Hari pernikahan yang ditunggu akhirnya tiba. Gedung pernikahan itu dipenuhi dekorasi yang begitu indah. Pesta pernikahan yang sangat mewah dan megah. Lara Kania saat itu menjadi wanita paling bahagia telah dinikahi oleh Alex Aliando seorang pengusaha besi dan baja. CEO dari Perusahaan Aliando Group. Dia begitu sukses dan kaya raya. Semua yang dia mau bisa dia dapatkan dengan mudah. Bahkan dia kebal hukum. Dia punya banyak relasi di pemerintahan dan di kepolisian sehingga semua urusannya mudah diatasi. Lara senang bisa bersanding dengan Alex sang penguasa. Dia baru setengah tahun mengenal Alex. Selama setengah tahun itu Alex sangat baik, perhatian dan penyayang. Semua perhatiannya diberikan untuk Lara.
Pernikahan Lara bersama Alex menjadi pernikahan yang sangat meriah karena dihadiri banyak tamu undangan orang-orang penting. Alex tersenyum menyalami setiap tamu undangannya. Tak lupa dia juga mengajak berbincang beberapa rekan bisnisnya. Alex memiliki seorang ibu bernama Maria Tiana dan adik perempuan bernama Sila Marsiana. Ibu dan adiknya hadir diacara pernikahan Alex. Alex juga memiliki tangan kanan bernama Dianka Labela. Dianka adalah orang kepercayaan Alex dalam segala hal. Dia seperti anjing setia untuk Alex. Dianka pandai bela diri, pintar berbisnis, dan loyal pada Alex.
Sewaktu Dianka kecil dia terlunta-lunta dijalankan. Dia tersiksa hidup di jalanan dan diperbudak oleh para preman jalanan. Alex membebaskannya dari kehidupan malangnya. Dan sejak saat itu Dianka berjanji mengabdikan seluruh hidupnya untuk Alex. Dianka seperti robot yang tak pernah tersenyum, dia hanya bisa menjalankan perintah Alex tanpa menolak ataupun bertanya.Kesetiaan Dianka pada Alex sudah dibuktikan selama puluhan tahun. Selain kaki tangan Dianka terkadang dia juga menjadi perisai untuk Alex setiap dalam bahaya.
Di hari pernikahan Alex dan Lara, Dianka hanya mondar mandir mengawasi situasi dan keamanan gedung pernikahan itu. Sikapnya yang seperti robot membuat setiap orang segan bertemu dengannya. Dia mampu membunuh orang dalam sekali pukulan jika itu diinginkan Alex.
Lara gadis cantik berhijab, dia sudah menjadi anak yatim sejak berumur 8 tahun. Ayahnya meninggal karena penyakit kanker paru-paru. Sedangkan ibunya pergi meninggalkan Lara dari ayahnya masih hidup sampai sekarang. Semenjak ayahnya meninggal, Lara tinggal dipanti asuhan hingga dewasa dan bekerja sebagai pengajar tari tradisional untuk anak-anak. Awalnya dia memiliki seorang calon suami sebelumnya bernama Ardi Saputra. Tapi Alex menikung Ardi, dan merebut Lara dari Ardi dengan segala cara hingga Lara jatuh kepelukannya dan jatuh cinta padanya. Apapun yang Alex inginkan bisa dia dapatkan dengan posisinya sekarang.
Acara pernikahan itu telah selesai, semua tamu undangan pulang. Alex mengajak Lara pulang ke rumah besarnya. Rumah itu bak istana, sangat megah dan mewah. Lara seperti Cinderella yang dalam dongeng. Dia bertemu pangeran tampan dari kerajaan. Alex mengajak Lara masuk ke kamarnya duluan. Tanpa curiga, Lara masuk ke kamar itu. Tapi saat dia masuk ke kamar itu, ruangan dikamar itu kosong tak ada barang satupun. Tempatnya kotor berdebu, bau dan juga gelap. Banyak tikus, kecoak, dan serangga lainnya. Lara berpikir mungkin Alex salah memberikan kamar untuknya. Dia mencoba keluar dari kamar itu tapi ternyata pintu kamarnya telah dikunci dari luar. Lara memanggil-manggil Alex.
"Mas...Mas...tolong, aku terkunci didalam"
Tapi tak ada satupun yang mendengar penggilannya. Hingga Lara menangis ketakutan karena gelap, kotor dan dipenuhi tikus, kecoak dan serangga lainnya.
"Ya Allah, ini tempat apaan? kenapa lebih mirip kandang dari pada sebuah kamar" batin Lara.
Semalaman penuh Lara menangis ketakutan sampai akhirnya dia tertidur.
Suara pintu itu mulai terbuka, Alex masuk ke kamar tempat Lara berada. Lara masih tertidur pulas dilantai yang kotor dan bau itu. Lara berjalan mendekati tubuh Lara. Dan membangunkan Lara menggunakan kakinya.
"Bangun....bangun mangsaku"ucap Alex.
"Mas"ucap Lara mulai bangun.
"Kau sudah bangun"ucap Alex dengan senyuman tipis yang licik.
"Tadi malam aku terkunci disini Mas"ucap Lara sambil berdiri dan memeluk Alex. Dia berpikir mungkin suaminya lupa hingga dia terkunci didalam.
"Lepas"ucap Alex sambil mendorong tubuh Lara hingga jatuh ke lantai.
"Kau terkunci atau....aku sengaja menguncimu disini"ucap Alex.
Lara hanya diam kebingungan dengan sikap Alex.
"Ada apa dengan suamiku? kenapa dia bicara seperti itu" batin Lara.
"Kamar ini sengaja aku siapkan untuk menyambutmu dimalam pernikahan kita"ucap Alex.
"Mas apa maksudmu?"tanya Lara.
"Ternyata kau masih polos ya Lara, aku menikahimu bukan untuk membuatmu bahagia tapi untuk membuatmu hidup seperti dineraka"ucap Alex.
"Kenapa kau lakukan ini padaku Mas, apa salahku padamu"ucap Lara.
"Kau itu mangsaku mulai sekarang jadi kau tidak berhak bertanya"ucap Alex.
Lara hanya diam meneteskan air matanya. Dia tak menyangka suaminya yang dikenal baik hati dan menyayanginya ternyata seorang binatang buas yang siap memangsanya.
"Ini baru permulaan, mulai sekarang hidupmu ada ditanganku, jangan sekali-kali berani melawan ataupun kabur. Karena kau akan mendapat hukuman yang lebih berat"ucap Alex.
Lara hanya diam bersedih dengan menundukkan kepalanya ke bawah.
"Ganti bajumu "ucap Alex sambil melempar baju pembantu pada Lara.
Setelah itu Alex keluar dari kamar kotor tempat istrinya berada. Lara duduk dilantai itu sambil menangis. Dia tidak tahu kenapa Alex jadi berubah padanya. Kenapa Alex jadi orang yang berbeda. Dia seperti sangat membenci Lara dan ingin membuatnya menderita.
Tak lama Lara turun ke bawah menuju ruang makan. Disana Alex, Ibu Maria dan Sila sedang sarapan. Lara berjalan menuju meja makan itu. Baru dia mau duduk langsung dimarahi Alex.
"Pembantu tidak satu meja dengan tuannya"ucap Alex.
"Kau tidak boleh makan sebelum bekerja"ucap Shera.
"Cepat ke belakang, kerjakan semua pekerjaan dirumah ini"ucap Ibu Maria.
Lara hanya diam. Mata Alex yang melotot padanya telah mengunci mulutnya.
Melihat Lara diam saja, Alex langsung menarik tangan Lara dan membawanya paksa ke dapur.
"Mas....Mas lepaskan sakit tanganku"ucap Lara.
"Sakit....baru tahu rasanya sakit, ini belum seberapa dari rasa sakit yang kurasakan"ucap Alex.
"Ini baru yang dinamakan sakit"ucap Alex sambil mencengkram tangan Lara sekuat mungkin.
"Aw.....sakit Mas, ampun"ucap Lara yang kesakita saat Barra semakin kuat mencengkram tangannya.
"Makanya kalau disuruh cepat lakukan jangan diam saja, mengerti?"ucap Alex menegaskan.
"Mengerti"ucap Lara.
Lara tak bisa menolak, suaminya itu akan menyiksanya lebih dari itu bila tak menurutinya.
"Kerjakan semua yang disuruh Ibu dan adikku jangan berani-beraninya kau menolak"ucap Alex yang masih mencengkram tangan Lara.
"Baik"ucap Lara.
Alex mulai melepas cengkeramannya, lalu dia meninggalkan Lara sendiri. Alex menuju ruang makan itu untuk pamit pada ibu dan adiknya untuk berangkat bekerja.
"Bu, Sila, aku berangkat dulu. Kalian bisa bermain-main dengan mangsaku"ucap Alex.
"Aku capek, kayanya boleh tuh mijatin aku seharian"ucap Sila.
"Mama gak perlu bayar pembantu, udah dapat pembantu gratis. Boleh juga buat pelampiasan kalau mamah bosan"ucap Ibu Maria.
"Terserah kalian mau diapakan asal jangan sampai mati. Aku ingin dia hidup menderita sampai minta mati padaku"ucap Alex.
"Mainan akan seru jika dimainkan lebih lama dan sampai bosan daripada merusaknya sekaligus"ucap Sila.
"Tempat ini akan jadi neraka untuknya"ucap Ibu Maria.
Dianka berjalan keluar rumahnya, Dianka sudah didepan rumah besar Alex menunggunya didepan mobil Alex.
"Bos mobil sudah siap, kita berangkat"ucap Dianka.
"Oke"ucap Alex.
Alex dan Dianka berangkat ke perusahaan dengan mobil itu. Alex dan Dianka duduk kursi belakang mobil. Dianka hanya diam, dia tidak akan bicara jika Dianka tak mengajaknya bicara lebih dulu.
"Danka kerjamu bagus, akhirnya aku bisa menangkap mangsaku didalam kandangnya tanpa perlu mengerjarnya susah payah. Dia telah jatuh ke dalam perangkapku. Sekarang tinggal aku membalasnya perlahan-lahan hingga dia tak ingin hidup lagi"ucap Alex.
"Aku hanya memenuhi janjiku padamu"ucap Dianka.
"Teruslah berada di sisiku jadi tangan kanan setiaku"ucap Alex.
"Baik"ucap Dianka.
Alex dan Dianka pergi ke perusahaan, sementara Lara mengerjakan semua pekerjaan rumah yang diberikan padanya. Lara tidak tahu apa salahnya kenapa Alex begitu kejam padanya. Selama ini Alex tidak pernah berbuat kesalahan hingga membuat orang lain dendam padanya. Selama mengenal Alex juga, dia tidak pernah berperilaku buruk pada Alex. Lara tidak tahu apa yang menyebabkan Alex berubah drastis dan membencinya.
Alex bekerja diruangannya, dia mengecek data laporan penjualan perusahaannya. Tak lama Dianka masuk ke ruangannya. Dia menyampaikan ada tamu untuk Alex yang ingin bertemu dengannya. Dia seorang partner bisnis Alex sekaligus konsumen dari barang produksi perusahaannya. Orang itu bernama Pedro Anggoro. Dianka membawa Tuan Pedro masuk ke ruangan Alex. Dengan segera Alex mempersilahkan Tuan Pedro duduk lalu berbincang dengannya.
"Tuan Pedro bagaimana dengan kerjasama yang saya ajukan baru-baru ini?"tanya Alex.
"Saya akan menyetujuinya secepatnya"ucap Tuan Pedro.
"Saya akan memberi Anda sebuah hadiah yang masih disegel"ucap Alex.
"Kau tahu saja seleraku Alex"ucap Tuan Pedro.
"Nanti aku kirim hadiah itu ke tempatmu"ucap Alex.
"Oke kalau begitu, kerjasama kita tergantung hadiah yang akan kau berikan"ucap Tuan Pedro.
Setelah berbincang Tuan Pedro keluar dari ruangan Alex. Dianka mengantarkan Tuan Pedro sampai ke mobilnya. Setelah itu dia kembali ke ruangan Alex dan berbicara tentang hadiah yang akan dihadiahkan pada Tuan Pedro.
"Antarkan Lara ke tempat Tuan Pedro malam ini. Dandani dia secantik mungkin dan pastikan dia bisa membuat Tuan Pedro menandatangani kerjasama kita"ucap Alex.
"Tapi Bos"ucap Dianka menyangkal.
"Kenapa ada tapi? bukannya selama ini kau hanya menjalankan perintah"ucap Alex.
"Kau berjanji padaku akan setia seumur hidupmu dan membantuku membalas dendamku bukan"ucap Alex.
"Baik"ucap Dianka.
Dianka tak bisa menolak perintah Alex, karena janjinya padanya. Dia hanya bisa menjalankan perintah Alex. Bianka keluar dari ruangan Alex dan pergi ke toilet. Tangannya meninju kaca ditoilet itu sampai pecah berantakan.
"Aku memang berjanji padamu, tapi ini menyangkut harga diri perempuan"ucap Dianka.
Dianka ragu untuk menjalankan perintah Alex kali ini. Dia tahu siapa Tuan Pedro, laki-laki itu selalu haus akan wanita. Dia tak segan membeli wanita untuk mainannya. Dianka tahu jika Lara akan jadi mainan Tuan Pedro malam ini.
*************
Lara sedang memijat Sila berjam-jam dari tadi. Tangannya sudah sangat kelelahan, mengerjakan pekerjaan rumah ditambah lagi harus memijat Sila berjam-jam lamanya.
"Kamu mau makan tidak? kalau mau makan mijatnya yang bener dong"ucap Sila.
"Iya"ucap Lara.
"Bisa mijat gak sih?"tanya Sila marah sampat matanya melotot.
Sila langsung berdiri dan mendorong tubuh Lara sampai terjatuh ke dari ranjang.
"Aw..."ucap Lara kesakitan karena dorongan kencang dari Sila.
"Itu pantas untuk hukumanmu"ucap Sila.
"Ada apa Sila? Ibu lihat kau tak puas dengan mainanmu"ucap Ibu Maria.
"Iya Bu, mainan ini membosankan"ucap Sila.
"Kalau kau sudah bosan, Ibu ingin memainkannya gantian"ucap Ibu Maria.
"Ya Allah bahkan aku hanya seperti mainan dimata mereka, kuatkan hati hamba menghadapi semua ujian ini" batin Lara.
"Lara ikut akut, ada permainan yang harus kau mainkan"ucap Ibu Maria.
"Baik"ucap Lara.
Lara mengikuti Ibu Maria pergi keluar dari kamar Sila. Mereka menuju ke ruang makan dirumah itu. Ibu Maria menyediakan nasi putih untuk dimakan Lara.
"Makan nasi itu itu satu bulir demi satu bulir dan menghitungnya sampai habis, aku ingin melihat kau yang kelaparan dan hanya bisa makan satu bulir nasi bertahap ha....ha...."ucap Ibu Maria.
"Baik"ucap Lara.
Lara memakan nasi itu satu bulir demi satu bulir dan menghitungnya sampai habis. Ibu Maria dan Sila sungguh sangat kejam pada Lara yang tak bersalah.
Dianka datang ke rumah besar Lara, dia harus menjemput Lara. Istri sang mafia itu hanya bisa mengikuti Dianka ke mobil. Lalu Dianka mengajaknya pergi ke sebuah butik untuk memilih baju. Setelah itu pergi ke salon untuk didandani. Lara tidak tahu mau dibawa kemana dia.
"Kenapa aku berdandan secantik ini, apa suamiku ingin bertemu denganku, alhamdulillah jika itu benar" batin Lara.
Setelah selesai dari salon, Dianka membawa Lara ke rumah besar Tuan Pedro. Diperjalanan Dianka memberikan sebuah pistol pada Lara.
"Ini untuk apa?"tanya Lara.
"Nanti kau akan tahu, simpan didalam bajumu" ucap Dianka.
Lara hanya mengangguk saja walaupun dia tidak tahu maksud Dianka. Sampai dirumah besar milik Tuan Pedro. Lara bingung kenapa dibawa ke rumah besar yang dia tidak tahu itu rumah siapa. Dia coba bicara pada Dianka.
"Ini rumah siapa?"tanya Lara.
"Tuan Pedro"ucap Dianka.
"Untuk apa aku dibawa kesini?"tanya Lara.
"Ikut aku dan jangan bertanya"ucap Dianka.
Dianka menyerahkan Lara pengawal Tuan Pedro. Lalu Dianka menemui Tuan Pedro yang sedang duduk disofa ruang keluarga dirumahnya.
"Aku sudah membawa hadiahnya"ucap Dianka.
"Hadiah? apa maksud semua ini?" batin Lara.
Tuan Perdo melihat Lara yang berdiri disamping pengawalnya. Dia tersenyum melihat kecantikan Lara.
"Ini memang seleraku" ucap Tuan Pedro.
Dianka melempar surat kontrak kerja sama bisnis antara Lara dengan Tuan Pedro ke meja.
"Tanda tangani" ucap Dianka.
Tuan Pedro melihat Dianka dengan jelas, tangan kanan Alex begitu cantik dimatanya.
"Apa masih ada hidangan lainnya"ucap Tuan Pedro menggoda Dianka.
Dianka langsung mengeluarkan pistol dan mengarahkan ke Tuan Pedro. Pengawal Tuan Pedro mengelilingi Dianka dan mengeluarkan pistol mereka mengarah ke kepala Dianka.
"Kalian mau menembakku? aku akan lebih dulu menembak Tuan Pedro"ucap Dianka.
"Sudah, turunkan senjata kalian!"ucap Tuan Pedro memerintah pengawalnya.
"Tuan Pedro saya kesini tidak suka basa basi, tanda tangani surat perjanjian itu atau pistol ini akan berbicara"ucap Dianka mengancam.
"Oke-oke, lagi pula aku sudah mendapatkan hadiah itu, bilang pada Alex aku sangat puas dengan hadiahnya"ucap Tuan Pedro.
"Jangan banyak omong, tanda tangani segera"ucap Dianka.
"Oke" ucap Tuan Pedro.
Tuan Pedro menandatangani surat kerjasama bisnis itu. Lalu Dianka menurunkan pistolnya. Dia mengambil surat kerjasama bisnis itu dan meninggalkan rumah besar Tuan Pedro.
"Tuan hadiahnya mau dibawa kemana?"tanya Pengawal itu.
"Bawa dia ke kamar atas"ucap Tuan Pedro.
"Baik Tuan"ucap Pengawal itu.
Pengawal itu menarik lengan Lara naik ke lantai atas, dia memasukkan Lara ke dalam kamar Tuan Pedro lalu mengunci pintu kamar itu.
Tuk...tuk...tuk...
Lara mengetuk pintu kamar itu sekuat mungkin tapi tak ada jawaban.
"Ya Allah, apa yang akan dilakukan mereka semua padaku. Lindungilah hamba Ya Allah" ucap Lara memanjatkan dia.
Lara melihat ke arah jendela, mungkin dia bisa keluar lewat jendela kaca itu. Baru berjalan beberapa langkah, Tuan Pedro masuk ke kamar itu dan mengunci pintu kamarnya. Bara hanya berdua dikamar itu dengan Tuan Pedro. Dia ketakutan dan kebingungan, dia tidak tahu kenapa dia disebut hadiah.
"Cantik, ini baru benar-benar hadiah yang kuinginkan"ucap Tuan Pedro.
"Hadiah, apa maksudnya?"tanya Lara.
"Kau sudah dihadiahkan untukku malam ini oleh Alex"ucap Tuan Pedro.
"Tidak mungkin, biarkan aku pergi"ucap Lara.
Tuan Pedro menghampiri Lara dan menggenggam kedua lengannya.
"Mana mungkin aku melepas hadiah secantikmu, ayo buka bungkusmu biar aku melihat seberapa indah hadiah itu"ucap Tuan Pedro.
"Lepaskan, biarkan aku pergi"ucap Lara.
Lara berusaha melepas lengannya dari tangan Tuan Pedro tapi tidak bisa. Dia menendang bagian terpenting Tuan Pedro, lalu berlari ke arah pintu. Dia mencoba membuka pintu tapi tidak bisa. Pintu itu sudah dikunci, Lara menangis dan berteriak. Jantungnya berdebar tak beraturan, tubuhnya panas dingin karena ketakutan. Tuan Pedro menangkapnya, Lara berusaha melawan tapi apa daya seorang wanita. Tuan Pedro melempar Lara ke ranjang. Dia mulai membuka pakaian atasnya. Saat itu Lara ingat pistol yang diberikan Dianka padanya. Dia mengambil pistol didalam pakaiannya lalu mengacungkan ke arah Tuan Pedro.
"Jangan main-main denganku cantik" ucap Tuan Pedro sambil mengangkat kedua tangannya.
"Huh..huh...huh..." Nafas Lara tersengal-sengal karena ketakutan.
Tuan Pedro memberanikan diri mendekati Lara, tapi Lara langsung menembak.
Dor...
"Aw..." Lengan Tuan Pedro terkena peluru pistol itu. Dia memegangi lengannya yang mulai berdarah.
Melihat itu Lara langsung memanfaatkan situasi untuk kabur. Dia tahu pintu terkunci. Lara menembak jendela kaca.
Tuar...
Jendela kaca itu pecah berkeping-keping. Lara segera melompat melewati jendela kaca yang pecah. Dia berjalan dibalkon kamar Tuan Pedro. Ternyata dibawah Bianka sudah menunggunya dengan sebuah stager.
"Turun" ucap Dianka.
Lara mengangguk. Dia turun kebawah dengan stager itu.
"Ikut aku" ucap Dianka.
"Axel, Aisyah, duduklah di sini bersama kami!" ajak Amanda. Matahari seakan baru terbit dari wajah cantik nyonya rumah besar itu. Jagoan tampannya sudah memperjuangkan cintanya dan tidak lagi bermain-main dengan wanita. Dia membawa seorang wanita yang baik dan sholeha sesuai keinginan keluarganya. Tidak lagi berkelana seperti pengembara yang belum menemukan tempat yang ajan ditujunya.
"Iya Bun," jawab Axel lalu mengajak Aisyah duduk. Axel duduk di dekat Maxsimus. Sedangkan Aisyah duduk di dekat Elyana. Ini pertama kalinya Aisyah datang ke rumah keluarga Geraldo. Kesan pertama yang dirasakan Aisyah mereka terlihat hangat. Padahal mereka konglomerat tapi tidak sombong. Ramah dan sopan padanya.
"Axel perkenalkan siapa bidadari yang kau bawa ke rumah kita ini!" pinta Victor. Dia dan keluarganya ingin tahu siapa bidadari yang dibawa Axel. Gadis bercadar yang tampak santun dan lembut. Seperti Amanda saat seumurnya. Dulu Amanda juga seperti itu meski memiliki sisi kuat dan sangar saat menghajar preman.
"Iya Dad," jawab Axel. Ini kesempatan untuknya mengenalkan Aisyah pada keluarganya. Dia tidak akan disebut Playboy kelas teri lagi. Axel sudah membawa impian dan harapan keluarganya ke rumah itu.
"Semuanya ini Aisyah Nayyara Zahra. Calon istriku," ujar Axel malu-malu memperkenalkan Aisyah pada keluarganya. Padahal biasanya dia jadi playboy yang tidak tahu malu. Mengobral janji manis pada siapapun dan ngapelin cewek manapun. Asal dia suka dan perempuannya mau.
"Alhamdulillah," sahut semuanya. Akhirnya setelah sekian kemarau berlalu Axel mendapatkan pasangan yang pasti. Tidak bercabang apalagi kebanyakan lintasan. Sudah mendeklarasikan diri memiliki calon istri.
"Aisyah senang bisa bertemu Om, Tante, dan semuanya," ucap Aisyah.
"Kami juga senang bertemu denganmu Aisyah," sahut Victor. Sebagai ayah angkat Axel, Victor tidak pernah membedakan kasih sayangnya untuk Maxsimus ataupun Axel. Dia selalu berharap kedua jagoannya bahagia.
"Iya Aisyah," tambah semuanya. Mereka senang bisa mengenal Aisyah sebagai calon istri Axel. Mereka yakin Aisyah akan menjadi istri yang sholehah untuk pangeran tampan kedua di rumah besar itu. Wanita seperti itu yang dibutuhkan Axel untuk menuntunnya menjadi imam yang baik.
"Alhamdulillah," jawab Aisyah. Senangnya bisa diterima di keluarga calon suaminya. Tanpa drama dan perdebatan yang menyakitkan seperti di sinetron ketika wanita miskin datang ke rumah laki-laki kaya. Keluarganya akan menentang dan tidak menyetujui hubungan mereka.
"Aisyah, ini istriku Amanda Clarissa," ucap Victor memperkenalkan istrinya. Kemudian memperkenalkan satu persatu anggota keluarganya termasuk Elyana sebagai calon istri Maxsimus. Nafisa anak bungsunya dan Jennifer ibu kandungnya Victor. Aisyah sudah mengenal beberapa dari mereka yaitu Maxsimus dan Elyana.
"Senang bisa mengenal Om dan keluarga. Semoga Allah senantiasa mempererat tali persaudaraan kita semua," ucap Aisyah. Kini dia berada di tengah-tengah keluarga yang begitu humble dan supel. Padahal mereka konglomerat yang kaya raya tapi tidak mempersulit urusan jodoh anak dan keturunannya.
"Amin," jawab semuanya.
"Oma, udah kan aku bawa calon istri. Berarti gak jadikan dideportasi ke Nusa Kambangan?" tanya Axel.
"Kau pikir selesai begitu saja. Awas kalau kau macam-macam. Oma langsung kirim ke Pluto. Biar hanya kau spesies yang ada di sana," sahut Jenifer. Meski sudah nenek-nenek dia tetap bersemangat. Tidak ada yang bisa mengalahkan. Semua cucu-cucunya patuh padanya kalau ada di dalam rumah.
"Serem," jawab Axel.
"Tuh Kak dengerin kata Oma. Jangan nakal! Cukup Kak Sisyah!" ucap Nafisa. Dia menambahkan apa yang disampaikan Jenifer biar Axel ingat terus dan tidak berani menyakiti Aisyah.
"Kalau kau berani menyakiti Aisyah, aku akan memberimu tinjuan maut!" ancam Maxsimus. Tak terima jika adik kesayangannya menyakiti wanita yang pernah ada di hati Maxsimus.
"Kalau Daddy sih udah pasti panggil tukang sunat," tambah Victor.
Amanda tersenyum mendengar ultimatum dari keluarganya pada Axel. Sedangkan Elyana mengepalkan tangannya pada playboy yang dulu obral janji pada gadis cantik di desanya. Kalau sampai Axel berani menyakiti Aisyah, siap-siap dihajar Elyana seperti sebelumnya.
'Aiayah udah baik dan sholeha jangan sampai jadi istri tersakiti. Aku harus melindunginya dari suami banyak cadangan seperti Axel. Kalau macam-macam biar gorila yang mengurusnya kaya Tarzan.'
"Iya Oma, Dad, Bang, Nafisa, dan Elyana. Aku tidak akan berpaling. Semoga, doakan ya?" sahut Axel.
"Iya," jawab semuanya.
"Oma sudah siapkan jamu anti pelakor genit. Ingat rasa pahitnya saat melihat pelakor yang bergentayangan," ucap Jenifer.
"Ampun Oma," sahut Maxsimus dan Axel. Jamu buatan Jenifer pahitnya gak ketulungan. Mereka sudah sering minum jamu itu dari dulu.
"Alhamdulillah Daddy gak akan minum jamu lagi. Secara Daddy udah tua," ucap Victor dengan pedenya tidak mungkin dia minum jamu lagi.
"Siapa bilang? Aku sudah membuatkan tiga gelas. Dua gelas jamu pahit dengan level 8. Dan satu gelas jamu dengan level 10," sahut Jenifer.
"Alhamdulillah Xel kita level 8 sisanya satu gelas level 10 pasti untuk Daddy," ucap Maxsimus senang paling tidak ada yang lebih ngenes dari keduanya. Secara jamu pahit level 10 paling legend. Ketika minum semua masalah terasa ringan.
"Iya Bang, paling enggak pahitnya cuma sampai kerongkongan. Beda sama yang level 10 pahit terus sampai ke lidah. Seharian juga gak ilang-ilang pahitnya," sahut Axel. Untung dia dan Maxsimus selamat dari jamu ekstrak pahit itu. Biarkan saja Victor yang paling menderita.
"Astaga Mi, masa iya aku minum jamu pahit level 10. Hidupku sudah bahagia Mi. Biarkan mereka berdua yang baru menikmati indahnya cinta minum jamu legendnya. Lidahku udah pensiun Mi," jawab Victor.
"Pokoknya kalian minum! Biar Amanda yang mengambil jamunya di dapur," sahut Jenifer.
Amanda tersenyum. Lalu meninggalkan ruang keluarga untuk mengambil jamu.
"Mi, aku panas dingin. Bisakah dimuseumkan dulu jamunya?" tanya Victor. Mencari alasan agar tidak minum jamu. Dia sudah membayangkan betapa getirnya pahit itu ketika masuk mulutnya. Sampai Victor mesti mencuci lidahnya.
"Kau sakit Victor? Berarti levelnya harus ditambahin jadi level 20 puluh," jawab Jenifer. Bukannya selamat dari jamu justru levelnya ditambah.
"Kami sehat Oma," ucap Maxsimus dan Axel mencari aman. Dari pada kaya Victor pengen kabur malah ditambah pahitnya.
"Kirain kalian sakit juga. Baru Oma mau tambah level pahitnya," sahut Jenifer. Siapapun yang sakit mesti minum jamu legend. Turun temurun dari zaman Victor masih kecil.
"Aduh, lidahku mesti di laundry lagi," keluh Victor.
"Sabar ya Dad, semangat minum jamunya!" ucap Nafiza menyemangati Victor agar ayahnya semangat minum jamu legend.
Mau tak mau Victor minum jamu pahit. Padahal seharusnya minum jamu pahit level 10 tapi karena pura-pura sakit mau gak mau minum jamu level 20.
Bruuug ...
Victor teler di atas meja meminum jamu yang begitu pahit dan getir.
"Dad belum sembuh?" tanya Maxsimus.
"Mungkin Daddy-mu masih sakit. Dia membutuhkan satu gelas lagi," jawab Jenifer.
"Satu gelas lagi?" Victor yang teler setelah minum jamu mau tak mau bangun lagi.
"Mi, sehat. Gak sakit. Lihat, aku sudah bugar lagi," sahut Victor. Satu gelas sudah membuat ko apalagi satu gelas lagi.
Amanda dan yang lainnya hanya tertawa kecil melihat Victor.
"Max, jamumu belum diminum," ucap Elyana.
"Bisakah kau minum otak kecil. Mumpung yang lain sibuk," pinta Maxsimus.
"Gak ah, hidupku sudah sangat pahit semenjak jadi babumu. Jadi kau saja yang minum," jawab Elyana.
"Ayolah otak kecil! Jamunya pahit banget. Seteguk aja lidahku getir," pinta Maxsimus. Meminta tolong Elyana untuk meminum jamu miliknya.
"Oke," jawab Elyana. Dia mengambil gelas Maxsimus dan meminum jamu miliknya.
"Habis," ucap Elyana.
"Bagus, gak salah aku memilihmu jadi istriku. Setidaknya setiap Oma memberiku jamu ada kau yang meminum jamunya," sahut Maxsimus. Senang jamunya sudah dihabiskan Elyana. Namun Axel menuang jamunya ke gelas Maxsimus.
"Bang, habiskan ya?" ucap Axel.
Elyana tertawa kecil bersama Aisyah. Ujung-ujungnya Maxsimus harus minum jamu juga.
"Minum Max!" titah Elyana.
"Baru cuci tangan dari masalahku kenapa ketiban masalah lain," keluh Maxsimus.
"Sabar Bang, aku tahu kau pasti bisa," sahut Axel merangkul Maxsimus.
"Kau tega sekali padaku. Jamu Oma pahit banget," sahut Maxsimus.
"Setidaknya tidak sepahit hidupmu," jawab Axel.
Maxsimus geleng-geleng. Mau tak mau dia juga harus menghabiskan jamu di gelas miliknya.
Setelah itu mereka semua makan bersama. Amanda sudah masak banyak untuk mertua, suami, anak dan calon istrinya.
"Max, kau mau udangnya?" tanya Elyana.
"Kau manis sekali otak kecil," jawab Maxsimus.
"Aku ingin belajar jadi istri yang baik," sahut Elyana.
Maxsimus mengangguk. Kemudian Elyana mengambilkan udang untuk Maxsimus.
"Loh kok kepalanya, badan udangnya malah di piringmu?" tanya Maxsimus melihat badan udang di atas piring. Sedangkan kepala udang di piringnya.
"Biar romantis. Kelapa udang untukmu karena kau pintar. Dan badan udang untukku karena aku kurus," jawab Elyana. Padahal dia takut diomelin mertua kalau kepala udangnya tidak dimakan.
"Oke," jawab Maxsimus.
"Elyana, kau mau telor rebus?" tanya Maxsimus.
"Mau," jawab Elyana.
Maxsimus mengambil telor rebus. Dia meletakkan kulit telur rebus di piring Elyana dan telornya di piringnya.
"Loh kok kulitnya yang diberikan padaku Max?" tanya Elyana melihat kulit telor di piringnya.
"Biar romantis. Kulit udang untukmu karena kau suka yang renyah-renyah. Kulit telor kaya keripik coba aja kau makan pakai cabe setan," jawab Maxsimus.
'Es balok mengajakku bercanda. Dia lupa aku spesies pemakan segalanya. Jangankan kulit telur, nasi kemarinpun ku makan kalau tidak punya apa-apa lagi yang bisa ku makan. Selama perutku gak gila selama itu aku waras.'
Elyana memakan kulit terus menggunakan cabe setan yang biasa disebut cabe kebul. Dia sengaja makan dengan nikmatnya.
Kriiuuk ... kriiiuuk ...
"Enak, tak ku sangka kulit telur seenak ini kalau udah dicabein. Rasanya mengalahkan steak dengan mozarella," ucap Elyana.
Maxsimus jadi penasaran dengan kata-kata promo menjanjikan dari mulut Elyana. Dia mengambil beberapa kulit telur dari piring Elyana tanpa minta izin dulu.
'Es balok kemakan promo ala SPG jualan baskom serebu tiga. Gak tahu aja rasanya kaya pasir. Ternyata mudah membawa buaya masuk longkap.'
"Ra-ra-rasanya kaya pasir pantai," ucap Maxsimus. Tak disangka Elyana nge-prank. Siapa suruh buaya dikadalin. Udah tahu soal konyol-konyolan Elyana jagonya.
"Enakkan, renyak kaya keripik. Kriiiuuk ... kriiuuuk ..." balas Elyana.
"Sial aku temakan tipuan otak kecil. Kulit telornya rasa pasir," bain Maxsimus.
Namun Elyana baik. Dia meletakkan ayam panggang di piring Maxsimus.
"Untukmu calon suamiku," ucap Elyana.
Maxsimus tersenyum tipis. Hatinya sedikit berbunga-bunga. Paling tidak Elyana manis juga. Tak hanya Elyana dan Maxsimus, Axel pun menjalin kedekatan dengan Aisyah. Meski mereka masih malu-malu.
"Ya elah Xel, pinteran dikit. Ngapain jengkol segala kau taruh di piring Aisyah?" celetuk Jenifer. Katanya playboy tapi tumpul seketika saat berdekatan dengan Aisyah. Bukannya dikasih daging sapi kualitas tinggi malah jengkol mentah yang diberikan. Auto syok Aisyah, gak dimakan gak enak di rumah mertua. Dimakan takut bau mulut. Di diemin takut mubadzir.
"Iya nih kakak. Romantis sedikit. Kaya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang menyuapi istrinya Aisyah dengan tangannya," tambah Nafisa.
"Astaga, mesti gitu menyuapi Aisyah jengkol?" batin Axel.
Aisyah hanya geleng-geleng. Takut dikasih jengkol.
"Udah pucet muka Aisyah melihat jengkol. Sini aku aja yang makan. Jengkol favoritku," sahut Elyana.
"Apa?" Maxsimus terkejut. Calon istrinya bar-bar sampai doyan jengkol mentah segala. Padahal itu lalapan favorit neneknya.
"Kau ingin juga calon suamiku?" tanya Elyana.
"Eee ..." Maxsimus syok.
"Mau pasti, suami istri harus kompak supaya menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah," kata Nafisa.
"Betul itu, Abang harus kompak," tambah Axel.
"Sialan Axel, kenapa dia memprovokasi suasana? Mau tak maukan aku makan jengkol mentah," batin Maxsimus. Dia tidak punya pilihan selain bilang iya dan menikmati jengkol segar fresh dari pohon itu.
Maxsimus dan Elyana kompak nyemil jengkol mentah.
"Bang, kau kerasukan setan?" tanya Axel melihat Maxsimus bengong.
"Apa setan di pohon jengkol ya? Oma lupa baca bismillah saat mengambilnya," jawab Jenifer. Pohon jengkol sengaja ditanam di belakang rumah mereka. Jadi Jenifer bisa makan jengkol yang fresh.
"Apa mau dipanggilkan Pak Ustad biar diruqiyah?" tanya Nafisa.
"Itu kesan pertama makan jengkol. Bunda pernah gitu juga," jawab Amanda.
"Alhamdulillah Papi udah move on dari jus jengkol. Jadi gak kesurupan saat nyemil jengkolnya," sahut Victor.
"Ternyata enak. Beban di kepalaku terasa plong," kata Maxsimus.
Semua orang heran kenapa Maxsimus berkata seperti itu.
"Apa dia demam dan mengigau?" tanya Jenifer.
"Mungkin jengkol bikin kakak bersyukur Oma," jawab Nafisa.
"Seberat-beratnya masalah lebih berat makan jengkol mentah," ujar Maxsimus kemudian makan kembali dengan bersemangat.
'Es balok menemukan filisofi dalam jengkol ini. Seberat-beratnya masalah lebih getir rasa jengkol ini. Begitulah filisofinya.'
"Kalau gitu aku makan jengkol juga deh. Biar masalahku hilang," ucap Axel. Dia mengambil satu jengkol dan memakannya.
"Astaga, getir sekali. Pantes masalahku hilang," keluh Axel.
Amanda dan yang lainnya tertawa kecil mendengar apa yang dikatakan Axel.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!