NovelToon NovelToon

The Heart Chooses

Malam Tragedi

Gadis berusia lima tahun itu tak berhenti menangis. Seorang perawat terus berusaha menenangkannya. Mulutnya tak berhenti memangggil kedua orang tuanya.

“Mama.. papa..”

Sementara itu di ruang tindakan, para dokter berusaha menyelamatkan nyawa sepasang suami istri yang terlibat kecelakaan. Mobil yang dikendarai mereka tertabrak mini bus yang menyalip dari arah berlawanan. Beberapa kali mobil mereka terguling hingga akhirnya jatuh terhempas dengan posisi terbalik. Beruntung anak mereka yang masih berusia lima tahun tak mengalami cedera parah. Gadis yang duduk di kursi belakang itu terikat kencang dengan seat belt-nya. Dia hanya mengalami cedera ringan.

Ya, pasangan itu adalah orang tua gadis kecil yang sedang menangis di IGD. Malang nyawa sang ibu tak dapat diselamatkan, sedang sang ayah masih dalam keadaan kritis.

Seorang pria datang tergesa menuju IGD. Dia menanyakan korban kecelakaan maut yang dibawa ke rumah sakit ini. Setelah mengkorfirmasi nama korban, lelaki itu berjalan menuju ruang tindakan. Dia menghampiri dokter yang menangani.

“Selamat malam dok, bagaimana keadaan pasien?”

“Anda keluarganya?”

“Saya Soni Abraham, teman sekaligus pengacaranya dok.”

“Mohon maaf saya tidak bisa menyelamatkan istrinya. Sedang pak Rasyid sudah sadar hanya keadaannya masih kritis. Dia kehilangan banyak darah.”

“Bagaimana dengan anaknya dok?”

“Alhamdulillah anaknya selamat, hanya mengalami cedera ringan. Sekarang sedang ditangani oleh perawat.”

“Boleh saya melihat teman saya?”

“Silahkan. Tapi jangan terlalu lama.”

Soni masuk ke dalam ruang tindakan. Terlihat Rasyid, temannya terbaring lemah di atas blankar. Beberapa peralatan medis terpasang di tubuhnya. Melihat kehadiran Soni, pria itu mengangkat tangannya dengan lemah. Meminta temannya menghampiri.

“Soni.. tolong saya.”

“Jangan banyak bicara dulu. Putri selamat, dia baik-baik saja.”

“Waktuku ngga banyak Son, tolong aku.”

Soni mendekatkan telinganya pada bibir Rasyid, menyimak apa yang dikatakan sahabatnya ini. Setelah itu dengan cepat mengeluarkan kertas bersegel dari tas kerjanya dan mencatat semua yang dikatakan temannya ini. Kemudian dia menempelkan materai di atasnya. Soni membantu menyelipkan ballpoint ke tangan Rasyid. Dengan sekuat tenaga dia menandatangani kertas yang diberikan Soni. Tak lama terdengar suara monitor. Beberapa suster dan dokter menghampiri. Mereka berusaha mengembalikan detak jantung Rasyid. Namun malang, dalam hitungan menit dia menyusul istrinya kembali kepada sang pencipta.

Soni mengusap kasar wajahnya. Tak percaya dalam waktu semalam kehilangan dua orang sahabat sekaligus. Rasyid dan istrinya, Risna adalah temannya sejak SMA dulu. Selain mereka bertiga masih ada Fadli. Keempatnya merupakan sahabat karib. Jika Rasyid, Risna dan Soni tinggal di Jakarta. Berbeda dengan Fadli yang menetap di Bandung dan membangun usahanya di sana.

Sambil menunggu perawat menyiapkan jenazah Rasyid dan Risna, Soni mencari keberadaan Putri, anak semata wayang Rasyid. Dia mengambil Putri dari gendongan perawat.

“Om Soni, papa sama mama mana?”

“Papa sama mama masih di dalam. Putri jangan nangis lagi. Sekarang Putri sama om Soni dulu ya.”

Gadis itu mengangguk. Soni menggendong gadis yang sudah dianggapnya anak sendiri hingga tertidur. Seorang perawat memanggilnya dan mengatakan jenazah sudah siap dibawa pulang. Soni menuju mobilnya. Membaringkan Putri di jok belakang. Setelah itu duduk di belakang kemudi, mengikuti ambulance menuju kediaman Rasyid.

🌹🌹🌹

Soni duduk terdiam di depan makam Rasyid dan Risna. Di sebelahnya berdiri Putri. Entah apa yang dipikirkan gadis kecil itu. Dalam waktu semalam dia menjadi yatim piatu. Masih terdengar suaranya memanggil mama dan papanya di sela isak tangisnya. Soni memegang erat tangan gadis itu.

Tak berapa lama sepasang suami istri nampak turun dari mobilnya dan berjalan tergopoh-gopoh menuju makam Rasyid.

“Rasyid,” desisnya saat berada di depan makam.

Soni menoleh, dengan cepat memeluk orang itu. Dia adalah Fadli, sahabatnya. Tadi shubuh dia mengabari tentang kepergian Rasyid dan Risna. Airmata Fadli jatuh bercucuran. Karena kesibukannya mereka jarang bertemu. Dan kini mereka bertemu tapi dalam situasi yang sangat menyedihkan. Kirana, istrinya memegang bahunya mencoba menguatkannya.

Fadli menghapus airmatanya. Matanya lalu tertuju pada gadis kecil di samping Soni. Dengan tersenyum dia memanggil namanya.

“Putri sayang, kamu masih ingat om nak?”

Putri mengangguk pelan. Kirana ikut berjongkok di depan Putri. Menghapus airmata gadis ini. Membelai rambutnya penuh kasih sayang.

“Bagaimana kalau kita ke kantorku dulu. Ada hal penting yang ingin kubicarakan dengan kalian,” Fadli mengangguk. Kirana mengusap pipi Putri.

“Sayang, mau ikut tante?”

Putri hanya megangguk. Kirana segera menggendong Putri. Mereka berjalan menuju mobilnya. Tak lama mobil mereka meninggalkan area pemakaman umum menuju kantor Soni.

Kirana membaringkan Putri di sofa kemudian bergabung dengan suaminya. Soni mengeluarkan surat wasiat yang dibuat alhamrhum Rasyid tadi malam. Fadli membaca dengan seksama surat wasiat tersebut.

“Bagaimana Dli? Kamu bersedia menjalankan amanat Rasyid?”

“In Sya Allah Son, aku akan melakukannya. Kamu ngga keberatan kan sayang?” tanya Fadli pada istrinya.

“Sama sekali ngga mas. Aku bahagia, akhirnya aku memiliki anak perempuan.”

“Syukurlah kalau begitu. Aku senang kita berdua bisa menjalankan amanat Rasyid. Sehabis menjemput Deandra di New York aku akan langsung mengurus perusahaan Rasyid. Putri aku percayakan pada kalian berdua.”

“Ya Son.”

“Apa kalian akan mampir dulu ke rumah atau langsung pulang ke Bandung?”

“Sepertinya kami akan langsung pulang ke Bandung. Fahri dan Farhan sedang menunggu kami.”

“Baik. Hati-hati di jalan. Nanti aku yang akan mengirimkan barang-barang Putri ke rumah kalian.”

Putri terbangun dari tidurnya. Sejenak dia mengucek matanya. Kemudian berjalan menghampiri Soni. Melihat Putri, Soni langsung menggendongnya.

“Putri sayang. Mulai hari ini Putri tinggal bersama om Fadli dan tante Kirana ya sayang. In Sya Allah om dan tante Deandra akan sering menengokmu di Bandung. Putri harus jadi anak yang baik ya. Jangan bersedih lagi. Om Fadli dan tante Kirana adalah teman papa dan mama. Di Bandung, Putri akan punya dua orang kakak, jadi Putri tidak akan kesepian. Putri maukan?”

Putri mengangguk. Putri memang anak yang baik dan penurut. Dia juga mudah menyesuaikan diri di lingkungan baru. Seandainya saja Rasyid menitipkan Putri padanya, Soni pasti akan sangat bahagia, karena hingga kini dia belum dikaruniai anak. Tapi Rasyid tidak ingin anaknya kesepian. Karenanya dia menitipkan anaknya pada Fadli, yang sudah mempunyai dua anak lelaki. Kirana mengambil Putri dari gendongan Soni.

“Mulai sekarang Putri panggil tante, bunda dan om, ayah. Mau kan sayang?”

“Iya bunda.”

“Aduh pinternya anak bunda. Coba sekarang panggil ayah.”

“Ayah.”

Fadli menggendong Putri, mencium pipi gembulnya. Sekali lagi mereka berpamitan pada Soni. Kemudian mereka kembali ke mobilnya. Kali ini mereka langsung pulang ke Bandung. Kirana sudah membayangkan kedua anak lelakinya pasti senang sekali mempunyai adik perempuan.

🌹🌹🌹

Hai author datang lagi dengan karya terbaru nih. Mudah2an kalian suka ya dengan jalan ceritanya. Happy reading...

Welcome Home

Fahri dan Farhan adalah anak dari Fadli dan Kirana. Fahri berusia 13 tahun, saat ini duduk di kelas 1 SMP, sedangkan umur Farhan 11 tahun, masih berada di kelas 5 SD. Setelah melahirkan Farhan, Kirana divonis tidak akan bisa memiliki anak lagi. Padahal dia sangat menginginkan memiliki anak perempuan. Begitu pula dengan Fahri dan Farhan. Sebenarnya Fadli berniat mengadopsi anak perempuan. Tapi sebelum itu terjadi, Rasyid telah menitipkan anak perempuannya padanya.

Kedua anak lelaki itu sedang bermain basket di halaman rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Tapi Fadli dan Kirana belum sampai di rumah. Setelah kelelahan bermain, mereka berdua berbaring di teras rumah. Bi Juju datang membawakan minuman dingin untuk mereka.

Saat mereka sedang menyeruput minumannya. Mobil orang tuanya memasuki garasi. Tak lama kemudian, Kirana turun sambil menggendong Putri. Fahri dan Farhan saling bertatapan. Begitu sampai di depan mereka, Kirana menurunkan Putri.

“Sayang, kenalkan ini kak Fahri dan kak Farhan. Mulai sekarang mereka berdua kakaknya Putri.”

“Hai cantik, kenalin aku Fahri. Kamu bisa panggil aku kak Ri.”

“Hai manis, aku Farhan. Kamu panggil aku kak Han ya.”

Fahri dan Farhan mengusap pipi dan kepala Putri. Namun anak itu mundur ke belakang sambil memencet hidungnya.

“Badan kakak bau keringet,” bukannya marah, mereka berdua malah tertawa. Kirana dan Fadli pun ikut tertawa.

“Ya udah sekarang kita masuk ya. Fahri, Farhan cepat mandi. Putri juga mandi. Habis itu kita main bareng,” titah Kirana.

“Iya bunda.”

Betapa bahagianya Kirana mendengar panggilan Putri untuknya. Dia menggandeng tangan Putri masuk ke dalam rumah. Kemudian mereka menuju lantai atas. Di lantai atas terdapat tiga buah kamar. Dua kamar ditempati oleh Fahri dan Farhan, sedang kamar satu lagi dibiarkan kosong. Kamar itu sengaja disiapkan bila mereka jadi mengadopsi anak perempuan. Kini kamar itu menjadi milik Putri.

Kirana membuka lemari pakaian. Di sana sudah terdapat beberapa pakaian anak perempuan yang sengaja dibeli oleh Kirana. Lalu mengambil pakaian untuk Putri.

“Sekarang Putri mandi dulu ya sayang.”

Putri hanya mengangguk. Kirana membuka pakaian Putri, kemudian mengajaknya ke kamar mandi. Sambil bernyanyi, dia memandikan Putri.

Selesai mandi seluruh keluarga berkumpul di ruangan tengah. Fadli duduk di sofa sambil menikmati pisang goreng dan secangkir kopi. Putri duduk di sampingnya menonton kartun di televisi. Kirana datang membawa segelas susu coklat, kemudian duduk di dekat Putri.

“Ini susunya diminum dulu sayang.”

Putri mengambil gelas dari tangan Kirana kemudian meminumnya sampai habis. Kirana tersenyum senang melihatnya. Setelah menghabiskan susunya, Putri kembali menonton kartun. Tak lama Fahri dan Farhan datang bergabung.

“Putri, sekarang kak Ri sama kak Han udah wangi nih. Kamu mau peluk kita ngga?” ujar Fahri.

Putri melihat kedua anak lelaki di hadapannya. Wajah mereka sangat tampan. Kulitnya putih bersih, dan aroma tubuhnya sangat wangi. Dengan cepat Putri turun dari duduknya lalu memeluk mereka bergantian.

“Bunda, ayah, makasih ya udah ngasih adik yang cantik buatku,” ucap Fahri.

“Iya sayang. Mulai sekarang kalian harus menyayangi Putri dan menjaganya ya.”

“Siap bunda, ayah,” jawab Fahri dan Farhan berbarengan.

Mereka duduk bersama menikmati camilan sambil menonton televisi. Sesekali terdengar tawa Putri mendengar celotehan Farhan. Fadli tersenyum bahagia.

Aku berjanji Rasyid akan membesarkan putrimu dengan baik. Menjodohkannya dengan lelaki baik yang akan menjaganya seumur hidupnya. Kau dan Risna tenanglah di sana. Terima kasih sudah menitipkan putri kecilmu pada kami.

🌹🌹🌹

Tak terasa sudah tiga bulan lamanya Putri tinggal bersama keluarga Fadli. Kini putri bersekolah di Taman Kanak-kanak tak jauh dari kediaman mereka. Setiap sore seorang ustadzah akan datang untuk mengajarinya mengaji.

Sejak kedatangan Putri, Fahri dan Farhan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bermain dengan adik kecil mereka. Sudah sejak lama mereka berdua menginginkan adik perempuan. Kini Tuhan telah mengabulkan keinginan mereka. Mereka bertiga terlihat begitu akrab, setiap orang yang melihatnya pasti tak akan mengira kalau Putri bukan adik kandung mereka.

Walau sudah memiliki kamar sendiri, Putri masih tidur bersama Fadli dan Kirana. Mereka masih belum berani melepas Putri tidur sendiri. Terkadang Fahri dan Farhan menemani Putri tidur di kamarnya jika orang tuanya sedang ada pekerjaan di luar kota. Seperti hari ini. Soni meminta bantuan Fadli untuk mengurus perusahaan, karena dia mempunyai pekerjaan yang harus diselesaikan.

Selesai makan malam, Fahri dan Farhan mengajak Putri ke kamarnya. Mereka memutuskan mengerjakan tugas sekolah di kamar Putri. Fahri memberikan buku mewarnai pada adiknya. Ketiganya asik dengan pekerjaannya masing-masing. Terlihat Putri mulai menguap.

“Dek, naik ke kasur gih. Nanti kak Ri sama kak Han nyusul,” titah Fahri.

Putri mengangguk, dia segera naik ke atas kasur. Tak lama Putri langsung tertidur. Fahri membereskan buku dan pensil warna milik Putri. Setelah itu kembali mengerjakan tugasnya. Setengah jam berlalu, Fahri masih belum selesai. Sedangkan Farhan yang sudah beres langsung naik ke atas kasur menemani Putri tidur. Tiba-tiba terdengar Putri mengigau.

“Mama.. hiks.. papa hiks.. mama.. papa.. hiks.. hiks..”

Farhan segera mendekati Putri. Menepuk-nepuk pahanya agar igaunya berhenti. Namun Putri terus mengigau. Dia berbaring di samping adiknya lalu memeluknya. Putri tetap mengigau. Farhan kebingungan, dia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Abang, gimana nih Putri masih nangis.”

Fahri yang baru selesai mengerjakan tugas segera membereskan buku-bukunya. Kemudian dia naik ke kasur, mencoba menenangkan Putri. Semenjak menjadi bagian keluarga Fadli, terkadang Putri masih suka mengigau dan menangis dalam tidurnya. Dia kerap memanggil mama dan papanya. Biasanya Kirana akan memeluknya, dan tak lama Putri akan berhenti mengigau. Tadi saat Farhan mencobanya, Putri masih tetap menangis.

“Coba abang yang peluk, siapa tau berhenti,” saran Farhan.

Fahri pun menuruti perkataan Farhan. Dia berbaring di samping Putri lalu memeluknya seraya membelai rambutnya. Tak berapa lama igauan Putri berhenti. Fahri dan Farhan tersenyum lega. Mereka pun tidur di samping kiri dan kanan adiknya. Putri sudah tertidur pulas dalam pelukan Fahri.

🌹🌹🌹

Waktu terus bergulir, Putri kini sudah duduk di kelas 3 SD. Dia bersekolah di tempat yang sama dengan kedua kakaknya. Sekolah swasta terkenal di kota Bandung yang berbasis sekolah Islam terpadu dengan sistem full day school. Semenjak di TK dia berteman baik dengan Dinda. Hingga kini mereka satu kelas dan tetap bersahabat.

Saat istirahat, Putri dan Dinda sedang duduk di kelas memakan bekal makanan mereka. Lalu datang Zaki, murid baru sekaligus anak paling badung di kelasnya. Dengan santainya Zaki mengambil makanan dari misting Dinda. Dengan cepat dia memasukkan sosis ke dalam mulutnya. Dinda yang kesal langsung memarahi Zaki. Bukannya meminta maaf, Zaki malah menarik-narik kerudung Dinda sampai sebagian kepalanya terlihat. Sontak Dinda langsung menangis.

Putri yang kesal melihat temannya dibuat menangis langsung membalas Zaki. Dengan sekuat tenaga dia menendang bokong Zaki hingga jatuh tersungkur. Zaki marah, dia bangun hendak memukul Putri. Tapi kalah cepat, Putri kembali mendorongnya. Lagi-lagi Zaki terjatuh. Seorang temannya yang melihat perkelahian itu langsung melaporkan pada wali kelas.

Bu Risma masuk ke dalam kelas dengan tergopoh-gopoh. Sesampainya di sana, dia terkejut melihat Putri dan Zaki sedang bergumul. Zaki menarik kerudung Putri, sedang Putri menjambak rambut Zaki.

“Putri, Zaki hentikan!!”

Mendengar suara bu Risma, mereka langsung berhenti. Sambil berkacak pinggang bu Risma bertanya pada keduanya.

“Ada apa ini? Kenapa kalian berkelahi?”

“Zaki bu!”

“Putri bu!” ucapnya bersamaan.

“Kalian berdua ikut ibu ke kantor sekarang!”

🌹🌹🌹

Happy reading gaessss..

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian😉

Putri vs Zaki

Dengan langkah lunglai Putri dan Zaki berjalan di belakang bu Risma. Keadaan keduanya sudah acak-acakan. Baju mereka juga kotor karena sempat bergumul di lantai. Zaki dan Putri duduk di depan meja bu Risma dengan wajah menunduk.

“Coba jelaskan apa yang terjadi Putri.”

“Zaki ngambil makanan Dinda bu. Bukannya minta maaf, Zaki malah narik-narik kerudungnya Dinda sampai Dinda nangis,” jelas Putri.

“Benar itu Zaki?”

“Zaki cuma ambil sosis sepotong. Dindanya aja yang pelit. Ini Putri juga bu, dia tuh dua kali dorong aku. Lihat hidung aku merah gara-gara jatoh didorong dia.”

Risma menghela nafasnya. Ini sudah yang ketiga kalinya Putri dan Zaki berkelahi. Saat kejadian pertama dan kedua Risma hanya mengingatkan keduanya dan meminta mereka saling bermaafan. Tapi ternyata mereka kembali berkelahi lagi. Akhirnya Risma memutuskan untuk memanggil orang tua mereka berdua.

Kirana terkejut mendapat panggilan dari sekolah. Dengan cepat dia berangkat ke sekolah. Sesampainya di ruang guru, dia melihat ibu Zaki sudah lebih dulu datang. Kirana segera duduk di sampingnya. Risma menjelaskan duduk perkaranya. Dia juga mengatakan kejadian ini bukan yang pertama.

“Putri, kamu itu anak perempuan kenapa bersikap kasar?” tegur Kirana.

“Maaf bunda, abis Zaki yang cari gara-gara duluan.”

“Zaki, kamu tuh dari dulu jahilnya ngga hilang-hilang. Kenapa kamu senang banget gangguin Dinda?” tanya Neli, ibu Zaki.

“Abisnya Dinda pelit ngga mau ngasih makanan ke aku,” Neli begitu kesal mendengar jawaban anaknya. Dengan gemas dia menjewer telinga Zaki.

“Maaf ya bu Kirana. Anak saya ini memang keterlaluan.”

“Saya juga minta maaf bu Neli. Kelakuan anak saya bar-bar kaya gini.”

Kedua ibu itu tersenyum. Untung saja mereka berdua sudah paham kelakuan anak-anaknya. Jadi perkelahian antar anak tidak berlanjut ke orang tua.

“Maaf bu Kirana, bu Neli. Untuk memberi pelajaran pada Zaki dan Putri, atas rekomendasi dari guru BK, mereka berdua di skors satu hari. Selain itu mereka juga harus mengerjakan tugas untuk pelajaran besok, menulis surat permintaan maaf sebanyak dua lembar dan setor hafalan surat An-Nabaa ayat 1 sampai 20.”

Zaki dan Putri menggeleng keras mendengar ucapan gurunya. Mereka merengek meminta dijinkan sekolah dari pada harus mengerjakan tugas seabreg plus hafalan ayat. Setelah itu, Risma mempersilahkan kedua membawa anak-anaknya pulang walaupun jam pelajaran belum usai.

Sore harinya, Putri duduk terdiam di ruang tengah. Dia akan disidang oleh ayah dan bundanya. Fadli yang baru selesai mandi segera duduk di sofa, sedang Kirana sedari tadi sudah di sana. Tak lama Fahri dan Farhan menyusul.

“Putri, kamu tahu kesalahan kamu apa nak?” tanya Fadli.

“Tahu ayah.”

“Kata bu guru ini yang ketiga kalinya kamu berkelahi dengan Zaki. Ayah ngga nyangka anak ayah yang cantik dan sholehah ini bisa berbuat kasar pada temannya.”

“Maaf ayah, tapi Zaki yang mulai duluan.”

“Harusnya kamu jangan ikut-ikutan kaya Zaki. Lebih baik kamu dan Dinda menjauh, atau bilang sama bu Risma soal Zaki,” tutur Kirana.

“Kalau diam aja nanti Zaki tambah ngelunjak bunda. Makanya Putri kasih pelajaran sama Zaki biar ngga seenaknya gangguin Putri sama Dinda.”

“Siapa yang bilang begitu sama kamu?”

“Kak Han,” jawab Putri pelan.

Kirana sontak melihat pada putra keduanya. Farhan hanya cengar-cengir mendapat tatapan tajam dari bundanya.

“Farhan! Kenapa kamu ngajarin adikmu seperti itu? Dia itu perempuan.”

“Justru karena dia perempuan bunda, dia harus bisa membela diri. Biar ngga diganggu sama temen laki-lakinya.”

“Fahri setuju bunda. Kita kan ngga bisa terus-terusan di samping Putri. Jadi dia harus bisa melindungi dirinya sendiri. Apa yang dilakuin Putri ngga salah. Udah bagus dia ngasih pelajaran sama Zaki. Kak Ri bangga sama adek.”

“Kak Han juga.”

Putri tersenyum senang mendengar pujian kedua kakaknya. Sedang Kirana hanya menepuk keningnya melihat kelakuan kedua putranya. Fadli tersenyum, namun senyumnya hilang begitu mendapat tatapan horor dari istrinya.

“Tapi lain kali jangan seperti itu ya Putri. Kalau bisa dibicarakan baik-baik, itu lebih baik dari pada menggunakan kekerasan,” nasehat Fadli.

“Iya ayah.”

“Sekarang naik ke kamar kalian.”

Farhan, Fahri dan Putri segera menuju ke lantai dua. Bukannya ke kamar, mereka memilih berbicara di balkon. Keduanya tak sabar ingin mendengar cerita lengkap pertarungan Putri dengan Zaki.

Sementara itu Kirana masih berbicara dengan Fadli. Dia bingung melihat Putri yang semakin hari semakin tomboy saja.

“Aku bener-bener bingung. Dulu Putri itu anaknya baik, manis, penurut. Ingat kan mas, waktu pertama kali kita ketemu Putri umur tiga tahun. Begitu pindah kenapa malah jadi tambah galak. Ini pasti gara-gara Fahri sama Farhan yang udah ngeracunin anak itu.”

Fadli tertawa mendengar celotehan istrinya. Semenjak Putri tinggal bersama mereka. Fahri dan Farhan memang begitu dekat dengan Putri. Semua kebiasaan mereka ditularkan pada adiknya. Bukannya bermain boneka, Putri lebih senang diajak main kelereng, latihan bela diri, main basket bahkan main layangan oleh kedua kakaknya.

“Kenapa sekarang aku berasa punya anak laki-laki tiga ya mas,” keluh Kirana.

“Hahahaha.. ya ampun kamu tuh ada-ada aja sayang. Biarin aja dulu. Pelan-pelan kamu arahkan Putri. Tapi mas setuju kalau Putri harus bisa menjaga diri.”

“Aku juga setuju mas. Tapi ngga gini juga. Dari kelas satu ada aja korbannya Putri. Yang nangislah, dijahilin lah. Aku sampai malu ketemu wali murid yang lain. Pusing aku mas.”

“Begini saja. Coba mulai besok perkenalkan Putri dengan pekerjaan rumah. Belajar sedikit-sedikit menyapu, cuci piring atau memasak. Biar dia ngga terlalu sering menghabiskan waktu dengan kedua kakaknya.”

Kirana mengangguk-angguk. Dia mulai menyusun rencana untuk mengalihkan perhatian Putri agar tidak terus mengekori kedua kakaknya.

🌹🌹🌹

Selesai shalat ashar, Kirana meminta Putri membantu bi Juju melipat baju yang baru diangkat dari jemuran. Awalnya Putri ogah, tapi Kirana memaksa dengan ancaman akan memotong uang jajannya. Dia pun mulai melipat baju di ruang khusus untuk menyetrika. Sesekali dia menghembuskan nafas kesal karena begitu banyaknya baju yang harus dilipat. Saat sedang melipat baju Farhan datang menghampiri.

“Dek, ikut kak Han sama kak Ri main bola yuk.”

“Putri mau kak, tapi ini bunda nyuruh Putri lipetin semua baju ini.”

Farhan keluar dari ruangan, tak lama dia kembali bersama Fahri. Mereka berdua langsung membantu Putri melipat baju. Lima belas menit kemudian semua baju sudah dilipat dan tersusun di keranjang. Betapa senangnya perasaan Putri, pekerjaannya cepat selesai berkat bantuan kedua kakaknya.

“Kita tunggu di luar ya dek,” ucap Fahri.

Putri hanya mengangguk. Setelah kakaknya pergi, dia mendorong keranjang. Lalu keluar ruangan menemui bundanya.

“Bunda, kerjaan Putri udah beres. Sekarang Putri boleh main ya.”

“Eitts tunggu! Yang bener udah beres?”

“Bener bunda. Kalau ngga percaya bunda lihat aja sendiri.”

Kirana berjalan menuju ruang menyetrika. Semua pakaian sudah terlipat rapih. Karena tugas yang diberikannya sudah selesai. Tak ada alasan untuk Kirana melarang Putri main. Dengan senang Putri keluar dari rumah menemui kedua kakaknya yang sudah menunggu di depan gerbang. Tak lama mereka berjalan menuju lapangan yang terletak dua blok dari rumah mereka.

Setiap harinya Putri selalu mendapat tugas dari Kirana. Mencuci piring, menyapu lantai dua, membereskan lemari pakaiannya atau membereskan ruang keluarga. Setiap hari pula kedua kakaknya membantu Putri menyelesaikan tugasnya tanpa sepengetahuan Kirana. Bi Juju yang mengetahui hal tersebut dipaksa tutup mulut oleh Fahri dan Farhan. Asisten rumah tangga itu hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak majikannya. Lebih parahnya selama ini Kirana tak menyadari kalau telah dikadali oleh kedua anak lelakinya.

🌹🌹🌹

Ini baru awalnya nya. Keseruan akan terus bertambah di setiap babnya. So jangan bosan untuk ikutin terus kelanjutannya ya🤗

Please tinggalkan jejak kalian ya😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!