NovelToon NovelToon

Rasa Yang Tertinggal

EPS. 1

@jonathanwiratmajaadigunasatya

user not found ✖️

@jonathanadiguna

user not found ✖️

@jonasatya

user not found ✖️

"Aaarggghh!!" Maura mengacak-acak rambutnya sendiri. Tampilan Aplikasi Instagram di laptopnya itu seolah-olah seperti menertawakan dirinya yang tengah kacau.

Sudah sebanyak tujuh username dia coba ketik pada kolom pencarian, tapi sama sekali tidak dia temui namanya di sana. Ya, semua ini berawal dari kepulangannya ke Jakarta kemarin, untuk melepas lelah setelah selama lima hari digempur oleh pekerjaan kantor yang tidak ada habisnya. Ibu kota adalah kampung halaman dan tanah kelahiran Maura. Kemarin sebelum kembali ke Bandung, dia sempat mengorek isi lemari untuk mengurangi volumenya. Dan di sana Maura menemukan dua buah buku diary lucu yang masih tersimpan rapi di dalam sebuah kotak harta karun. Hahaha... ya, dia menyebutnya kotak harta karun. Tapi sebenarnya kotak itu hanya berisi benda-benda ajaib jamannya dia masih duduk di bangku SMA, sekitar 6 tahun yang lalu.

Penasaran, Maura pun membuka-buka buku diary itu untuk sekedar ingin tahu dan bernostalgia dengan tingkah konyolnya jaman SMA. Hahaha, tidak sesuai ekpektasi. Ternyata buku diary itu hanya berisi kumpulan lirik lagu yang hits pada jamannya. Maklum, jaman dia masih SMA dulu, teknologi belum secanggih sekarang. Bahkan ponsel pun saat itu fungsinya hanya untuk menelfon dan sms saja. Itupun masih jarang banget murid ke sekolah membawa ponsel.

Fyuh... Maura menutup diary yang hanya berisi kumpulan lirik lagu itu kemudian membuka yang satunya. Dan What?! betapa terkejutnya dia saat mendapati tulisannya sendiri yang mengisahkan tentang seseorang di buku itu.

...Selasa, 7 Agustus 2007...

...Hei ry, kayanya mulai sekarang aku bakalan ceritain tentang dia ke kamu aja deh, yang jelas2 nggak ember. Hihihi......

...Ry, akhirnya aku tahu siapa nama kakak kelas istimewa itu....

...Panggilannya Satya, dan nama lengkapnya panjang banget. Jonathan Wiratmaja Adiguna Satya. Tapi keren sih....

...Ya ampun ry, dia itu terbuat dari apa sih? Mana keren bangeeeet. Aku nggak tau lagi mesti ngomong apa. Nggak sabar nunggu pagi lagi, terus ke sekolah biar bisa lihatin dia....

...secretadmirer~mauraunyu...

Maura terkikik menertawakan dirinya sendiri dan menutup mata sesaat setelah membaca tulisan itu. Ya ampun, betapa menggelikannya dia di masa itu....!

Itu hanya satu dari sekian banyak tulisan yang berisi tentang Satya di buku diarynya. Buku diary yang lumayan tebal itu benar-bener hanya berisikan tentang Satya... Satya... dan Satya. Dan karena dia harus segera kembali ke Bandung, sementara buku itu belum selesai dia baca, maka dibawalah buku itu. Maura merasakan kenangan tersendiri saat membaca setiap isi dari buku tersebut. Meskipun kadang merasa geli juga, tapi dari tulisan itu, dia sadar bahwa sampai saat ini dia memang belum melupakan sosok Satya. Bahkan detil wajah dan postur tubuhnya seperti apa, masih dia ingat.

Sudah hampir satu setengah tahun Maura tinggal di Bandung. Dia bekerja di sebuah perusahaan advertising sebagai web designer. Di sana dia tinggal satu kostan dengan teman yang sudah dia kenal akrab dari jaman kuliah. Namanya Vera. Vera bekerja di perusahaan ekspor-impor. Dibandingkan Maura, Vera sudah terlebih dulu tinggal di Bandung selama 6 bulan. Awalnya Maura ingin cari kostan sendiri, tapi Vera dengan baik hati mengajaknya untuk tinggal bersama. Kostan yang mereka tinggali ini cukup besar. Lebih cocok disebut kontrakan sih. Karena modelnya satu buah rumah, dan itu mereka sewa berdua saja. Maura dan Vera sudah seperti saudara saking dekat dan akrabnya. Mereka sudah biasa tukeran baju, tas, atau sepatu karena kebetulan postur tubuh keduanya mirip-mirip. Bedanya, Maura berpostur sedikit lebih tinggi dari Vera. Orang-orang yang baru mengenal mereka selalu mengira keduanya adalah kakak-beradik.

Oke, kembali ke cerita masa lalu Maura, yang membuatnya malam ini mendadak jadi stalker.

...♡♡♡...

Tentang Satya.

'Nggak jelas' adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan perasaan Maura pada Satya kala itu. Karena entah kenapa Maura tiba-tiba begitu semangat untuk mencari tahu tentang Satya dan latar belakangnya. Bukan untuk memata-matai sih, tapi karena saking kagum dan terpesonanya.

Satya itu orangnya ramah, supel, periang, dan baik banget. Mengingat Maura hanya sebagai adik kelas, Satya cukup welcome setiap kali Maura menyapa cowok itu. Gimana ya.... pokoknya Satya itu orangnya asyik dan baik.

Saat itu Maura masih duduk di kelas 1 dan Satya di kelas 2. Kelas mereka berdampingan.

Yang sering Maura perhatikan dari Satya adalah, setiap jam istirahat anak itu tidak pernah pergi kemana-mana. Kebiasaan yang dia lakukan hanya nongkrong di depan kelas, ngobrol sama teman sebayanya, atau kadang melipir ke kelas Maura hanya sekedar nongolin muka atau lihat-lihat kelas doang. Aneh banget memang, tapi begitulah Satya.

Dan bagian aneh inilah yang justru Maura sukai. Saat Satya melipir ke kelasnya, itu artinya dia bakalan bisa melihat anak itu dari jarak dekat banget! Dan itu bisa membuat jantung Maura berasa jumpalitan, padahal Satya nggak ngapa-ngapain. Cuma lewat dan senyum aja.

Pernah suatu hari, waktu itu jam istirahat saat bel berbunyi dan guru langsung meninggalkan kelas, seperti biasa Maura langsung mengemasi buku pelajarannya. Teman sebangkunya yang bernama Tere juga langsung ngajak ke kantin. Karena memang posisi lagi lapar dan haus, Maura setuju-setuju saja

Tapi betapa kagetnya dia saat berdiri dan menoleh ke jendela--bangku Maura dan Tere berada di sebelah tembok, tepat dibawah jendela kelas--....WOW, Maura melihat Satya sedang bersandar di tiang penyangga teras, dengan wajah menengadah ke atas dan mata terpejam tepat di depan kelasnya. Bukan apa-apa memang, tapi damage banget! Gayanya kaya orang yang lagi mikir sesuatu yang berat gitu. Efek selesai mapel matematika kali ya? Jadi rada kopyor tuh kepala. Soalnya pas bel masuk tadi Maura melihat guru matematika masuk ke kelas Satya.

Reflek Maura kembali duduk, mengelus dada dan itu tentu membuat Tere heran.

"Lo ngapain sih Ra? Ayo ke kantin, katanya laper," ajak Tere yang sudah nggak sabar.

"Kayaknya gue nggak ke kantin aja deh Re. Tiba-tiba gue nggak laper," jawab Maura enteng.

Kening Tere mengernyit dengan alis yang hampir menyatu saking herannya. Dia melihat lurus ke jendela lalu menatap Maura lagi dan menggeleng. Waktu itu dia nggak ngeh kalau yang membuat teman sebangkunya tiba-tiba mengurungkan niat ke kantin adalah KARENA LAGI ADA SATYA DI DEPAN KELAS! Tapi untungnya Tere bukan teman yang kepo. Begitu Maura tidak jadi ke kantin, dia pergi sendirian.

Kelas mulai sepi saat penghuninya satu per satu keluar. Maura pun akhirnya juga tidak mau di kelas sendirian, bisa jadi fitnah nanti kalau ada barang hilang. Tapi tunggu, dia tidak mau keluar dengan perasaan yang tidak karuan. Jadi dia mengatur nafas terlebih dahulu untuk mengurangi perasaan grogi dan debar jantungnya yang masih jumpalitan

"Lho, kamu sendirian aja di kelas?" suara itu begitu ramah menyapanya saat Maura baru saja menginjakkan kakinya di teras.

"Ee... i... iya, t... tadi masih beresin bu.. buku pelajaran," Maura sudah mencoba untuk tidak gugup tapi tetap saja akhirnya tidak terkontrol. Entah saking senengnya atau apa. Tapi dalam hati Maura merutuki mulutnya sendiri yang tidak bisa diajak kompromi.

"Hmmmpppfffhhh..." Satya menegakkan tubuh dan menatap Maura beberapa saat.

Dia lagi ngetawain gue ya? Gara-gara gue gugup di depannya? Ya Ampun, gue malu! maki Maura dalam hati pada dirinya sendiri. Dan bodohnya, saat itu dia justru sama sekali tidak bisa bergerak dari tempatnya dan hanya bisa mematung. Sampai tiba-tiba dia merasakan sebuah sentuhan kecil di pipinya.

"Kok malah bengong, ati-ati kesambet," celetuk Satya dan masih terkekeh. "Bangunan sekolah tuh biasanya angker loh... hiii..." dia pura-pura bergidig.

Ya Tuhan, godaan apalagi ini. Melayang rasanya merasakan sentuhan jarinya di pipi gue. Maura menggigit bibir menahan gejolak perasaannya. Lemah banget sih lo Ra, baru juga digituin udah GR!

"Eh, enggak kok.. aku nggak bengong. Kamu ngapain di depan kelasku?"

Satya mengangkat alis mendengar pertanyaan Maura. Dia lalu menoleh ke kiri dan kanan yang hanya ada beberapa anak berlalu lalang di sekitar mereka.

"Memangnya kenapa? Ada larangannya ya?" tanya Satya balik.

Lagi-lagi Maura hanya bisa tersenyum getir menyadari kebodohannya. Buat apa juga nanya begitu??? Nggak penting banget kan? Hak dia kali mau nongkrong di mana. Lo pikir ini sekolah punya bapak lo?

"Ya enggak sih... sorry..." ucap Maura salah tingkah.

Itulah awal kedekatan Maura dengan Satya. Dekat dalam artian, nggak ada lagi rasa canggung dan gugup setiap kali bertemu dan ngobrol ringan. Satya adalah kakak kelas yang friendly, enggak arogan dan sok kuasa seperti kakak kelas pada umumnya.

Dari kedekatan yang biasa itu akhirnya Maura jadi tahu banyak tentang Satya. Nama lengkapnya, jumlah saudaranya, warna kesukaan, makanan favorit, dan film favorit. Yang semuanya langsung dia tulis rapi di buku diarynya.

...♡♡♡...

Jeglek!

Pintu kamar Maura tiba-tiba terbuka dari luar saat dia masih sibuk dengan angan-angan masa lalunya tentang Satya. Maura buru-buru menutup laptop dan menyurukkan buku diarynya ke bawah bantal. Karena kalau Vera sampai tahu dia lagi baca-baca buku diary, tawanya bakal auto meledak dan dia bakalan langsung kata-katain Maura. Yang lebay lay, jijik lah, nggak musim lah.

"Dipanggil-panggil nggak nyaut, ternyata lagi ngelamun?" omel Vera sambil menyandarkan tubuhnya di pintu dan bersedekap.

Maura menoleh dan nyengir. "Lo manggil gue? Sumpah deh gue beneran nggak denger. Ada apa memangnya?"

"Di luar ada bakso, lo mau beli apa enggak?"

"Boleh deh, beliin ya... gue mau beresin kerjaan dulu bentar, tinggal dikit," Maura beralasan.

Vera mencibir dan menggoyang-goyangkan kepalanya lucu. Pun begitu dia tetap menuruti permintaan Maura.

Fyuhh.... Maura bernafas lega saat Vera kembali menutup pintu kamar. Setelah mengeluarkan aplikasi Instagram di laptop dan menyimpan buku diarynya di tempat yang aman, Maura segera keluar kamar untuk menikmati bakso yang dibelikan Vera.

...~bersambung~...

EPS. 2

"Raaaaa!!" seperti biasa, Vera lah yang selalu bangun lebih awal dan akan menggedor-gedor pintu kamar Maura untuk membangunkannya. Dari jaman kuliah, sudah menjadi kebiasaan Maura bangun siang. "Udah siang woeeey!! banguuun! Jemputan lo bentar lagi dateng tuuuh!!"

Kalau bukan karena sudah mengenal lama bagaimana sikap Vera, pasti kalian bakal berpikir kalau Vera itu galak, judes, sok disiplin dan bla bla bla. Tapi buat Maura, bencana banget kalau pagi-pagi pintu kamarnya nggak digedor sama Vera. Karena meskipun sebenarnya setiap pagi Maura sudah set alarm, tetap saja benda itu seolah tidak berfungsi. Setiap alarm berbunyi, Maura memang langsung bangun, tapi hanya untuk mematikan deringnya.

"Yaaaaa....!" sahut Maura malas dari dalam kamarnya. Dia meregangkan otot-ototnya dengan menggeliat-geliat manja.

"Jangan sampai Mario kesini lo belum apa-apa!" tegas Vera.

Maura memutar bola matanya, yang tentu tanpa sepengetahuan Vera karena dia masih berada di dalam kamar. "Hmmmmm..." sahut Maura lagi.

Lalu suasana hening. Itu artinya Vera telah menjauh dari kamar Maura.

Maura menghela nafas dan menatap sekeliling tempat tidur yang hampir menyerupai kapal pecah. Semalam setelah makan bakso, dia kembali melanjutkan pekerjaannya sampai larut malam. Tapi sebenarnya bukan pekerjaan yang membuatnya rela begadang. Melainkan, karena asyik membaca buku diary lamanya berulang-ulang sembari mengingat setiap kejadian yang pernah dia tulis di buku tersebut.

Setelah mengemasi semua barang-barangnya yang berserak, Maura kemudian bergegas pergi ke kamar mandi.

...🍒🍒🍒...

"Hei Ver, sarapan apa kita?" Maura menghampiri Vera yang sudah berada di ruang makan.

"Tuh," Vera menunjuk meja makan menggunakan dagu sementara tangannya sibuk mengiris-iris roti selai di atas piring makannya.

Maura mencibir menatap lapisan-lapisan roti di atas meja. Matanya lalu melirik kalender yang tertempel di dinding kemudian terkikik. Vera yang tahu apa yang membuat Maura terkikik juga turut tertawa kecil. Tanggal tua, jadi musti pinter-pinter atur duit. Yah, meskipun mereka bekerja di perusahaan yang mentereng, tapi keduanya sudah dididik sejak kecil oleh orang tua masing-masing untuk hidup apa adanya dan tidak hedon. Penanaman sikap tanggung jawab sejak dini dari orang tua, membuat Maura lebih berpikir realistis setiap kali ingin membelanjakan uang. Bukannya pelit untuk urusan menyenangkan diri sendiri. Tapi baik Maura atau Vera anaknya memang tidak hobby nongkrong dan bersenang-senang di luaran. Pernah nongkrong, tapi hal itu tidak menjadi agenda wajib untuk mereka. Bahkan setiap weekend keduanya lebih sering menghabiskan waktu di kostan. Masak-masak, nonton drama. Mereka berdua memiliki impian mendirikan bisnis pribadi. That's why, keduanya lebih memilih menginvestasikan uangnya untuk persiapan perencanaan tersebut.

TINN!!! TIINNN!!

Belum sampai Maura menghabiskan sarapannya, terdengar suara klakson mobil dari luar rumah.

"Apa gue bilang? Jemputan lo udah dateng tuh," Vera melirik ambang pintu yang memisahkan ruang makan dan ruang tamu dengan ekor matanya.

Maura mendengus lirih kemudian menjejalkan suapan terakhir sarapan ke dalam mulutnya. Setelah meneguk minuman dan mencipika-cipiki Vera, dia lalu bergegas keluar.

"Hati-hati!!" teriak Vera saat Maura sudah melesat meninggalkan ruang makan.

"Siap bosque!" sahut Maura dari luar ruang makan. Sembari berjalan dia mengecek kembali isi tasnya dan beberapa map yang akan dia bawa ke kantor hari ini.

"Pagi!" sambut Mario begitu Maura muncul dari balik pintu.

Maura melemparkan senyum ke arah laki-laki berperawakan tinggi tersebut dan langsung nyelonong masuk ke dalam mobil. Lalu tanpa menunggu lama, Mario menyusul masuk dan mereka pergi bersamaan.

Vera yang tanpa sepengetahuan siapapun mengintip keduanya dari balik tirai ruang makan, mendengus kesal. Bagaimana tidak, dia kadang merasa sebal sendiri dengan Maura yang terkesan menggantung Mario. Memang sih mereka tuh belum balikan semenjak break, tapi dari sikap yang Mario tunjukkan pada Maura selama ini, dia tampaknya masih sangat menyayangi Maura.

"Emang Mario nggak ngajak lo balikan?" tanya Vera suatu hari karena penasaran dengan hubungan mereka.

Dan jawaban yang diberikan Maura hanyalah gelengan santai. Belum atau tidak? Entahlah. Semenjak itu Vera tidak bertanya lagi.

Ceritanya, dulu waktu SMA, keduanya pernah terlibat cinta monyet. Namun hubungan itu harus berakhir saat Mario memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jerman setelah lulus SMA, sementara Maura tetap stay di Indonesia. Tapi entahlah, Vera sendiri juga tidak benar-benar tahu apakah hubungan itu sudah berakhir atau hanya break saja. Pasalnya, Vera memang baru mengenal Maura ketika bertemu di bangku kuliah. Saat mereka mulai akrab, biasalah, keduanya jadi suka saling tukar cerita di masa SMA masing-masing. Dan saat itu Vera pernah beberapa kali mendengar Maura menceritakan tentang Mario si cinta monyetnya itu kepadanya.

Mario sendiri kembali mendekati Maura baru setahun belakangan. Setelah dia lulus kuliah di Jerman, dia sempat bekerja di sebuah perusahaan elektronik di sana. Namun itu hanya bertahan selama kurang dari satu tahun karena orang tuanya terus menelfon dan memintanya pulang. Dia mempunyai tanggung jawab untuk mengelola perusahaan Ayahnya yang bergerak di bidang logistik. Perusahaan itu memiliki dua cabang dan kebetulan salah satu cabangnya ada di Bandung. Mungkin karena dia tahu Maura tinggal di kota inilah yang akhirnya membuat dia memilih untuk mengelola cabang yang ada di Bandung.

...🍒🍒🍒...

"Kamu nanti pulang jam berapa?" tanya Mario setibanya di depan kantor Maura.

"Kurang tahu sih. Kenapa memang?" Maura balik bertanya sembari melepas sabuk pengaman.

"Kalau kamu nggak sibuk, kita bisa kan makan malam di luar?"

Maura mengerucutkan bibir. Bukan apa-apa, dia sendiri kadang tidak bisa memprediksi jadwalnya. Karena kadang bosnya suka tiba-tiba ngadain meeting dadakan.

"Kenapa? Nggak bisa ya?" tanya Mario lesu.

"Nanti deh kalau aku udah mau balik aku kabarin kamu. Gimana?" hanya itu jawaban sekaligus tawaran yang bisa Maura berikan.

Mario manggut-manggut sembari memainkan jemarinya pada kemudi.

"Oke deh."

"Ya sudah kalau begitu aku kerja dulu ya," Maura beringsut dan membuka pintu.

"Eit tunggu..." lengan Mario spontan menahan pundak Maura.

Maura kembali berbalik dan menatap laki-laki di hadapannya itu dengan mata membulat. Tatapan yang justru membuat Mario tertawa renyah. Maura tampak sangat lucu pagi itu. Tatanan rambut yang dibuat poni membuat Maura terlihat seperti anak kecil sekaligus mengingatkan Mario ke jaman SMA. Dimana Maura sering menata rambutnya dengan model poni.

"Kenapa lagi?" tanya Maura sembari menahan senyum.

Mario tersenyum datar. "Nggak pa-pa. Ya udah hati-hati. Jangan capek-capek," dia mengacak-acak poni Maura.

"Aduuuww jangan, Yo..." Maura menangkap tangan Mario dari dahinya. "Ini udah rapi lhooo..." rengeknya.

"Ya ampun cuma dipegang aja nggak boleh."

Lalu setelah membenahi poninya, Maura pun segera keluar dari mobil.

"Daaaa!" Maura melambaikan tangan ringan pada Mario sebelum berlari memasuki kantor.

Begitu Maura menghilang di balik pintu perusahaan advertising besar itu, Mario juga langsung menutup kaca mobilnya. Tapi dia tidak segera pergi dari sana dan justru menyandarkan punggungnya lalu merenung untuk beberapa saat.

Maura tidak berubah. Dia masih terlihat sebagai seorang perempuan ceria di matanya, sama seperti yang dia kenal 6 tahun yang lalu, saat dia baru saja pindah sekolah ke SMA yang sama dengan Maura.

Flashback On.

Saat itu Mario baru saja menerima rapor kenaikan kelas di SMA-nya dan dia begitu bahagia karena berhasil masuk 10 besar. Keinginannya untuk ikut ekskul MAPALA (Yang saat itu hanya bisa diikuti murid kelas 2 dan 3 SMA) harus dia kubur dalam-dalam saat ternyata di hari yang sama dengan hari kenaikan kelasnya, Ayahnya harus dipindah tugas ke luar kota oleh perusahaan tempat beliau bekerja--saat itu Ayahnya belum merintis usahanya sendiri. Jadi mau tidak mau, seluruh anggota keluarganya harus ikut. Tak terkecuali dirinya.

Mario pindah ke SMA Nusantara dan menjadi murid baru di SMA yang sama dengan Maura. Namun mereka tidak berada di kelas yang sama. Maura duduk di kelas 2 IPA sedangkan Mario di kelas 2 IPS. Kelas mereka berseberangan.

Singkatnya, kedekatan mereka berawal pada saat hujan deras melanda kota Jakarta di jam sekolah usai. Maura yang saat itu tidak membawa payung dan jas hujan, terpaksa harus berlari untuk sampai ke halte tempat dia biasa menunggu jemputan. Namun apes, saat sedang buru-buru itu dia justru bertubrukan dengan Mario yang juga sama-sama terburu-buru menuju tempat parkiran.

Maura hampir terjatuh kalau saja Mario tidak dengan sigap menarik lengannya. Dari situlah kedekatan itu berawal, sampai akhirnya muncul benih-benih cinta monyet dari keduanya. Mario menyatakan perasaannya tepat setelah dua minggu mengenal Maura. Yang tanpa pernah dia sangka, ternyata Maura menerima cintanya.

Flashback Off.

Mario menghela nafas panjang sembari menatap keluar. Berat sekali rasanya untuk menanggalkan kisah yang pernah dia jalani bersama Maura, meski itu hanya sekedar cinta monyet. Waktu itu dia terpaksa meminta break, karena mereka sering berkonflik semenjak Mario berada di Jerman. Maklum lah, menjalani hubungan LDR itu tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi saat itu mereka masih sama-sama ABG, masih sama-sama labil.

Dan sekarang, mereka sudah sama-sama dewasa. Mario ingin hubungan mereka kembali berlanjut, tapi...... semakin kesini, dia justru semakin takut untuk menyatakan perasaannya kembali pada mantan cinta monyetnya itu.

Kita break dulu ya Ra. Hubungan kita nggak sehat kalau kita terus-terusan berantem kaya gini. Sekarang, kita fokus aja sama kuliah kita masing-masing. Aku janji begitu aku kembali, aku akan tetap ada buat kamu.

Itulah email terakhir yang Mario kirim pada Maura saat dia masih di Jerman.

It's okay. Kalau itu memang keinginan kamu, aku nggak bisa maksa. Semoga kamu menepati janji kamu ya 🙂.

...~Bersambung~...

-VISUAL-

...Maura Meisie Kailani...

...Sedikit labil dan rada cengeng. Tapi memiliki sifat yang peduli dengan orang-orang sekitarnya. Kalau sedang marah atau ada masalah lebih suka diam dan mengurung diri di dalam kamar (Satu kebiasaan buruk yang paling dibenci teman satu kostnya)....

...🍒🍒🍒...

...Jonathan Wiratmaja Adiguna Satya...

...Terlihat dingin, cuek dan urakan. Tapi kalau sudah mengenal dia dalam waktu yang lama, karakter itu akan berbanding 180° dari sikap aslinya. Cowok yang akrab dipanggil Satya ini aslinya humoris. Pecinta musik dan game....

...🍒🍒🍒...

...Mario Bramastya...

...Pekerja keras dan memiliki sikap yang tegas. Tapi tidak untuk masalah cinta. Karakter Mario setia dan penyayang. Prinsipnya, sekali saja dia menemukan seseorang yang tepat di hatinya, dia akan memperjuangkannya sampai titik akhir....

...🍒🍒🍒...

...Alesha Vera Prabowo...

...Teman satu kostan Maura. Sahabat sekaligus satu-satunya keluarga Maura di Bandung....

...🍒🍒🍒...

...Samuel Bramastya...

...Adik dari Mario Bramastya. Kuliah semester 3 di salah satu universitas ternama di Jakarta. Gokil, konyol, tapi penyayang. Anak Moge. Hobbynya tiap weekend jalan-jalan keliling kota bersama geng mogenya....

...🍒🍒🍒...

...Sagara Banyu Ananta...

...Lebih akrab dipanggil Gara. Teman sekantor sekaligus senior Maura yang care banget sama Maura. Sering nraktir makan siang dan kadang bantuin pekerjaan Maura pas lagi dikejar deadline. Usianya 3 tahun lebih tua dari Maura....

...🍒🍒🍒...

...Intania Reksa Louise...

...Biasa dipanggil Intan. Modis dan stylish di setiap penampilan. Karakternya keras dan judes....

...Tania Ghifri Kailani...

...Adik semata wayang Maura. Berusia 20 tahun dan masih duduk di bangku kuliah. Kadang cerewet, kadang pendiam, susah dideskripsikan. Hobby nongkrong....

...🍒🍒🍒...

...NB: Visual kemungkinan akan mengalami revisi seiring jalannya cerita. Bisa jadi bertambah, tapi untuk sementara ini dulu ya 🤗...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!