NovelToon NovelToon

Me Before You

1. Cek stok barang

Alya menebarkan pandangannya ke sekitar ruangan gudang penyimpanan material yang berada di lantai bawah kantornya.

   Hiyy, benar-benar menyeramkan tempatnya berada saat ini. Andai saja ada produser film atau sinetron horor yang melihat tempat ini, pasti bakal tertarik buat jadiin ini tempat buat lokasi syuting.

   Rak barang terbuat dari kayu tampak mulai lapuk dimakan rayap. Hanya pilar besar penyangga bangunan gedung saja yang membuat gudang ini masih terlihat seperti rumah tinggal.

   "Astagfirullah!"

   Reflek Alya menarik tangannya saat jarinya menyentuh rak kayu yang berlubang. Ada binatang kecil yang paling ditakutinya sedang bergerak di atas sana.

   Tanpa berlama-lama lagi, Alya segera mencari barang yang dibutuhkannya, menghitung jumlahnya dan setelahnya dengan cepat Alya pergi meninggalkan tempat itu. Berlama-lama di gudang ini, yang ada dia bisa semaput.

   "Ay, dipanggil bos tuh! Dari tadi nyariin, bolak-balik udah kayak setrikaan rusak." Ola manyun sambil mengarahkan dagunya ke pintu ruangan ibu Dhesita, bos mereka di kantor, dengan mata masih tetap fokus pada layar monitor di mejanya.

   "Bukannya tadi dia yang kasih kerjaan Gue buat cek stok barang di gudang?! Kenapa nanyain lagi, sih! Mana nggak ada yang nemenin lagi ngerjainnya." Alya merengut kesal sambil berusaha menyingkirkan kotoran debu dan sawang yang menempel di lengan bajunya dengan gulungan kertas yang ada di tangannya.

   "Meneketehe!" Ola mengangkat bahu cuek.

   "Ish, nggak jelas banget dah tuh si bos! Udah ah, Gue capek! Lu juga nggak tau kan,  banyak sawang noh di gudang. Berasa horor sendirian di bawah sono."

  

   Alya meletakkan gulungan kertas yang ada di tangannya ke atas pangkuan Ola, yang menerimanya dengan kening bertaut.

   "Maksudnya apaan, nih!" kata Ola menuntut penjelasan.

   "Gue laper La, mau ke kantin. Lagian dah jam istirahat juga. Nanti kalau bu Dhes cari lagi, bilang aja Gue mules!" Alya melengos sambil melangkah pergi meninggalkan Ola yang menatapnya horor.

   "What! Ohh, tidak bisa! Gue juga mau ke kantin. Ogah gue nyerahin laporan lu, yang ada malah Gue yang kena semprot!" Ola bergidik membayangkan wajah bu Dhes yang sedang murka.

   Diletakkannya kembali kertas laporan stok barang milik Alya ke atas mejanya, kemudian setengah berlari menyusul Alya yang sudah pergi ke kantin terlebih dahulu.

   "Nggak habis pikir deh sama bu Dhes, sudah jelas ada jumlah stok barang di komputer. Kenapa masih harus cek manual sih?! Bingung Gue?" Alya mengambil potongan kentang goreng terakhir di piringnya, mengunyahnya pelan sambil terus  berpikir. Wajah cantiknya terlihat serius.

   "Intinya masalah kepercayaan, Ay. Bu Dhesita nggak percaya sama jumlah stok barang yang ada di komputer admin kita. Jumlah barang masuk yang sesuai dengan nota orderan, berbeda dengan jumlah stok barang yang ada di data komputer admin."

   "Kok bisa!"

   "Lu jangan terlalu polos gitu deh, Ay. Lu kan tau permainan sopir sama admin di kantor. Apalagi jaman lagi susah begini, mau cari gampang lah. Biar dapat duit cepat, laporan barang direkayasa." Ola mengaduk minuman didepannya, segelas air jeruk hangat yang hanya bersisa setengah gelas saja.

   "Bu Dhes juga sudah minta tolong sama adiknya buat bantu masalah ini," Ola menatap Ana penuh selidik. Sejenak wajah cantik dihadapannya itu tampak berubah, tapi sedetik kemudian sudah terlihat biasa lagi.

   "Gue yakin dia pasti mau menerima permintaan bu Dhes."

   "Bukan urusan Gue!" Alya mengalihkan pandangannya. "Dia mau bantu atau tidak, nggak ada hubungannya sama Gue!"

   "Ada, Ay. Lu nggak bisa menghindar terus! Daffa bisa salah paham kalau Lu terus seperti ini, kasian anak orang digantung perasaannya seperti itu!"

   Alya terdiam sesaat, ia enggan menjawab pertanyaan Ola. Bukan karena ia tidak punya pilihan, tapi ada hal yang tidak bisa ia jelaskan pada sahabatnya itu.

   "Gue capek, La. Gue balik kantor dulu."

   Ola melongo, menatap kepergian Alya. Ia sungguh tak mengerti jalan pikiran Alya, selalu begitu setiap membicarakan nama Daffa. Alya selalu punya alasan buat menghindar. Ada apa dengan mu Ay?

🌹🌹🌹

2. Tugas khusus

"Alya, Saya harap Kamu bisa membantu Saya dalam mengatasi masalah ini," suara bu Dhesita terdengar menyeramkan di telinga Alya.

   "Apa yang harus Saya lakukan, Bu. Saya hanya karyawan biasa di kantor ini. Tapi, kalau memang tenaga Saya dibutuhkan, Saya siap membantu," Alya menjawab tegas.

   Bu Dhesita tersenyum mendengar jawaban Alya, satu hal yang sangat jarang sekali terjadi di kantor ini. Seorang Dhesita Maharani, tersenyum dihadapan anak buahnya.

   "Ada tugas khusus buat Kamu, dan Saya yakin Kamu adalah orang yang paling tepat. Satu hal lagi, Saya juga yakin Kamu bisa menyelesaikan tugas yang akan Saya berikan ini dengan sangat baik."

  

"Kalau Saya boleh tahu, tugas khusus apa itu, Bu? Apa boleh Saya minta bantuan Ola buat melakukan tugas ini. Maksud Saya, kami berdua yang akan melaksanakan tugas dari Ibu," Alya mencoba menawar.

   "Tidak bisa Alya, tugas ini hanya khusus untuk Kamu seorang. Tidak boleh ada orang lain yang terlibat didalamnya." Bu Dhesita menjawab tegas.

   Alya menahan napas, mencoba menenangkan hatinya. Tugas apa itu, masih belum jelas. Dan bu Dhes masih juga belum memberitahunya.

   "Kamu keberatan, Alya. Saya minta jawaban Kamu sekarang, apa Kamu bersedia menerima tugas khusus dari Saya?"

   "Bersedia Bu. Siap, Saya akan melaksanakan tugas khusus yang Ibu berikan kepada Saya."

"Ini tugas Kamu, Saya berharap banyak dari Kamu," bu Dhes lalu menerangkan tugas apa yang harus dilakukan Alya.

Entah apa yang ada dalam pikiran bu Dhes, hingga beliau memilih Alya yang harus menyelesaikan tugas khusus darinya.

   Ya Tuhan, dosa apa yang sudah hamba lakukan, sampai harus mendapat tugas berat seperti ini.

   Alya berjalan dengan wajah murung, tak dihiraukannya panggilan Ola yang mengajaknya makan siang gratis. Ia harus segera menyelesaikan tugasnya, membuntuti sopir yang akan berangkat besok pagi.

   Cuaca siang hari ini memang sedang tidak bersahabat, panasnya benar-benar menyengat hingga terasa sampai ke kulit.

   Tapi semua itu tak menyurutkan langkah Alya untuk sampai ke tempat yang ditujunya. Ia harus tepat waktu kalau tidak ingin kehilangan jejak.

   Dipacunya scoopy coklat kesayangannya itu dengan kecepatan tinggi, rambut panjangnya yang tertutup helm tanpa kaca depan tampak berkibar tersapu angin.

   Sesekali tangan kirinya terangkat, berusaha  melindungi wajahnya dari sengatan teriknya  matahari siang hari itu.

   Untung saja Alya memakai atasan kemeja lengan panjang, dengan paduan celana jeans kesukaannya. Kalau tidak, Alya yakin tangannya sudah pasti berubah warna menjadi kemerahan.

   Karena terburu-buru untuk sampai di kantor pagi itu, helm mungil dengan gambar kartun Dora Emon miliknya itu jatuh saat Alya berusaha melepasnya dari kepalanya, alhasil kaca depannya pecah dan baut yang ada disampingnya lepas.

  

   Bukan tidak mungkin pak Yanto dan Agung, sopir dan juga kernetnya yang akan berangkat besok pagi membawa material bahan bangunan untuk konsumen mereka di sebrang sana, sekarang sedang bekerja sama menurunkan sebagian barang yang sudah dimuat di mobil di suatu tempat yang tidak diketahui pihak kantor.

   Semua itu tak lepas dari pengamatan Alya, walau pun ia hanya karyawan biasa. Tapi Alya tahu kalau ada permainan antara admin dan sopir dalam hal jumlah barang.

   Harusnya ada CCTV di kantornya, biar dia tidak perlu kesana kemari mengecek apa barang yang ada di surat jalan sudah sesuai dengan barang yang akan dimuat.

   Kecurigaannya terbukti saat Alya melihat dengan mata kepalanya sendiri, kalau mobil yang sedang berhenti di depan tanah kosong itu adalah mobil kantor mereka.

   Alya menepikan motornya agak jauh dari tempat mereka berada saat ini, kemudian berjalan mengendap sambil melihat ke arah depan. Sambil berlindung dibelakang pohon besar, Alya mulai menjalankan tugasnya.

   Alya terus saja memperhatikan apa yang dilakukan pak Yanto dan Agung, menurunkan barang yang tidak masuk dalam nota surat jalan. Sesekali terlihat mereka bersitegang mengatur letak barang yang harus ditata ulang, karena sebagian barang ada yang mereka turunkan.

  

   Alya mulai bergerak cepat, tangannya beraksi mengabadikan momen penting dihadapannya itu. Bukti kuat sudah ada di tangannya. Yess, Alya mengepalkan tangannya ke udara, berhasil.

🌹🌹🌹

  

  

3. Melapor

"Ay, lu dari mana? Hei, kenapa terburu-buru gitu sih," Ola menahan langkah Alya yang berjalan melewati mejanya dengan tergesa-gesa.

   "Ay, lu mau kemana sih? Itu helm kenapa masih nyantol di kepala? Ish, dicopot dulu nona. Astaga!" Ola memutar kedua bola matanya.

   Pengen ketawa tapi takut dosa, Ola hanya bisa menahannya dalam hati. Melihat wajah Alya yang kemerahan dengan peluh membasahi leher dan keningnya, Alya tampak menyedihkan. Rambut panjangnya tampak lepek karena terlalu lama tertutup helm.

   Berantakan lebih tepatnya kalau melihat penampilan Alya saat ini. Helm yang masih berada di kepalanya pun, belum juga dilepaskan. Tas ransel yang berada di bahunya, tampak dipenuhi kotoran dari serbuk sari bunga akasia.

   Hadehh, Ola menggelengkan kepalanya sambil senyum tertahan. Alya itu sebenarnya cantik, tapi sayang nggak pernah sedikit pun memikirkan penampilannya. Hanya bedak tipis di wajahnya, itu pun juga bedak bayi yang selalu Alya bawa di dalam tas ranselnya.

   "Please jangan halangi langkah Gue, ini urgent La. Gue harus secepatnya ketemu sama bu Dhes, ada hal penting yang harus Gue sampaiin ke dia."

   Alya melepas helm dan memberikannya ke tangan sahabatnya itu yang menerimanya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Titip helm, jangan sampai jatuh lagi. Gue belum punya duit buat beli yang baru."

   Tanpa mengharapkan jawaban, apalagi pertanyaan yang terlihat jelas dari sorot mata tajam sahabatnya itu, Alya berlalu dari hadapan Ola dan mempercepat langkahnya menuju ruangan bu Dhes.

   Tepat di depan pintu ruangan bu Dhes, Alya menoleh pada Ola yang masih terlihat berdiri menatap dari mejanya yang tak jauh dari tempat Alya berdiri saat ini. "Sabar ya friend, setelah ini Gue bakal ceritain semuanya sama Lu, semuanya. Oke!" Bisik Alya dalam hati.

   Tok tok tok

   Alya mengetuk daun pintu ruangan bu Dhesita, hening sesaat. Sedetik kemudian terdengar sahutan dari dalam.

   "Masuk saja Alya, Saya lagi sibuk. Tidak bisa membukakan pintu buat Kamu!"

   Astaga, dia tahu kalau aku yang ketok pintu. Lagian siapa juga yang minta dibukain pintu coba. Heran? Lembut dikit bisa nggak sih, jadi pimpinan.

   Alya memegang gagang pintu dan mendorongnya ke dalam, tampak bu Dhes tengah sibuk dengan berkas di mejanya.

    Sesekali matanya menatap layar komputer di depannya, fokus tanpa sedikit pun terusik dengan kehadiran Alya yang tengah berdiri menunggu perintahnya.

   "Maaf, Bu. Saya mau kasih laporan soal tugas yang Ibu kasih tadi siang."

   "Kamu taruh saja di meja Saya, nanti Saya periksa."

   "Tapi, Bu. Ini tentang ..."

   "Kamu dengar omongan Saya tidak, Alya! Saya sibuk, taruh saja di meja ..."

   "Dugaan Ibu benar, mereka memanipulasi jumlah barang yang dikirim ke konsumen kita di sebrang. Saya punya buktinya, pak Yanto dan mas Agung. Mereka menurunkan barang yang tadi dimuat di mobil, di tanah kosong dekat dengan toko pak Anwar langganan kantor kita. Barang itu mereka bawa kesana, dijual dengan harga murah, di bawah harga pasaran," jelas Alya panjang lebar memotong ucapan bu Dhes.

   Alya lalu menyerahkan ponsel di tangannya, menunjukkan pada bu Dhes foto yang berhasil diabadikannya siang tadi. Tampak wajah pimpinannya itu berubah, tapi seolah tak terjadi apa-apa, sikapnya masih tetap tenang.

   "Terima kasih Ay. Saya tidak salah memilih Kamu untuk menyelesaikan tugas ini. Sikap Kamu yang selalu ingin tahu, telah banyak membantu."

   "Maaf Bu, apa Saya boleh kasih saran? Maksud Saya bukan untuk menggurui, hanya sedikit masukan saja."

   "Silahkan Alya."

   "Kantor ini perlu CCTV, biar Ibu bisa memantau semua kegiatan karyawan, dan juga keluar masuknya barang. Tanpa harus melihat secara langsung, jadi Ibu nggak perlu repot tiap hari harus cek langsung ke gudang." Alya mengentikan bicaranya sesaat, menunggu reaksi dari atasannya itu. Tapi, bu Dhes hanya diam menatapnya, menunggu Alya menyelesaikan bicaranya.

   "Dan satu lagi, Bu. Lampu di gudang banyak yang mati, tolong diganti semua. Suka serem sendiri, merinding Saya kalau harus disuruh cek barang sendirian."

   Bu Dhes tersenyum lebar mendengar penuturan Alya, bukan sekali ini saja dia mendengar ucapan karyawannya tentang gudang barang yang ada di bagian bawah kantornya itu.

   "Bulan depan kita pindah kantor Alya. Saya harap Kamu bisa menyelesaikan cek stok barang yang ada di gudang dalam waktu dua minggu. Saya suruh orang buat bantu nanti."

   "Pindah kantor, Bu? Terus, pak Yanto sama mas Agung gimana?"

   "Iya, kita pindah Alya. Bukannya Kamu mau kantor yang full AC, terus ada CCTV dimana-mana buat memantau kerja karyawan? Kalau untuk mereka berdua, biar Saya yang urus nanti."

   "Kalau boleh tahu, pindah kemana ya Bu?"

   "Gabung sama Daffa, dia yang akan menggantikan tugas Saya nantinya. Saya mau rehat Alya."

🌹🌹🌹

  

  

  

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!