki dan masuk ke dalam kamar, melihat sekitarnya. Kamar ini cukup luas untuk di gunakan sendiri, karena mungkin tidak terlalu banyak barang di dalamnya, hanya ada lemari dan kasur.

"ada beberapa pakaian yang bisa kamu gunakan, mungkin pakaiannya akan cukup padamu. Kalau tidak, aku bisa membelikan beberapa pakaian untukmu" ujar Alvin, sambil menunjukkan lemari pakaian.

"tidak perlu, aku tidak menggunakan banyak pakaian" jawabku.

Aku mengambil langkah dan berjalan ke arah jendela. Saat memandang keluar, tidak ada apapun di sana, hanya beberapa tanaman bunga dan lampu yang menyinarinya.

"aku akan ke bawah untuk menyiapkan makan malam, aku akan memanggil mu nanti" ucap Alvin.

"perlu ku bantu?" tanyaku menawarkan diri.

"tidak usah. Kamu istirahat saja disini" jawabnya.

"apa kau tinggal sendirian?" tanyaku.

"iya. Tapi, selalu ada orang yang datang ke rumahku untuk membersihkannya. Dia datang setiap hari. Seperti pekerja, tapi tidak menetap" jawabnya.

"ohh. Aku tau, aku pernah mendengar hal seperti itu" ucapku.

"aku akan memanggilmu saat makanannya sudah siap" ucapnya.

Aku mengangguk.

Dia pun pergi keluar ruangan ini menuju lantai bawah. Sementara aku, memikirkan hal lain yang selalu menggangguku.

Waktu terasa sangat singkat jika memikirkan hal yang rumit dan tidak terasa hari sudah semakin malam.

Aku menyantap makanan yang di buat olehnya, tepat setelah satu jam berlalu. Makanannya terbilang lezat, walaupun bentuknya tidak karuan.

"sepertinya, kau ahli dalam segala bidang. Seorang dokter dan jago memasak" ucapku di tengah makan malam.

"kamu terlalu memujiku" jawabnya.

"aku tidak bohong. Makanan mu enak" ungkapku.

"trimakasih, aku senang kamu menyukainya"

Suara sendok dan garpu di atas piring menjadi pembicaraan selanjutnya, karena percakapan masih terasa canggung di antara aku dan dia.

Setelah selesai makan malam, Alvin mendapat panggilan dari rumah sakit. Entah apa yang di bicarakan orang di ujung ponselnya itu, tapi di lihay dari ekspresi wajah Alvin, sepertinya bukan masalah kecil.

"aku akan pergi ke rumah sakit, ada hal mendesak yang harus aku lakukan. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu bisa menghubungiku. Tapi aku harap tidak ada masalah apapun" ucap Alvin setelah menutup panggilan dari ponselnya.

Aku mengangguk "aku tidak berniat melakukan apapun. Semoga pekerjaanmu selesai tanpa masalah"

Setelah itu, dia bergegas pergi ke kamarnya untuk bersiap dan mengambil beberapa barang. Dia terlihat sangat terburu-buru. Kepergiannya seolah memberiku kesempatan untuk melakukan hal lain.

Setelah lebih dari 30 menit Alvin meninggalkan rumah, aku pun berjalan mengitari tempat ini untuk memperhatikan semuanya. Aku harus melihat secara teliti sudut-sudut rumah, karena siapa tau dia meletakkan kamera pengawas di sekitarnya.

Setelah memperhatikan semuanya, aku menemukan tiga kamera pengawas yang tersembunyi di ruang tengah, ruang makan dan halaman rumah.

Setelah mengetahui seluk beluk rumah, aku pun segera memasuki kamar milik Alvin, memeriksa beberapa lemari. Sebelumnya, aku menggunakan sarung tangan untuk menutup sidik jariku, karena tidak ingin meninggalkan satu kesalahan apapun. Bahkan pada barang yang aku sentuh, aku akan mengingatnya dan membersihkannya.

Beberapa lemari hanya di isi pakaian ataupun kertas-kertas yang ku pikir "sangat penting" untuknya, tidak untukku. Aku pun mengabaikan benda itu, dan terus menyusuri seisi lemari. Akhirnya aku menemukan apa yang ingin ku cari.

Lemari itu adalah lemari besi, dengan pengamanan yang biasa. Mungkin bagi orang yang tidak tau, benda ini adalah hal yang paling sulit untuk di buka. Namun, bagi mereka yang profesional, benda ini adalah sesuatu yang biasa. Tapi, semakin berkembangnya teknologi, benda ini pun ikut berkembang dan saat ini aku sedang berhadapan dengan benda canggih itu.

Lemari besi ini di lengkapi password pengaman, dan jika salah memasukkan password, maka pemiliknya akan segera mengetahui hal itu. Karena benda ini terhubung sistem komunikasi.

Sama seperti ponsel, benda ini menggunakan simcard. Dan aku harus mengetahui dimana letaknya simcard itu berada dan juga harus memasukkan password yang benar. Tapi, hal itu lumayan sulit untukku. Bukan karena tidak biasa, tetapi karena aku lupa caranya dan melupakan beberapa hal penting lainnya.

Setelah beberapa lama bermain dengan lemari besi itu, akhirnya aku menyerah. Aku pergi ke lemari yang lain dan akhirnya menemukan lemari besi yang lebih mudah. Lemari ini tidak sulit untuk di buka, keamanannya hanya menggunakan kode putar.

Aku mengambil stetoskop dan mulai membukanya. Aku memfokuskan pikiranku pada bunyi di dalamnya. Tidak boleh terdengar suara apapun, bahkan detak jantungku. Dan ketika terdengar bunyi "tik", lemari pun terbuka.

Aku lega dan tersenyum. Bukan karena berhasil membukanya, tapi karena isi di dalamnya. Ada sejumlah uang dan beberapa surat penting. Dan yang paling membuatku senang adalah pistol ringan yang ada di dalamnya, untungnya benda itu masih berfungsi.

Aku membereskan semua yang terlihat mencurigakan. Bahkan, mungkin jejak kakiku sendiri. Aku juga menghapus jejak rekaman kamera pengawas dengan komputer milik Alvin yang berada di kamarnya. Walaupun sebenarnya, kamera itu terhubung pada ponselnya.

Setelah semuanya terlihat sempurna, aku segera keluar rumah dengan tidak melewati halaman utama. Aku pergi keluar dengan berjalan kaki, menggunakan sepatu yang kebesaran milik Alvin, celana panjang dan kaos, serta topi hitam di kepalaku. Tidak lupa uang dan pistol yang berada di saku celana.

Aku melewati beberapa tempat dan mengunjungi mall terdekat.

Jika orang lain melihatku melakukan hal ini, mungkin mereka akan mengatakan bahwa aku adalah "manusia tidak tau diri". Tapi, mereka tidak tau siapa aku dan aku tidak peduli.

Hal pertama yang aku pikirkan saat memasuki mall adalah mengunjungi toko sepatu. Lalu, berjalan ke toko baju. Setelah itu, aku ke supermarket yang berada di dalamnya, membeli beberapa peralatan yang aku butuhkan.

Setelah semua sudah ku beli, aku mencari toilet. Aku mengeluarkan bahan-bahan yang dibeli. Pertama adalah gunting, untuk memotong rambutku. Lalu, pewarna rambut, untuk mengubah warna rambutku, dan lensa kontak berwarna hitam.

Rambut asliku berwarna kuning keemasan dan bola mataku berwarna hijau. Beberapa orang akan mengenalku jika aku masih menggunakan penampilan yang lama. Aku mengganti pakaianku, juga menggunakan sepatu yang pas, di tambah jaket dan masih menggunakan topi yang sama.

Aku bercermin untuk memastikan penampilan ku sudah sempurna, tidak tampak seperti diriku yang sebelumnya. Aku pun membuang barang yang sudah tidak kubutuhkan lagi ke tempat sampah. Dan berjalan keluar mall, untuk melakukan tindakan selanjutnya.

DUAARRRR!!!! bunyi ledakan yang memekakkan telinga terdengar dari arah belakang, saat itu aku sudah berada di luar mall. Semua pengunjung berteriak, aku menoleh. Setengah gedung yang berada di lantai dua tampak hancur.

Kejadian tiba-tiba yang tidak terduga itu, membuatku berpikir sejenak.

Tidak lama setelah kejadian, para petugas pun mulai berdatangan. Dari polisi, pemadam kebakaran dan juga petugas rumah sakit. Mereka berlari ke arah gedung, berteriak menyuruh orang agar tidak mendekat. Aku pun salah satu yang di tarik agar menjauh. Garis polisi di pasangkan.

"telah terjadi pengeboman di area x, di duga merupakan pelaku dari seorang ter0r!s" para wartawan pun mulai berdatangan.

Aku melihat sekitar, beberapa orang berdatangan, mereka bukan salah satu anggota polisi atau yang lainnya. Hanya dugaanku saja, kalau mereka adalah orang-orang yang bekerja di salah satu agensi tertutup, yang bergelut pada kasus yang tidak biasa. Itu artinya, kasus ini sangat berbahaya.

Aku melewati beberapa penjaga yang bertugas menahan pengunjung untuk masuk. Aku berhasil masuk dengan mencari celah di antara para penjaga. Saat aku tiba di dalam, terlihat banyak orang yang terluka dan beberapa orang yang tidak tertolong. Aku yakin, ini bukan hanya kecelakaan biasa, tapi sesuatu yang sudah di rencanakan. Di lihat dari kehadiran beberapa orang yang sedang aku ikuti saat ini. Mereka adalah anggota agensi tertutup.

"seharusnya kita tidak disini! mereka pasti sudah pergi jauh" ucap salah seorang pria di antara mereka.

"ini perbuatan GRAFEDI, tapi aku tidak tau, kejadian ini di lakukan hanya untuk peringatan atau pengalihan" ucap seorang wanita.

Sepertinya, mereka adalah rekan satu kerja.

Mendengar kalimat GRAFEDI, membuatku terdiam, karena nama itu tidak asing di telingaku. Mereka adalah sebuah komunitas gelap, berisikan orang-orang gila yang haus akan kekayaan.

Pemimpin kelompok itu adalah seorang yang jauh lebih gila, dan sulit untuk mengetahuinya. Walaupun mereka mengetahuinya, akan tetap sulit untuk menangkapnya.

"jangan sentuh!" teriakku. Aku tidak sadar saat mengatakannya.

Aku melihat salah satu dari mereka hendak mengangkat sebuah batu. Di bawah batu itu terdapat sesuatu yang janggal.

Karena mendengar ucapanku, mereka pun menoleh kearah ku.

"sepertinya kau bukan anggota kami, pakaian yang kau kenakan juga bukan seperti petugas" ucap pria 1.

"di bawah itu adalah peledak yang kedua" ucapku. Walaupun aku tau, bukan itu jawaban yang di inginkannya.

"apa?" mereka terlihat kaget.

"bagaimana kau bisa tau?" tanya pria 2.

Mudah saja, karena aku selalu mempelajarinya. Jika ingin menghancurkan suatu barang tanpa bisa di perbaiki, lakukanlah lebih dari sekali. Maka, barang itu akan hancur hingga tidak terlihat bentuk aslinya.

Aku berjalan mendekati batu itu, lalu mengeluarkan benda hitam di bawahnya dengan perlahan.

"ap apa yang kau lakukan? Berbahaya!" teriak wanita yang bersama mereka.

Aku tidak menghiraukannya. Setelah berhasil mengeluarkan benda itu, aku pun langsung mematikannya.

"benda ini sudah mati" ucapku.

Setelah mematikan benda itu, aku pun memberikan benda itu pada wanita di hadapanku.

"kalian bisa memeriksa jenis benda ini" ucapku.

Mereka melihatku dengan tatapan heran sekaligus curiga.

"siapa kau sebenarnya?" tanya pria 1.

"kau tidak perlu tau. Tapi, apa yang sebenarnya kalian lakukan? Apa kalian tidak sadar, kalau kejadian ini adalah umpan?" tanyaku

"umpan?" si wanita mengernyitkan keningnya.

Aku mengangguk "ya, mereka melakukan hal ini karena mereka sudah menerkanya dan merencanakannya di awal. Kalian akan datang ke tempat ini tanpa perhitungan, masuk ke dalam dan memeriksanya. Dan ketika fokus kalian teralihkan oleh kejadian ini, BOOM! Kalian menjadi korban berikutnya"

Tatapan mereka semakin curiga padaku setelah aku menjelaskannya. Sebelum pertanyaan keluar dari mulut salah seorang dari mereka, aku melangkah menjauh, karena tidak ingin masuk dalam kejadian itu. Tapi, si wanita menarik lenganku.

"berterimakasih lah karena aku menyelamatkan nyawamu!" aku berbicara sebelum dia bertanya.

Dia melepaskan lenganku dan tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

Aku pun berjalan menjauh, keluar dari dalam reruntuhan.

...***...

EPISODE 2 (ALEXA)

"arrrgghhh!!! Sial!!! Baj*ng*n mana yang membawa motorku! Dia tidak tau, betapa sulitnya aku mendapatkan motor itu" Brian terus-terusan menggerutu sejak motornya_yang di parkir di sisi jalan hilang.

"kau tidak ikut?" Clare mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil.

Clare duduk di depan_sebelah pengemudi. Dia melihat Brian yang tidak berhenti mengumpat, padahal mereka harus segera pergi untuk melaporkan kejadian.

"kunci motornya ada??" tanya Clare.

"ada" Brian menunjukkan kunci motor di tangannya.

"orang itu. Padahal tempat ini ramai, bagimana dia bisa mencuri motormu?" ucap Clare heran.

"dia pasti sudah gila" ucap Brian.

"madam menyuruh kita ke markas secepatnya. Kalau kau tidak naik..." Kay yang berada di kursi kemudi ikut berbicara. Tapi, belum selesai kalimat di lontarkan, Brian langsung masuk ke dalam mobil.

"akan ku cari lain kali" ucap Brian.

Kay menyalakan mesin, mobilpun mulai bergerak maju, memasuki jalan dan mengikuti arusnya.

"kalau aku bertemu dengannya, akanku hancurkan tulangnya sampai remuk" Brian menggerutu di tengah perjalanan, sambil mengepalkan jari-jari tangannya.

Karena sudah terbiasa dengan sikap Brian, keduanya temannya itu bersikap acuh.

"apa ada sesuatu di markas?" Tanya Clare, mencoba mencari topik untuk menghindari gerutu Brian.

"aku tidak tau. Tapi, sepertinya 'orang itu' akan kembali" jawab Kay.

"orang itu?" Clare bertanya heran.

"anggota lama kita yang pergi beberapa waktu lalu" Kay menjawab dan pandangannya tetap fokus pada jalan.

"benarkah? Bukankah itu bagus? Saat ini kita kekurangan orang" Clare juga melihat ke depan, memperhatikan jalan.

Jalanan malam itu lumayan lancar. Sehingga memudahkan perjalanan mereka dan mencapai tujuan dengan cepat.

"ada apa dengannya? Pergi tanpa permisi, datang pun tiba-tiba" tanya Brian.

"entahlah, kita akan segera mengetahunya nanti" jawab Kay.

Setelah melewati beberapa tempat dan berbelok arah, akhirnya mereka tiba di tempat yang di tuju. Tempat itu sangat tertutup, bahkan orang luar pun tidak tau jika tempat itu ada.

Dari luar, tempat itu terlihat seperti rumah besar yang biasanya di huni oleh orang-orang kaya dengan beberapa orang penjaga gerbang. Tapi, sebenarnya rumah besar itu hanyalah pondasi. Tidak ada apapun di dalamnya. Namun, ketika sudah melewati gerbang, lalu berjalan lebih masuk ke dalam, barulah terdapat susana yang lain.

Tempat itu di penuhi bangunan lantai satu yang jumlahnya lumayan banyak. Disanalah orang-orang terlatih berkumpul.

"sepertinya Madam belum tiba, aku tidak melihat mobilnya di sekitar sini" cetus Brian, ketika mereka sudah berada di tempat parkir.

"orang itu sudah di dalam, kita temui saja dia dulu. Sepertinya Madam akan tiba sebentar lagi" jawab Kay.

Mereka pun bergegas masuk. Melalui pintu dengan dua penjagaan dan sensor identitas kartu. Setelah pintu terbuka, mereka berjalan melewati beberapa ruangan lalu tiba di depan pintu sebuah lift, menekan tombol, dan menunggu.

Tidakk lama pintu lift terbuka, mereka masuk ke dalamnya. Lift itu bergerak ke bawah. Jika di lihat dari luar, orang akan mengira tempat ini hanya satu lantai. Tapi, berbeda dengan apa yang ada di dalam. Tempat itu telah di desain dengan menggunakan ruang bawah tanah.

Pintu lift terbuka, mereka pun keluar. Berjalan melewati beberapa ruangan. Ada banyak ruangan di lantai itu, setiap lantai terdiri dari enam sampai tujuh ruangan, dan setiap gedung memiliki lima sampai enam lantai ke bawah.

Tempat itu adalah markas besar sebuah agensi tertutup. Tempat rahasia semua orang dan pekerjaan masing-masing. Dan beberapa orang bekerja berkelompok atas perintah pemimpin mereka. Memecahkan kasus dan berbagai jenis pekerjaan yang tidak biasa.

Setibanya mereka di sebuah ruangan, terlihat seseorang yang dulu pernah bersama mereka. Dan terjadilah percakapan yang serius.

"Sejak kau pergi, kelompok kita sangat kesulitan. Emma dan Arnold juga ikut menghilang" ucap Kay

Mereka sudah duduk di sofa yang tersedia, sambil menikmati makanan dan minuman di atas meja.

"apa yang kau lakukan selama ini? Bahkan tanpa berita apapun" tanya Brian

"benar. Berkali-kali kami bertanya pada madam, tapi beliau tidak menjawabnya dengan benar" Clare menimpali.

"kelompok lain memiliki lima sampai enam orang. Hanya kelompok kita saja yang berjumlah tiga orang" lanjut Brian sambil memakan camilan.

"aku minta maaf. Tapi saat ini, aku belum bisa mengatakan alasan yang sebenarnya. Bagaimana keadaan kalian selama ini?" tanya pria itu. Pria itu bernama Zain.

"tidak ada hal yang baru, kami masih belum menemukan apapun. Mungkin kelompok lain juga dalam keadaan sulit. Malam ini saja, kita kehilangan lima anggota akibat ledakan itu. Kami juga gagal menangkap pelakunya" Kay menjelaskan dengan wajah serius.

"apa keadaanya lebih buruk dari sebelumnya?" tanya Zain.

"benar. Mereka lebih pintar dari dugaan, kami saja hampir celaka hari ini. Tapi, untungnya ada seseorang yang membantu" jawab Clare.

"seseorang?" Zain memasang wajah penasaran.

"Dia seorang wanita. Sepertinya dia bukan orang biasa" jelas Clare.

"mungkin dia salah satu petugas" Zain mencoba menebak.

"aku tidak yakin. Dia tidak terlihat seperti itu. Tingkah lakunya mencurigakan" ungkap Kay.

"dan motorku hilang disana" sambung Brian

Mereka pun terdiam akibat ucapan Brian.

"apa kalian tidak tau rasanya kehilangan sesuatu yang kalian cintai?" Brian memasang wajah sedih dan mulai meneguk minuman soda kaleng di genggamannya.

Mereka semua diam, tapi...

"aku tau. Karena itu aku kembali kesini. Sesuatu yang hilang, ada hubungannya dengan 'mereka'." jelas Zain.

"maksudmu, motorku di curi 'mereka'? " Brian melotot menatap Zain.

"bukankah setiap masalah memang berhubungan dengan mereka, makaudku GRAFEDI?" tanya Clare.

Saat pembicaraan sedang berlangsung, seseorang datang keruangan itu. Seorang pria dengan wajah santainya.

"madam mencari kalian. Beliau berada di arena duel" ucap orang yang baru datang.

"ada apa Madam mencari kami?" Brian bergerak meluruskan badannya.

"ini perintah. Kita harus kesana. Aku yakin ada hal penting" tegas Claire.

Mereka menyetujui kalimat Clare dan bergegas menuju tempat yang di sebutkan oleh orang tadi.

"apa yang terjadi pada Emma dan Arnold?" Zain bertanya di tengah perjalanan.

"aku tidak tau dimana Arnold berada. Tapi Emma, dia menghilang saat kami melakukan inspeksi di China, delapan bulan yang lalu." jawab Kay

"kalian sudah mencarinya?" tanya Zain.

"sudah. Tapi, kami tidak mendapat petunjuk apapun, dia menghilang tiba-tiba, tidak ada tanda, catatan, atau apapun. Saat kami memeriksa tempat dia menghilang, semuanya bersih. Seperti tidak ada apapun yang terjadi. Bahkan barang-barangnya juga tidak ada" Clare menjelaskan.

"kejadian Emma, adalah kejadian yang mengerikan selama aku bekerja disini. Biasanya, anggota akan mati dalam tugas, atau memang menghilang, tapi meninggalkan jejak, walaupun sedikit" Brain berbicara sambil mengusap kedua lengannya, dia sedikit merasa ketakutan.

Zain terdiam. Dia larut dalam pikirannya setelah mendapat pernyataan itu. Dan tidak terasa, mereka sudah tiba di arena duel. Disana tidak terlalu ramai dan tidak ada latihan ataupun pertandingan. Tapi, ada seseorang yang belum pernah mereka lihat, dia berada di sebelah Madam Greeta.

"mereka adalah orang yang akan bekerja sama denganmu" Greeta bicara saat Kay dan yang lain telah berada di hadapannya.

Kay dan yang lainnya terperanjat saat melihat wanita di sebelah Greeta, dia adalah..

"senang bertemu dengan kalian lagi" ucap Alexa.

"bagaimana kau bisa... " Clare hendak bicara.

"aku Alexa" Alexa mengulurkan tangannya dan menjabat tangan mereka satu per satu.

"ternyata kalian sudah pernah bertemu ya?" tanya Greeta.

"kebetulan saat mereka bertugas, aku berada di sana. Dan aku sedikit membantu" Jelas Alexa.

"oh, aku paham, kalau begitu kalian tidak boleh ragu untuk menerimanya" ungkap Greeta.

"menerimanya?" tanya Brian.

"Alexa akan menjadi anggota baru kalian" jawab Greeta

Mereka terdiam dan mulai sibuk dengan pikiran masing-masing. Alexa adalah wanita yang terlihat mencurigakan, tapi jika itu adalah perintah dari Greeta, mereka tidak bisa menolaknya. Karena, Greeta tidak akan salah dalam memilih orang.

"sudah lama tidak bertemu, Zain. Bagaimana kabar mu?" tanya Greeta pada Zain.

"aku baik. Bagaimana dengan anda?" Zain balik bertanya.

"seperti yang kamu lihat. Akhir-akhir ini banyak hal yang terjadi, sehingga membuat ku sulit untuk bernafas. Tapi, saat melihat mu kembali, perasaanku jadi sedikit membaik. Aku percaya padamu, kamu pasti bisa melakukannya seperti dulu" jawab Greeta.

Zain tidak menunjukkan ekspresi apapun "tidak, aku bahkan tidak melakukan apapun" ucapnya.

Arena itu sangat luas, dan tidak ada satu ruangan pun di dalamnya. Tak berapa lama suasana di sana menjadi jauh lebih berisik dari pada saat mereka tiba pertama kali. Beberapa orang mulai berdatangan, mereka berkumpul saling bicara dan berbagi informasi. Diantaranya ada yang bertarung, melatih kemampuan fisik dan ketangkasan.

"kau memang ahlinya menyembunyikan sesuatu" Greeta bicara pada Zain.

Setelah itu, Greeta pun berjalan menjauh meninggalkan mereka. Dia berbicara pada orang lain yang sedang mengikutinya, orang itu menunjukkan beberapa kertas pada Greeta.

...***...

"bagaimana rencana kita mengenai hal itu?" tanya Brian, memulai pembicaraan.

Kelima orang itu telah berada di dalam sebuah ruangan dengan luasnya 30 m². Alexa dan Clare duduk di atas sofa berhadapan. Brian berada di depan pintu, Zain berada di mesin pembuat kopi, dan Kay melihat ke arah jendela. Mereka berada di lantai paling atas. Lantai di atas tanah.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Brian, mereka sedang berada di dalam pikirannya masing-masing.

"bukankah ada halnyang ingin kau cari dengan 'mereka' ?. Mungkin kau punya rencana yang bagus" Brian kembali bicara dan bertanya pada Zain.

Tapi, Zain tidak berkata apapun.

Alexa berdiri dan berjalan ke arah pintu, tempat dimana Brian berdiri. Alexa melewati Brian

"kau terlalu bersemangat" ucap Alexa pada Brian sebelum melangkah semakin jauh.

Setelah Alexa sudah tidak terlihat, Brian segera menutup pintu dan duduk di sofa.

"wanita itu sangat mencurigakan" ungkap Brian.

"apa tidak masalah jika kita bekerjasama dengannya?" Clare yang sejak tadi diam, ikut berbicara.

"kita tidak punya pilihan" jawab Zain sambil menikmati kopi yang baru di buatnya.

"benar. Madam tidak mungkin membuat kita berada dalam masalah. Tapi, aku merasa ada yang tidak wajar dengannya" Clare bersandar di sofa dan memejamkan matanya.

"sepertinya dia mengetahui sesuatu" sambung Brian.

"kita pikirkan ini besok. Sebaiknya kau beristirahat Clare" Kay berjalan ke sofa dan duduk di samping Clare.

Kay melihat wajah lelah pada Clare dan Clare pun tidak bisa menyembunyikan rasa lelahnya.

"kau benar. Baiklah, aku akan ke kamar ku. Kita bicarakan lagi besok. Kalian juga, istirahatlah" ucap Clare.

Clare pun beranjak dan keluar dari ruangan itu, hanya tersisa tiga orang di sana, mereka semua adalah laki-laki.

"kenapa harus perempuan? Tugas kita akan jadi lebih berat. Aku tidak yakin dengan kemampuannya, maksudku Alexa. Sepertinya, kita harus menjaganya seperti menjaga Emma" cetus Brian.

"sesuatu yang kita hadapi saat ini bukan hal biasa. Aku percaya pada Clare saat melihat kemampuannya selama ini. Tapi, aku tidak ingin kejadian pada Emma terjadi pada wanita baru itu" Kay berkata dengan serius.

"Emma hanya bekerja di depan layar, mengamati pergerakan dan menentukan posisi aman. Aku tidak menyangka mereka akan lebih dulu menyerang yang lemah. Tapi, sepertinya wanita itu lebih hebat dari kelihatannya" Zain menimpali.

"hebat? Kita bahkan belum mengetahui kemampuannya" ungkap Brian.

"bukan masalah kemampuannya. Tapi, sesuatu yang kita hadapi saat ini. Mereka adalah orang-orang yang akan berubah menjadi binatang saat melihat seorang wanita" Kay menjelaskan.

"apa Clare bukan wanita?" Brian menatap sinis pada Kay.

"dia berbeda" jawan Kay.

Brian mengangguk seolah menyetujui kalimat Kay.

Zain berjalan ke arah pintu dan keluar dari ruangan. Kay hanya memperhatikan, begitu pun dengan Brian. Mereka punya satu pikiran yang sama "cukup untuk hari ini". Dan beristirahat.

Waktu menunjukkan pukul satu dini hari, saat mereka baru saja beranjak untuk tidur. Namun, tidak semua memiliki waktu bersantai, ada yang masih bekerja merencanakan sesuatu. Ada yang masih larut dalam pikiran yang dalam, dan ada juga yang masih berlatih untuk mengembangkan kemampuan.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!