NovelToon NovelToon

Suamiku Seorang Raja

Dijodohkan dengan Pria Tua

"Jangan jodohkan aku, bu ...." Dalam derai air mata, gadis bertubuh mungil menggumam sambil meringkuk di belakang rumahnya. Derasnya air hujan membasahi sepanjang rambut hingga ke punggungnya.

Dia menggigil kedinginan, namun tak seorang pun ada yang berniat menolongnya. Gadis itu juga tidak berniat masuk ke dalam rumah untuk sekedar menghangatkan diri.

"Eliana!" Sebuah panggilan dari pintu belakang rumah membuatnya mendongak. Dengan tubuh menggigil dan basah kuyup, dia pun menghampiri sumber suara.

"I-iya, Bu!"

"Sudah kubilang panggil aku Nyonya!" bentak wanita itu.

"I-iya, Nyonya!"

Gadis itu menunduk di depan ibu tirinya.

"Nih!"

Blug

Ibu tiri Eliana melempar sebuah kantong kumal padanya.

"Pilihanmu hanya ada dua! Mau menikah untuk menutupi hutang ayahmu, atau pergi dari rumah ini!"

Eliana berusaha mengusap air matanya. "Ayah, kenapa kamu pergi lebih dulu meninggalkanku seperti ini?" gumam Eliana dalam hati.

"Jawab! Apa kau tidak bisa mendengar?" teriakan dari ibu tiri Eliana mengalahkan suara derasnya hujan.

Eliana basah kuyup memeluk tas kumalnya. Tak ada itikad baik dari ibu tirinya untuk mengajak gadis itu masuk dan berbicara baik-baik.

"Ya sudah! Kuanggap kau memilih pergi dari rumah ini!"

Kriiiet

Suara pintu yang hendak ditutup.

"Tunggu, Bu! Maksudku, Nyonya! Tunggu! Jangan tutup pintunya! Kumohon!" Eliana berteriak sambil memeluk gagang pintu.

Brak

Pintu kembali dibuka dengan kasar. "Jangan kau kotori lagi rumah ini dengan tubuhmu yang lusuh itu!" sentak ibu tiri Eliana. "Jauhkan dirimu! Mundur!" hardik wanita bengis itu sekali lagi.

"Ibu kumohon, jangan usir aku!" Eliana merayap dengan cepat untuk memeluk kaki ibunya.

"Iish!" Wanita paruh baya itu mendorong tubuh Eliana. "Aku bukan ibumu! Gadis kotor!"

"Aku ... aku ... aku rela mencuci bajumu setiap hari, aku akan membersihkan seluruh ruangan di rumah ini, aku ... aku mau tidur di gudang dan rela memakan makanan sisa, Bu. Asal jangan usir aku ... kumohon ... hu ... hu ... hu ...." Isak tangis dari Eliana tak membuat wanita bergaun hijau tua itu menjadi iba.

"Apa dengan kau mencuci bajuku, membersihkan rumah ini, kau akan memberiku banyak uang?" tanya sang ibu tiri dengan pongah. "Apa dengan kau tidur di gudang, semua hutang-hutang ayahmu serta merta akan menjadi lunas? Hah!" hardik wanita itu lebih lanjut.

"Menikahlah dengan laki-laki tua itu! Baru aku akan menganggapmu sebagai anakku!" Ibu tiri Eliana berjalan menjauh membelakanginya, meninggalkan Eliana yang menggunakan baju basah nan lusuhnya.

Eliana menangis sambil meringkuk di atas lantai. Apa tak ada lagi pilihan yang lebih untuknya?

Jlegeeer!

Petir menyambar, cahaya kilat menembus celah-celah dinding kayu dalam rumah itu.

Semenjak kematian ibunya dan sang ayah menikah lagi dengan seorang wanita yang kini menjadi ibu tirinya, seakan tak ada lagi pelangi dalam hari-hari Eliana.

Hanya tangis dan air mata. Hanya hitamnya mendung dan gelegar petir yang mengisi kehidupannya.

"Ibu, ayah, aku merindukan kalian ...," ujar Eliana lirih di sela isak tangisnya.

Tuk tuk tuk

Suara sepatu mendekat pada gadis itu. Ibu tiri Eliana kembali datang dengan wajah angkuhnya.

"Eli! Berdirilah! Malam ini, orang suruhan dari calon suamimu akan menjemputmu! Aku harap kau segera bersiap! Tidak ada penolakan!" Sang ibu tiri kembali meninggalkan Eliana setela memberi kabar tersebut.

"Bagaimana ini? Aku tidak mau menikah," keluh Eliana sambil menangis.

"Kenapa harus aku ayah? Kenapa aku yang harus menanggung beban hutangmu?"

Raja Raisilian VII

"Apa maksudnya? Menyodorkan seorang gadis untuk membayar hutang-hutangnya?" Seorang pria membuang selembar kertas berisi surat wasiat.

"Maaf yang mulia Raja ... tapi orang ini memang tidak memiliki apapun untuk bisa kita sita agar menutupi hutang-hutangnya," ujar seorang pria tua yang menjadi penasihat.

"Hmmm ...!" Sang Raja manggut-manggut mendengar jawaban dari penasehatnya. "Lalu? Aku harus apakan gadis pemberiannya? Aku tidak ingin menikah!"

Sang penasihat terdiam sebelum ia melanjutkan bicara. "Hmmm maafkan hamba yang mulia Raja Gerald ... bukankah bayi ini membutuhkan seorang ibu untuk mengasuhnya? Anda bisa menjadikan wanita itu sebagai ibu asuhnya," saran sang penasihat itu didengar oleh Raja. Dia menunjuk seorang bayi yang tertidur dalam box bayi di salah satu sudut ruang kerja sang Raja.

"Aku mengerti nasihatmu! Kalau begitu, coba aku lihat data diri dari gadis yang ditawarkan oleh pria itu!" pinta sang Raja.

Sang penasihat lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dan beberapa lembar potret dari tiga orang gadis yang berbeda-beda.

"Pria itu mempunyai tiga orang anak perempuan. Dua orang merupakan anak tirinya dan seorang lagi merupakan anak kandungnya," ujar sang penasihat.

"Hmm, wajah-wajah orang miskin!" komentar dari sang Raja saat melihat beberapa potret gadis itu.

"Bisakah kau pilihkan saja untukku? Memilih satu di antara mereka bertiga sama saja dengan memintaku memilih antara minum air buangan atau air kotoran! Tidak ada yang bagus sama sekali!" keluh sang Raja sambul meletakkan kembali potret-potret gadis itu.

"Hamba akan memberikan gambaran mengenai sifat dari ketiga gadis ini agar yang mulia memiliki bahan pertimbangan," jawab sang penasihat.

"Sebutkan!" titah sang Raja tanpa menatap pria tua itu.

"Anak pertama, bernama Roseane Liliam Louis. Dia adalah seorang anak tiri, sifatnya periang, dia suka bermain dengan anak-anak. Namun dia boros, tidak memiliki sifat keibuan, saat bermain dengan anak kecil kebanyakan anak itu selalu pulang dengan menangis."

Raja Gerald membuang mukanya sambil berdecih. "Mana mungkin dia bisa menjaga bayi ini!"

"Saya lanjutkan pada anak yang kedua, Yang Mulia!"

"Silakan!"

"Anak kedua bernama Viviane Liliam Louis. Dia pendiam, jarang keluar rumah, tidak suka bergerak, semua kebutuhannya harus dilayani ole-"

"Sudah! Sudah! Anak kedua ini juga tidak cocok!" protes Raja Gerald. "Apa semua anaknya tidak ada yang benar? Pantas dia menjadi pria miskin! Dia terlalu memanjakan anaknya!" omel sang Raja.

"Maaf yang mulia, tapi masih ada satu lagi anak gadis dari pria itu."

"Ya sudah! Lanjutkan!" perintah Raja agak malas. Dia sudah tidak antusias lagi.

"Yang ketiga bernama Eliana Abigail Louis. Dia merupakan anak kandung pria itu. Dia sering diminta membersihkan rumah dan rela diberi makan dengan makanan sisa demi bisa bertahan hidup dan tidak diusir dari rumah orang tuanya." Sang penasihat mengakhiri penjelasannya.

Raja Gerald merenung saat hendak membuat keputusan.

"Kalau menurutmu yang mana yang lebih baik?" tanya Gerald pada penasihatnya.

"Hamba memilih anak yang ketiga, Raja. Karena Eliana ini menurut rumor yang beredar, dia cukup dewasa dan paling bisa mengendalikan emosi di depan banyak orang. Tapi ... semuanya kembali pada Raja," jawab sang penasihat.

"Coba aku lihat potretnya sekali lagi!"

Sang penasihat pun menyerahkan secarik foto seorang gadis lagi.

"Ah, gadis ini benar-benar bukan tipeku!" gerutu Rendra. "Tapi tak apa, jika hanya untuk mengasuh dan menyusui seorang bayi, tampang tidak jadi masalah! Kalau begitu jemput dia sekarang! Aku mau malam ini dia sudah ada di istana!" titah sang Raja.

Malam Penjemputan

Jleger!

Suara petir seakan membentur seluruh penjuru langit. Gelap malam yang dihiasi rintik hujan melengkapi suasana hati Eliana yang sedang pilu saat itu.

Gelap nan dingin, begitu yang ia rasakan. Ia masih mondar-mandir dalam gudang, bahkan sama sekali ia belum mengganti pakaianya. Padahal ibu tirinya sudah meminta Eliana untuk berdandan karena calon suaminya akan menjemputnya hari ini.

Trok trok trok

Suara pintu kayu dari rumah itu diketuk. Eliana mendengar suara itu namun ia tak berniat untuk keluar sama sekali. Semakin memeluk erat dirinya sendiri, gadis itu berharap jika tamu yang datang bukanlah laki-laki tua yang ingin menjemputnya.

"Eliana ..., Eliana ...," Suara panggilan dari Adriana -ibu tiri Eliana, terdengar mendayu-dayu dan lebih lembut dari biasanya.

Eliana bergetar mendengar suara ibu tirinya yang dibuat-buat seperti itu. Persis seperti suara Adriana saat berada di depan mendiang ayahnya, dulu.

"Eliana ...,"

Ceklek

Adriana memanggil Eliana seraya membuka pintu gudang. Matanya melotot garang melihat penampilan Eliana yang masih berantakan.

Perlahan wanita itu pun menutup pintu. "Kenapa kau masih seperti ini ...? Kau sengaja ingin membuatku malu ...?" bisiknya saat memarahi Eliana.

Adriana pun dengan segera membuka tas lusuh yang tadi sore ia lempar. Dalam tas itu berisi baju-baju milik Eliana.

"Tak usah pakai yang bagus-bagus, pakai saja yang paling jelek dari semua yang ada!" ceramahnya pada Eliana. "Sesudah kamu menikah dengan Tuan Antony nanti, kamu minta baju sebanyak-banyaknya. Yang bagus, yang mahal pula. Nanti kirimkan untuk ibu, jangan lupa juga Rose dan Vivi."

"Nih!" Adrian meminta Eliana untuk memakai baju pilihannya. Sebuah gaun abu dengan ujung berenda, dimana sebagian renda sudah ada terlepas dan menggantung pada ujung kainnya.

"Ayo pakai!" perintah sekali lagi karena melihat Eliana yang diam saja. "Satu menit! Aku tunggu kamu di luar!"

Brak

Adriana keluar dari gudang yang menjadi kamar Eliana. Wanita itu menemui kembali pria tua yang bermaksud menjemput anak tirinya itu.

"Bagaimana dengan putri anda, Nyonya? Apakah dia sudah siap?" tanya pria bernama Antony itu.

"Ah, Tuan. Tunggu sebentar lagi! Kami tidak memiliki gaun yang indah untuk Eli kami, jadi ... mohon dimaklum jika kami agak lama memilihkan baju untuknya," ujar Adriana.

"Ihihi, untung sekali Eli mau dinikahkan. Jadi kita selamat dari perjodohan ini," ujar seorang gadis dengan gaun biru muda yang menjuntai berkata pada saudara yang berdiri di sampingnya.

"Ya, mungkin kita harus sedikit berterima kasih pada Eli. Sehingga kita tidak harus menikah dengan pria tua untuk melunasi hutang ayah," jawab saudara gadis itu yang mengenakan gaun berwarna kuning.

"Ssst! Ssst!" Adriana meminta kedua anaknya terdiam. Ia merasa tak enak bila sampai tuan Antony mendengarnya.

"Ehehem ...." Adriana melempar senyum yang dibuat-buat pada pria tua bernama Antony tersebut.

Sementara itu, Antony membuang muka dan berpura-pura tak mendengarnya. Berulang kali bertemu dengan mendiang Louis -ayah dari Eliana, membuat pria itu paham bagaimana tabiat satu per satu anggota rumah ini.

Antony hanya tersenyum mendengar pembicaraan kedua gadis yang menjadi anak tiri Louis tersebut. "Kalian akan menyesal jika kalian tahu jika aku membawa Eli bukan untuk menikah denganku," ucap Antony dalam hati.

Drap drap drap

Suara langkah kaki yang berbenturan dengan papan kayu terdengar.

"Ah rupanya, Eli kami sudah siap!" seru Adriana begitu melihat Eliana menghampiri mereka.

"Eli! Kemarilah, ayo kita pergi menuju ke tempat barumu!" ajak Antony pada Eliana.

"Semuanya aku pamit," ucap Eliana sebelum ia pergi ke luar rumah.

"Ya, pergilah yang jauh! Jangan pernah kembali!"

"Kami tidak akan merindukanmu!"

"Sering kirimi uang untuk ibumu ini, ya!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!