NovelToon NovelToon

Rebirth: Rise Of The Phoenix

Prologue

Malam itu, rembulan menyembunyikan dirinya di balik gulungan awan kelabu. Langit yang biasanya dipenuhi dengan bintang, kini tampak suram—seolah memberikan pertanda bahwa hari tersebut akan berakhir dengan duka dan nestapa. Kilat menyambar dari balik cakrawala, mengawali turunnya hujan yang semakin menambah kelamnya malam.

Di dalam istana pengasingan, Ye Qing memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajah di kedua sikunya. Rambut panjangnya yang hitam legam diikat secara sembarangan di atas kepala, sementara jubah sutera yang ia kenakan telah koyak dan memudar bersama dengan kecantikannya. Wajahnya yang dulu mampu membuat bunga di taman kerajaan merasa iri, kini pucat pasi. Semangat hidup telah lama hilang dari kedua manik matanya.

Ye Qing mengangkat kepala dengan lemah dan membuang pandangannya ke luar jendela, menatap ke dalam gelapnya malam seraya memutar kembali memori manis dalam hidupnya. Sebuah senyuman masam terukir di wajahnya.

Andai saja ia bisa memutar waktu, ia bersumpah tidak akan jatuh hati pada laki-laki sialan tersebut. Andai saja ia bisa memutar kembali waktu, ia tidak akan membiarkan keluarganya hancur di tangan pria itu. Kalau saja ia memiliki kemampuan untuk memutarbalikkan waktu, ia akan memilih untuk tidak jatuh ke tangan pria itu dan hidup bahagia bersama keluarganya.

Karena kebodohannya, ia harus menanggung semua duka dan lara yang sekarang ia alami. Seluruh keluarganya mati dan ia harus mendekam di dalam istana pengasingan selama empat tahun lamanya.

Ye Qing adalah puteri kesayangan Jenderal Ye Long. Terlahir sebagai satu-satunya wanita di antara empat saudara, Ye Qing diperlakukan seperti sebuah mutiara yang sangat berharga. Ia tinggal di dalam kediaman yang tak kalah mewah dari istana kekaisaran. Semua yang ia miliki bahkan lebih baik dari milik para putri kerajaan. Ketika kaum wanita di era tersebut dilarang untuk mendapatkan pendidikan, Ye Qing justru dididik oleh sarjana nomor satu di Kerajaan Wuyue. Sejak kecil, ia bahkan berlatih ilmu bela diri dibawah naungan ayahnya dan kakak tertuanya, dua jenderal besar di dinasti tersebut.

Meskipun hidup bergelimang harta, Ye Qing tidak menjadi wanita yang arogan ataupun gadis yang memiliki rasa superioritas tinggi. Meskipun ia sedikit ambisius dan memiliki kebanggan yang tinggi akan dirinya, semua masih dalam batasan wajar. Ia bukanlah wanita berhati picik.

Gadis tersebut tumbuh dan besar di barak militer. Ketika semua gadis bangsawan seusianya mempelajari seni menyulam, melukis, bermain weiqi [1], atau bermain guqin [2], Ye Qing justru mengangkat senjata dan mengasah ilmu bela dirinya bersama tiga kakak lelakinya.

Semua kejadian nahas yang Ye Qing alami bermula ketika ia berusia sembilan belas tahun.

Setelah kurang lebih empat tahun mempertahankan perbatasan utara dan memukul mundur bangsa Xiongnu, ia beserta ayah dan ketiga kakaknya akhirnya kembali ke ibu kota.

Mendengar kepulangan jenderal besarnya, Kaisar Wenzhou yang diselimuti perasaan bahagia memutuskan untuk menggelar pesta megah di Istana Yonghe. Pesta tersebut menjadi penanda kejatuhan Ye Qing dan kehancuran klan Ye.

Pada malam tersebut, untuk pertama kali, nona muda Keluarga Ye jatuh hati pada seorang pria. Laki-laki beruntung itu adalah pangeran keempat, Xie Feng. Pangeran tampan dengan gelar Xuan Wang [3] tersebut merupakan putra kaisar yang terbuang. Terlahir dari selir kelas rendah, Xie Feng gagal mendapatkan perhatian dan kasih sayang kaisar.

Dibutakan oleh cinta, Ye Qing yang saat itu baru menginjak usia dewasa memaksa ayahnya untuk memohonkan dekrit pernikahan antara dirinya dan Pangeran Xuan kepada kaisar. Ia menutup telinga atas protes yang dilontarkan ketiga kakaknya dan orang tuanya. Ibundanya bahkan sempat pingsan begitu mengetahui niatannya untuk

menikahi pangeran buangan.

Dengan bantuan Ye Qing dan backing dari klan Ye, jalan Xie Feng menuju tahta mulus tanpa hambatan. Ia mampu menyingkirkan semua saudaranya dan merebut gelar putera mahkota dari kakak tertuanya, Pangeran Jing—Xie Jing Yuan.

Namun siapa yang menyangka jika suatu saat suami yang begitu ia cintai, mengkhianatinya dan menghabisi seluruh keluarganya tanpa kenal ampun. Sesaat setelah ia dinobatkan sebagai kaisar, ia menuduh klan Ye sebagai pengkhianat yang ingin menggulingkan Kerajaan Wuyue. Sang kaisar memerintahkan semua anggota klan militer tersebut untuk dihukum pancung, tanpa menyisakan satu orang pun.

Termasuk Ye Qing, wanita yang dengan setia menemaninya selama bertahun-tahun.

Ye Qing tertawa masam mengingat kebodohan dirinya di masa lalu, air mata mulai menetes dari ujung matanya. Seharusnya, ia mendengar semua nasehat ketiga kakaknya dan menuruti permintaan ibunya untuk menikahi Pangeran Jing. Seharusnya, ia tidak jatuh cinta pada pria tersebut.

Seharusnya, seharusnya... ia tidak sebodoh ini.

Di sela-sela malam yang dingin, pintu utama istana pengasingan mendadak dibuka. Ruangan yang selama beberapa tahun terakhir diliputi kesunyian yang memekakkan telinga, tiba-tiba menerima kedatangan segerombolan kasim dan prajurit istana.

Sesaat kemudian, seorang wanita berparas surgawi melangkahkan kakinya ke dalam istana milik Ye Qing. Jubah sutera berwarna merah yang membalut tubuh mungilnya bersulamkan benang emas, di kepalanya bertahta sebuah mahkota berwarna senada dengan ukiran burung phoenix yang sangat indah.

“Su Wan’er memberi salam pada kakak sepupu!” Wanita tersebut dengan anggun menyapa Ye Qing. Entah sengaja atau tidak, ia berdiri di depan Ye Qing dan mengelus perutnya yang sedikit menonjol.

Melihat provokasi dari Su Wan’er, puteri kesayangan Jenderal Ye tersebut tertawa getir.

Bertahun-tahun menikah dengan Xie Feng, ia belum juga dikaruniai seorang bayi. Sebelum dirinya diasingkan di tempat ini, ia dengan polos menyangka bahwa Kaisar Langit belum memberikan restu baginya untuk memiliki momongan. Namun setelah matanya terbuka, Ye Qing baru menyadari bahwa Xie Feng memasukkan racun ke dalam teh yang ia minum setiap pagi. Obat terlarang itu tidak akan membunuhnya, benda itu hanya akan merusak rahimnya dan menghancurkan mimpinya untuk memiliki seorang anak.

“Apa yang kau inginkan?” Ye Qing dengan arogan mengangkat dagunya dan menatap adik sepupunya tersebut, “Belum cukup kah kau menghancurkan hidupku dan keluargaku? Su Wan’er, aku tidak menyangka jika dibalik wajah polosmu itu, kau adalah seorang wanita ular. Setelah semua yang keluargaku lakukan untuk membantu

ayahmu, ini adalah balasanmu?”

Senyum di wajah cantik Su Wan’er mendadak beku, digantikan dengan seringai jahat yang selama ini tidak pernah ia perlihatkan pada siapapun; wajah aslinya.

Tertawa nyaring, wanita yang kini menjadi istri kaisar tersebut membalas, “Tentu saja belum cukup. Sebelum Wan’er mengantar Kakak Sepupu ke peristirahatan terakhir, Wan’er tidak akan tenang.”

Dengan satu isyarat, seorang kasim mendekati Ye Qing. Ia membawa nampan dan mangkuk porselen yang berisikan cairan pekat berwarna hitam.

Ye Qing menatap mangkuk tersebut dan tertawa nyaring, membuat kasim dihadapannya bergidik ngeri. Sembari menghembuskan napas dalam, wanita cantik berusia dua puluh tujuh tahun tersebut menegakkan punggungnya dan mengulurkan tangan, meraih mangkuk berisi racun di depan matanya dan menelannya dalam satu kali

teguk.

Ia lantas menutup kedua matanya dengan damai, merasakan cairan pahit tersebut bergulir ke dalam kerongkokannya dan menghancurkan organ-organ di dalam tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, mulutnya memuntahkan gumpalan darah berwarna pekat, membuat bibir tipisnya yang semula pucat menjadi merah merona. Ye Qing merasakan kesakitan yang teramat sangat, namun ia memaksa dirinya untuk terlihat kuat di depan wanita ular tersebut.

Tepat sebelum malaikat pencabut nyawa membawanya ke gerbang reinkarnasi, sesosok pria yang tidak asing bagi Ye Qing menghambur masuk ke dalam ruangan. Tubuhnya gemetar hebat, dan wajahnya yang begitu tampan dibanjiri oleh linangan air mata. Berbalutkan jubah sutera berwarna putih, laki-laki tersebut berlari kepada Ye Qing dan merengkuh tubuh lemah gadis itu ke dalam pelukannya. Ia menangis dan meratap, akan tetapi, tidak sedikitpun suara keluar dari bibirnya.

Ye Qing membuka matanya dengan lemah, hatinya dipenuhi dengan emosi yang bercampur-aduk. Ia merasakan kesedihan mendalam yang dirasakan oleh laki-laki tersebut. Pria itu memeluknya dengan begitu erat, seolah-olah ia tidak ingin kehilangan. Seolah-olah Ye Qing adalah segalanya baginya. Di setiap isakan sunyi laki-laki itu, Ye Qing merasakan kesakitan yang dialami olehnya.

Pria ini, bagaimana mungkin ia terlihat begitu putus asa? Mengapa ia begitu sedih dan hancur melihat Ye Qing sekarat di depan matanya?

 

 

Glossary:

[1] Weiqi, atau baduk adalah permainan papan strategis antar

dua pemain, berasal dari Tiongkok sekitar 2000 SM sampai 200 SM.

[2] Guqin atau qin, adalah alat musik tradisional Tiongkok

yang bersenar tujuh.

[3] Gelar yang diberikan kepada putra kaisar. Secara literal berarti

Pangeran.

Chapter 01

Ye Qing nyaris tidak mempercayai penglihatannya sendiri.

Jelas-jelas ia telah mati setelah menenggak racun pishuang berdosis tinggi yang disodorkan oleh wanita jalang tersebut. Ia bahkan masih bisa merasakan pahitnya cairan itu, perlahan-lahan membakar kerongkongan dan organ dalamnya. Rasa sakit yang tak tertahankan masih membuat tulang-tulangnya terasa ngilu.

Akan tetapi, mengapa tiba-tiba kedua matanya mempermainkannya? Bukankah seharusnya ia meminum semangkuk sup penghilang ingatan dan bereinkarnasi [1]? Mengapa sekarang, secara tak terduga, ia berada di dalam ruangan yang begitu familiar? Bukankah ini adalah paviliun pribadinya di kediaman jenderal?

Bagaimana mungkin?

“Oh, Nona sudah bangun rupanya?”

Ye Qing kebingungan setengah mati saat sebuah suara yang ia kenal milik Ming Lan, pelayan kepercayaannya, bergema dari arah pintu masuk kamar pribadinya. Suara gadis pelayan itu membuat putri jenderal besar Ye Long semakin merasa campur aduk.

Ming Lan tewas empat tahun yang lalu, tepat saat ia diturunkan secara paksa dari tahtanya sebagai permaisuri kekaisaran Wuyue. Gadis itu mengorbankan nyawa untuk melindunginya. Ia dengan bodohnya menolak untuk kabur dan menyelamatkan dirinya ketika Ye Qing telah memberinya kesempatan. Dengan setia Ming Lan berada di sisinya, melindunginya ketika ia diseret paksa oleh segerombolan pengawal istana.

Kedua mata Ye Qing langsung memerah ketika ia melihat sosok Ming Lan bersimpuh di sisi ranjangnya. Gadis itu terlihat ceria seperti biasa, wajahnya yang polos terlihat berseri. Sang nona muda ingat, terakhir kali Ming Lan terlihat sebahagia ini adalah enam tahun yang lalu—sebelum Ye Qing memasuki kediaman Pangeran Keempat sebagai seorang wangfei [2].

Apakah itu artinya ia terlahir kembali? Apakah Dewa Langit mengasihaninya dan memberi ia kesempatan kedua untuk mengulang masa hidupnya?

Ye Qing buru-buru mengusap air mata yang telah menggenang di pelupuk matanya sembari menginstruksikan Ming Lan untuk berdiri. Dengan suara yang sedikit bergetar, ia bertanya, “Xiao [3] Lan, tahun berapakah ini? Berapa lama sejak kepulanganku ke ibu kota?”

Ming Lan mengernyit dan mengerjapkan kedua mata bulatnya, gadis itu menatap bingung ke arah nona mudanya yang tiba-tiba berperilaku aneh. “Menjawab nona muda, kita berada di era Yuanfeng, tahun ke sebelas pemerintahan Kaisar Wenzhou. Kita baru saja tiba di ibu kota semalam yang lalu.”

“Era Yuanfeng? Baru saja tiba semalam yang lalu?” Nona Ye bergumam, seolah-olah ia ingin meyakinkan dirinya sendiri. Sedetik kemudian, gadis muda berusia sembilan belas tahun itu mencubit kasar pipi kirinya, memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi atau berhalusinasi.

Merasa kesakitan, Ye Qing akhirnya yakin bahwa ia memang tidak sedang berada di alam bawah sadar. Meskipun nalarnya belum dapat mencerna kejadian supranatural yang ia alami, Ye Qing memaksa dirinya untuk bersikap tenang. Ia menahan seluruh emosi yang kini mulai membuncah di dalam hatinya.

Sepertinya, Kaisar Langit benar-benar mengasihani dirinya. Setelah melihat penderitaannya, sang penguasa semesta memberinya kesempatan kedua dan membawa jiwanya kembali ke delapan tahun yang lalu.

Melihat nona mudanya bersikap layaknya orang hilang ingatan, Ming Lan langsung merasa panik. Dengan mata merah dan tubuh yang sedikit gemetaran, gadis berusia tujuh belas tahun itu berlutut di hadapan Ye Qing dan bertanya dengan nada khawatir, “N-nona, apakah nona baik-baik saja?”

Putri kesayangan Jenderal Ye Long tersebut tak lagi mampu menahan air matanya. Ia begitu bahagia. Dewa Langit telah memutar kembali waktu dan memberinya kesempatan kedua. Itu artinya; keluarganya masih utuh, ia belum bertemu dengan laki-laki tidak tahu diri tersebut, dan ia masih memiliki banyak kans untuk melindungi keluarganya. Yang terpenting, dengan pengetahuan tentang masa depan yang ia miliki kini, ia bisa membalaskan dendamnya.

Mengepalkan tangan erat-erat di balik selimut, Ye Qing bersumpah akan menghancurkan Xie

Feng dan Su Wan’er!

Ming Lan langsung bergidik ngeri ketika melihat sirat kekejian di kedua mata nona mudanya. Seumur hidupnya, putri semata wayang Ye Long itu tidak pernah terlihat bengis seperti ini. Meskipun memiliki jiwa pemberontak dan sering membuat kedua orang tuanya pusing tujuh keliling, Ye Qing selalu ceria dan penuh tawa. Ini adalah kali pertama bagi Ming Lan melihat nona mudanya bersikap dingin. Ia terlihat seperti ratu iblis yang bangkit dari neraka dan ingin membalaskan dendam. Sangat mengerikan!

Sadar bahwa ia menakuti pelayan kesayangannya, Ye Qing buru-buru mengusap air matanya dan mengeluarkan seulas senyum tiga jari, “Tak perlu khawatir, Xiao Lan. Aku hanya terlalu bersemangat. Setelah bertahun-tahun jauh dari ibu kota, akhirnya kita kembali pulang.”

Ming Lan menghela napas lega. Beberapa saat kemudian, bersamaan dengan sebuah hal yang tiba-tiba terbersit di kepalanya, ia tersenyum jahil.

Pelayan tersebut menggoda Ye Qing, “Nona, karena sekarang kita sudah berada di ibu kota

dan tidak akan kembali ke perbatasan dalam waktu dekat, bukankah itu berarti

Nona bisa berjumpa kembali dengan tunangan Nona?”

Mendengar pertanyaan jahil Ming Lan, Ye Qing mengangkat kedua alisnya bingung. Sedetik kemudian, sesosok pria berparas surgawi mampir di benaknya. Di kehidupannya yang lalu, karena dibutakan oleh cinta, ia membatalkan pertunangan yang telah diatur oleh kedua orang tua mereka sejak kecil dan memilih untuk menikahi Xie Feng. Ye Qing menyia-nyiakan pria terbaik di dinasti tersebut hanya untuk menikahi laki-laki yang pada akhirnya mengkhianati dan bahkan menghancurkan keluarganya.

Mendadak, sebuah memori manis yang menyakitkan terlintas di pikirannya. Memori di mana seorang pria berwajah familiat memeluk tubuhnya erat sesaat sebelum jiwanya meninggalkan raga. Pria itu menangis tanpa suara, tubuhnya bergetar hebat seolah-olah ia tengah dirundung kesakitan yang teramat sangat.

Pria itu adalah Xie Jing Yuan, tunangannya sedari kecil.

Pangeran Jing, Xie Jing Yuan, lahir dari rahim permaisuri terdahulu. Menurut kabar burung yang beredar di seantero kekaisaran, Permaisuri Yuan adalah cinta sejati sang kaisar. Tidak heran jika saat Xie Jing Yuan kecil lahir, Kaisar Wenzhou bahagia bukan kepalang. Ia bahkan menggelar pesta tujuh hari tujuh malam untuk menyambut datangnya sang buah hati.

Permaisuri Yuan adalah teman karib Nyonya Su Xin Yi, ibunda Ye Qing. Untuk mempererat hubungan mereka, Permaisuri Yuan memutuskan untuk menjodohkan Pangeran Jing dengan Ye Qing. Kala itu, putri semata wayang Jenderal Ye baru saja lahir dan Xie Jing Yuan baru genap berusia dua tahun.

Putra tertua Kaisar Wenzhou tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tampan. Ketika ia baru berusia tujuh tahun, Pangeran Jing sudah mampu menuntaskan ratusan buku dan memahami seni berperang. Saat anak seusianya masih sering menangis dan merajuk, ia terus berdiam di perpustakaan istana dan membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Xie Jing Yuan tumbuh menjadi kandidat terkuat putra mahkota.

Sangat disayangkan, masa depannya yang cemerlang harus hancur saat sang ibu tewas secara tiba-tiba. Tidak ada yang menyangka jika malam kesepuluh bulan dua belas itu akan menjadi hari terakhir bagi Permaisuri Yuan.

Sejak saat itu, Xie Jing Yuan secara misterius berubah menjadi anak yang pemurung. Setiap hari, anak itu kerap menangis dalam diam. Ia bahkan berhenti berbicara, membuat seantero istana merasa khawatir. Para dokter mendiagnosis bahwa sang pangeran mengalami trauma berat, yang akhirnya menyebabkan ia harus kehilangan

suaranya.

Ye Qing mengernyit ketika ia membuka kembali kenangan masa lalunya. Tiba-tiba, ia merasa ada hal yang janggal dalam kasus wafatnya Permaisuri Yuan. Ia yakin benar bahwa sang permaisuri memiliki tubuh yang sehat. Sama sepertinya, Permaisuri Yuan terlahir dari keluarga militer. Klan Yuan adalah klan jenderal yang melindungi wilayah selatan kekaisaran Wuyue. Mereka hanya satu level di bawah klan Ye.

Menurut cerita ibunya, sejak kecil Permaisuri Yuan rajin berlatih seni bela diri, sama persis seperti dirinya. Dengan latihan rutin, wanita nomor satu di kekaisaran Wuyue itu seharusnya memiliki tubuh yang sehat. Namun, mengapa tiba-tiba ia meninggal dunia dengan sebab yang tidak jelas?

Mengapa ia tidak menyadarinya dari dulu? Ah, Xie Feng memang membuatnya buta terhadap semua hal.

“Nona? Apakah nona sedang memikirkan cara untuk bertemu dengan Yang Mulia Pangeran Jing?” Ming Lan mencolek lengan nona mudanya dan bertanya jahil.

Mendengar suara pelayan kesayangannya, Ye Qing tiba-tiba tersadar dari lamunannya. Ia lantas mengangkat dagunya dan memandang Ming Lan dengan tatapan yang menantang. Ia bukanlah tipe gadis yang mudah merasa malu ketika digoda. Sebaliknya, nona muda Ye akan meladeni setiap godaan yang diarahkan padanya, “Mhm, aku memang sedang memikirkan cara untuk bertemu dengannya.”

Kedua mata Ming Lan membulat, napasnya tertahan di tenggorokan. Nona muda ini memang benar-benar... berani.

“Aiya! Nona! Nona harus ingat bahwa anda adalah seorang perempuan!” Gadis pelayan itu melanjutkan omelannya, “Bagaimana mungkin nona berpikiran untuk menemui seorang laki-laki terlebih dahulu?”

Ye Qing mengangkat bahu, sama sekali merasa tidak peduli dengan etika dan sopan santun yang menurutnya sangat mengekang dan membuat sakit kepala. “Pria itu adalah tunanganku. Apa salahnya aku menemui calon suamiku sendiri?”

Rasa-rasanya, Ming Lan ingin membenturkan kepalanya ke tembok.

Putri semata wayang Jenderal Ye langsung tertawa melihat ekspresi di wajah Ming Lan. Dari dulu hingga sekarang, anak ini memang tidak pernah berubah. Ia masih saja menjadi target empuk kejahilannya.

“Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda, tidak usah terlalu serius!” Ye Qing mengusap puncak kepala Ming Lan dengan gemas, “Sekarang, saatnya bersiap-siap. Aku harus memberi salam pada ayah dan ibu di aula utama.”

Ming Lan mengangguk mantap, “Pelayan ini mengerti, Nona!”

 

Glossary:

[1] Dalam kepercayaan Tiongkok kuno, seseorang akan meminum sup penghilang

ingatan yang disodorkan oleh Dewi Meng Po sebelum bereinkarnasi. Dengan harapan

orang tersebut mampu memulai kehidupan yang baru.

[2] Wangfei adalah gelar yang diberikan kepada istri sah pangeran.

[3] Xiao-, atau Ah- adalah partikel yang biasa diletakkan di depan nama

depan seseorang. Dilakukan sebagai panggilan karib untuk orang-orang terdekat.

Chapter 02

Kediaman keluarga Ye di ibu kota sangatlah luas dan terdiri dari banyak bangunan megah. Temboknya yang berwarna merah menjulang tinggi, dan atapnya berhiaskan ukiran-ukiran rumit yang dibuat dengan tangan. Selain mewah, rumah sang jenderal juga dilengkapi dengan penjagaan super ketat. Bahkan, banyak kabar yang mengatakan bahwa kediaman Jenderal Ye jauh lebih aman dibandingkan istana kaisar. Seekor nyamuk bahkan tidak mampu menembus ketatnya penjagaan di sana.

Tempat tinggal Ye Qing, paviliun Qing Yuan, terletak di bagian belakang kediaman jenderal, dekat dengan taman pribadi keluarga Ye. Di taman tersebut, terdapat sebuah danau kecil yang dipenuhi dengan bunga teratai dan dikelilingi oleh batu-batu alam. Tepat di tengah-tengah danau, sebuah paviliun tradisional berdiri dengan kokoh. Berlapiskan cat merah dan hijau, sementara sisi-sisinya ditutupi dengan kain sutra tipis yang tembus pandang. Paviliun tersebut dihubungkan dengan sebuah jembatan kayu berukirkan makhluk mitologi kuno. Tidak jauh dari sana, terdapat sebuah hutan persik yang terlihat sangat cantik di musim semi.

Jarak yang jauh antara paviliun pribadinya dengan aula utama sering membuat Ye Qing muda malas untuk memberi salam kepada orang tuanya setiap pagi atau makan bersama dengan mereka. Di kehidupannya yang lalu, ketiga kakak lelakinya bahkan harus mengomel terlebih dahulu sebelum ia bersedia untuk pergi ke aula utama.

Kini, ketika Langit memberinya kesempatan kedua, ia ingin merubah diri. Gadis yang kini berusia sembilan belas tahun itu ingin memanfaatkan waktu yang ia miliki bersama keluarga dengan sebaik-baiknya.

“Nona, Jenderal Ye dan Nyonya Ye pasti akan sangat bahagia melihat Nona berinisiatif untuk memberi salam pagi!” Ujar Ming Lan dengan penuh semangat.

Saat ini, ia berjalan tepat di belakang Ye Qing. Di sampingnya, Ruo Lan dan Yue Lan hanya bisa menggelengkan kepala. Mereka bertiga adalah tangan kanan putri kesayangan Jenderal Ye. Apabila Ming Lan bertugas untuk membantu keperluan sehari-hari nona muda Ye, Ruo Lan dan Yue Lan memiliki tanggung jawab untuk melindunginya. Sejak kecil, mereka berdua sudah dilatih bela diri bersama dengan tentara elite pribadi milik klan Ye. Loyalitas mereka juga tidak perlu diragukan lagi.

Ye Qing yang kini berjalan santai menyusuri jalan setapak dirumahnya hanya bisa terkekeh geli. Sembari menaruh kedua tangannya di balik punggung, gadis itu menjawab, “Aku hanya berharap kakak-kakak ku tidak terkena serangan jantung saat melihatku di aula utama nanti.”

Ketiga pelayan kepercayaan Ye Qing hanya bisa menahan tawa mendengar candaan nona muda mereka. Berbeda dengan Ming Lan yang terus mengoceh seperti burung beo, Ruo Lan dan Yue Lan cenderung lebih diam. Tugas berat mereka untuk melindungi sang nona muda membuat mereka terus berjaga-jaga. Meskipun Ye Qing memiliki ilmu bela diri yang tinggi, sang ayah tetap tidak ingin kecolongan. Sang jenderal menempatkan Ruo Lan dan Yue Lan di sisi Ye Qing sebagai tameng dan perisainya.

Ketika Ye Qing tiba di aula utama kediaman klan Ye, semua orang sedang berkumpul. Kedua orang tuanya duduk di kursi utama yang terletak di tengah ruangan tersebut, sementara ketiga kakak lelakinya duduk di kedua sisi mereka. Lima orang yang sebelumnya tengah meminum teh itu langsung melongo begitu melihat Ye Qing memasuki aula, seolah-olah mereka sedang melihat makhluk asing turun dari langit.

“Kakak kedua, apakah pagi hari ini matahari terbit dari ufuk barat?” Ye Rong, putra ke tiga sang jenderal bertanya kepada kakak keduanya, Ye Huan. Matanya terpaku pada sosok adik perempuan semata wayangnya yang kini dengan santai membungkuk di hadapan orang tua mereka dan memberi salam.

Melipat kedua tangannya di depan dada, Ye Huan mengangguk menyetujui adik laki-lakinya, “Sepertinya Dewa Langit sedang membuat mujizat!”

Di kursi yang berseberangan, Ye Jian, putra sulung sang jenderal besar menatap adik-adiknya dengan seulas senyum. Wajahnya yang tampan dan heroik terlihat bersinar.

“Qing’er [1] memberi salam kepada ayah dan ibu! Semoga ayah dan ibu senantiasa diberikan kesehatan!” Ye Qing membungkuk di hadapan orang tuanya, tidak menggubris kedua kakak lelakinya yang kini menganga terheran-heran.

Nyonya Ye tersenyum bahagia melihat perubahan pada putri kesayangannya. Ia buru-buru berdiri dari tempat duduknya dan membantu Ye Qing untuk bangkit dari lantai yang dingin. “Bagus, bagus. Tanpa kita sadari, Qing’er telah tumbuh menjadi gadis yang dewasa.”

Di kursi kebesarannya, Jenderal Ye Long masih terlihat serius seperti biasa. Namun, apabila seseorang melihat dengan lebih jeli, sepasang mata elangnya melembut ketika ia menatap Ye Qing.

“Jian dage [2]!” Ye Qing menyapa Ye Jian sebelum akhirnya duduk di sampingnya. Sejak kecil, gadis itu sangat dekat dengan kakak tertuanya. Putra sulung sang jenderal selalu memanjakan adik perempuannya ini dan membanjirinya dengan kasih sayang.

Ye Jian terkekeh geli melihat adiknya perempuan kesayangannya itu. Ia lantas mengulurkan tangan dan mengusap puncak kepala Ye Qing dengan penuh kelembutan, “En. Apakah kau sudah beristirahat dengan cukup?”

Wanita muda itu mengangguk dengan mantab untuk meyakinkan kakak tertuanya bahwa ia telah beristirahat dengan cukup.

Putri terakhir Jenderal Ye nyaris tidak dapat menahan air matanya saat ia dapat merasakan kehangan keluarganya kembali. Di hadapannya, kakak kesayangannya masih sehat dan utuh sementara kedua kakak lelakinya yang lain masih dalam kondisi prima. Kedua orang tuanya juga ada di depan matanya. Bagi Ye Qing, ini semua masih seperti mimpi.

Setelah kembali duduk bersandingan dengan suaminya, Nyonya Ye membuka percakapan, “Qing’er, apakah kau masih ingat pada Xiao Yuan?”

Mendengar nama Xie Jing Yuan, Ye Qing yang tengah menyesap teh langsung tersedak. Ia tidak menyangka jika ibunya akan bergerak cepat mengingatkannya pada tunangannya itu. Di kehidupan yang lalu, karena ia tidak sempat bercengkrama dengan keluarganya seperti ini, ia tidak dapat mengingat tentang eksistensi Pangeran Jing dan pertunangan mereka.

Ia terlalu dibutakan oleh cintanya Xie Feng, sehingga ia gagal menyadari bahwa ada seorang pria yang begitu tulus mencintainya...

“Ngomong-ngomong, aku sudah lama tidak bertemu dengan Yang Mulia Pangeran Jing!” Ye Rong meletakkan tangan di dagu dan berlagak seolah-olah ia sedang berpikir keras. Padahal, ia hanya ingin membantu ibunya dan melihat reaksi Ye Qing.

Namun siapa sangka, Ye Qing bukannya tersipu malu, tetapi malah meladeni godaan mereka, “Tentu saja aku ingat pada calon suamiku. Haruskah kita mengandakan pertemuan degannya dan membahas tentang pertunangan kita berdua?”

Kali ini giliran duo Ye Rong dan Ye Huan yang nyaris tersedak teh. Mendengar adik mereka dengan santai memanggil Pangeran Jing dengan sebutan ‘calon suamiku’, dua bersaudara itu kaget bukan kepalang. Di sisi lain, ibunda mereka semakin merasa bahagia. Tersenyum lebar, wanita berusia empat puluh tahun tersebut mengangguk setuju.

“Ide bagus, ide bagus!” Saking bahagianya, wanita bernama asli Su Xin Yi tersebut bahkan menggenggam erat tangan suaminya. “Minggu ini kita akan sedikit disibukkan dengan pesta di istana. Ibu akan mengirim kabar pada Selir Yuan dan mengatur tanggal pertemuan.”

Pasca kematian ibundanya, Xie Jing Yuan diasuh oleh bibinya, Selir Yuan. Selir Yuan adalah adik kandung Permaisuri Yuan. Pasca kakaknya meninggal dunia, ia mengajukan diri untuk masuk ke dalam istana dan membesarkan keponakannya. Karena wajahnya yang memiliki banyak kesamaan dengan Permaisuri Yuan, sang kaisar memutuskan untuk mengambilnya sebagai selir.

Yuan Qi Yin memasuki istana bukan untuk mencari cinta dan kasih sayang dari sang kaisar. Di hadapan makam sang kakak, sang selir telah bersumpah untuk melindungi Pangeran Jing dan mencari kebenaran akan misteri yang selama ini masih tersimpan rapat. Ia hidup untuk membalaskan dendam sang kakak dan mengantarkan Xie Jing Yuan ke atas tahta kaisar.

“Pesta? Apakah yang mulia kaisar akan menggelar pesta?” Yue Rong bertanya kepada ibunya dengan penuh antusias. Lagipula, siapa yang tidak suka makan dan minum gratis?

Kali ini, Jenderal Yue Long angkat bicara, “En. Yang mulia kaisar akan mengadakan

pesta untuk merayakan kemenangan kita atas bangsa Xiongnu.”

Mendengar bahwa pesta kerajaan akan segera diselenggarakan, Ye Qing tiba-tiba gemetaran. Di kehidupannya yang pertama, ia jatuh cinta pada Pangeran Xuan pada hari di mana sang kaisar menyelenggarakan pesta ini. Jamuan itu jugalah yang menjadi penanda kehancuran keluarganya.

Kali ini, Ye Qing bersumpah tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Mulai detik ini, peperangan antara dirinya dan Xie Feng sekaligus Su Wan’er resmi dimulai.

Ia akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan, hidup lebih menyakitkan daripada mati.

“Qing’er, Pangeran Jing juga akan menghadiri pesta ini.” Nyonya Ye menginformasikan hal itu kepada putrinya. Ia lantas beralih pada Ming Lan dan berpesan, “Xiao Lan, bantu nona muda untuk tampil sebagai wanita tercantik di kerajaan ini.”

Dengan senang hati, Ming Lan sedikit membungkukkan badannya dan menjawab, “Pelayan ini akan melakukan yang terbaik, Nyonya!”

Di tempat duduknya, Ye Qing tertegun. Xie Jing Yuan akan menghadiri pesta ini? Ia bahkan tidak mengingat kehadiran pangeran itu di kehidupannya yang dulu. Sepertinya, ia tersihir oleh Xie Feng sampai-sampai ia tidak menyadari keberadaan pria berparas surgawi tersebut.

Tiba-tiba, Ye Qing tidak sabar untuk bertemu dengan Xie Jing Yuan...

 

Glossary:

[1] -Er merupakan partikel yang diletakkan di belakang nama, digunakan

untuk memanggil orang yang dikasihi atau merujuk pada nama pribadi saat

berbicara dengan orang terdekat. Berbeda dengan partikel –er di belakang nama

Su Wan’er. Dalam nama tersebut, -er merupakan bagian dari nama lengkap.

[2] Sebutan untuk kakak tertua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!