“Asyila, cepat lihat sini nilai kamu yang paling tinggi!” teriak Ema lalu menarik lengan Asyila menuju Mading sekolah.
“Akhirnya setelah sekian lama, usahaku berhasil ma, ini benar-benar seperti mimpi ma. semoga aku bisa masuk ke universitas yang selama ini aku inginkan” ucap Asyila senang.
“Syila ayo cepat kita beritahu orang tuamu, pasti mereka terkejut dan bangga denganmu Syila!” ajak Ema.
“Iya ma, ayo kita pulang sekarang” sahut Syila.
“Syila!” teriak Romi dan berlari ke arah Asyila.
“Iya mi ada apa?” tanya Asyila.
“Boleh minta waktunya sebentar!” pinta Romi serius.
“Boleh.”
“Tapi aku ingin hanya kita berdua!”
“Terus Ema bagaimana?”
“Ema, kamu boleh pergi sebentar saja aku ingin bicara serius dengan Syila?” pinta Romi pada Ema.
“Oke kalau begitu aku tunggu Syila didepan ya,” balas Ema santai.
Ema pun langsung pergi meninggalkan mereka, yang seperti ingin mengobrol serius.
“Begini Asyila sebenarnya dari awal masuk sekolah disini, aku menaruh hati padamu dan baru saat ini waktu yang tepat untuk aku mengungkapkan perasaan aku ke kamu. Asyila maukah kamu menjadi kekasihku” ucap Romi bersungguh-sungguh.
Asyila bingung harus menjawab apa.
“Hmm..hmm. Aku bingung Romi” ucap Asyila ragu.
“Kamu bingung kenapa? apa ada pria lain yang sudah mengisi hatimu?”
“Bukan begitu, tolong beri waktu aku 3 hari untuk menjawabnya!” pinta Asyila.
“Oke 3 hari lagi kita bertemu di taman bunga dekat cafe care oke,” balas Romi.
“Kalau begitu aku pamit pulang mi, permisi!” ucap Asyila kemudian pergi meninggalkan Romi.
Sebenarnya Asyila menaruh perasaan juga terhadap Romi hanya saja ia bingung karena Romi selalu berganti-ganti pasangan entah itu teman seangkatan maupun adik kelas.
Asyila ragu dengan perasaannya sendiri apakah ia harus menerima atau menolak Romi.
“Haduh, Syila kamu lama sekali memang apa yang kalian bicara? apa penting?” tanya Ema penasaran.
“Romi mengungkapkan perasaannya padaku dan ia meminta aku untuk menjadi kekasihnya.”
“Apa!! trus kamu jawab apa? kamu terima atau tidak? Romi kan playboy,” ucap Ema bertubi-tubi.
“Aku belum menjawabnya aku meminta waktu 3 hari ma,” ucap Asyila jujur.
“Sebaiknya kamu pikirkan lagi Syila, jangan sampai kamu patah hati. karena patah hati rasanya sungguh sakit. seperti aku yang ditinggalkan Kevin karena selingkuh. sungguh sakit Syila, sakit Sekali,” curhat Ema panjang lebar.
“Iya kucing, aku akan memikirkan semuanya dengan matang.”
“Benar ya kelinci.”
“Heemm benar.”
“Ya sudah ayo kita pulang! memberitahukan nilai ujian kamu, mereka pasti bahagia luar biasa,” ucap Ema semangat.
“Yang mendapatkan nilai aku, tapi mengapa kamu yang begitu antusias ma.”
“Bagaimana tidak, dari dulu kamu selalu juara kelas dan nilai kamu melebihi rata-rata karena itu aku bangga Syila apalagi kamu tidak pernah memakai pelajaran tambahan dirumah sementara aku!! aku selalu menyewa guru privat sana sini tapi hasilnya nihil selalu saja tidak masuk otak. aku ini memang payah” terang Ema jujur.
“Ema, please jangan merendah diri sendiri seperti itu, kamu itu punya kelebihan tersendiri contohnya di bidang olahraga. kamu selalu juara 1 hampir semua cabang olahraga kamu kuasai apalagi seni bela diri kamu top markotop pokoknya,” puji Syila tulus.
“Ahh.. Jadi ingin terbang dipuji kamu kelinci,” ucap Ema pura-pura malu.
“Ini beneran kucing, aku tidak berbohong,” ucap Syila terus terang.
“Terima kasih kelinciku.”
“Sama-sama kucingku.”
“Ayo cepat kelinci, aku tidak sabar melihat ekspresi wajah kedua orang tua kamu,” ajak Ema bersemangat.
“Let's go my cat” seru Asyila.
Mereka pun pergi menuju rumah Asyila dengan berjalan kaki. perjalanan mereka hanya memakan waktu 10 menit.
“Assalamualaikum, ayah ibu, Asyila pulang!” panggil Asyila.
“Waalaikumsalam, sudah pulang nak. ada Ema juga ternyata.”
“Hehe.. iya Tante, Ema ikut Asyila pulang soalnya mang Asep, Ema suruh jemput nya agak sorean,” ucap Ema.
“Ya udah kalau begitu kalian duduk dulu, Tante buatkan teh ya nak,” ucap Arumi lalu pergi ke dapur.
“Kelinci, bilang sama Tante bawakan peyek kacang ya!! kan kamu tahu sendiri aku paling suka peyek buatan ibumu,” bisik Ema.
“Kamu ini ma, dari dulu tidak pernah berubah setiap bertamu ke rumah hafalanmu pasti peyek,” oceh Asyila.
“Ssuuuttt, jangan kencang-kencang bicaranya nanti Tante dengar aku kan jadi malu,” ucap Ema lirih.
“Ada apa Syila, kok serius amat bicaranya sampai bisik-bisik segala,” ucap Arumi yang baru saja dari dapur membawakan 2 cangkir teh.
“Begini ibu, tadi.. aww..” rintih Asyila sakit karena baru saja pinggangnya dicubit oleh Ema.
“Kenapa nak?” tanya Arumi khawatir.
“Asyila pasti lapar itu te,” ucap Ema mengalihkan pembicaraan.
“Oo lapar. ya sudah kalian cepat makan tadi ibu masak banyak buat kalian dan ada peyek kacang goreng!” ajak Arumi.
“Asyik...” teriak Ema keceplosan.
Uppsss.. dasar mulut bedebah tidak bisa kontrol.
Ema menyentil bibirnya yang keceplosan.
“Itu kenapa bibir di sentil-sentil?” tanya Arumi heran.
“Itu ibu dari tadi Ema mau makan peyek buatan ibu,” cetus Asyila.
“Syila kamu jangan malu-maluin aku ya, awas aja,” ucap Ema lirih yang sedikit mengancam.
“Tante sampai lupa, Ema kan paling suka peyek buatan Tante. itu udah Tante bungkus, niat Tante besok Tante titipkan ke Asyila buat kamu ma,” ucap Arumi jujur.
“Ya ampun Tante baik banget, terima kasih te. Ema sayang Tante,” ucap Ema manja.
“Ehem.. giliran sudah ada Ema, Asyila dilupain,” rengek Asyila pada Ema.
“Ya tidak akan lupa sayang, anak ibu yang satu ini kan kesayangan ibu dan ayah setelah kakak kamu Hengky,” ucap Arumi tulus.
“Seandainya kak Hengky masih hidup mungkin, dia yang akan menjaga kamu nak. ibu gagal menjadi orang tua,” sambung Arumi lagi dengan raut wajah sedih.
“Ini bukan salah siapa-siapa Bu, ini sudah takdir dari Allah buat kita,” ucap Asyila menenangkan Arumi.
“Iya te, Allah pasti punya cara lain untuk kita,” tandas Ema.
“Terima kasih nak, terima kasih Ema, ibu bangga punya kamu Asyila dan ibu juga bangga punya kamu Ema yang selalu ada untuk Asyila dari Kalian SMP,” terang Arumi.
“Asyila juga bangga punya orang tua seperti ibu.”
“Ema juga bangga punya Tante Arumi yang baik dan tidak sombong plus cantik,” puji Ema.
“Kamu bisa aja Ema, ya sudah ayo kita makan bersama, ayah pulang kerja nanti jam 2 jadi kita makan duluan, kebetulan ibu hari ini hanya kerja setengah hari,” terang Arumi kemudian menuntun mereka menuju meja makan.
30 menit kemudian..
“Wah.. masakan Tante enak semua, jadi ingin tiap hari makan disini. atau Tante kerja saja ditempat Ema, Ema yakin mami pasti suka masakan Tante!” tawar Ema.
“Tante kerja sekitaran sini saja ma, lagian rumah kamu jauh Tante tidak ada kendaraan untuk ke sana,” ucap Arumi jujur.
“Ibu juga sekarang gampang lelah, Asyila tidak mau ibu kerja lagi biar Asyila yang mencari uang buat kita,” tegas Asyila.
“Maaf ya te, haduh Ema jadi sungkan,” ucap Ema tak enak hati.
“Tak apa ma, Tante paham niat baik kamu.”
“Tadi kamu bilang apa nak? kamu ingin bekerja nak?” tanya Arumi pada Asyila.
“Iya Bu, Asyila sudah lulus dan ibu mau tahu tidak, nilai Asyila di atas rata-rata Bu dan Asyila peringkat pararel se-kabupaten” ucap Asyila bangga.
“SubhanAllah, ibu bangga nak. Alhamdulillah ya Allah,” ucap syukur Arumi.
“Tapi kuliah kamu bagaimana nak kalau kamu bekerja.”
“Syila bisa bekerja sambil kuliah Bu. lagian Syila yakin Syila mampu.”
“Tapi nak, ibu takut kamu tidak fokus belajar maupun bekerja.”
“Ibu harus yakin sama Allah dan Asyila ya Bu,” ucap Asyila serius.
“Tante tenang saja, Asyila akan selalu bersama Ema. Ema janji sama Tante,” ucap Ema semangat.
“Maksud kamu ma?” tanya Arumi heran.
“Begini te, sebelumnya Ema sudah membicarakan hal ini sama Asyila. Ema akan masuk ke universitas yang sama dengan Asyila,” jelas Ema.
“Apa benar yang dikatakan Ema nak?” tanya Arumi pada Asyila.
“Iya Bu, Yang dikatakan Ema benar.” terang Asyila.
“Syukurlah kalau begitu, kalian lekas pergi ke kamar dan istirahat,” pinta Arumi.
“kami ke kamar dulu Bu.”
“Iya te, kami ke kamar dulu.”
Asyila dan Ema langsung bergegas ke kamar sementara Arumi menonton TV menunggu Herwan pulang.
beberapa jam kemudian.
“Assalamualaikum” ucap Herwan.
“Waalaikumsalam, sudah pulang yah?”
“Alhamdulillah sudah, Asyila mana Bu?”
“Asyila lagi dikamar ada Ema juga.”
“Apa mereka tidur?”
“Sepertinya tidur yah, ayah cuci tangan dan kaki setelah itu makan. ibu masak masakan kesukaan ayah,” ucap Arumi gembira.
“Ibu, kok ayah merasa ada yang berbeda dari ibu, dari tadi senyum-senyum terus, hati-hati nanti kesambet,” ucap Herwan pada istrinya.
“Ish.. ayah ini. nanti ibu kasih tahu yang terpenting ayah cuci tangan dan kaki lalu makan. oke!” Perintah Arumi.
“Siap Bu.”
Selesai makan, Arumi memberitahukan nilai Asyila dan keinginan Asyila untuk bekerja sambil kuliah.
Herwan tidak melarang niat baik anaknya tersebut. justru ia bangga dengan pilihan anaknya, iya percaya dan yakin bahwa Asyila bisa melakukannya apalagi itu keinginannya sendiri.
“Jadi ayah setuju?”
“Ayah setuju dan mendukung pilihan anak kita Bu.”
“Ibu jadi tenang yah.”
“Tin..tin..tin..” Suara klakson mobil.
“Permisi, saya mang Asep supir mbak Ema,” ucap Asep.
“Sebentar ya mang, saya panggilkan Ema, Oya mang mari masuk!!”
“Saya diluar saja Bu,” tolak Asep.
“Ya sudah tunggu sebentar!”
“Siapa Bu diluar?" tanya Herwan.
“Itu mang Asep supir Ema, ibu ke kamar dulu mau panggil Ema,” balas Arumi.
Tok..tok..tok.. suara pintu.
“Ema, bangun nak. mang Asep sudah datang,” ucap Arumi dengan nada sedikit keras namun tidak marah.
“Iya sebentar te!” sahut Ema.
Ceklek.. suara pintu dibuka.
“Ema pulang te, Asyila sengaja tidak Ema bangunkan.”
“Kamu langsung pulang nak?”
“iya te” jawab Ema polos.
“Terus peyek kacangnya kamu tinggal,” ucap Arumi.
“Ya ampun, Ema sampai lupa. ya tentu Ema bawa te,” ucap Ema menepuk jidatnya kemudian mengambil sebungkus plastik agak besar berisi peyek kacang.
“Untung Tante ingat.”
“Terima kasih banyak te, maaf ngerepotin.”
“Tidak ngerepotin ma, justru Tante senang kamu main ke rumah,”
“Ema pulang dulu ya te, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Pak Herwan sudah pulang, Ema langsung pamit ya Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam hati-hati ma” ucap Herwan.
Perjalanan menuju rumah Ema memakan waktu 30 menit mengendarai mobil, suasana macet sore hari sudah menjadi hal lumrah bagi Ema, di sore hari banyak pekerja pulang dari kegiatan mencari nafkah.
“Macet lagi mbak,” ucap Asep basa-basi.
“Iya mang, sudah biasa,” balas Ema.
“Bagaimana mbak nilai ujian mbak?”
“Ya lumayan mang,”
“Syukurlah mbak.”
“Mang besok antarkan Ema pergi ke tempat Asyila ya!!” pinta Ema.
“Kalau boleh tahu ada urusan apa mbak?” tanya Asep penasaran.
“Besok itu Asyila ulang tahun mang, jadi Ema ingin memberikan hadiah buat Asyila,” ucap Ema jujur.
“Oke siap laksanakan,” jawab Asep semangat.
Sesampainya di rumah Ema.
“Assalamualaikum mi,” ucap Ema kemudian mencium punggung tangan Icha.
“Waalaikumsalam.”
“Ema tadi sudah lihat nilai di Mading mi, nilai Ema lumayan bagus,” ucap Ema.
“Bagus dong sayang tidak sia-sia mami menyewa guru privat buat kamu,” ucap Icha bangga.
“Sia-sialah mi, nilai Ema dari dulu segitu saja,” ketus Ema.
“Masak sih sayang?”
“Mungkin.”
“Udah dong sayang, jangan cuekin mami. nanti mami sedih gimana?” rengek Icha.
“Mami.. seperti anak kecil saja,” ucap Ema sebal.
“Terus mami harus begini!” balas Icha kemudian menirukan gaya power ranger.
“haha..haha..” suara gelak tawa Ema terdengar seisi ruangan.
“Mami ini lucu banget,” ucap Ema dengan memegang perutnya yang geli akibat tertawa.
"baru tahu kamu ma" balas Icha.
"Sudah cukup" ucap Ema seserius mungkin.
“Iyalah ma,” jawab Icha pasrah.
“Mami tahu tidak, sahabat Ema yang Ema ceritakan itu!”
“Maksud kamu Asyila nak?”
“Asyila hebat mi, dia juara 1 pararel se-kabupaten. Ema bangga punya sahabat seperti Asyila dan yang terpenting dia tidak sombong mi. setiap Ema kesulitan mengerjakan tugas Asyila yang sering bantu Ema mi,” curhat Ema panjang lebar.
“Itu yang bagus nak, kita boleh berteman atau bersahabat kepada siapapun tapi kita harus lihat anaknya seperti apa tidak perduli pintar atau tidak, miskin atau kaya kita sebaiknya mencari teman yang apa adanya tanpa pandang bulu. mami senang kamu bergaul dengan Asyila apalagi Asyila anak baik dan sopan,” jelas Icha.
“Iya mi, terima kasih selalu mengajarkan Ema tentang semua ini, besok Asyila ulang tahun mi. kira-kira hadiah apa yang cocok buat Asyila mi?” tanya Ema serius.
“Sini mami bisikkan!” Icha memberitahukan sesuatu rencana yang bagus untuk Asyila.
“Tapi mi, apa ini berhasil? Ema takut Asyila akan marah,” ucap Ema ragu.
“Percayalah sayang, yang namanya persahabatan mau dia terjang tsunami atau dihancurkan dengan hal lainnya kalau kalian tulus dalam persahabatan Inshaa Allah persahabatan kalian akan baik-baik saja nak,” ucap Icha serius.
“Ema bangga punya mami.”
“Mami dan Almarhum papi kamu lebih bangga memiliki kamu nak.”
“Terima kasih kalian sudah menjadi orang tua buat ema,” ucap Ema dengan senyum manisnya.
“Kembali kasih sayang,” balas Icha.
“Di dalam mobil ada peyek buatan Tante Arumi mi, rasanya enak banget,” puji Ema.
“Nanti kita makan bersama, mami sekarang hanya ingin memeluk kamu nak,” balas Icha.
Mereka saling memeluk satu sama lain, Icha adalah Single parent, suaminya yang tak lain Papi Ema meninggal 5 tahun yang lalu akibat penyakit yang dideritanya sejak lama.
tinggalkan jejak guys..
Like ❤️ komen 👇 Vote 🙏😭
Suara burung-burung di pagi hari terdengar begitu merdu, sinar matahari pagi serasa seperti pelukan hangat yang menenangkan.
serta udara segar seperti obat jiwa yang alami.
“Huaammm, akhirnya pagi juga,” ucap Asyila setengah sadar.
“Pagi sayang,” ucap Arumi.
“Pagi juga bu.”
“Sayang ayo mandi, jam 8 nanti kita pergi.”
“Pergi kemana Bu?” tanya Asyila penasaran.
“Kita pergi ke puncak sayang, kebetulan pagi-pagi sekali Ema menelpon ibu. Ema dan maminya mengajak kita berlibur,” sahut Arumi.
“Kalau begitu Asyila mandi Bu” ucap Asyila kemudian bergegas ke kamar mandi.
Asyila tidak ingat bahwa hari ini ulang tahunnya, Arumi dan Herwan berinisiatif untuk ikut memberikan kejutan untuk Asyila.
“Bagaimana Bu? apakah baju ini cocok?” tanya Asyila.
“Cocok sayang, Syila mau pakai baju apa saja cocok yang penting sopan,” balas Arumi.
“Ya harus sopan Bu.”
“Mari sini kita makan, ibu panggilkan ayahmu di kamar dulu nak.”
“Iya Bu.”
“Yah, udah siap?” tanya Arumi.
“Sudah Bu, ayah pakai batik ini lucu tidak Bu?” tanya Herwan.
“Ayah ini ada-ada saja, bagus yah terlihat gagah,” balas Arumi jujur.
“Ayah tidak muda lagi Bu, usia Ayah tahun ini 58 Tahun apa masih terlihat gagah?” tanya Herwan kemudian membusungkan dada.
“Ayah dimata ibu masih terlihat gagah hanya saja sekarang terlihat banyak keriput. Kalau ibu bagaimana yah? diusia 55 tahun ini apa ibu masih terlihat cantik?” tanya Arumi malu-malu.
“Ya tentu masih Bu, tapi ya itu tadi Sekarang terlihat banyak kerutan,” balas Herwan jujur.
“Ehem.. Asyila dari tadi menunggu Ayah dan Ibu dimeja makan, ternyata dikamar malah gombal-gombalan. berasa dunia milik berdua ya. yang lain hanya ngontrak,” ucap Asyila pura-pura kesal.
“Ini semua gara-gara Ayah, lihat itu Asyila wajahnya lecak amburadul,” ucap Arumi sambil menunjuk ke arah Asyila.
“Kok ayah yang disalahkan, ibu yang mulai duluan,” balas Herwan.
“Puuufffttt.” Asyila berusaha menahan suara tawa.
“Ha.ha.. Ayah, Ibu kalian itu seperti ABG saja lucu sekali,” ucap Asyila sambil tertawa terbahak-bahak.
“Apaan tu ABG?” tanya Herwan dan Arumi bersamaan.
“Anak baru gede,” sahut Asyila.
“Ha. ha .ha..” Suara tawa Herwan dan Arumi.
“Ayah dan ibu jadi malu,” ucap Arumi dan Herwan tersipu malu.
“Ayah, Ibu ayo buruan sarapan. Ema dan maminya kesini kita belum apa-apa,”ucap Asyila mengingatkan.
“Ya ampun, sampai lupa Ibu. ya udah ayo yah,” ajak Arumi.
Mereka kemudian makan bersama dimeja. sesekali Asyila melirik kedua orangtuanya ia berharap saat tua nanti ia bisa menikahi Lelaki yang sangat mencintainya dan bahkan saling mencintai hingga maut memisahkan mereka.
Tin..tin..tin.. suara klakson mobil.
“Assalamualaikum Asyila,” ucap Ema.
“Waalaikumsalam,” sahut Asyila.
“Udah siap?”
“Udah dong ma, kami baru saja selesai sarapan.”
“Wah.. kalau begitu aku kepagian. janji jam 8 baru setengah 8 sudah ready,” ucap Ema sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Tidak juga ma, mari masuk ajak mamimu juga,” ajak Asyila.
“Bentar ya aku ke mobil dulu, mamiku ini rempong dari tadi,” ucap Ema kemudian pergi menuju mobil.
“Ayo mi turun lagi.”
“Sudah rapi belum nak, mami tidak percaya diri.”
“Haduh mami, seperti bertemu besan saja.”
“Bukan begitu nak, mami ingin memberikan kesan terbaik buat sahabat kamu dan orangtuanya.”
“Ema kira apa mi, mami seperti biasanya saja. pasti mereka senang.”
“Ya sudah ayo kita masuk.”
“Nah gitu kan baru mami Ema.”
“Apa kabar Tante?” sapa Asyila.
“Alhamdulillah baik Syila,” balas Icha.
“Mari masuk Tante, kamu juga ma!” ajak Asyila.
“Iya Syila terima kasih,” ucap Icha.
“Tante dan Ema duduk dulu, Asyila buatkan minuman dulu. sekalian mau panggil Ayah dan ibu permisi,” ucap Asyila kemudian pergi.
Asyila pergi membuatkan minuman. selesai membuat minuman ia memanggil kedua orangtuanya untuk ke ruang tamu.
“Ini airnya silahkan diminum,” ucap Asyila sambil menata minuman tersebut.
“Terima kasih Syila,” ucap Ema manis.
“Apa kabar Bu Icha?” tanya Arumi ramah.
“Alhamdulillah baik,” balas Icha dengan senyum yang tidak kalah ramah.
“Ini maminya Ema ya, mirip sekali dengan Ema,” ucap Herwan.
“Iya pak banyak yang bilang begitu,” balas Icha jujur.
“Mari diminum,” ucap Arumi.
“Iya Bu ini juga mau kita minum,” balas Icha kemudian meneguk minuman tersebut.
20 menit mereka berbincang-bincang.
Icha yang tidak sabar ingin memberikan kejutan untuk sahabatnya pun menyudahi perbincangan hangat mereka.
“Ayo semua sudah jam 8, sebaiknya kita berangkat. perbincangan bisa kita lanjutkan di mobil,” ujar Ema.
“Kalau begitu sebelum kita berangkat kita berdoa dulu semoga perjalanan kita dipermudah oleh Allah,” ucap Herwan.
Mereka pun berdoa agar perjalanan menuju puncak selamat sampai kembalinya ke rumah.
“Barang yang mau dibawa yang mana saja?” tanya Asep.
“loh mang Asep tadi disini, kenapa tidak masuk mang?” tanya Asyila penasaran.
“Oo.. tadi saya mampir ke warung kopi itu mbak, sekalian ngopi,” ucap Asep.
“Kalau cuma ngopi kenapa tidak masuk ke dalam mang,” sahut Ema.
“Tidak apa-apa Bu,” balas Asep.
“Mang Asep tadi sudah Ema suruh masuk sebelumnya, api begitu sampai sini langsung ngluyur ke warung kopi. pasti godain cewek kan disana,” tuduh Ema usil.
“He..he. mbak Ema tahu aja,” ucap Asep malu-malu.
“Ingat umur mang,” balas Ema.
“Sudah-sudah kok malah berdebat begini, itu mang diangkat ya taruh jok,” titah Icha.
“Baik Bu,” balas Asep kemudian bergegas mengangkuti barang.
“Mi, aku sama Asyila duduk dibelakang ya, mami sama Tante duduk ditengah,” ucap Ema.
“Oke nak,” balas Icha.
“Kalau begitu, Ayah duduk didepan,” ucap Arumi.
“Barangnya sudah selesai, mari kita berangkat!” ajak Asep.
“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap mereka serempak.
Perjalanan menuju Puncak Bogor memakan waktu sekitar tiga jam, Asyila dan Ema yang duduk dibelakang sudah tertidur 2 terlebih dahulu. sementara mereka berempat sibuk menceritakan masa muda mereka.
“Ternyata masa lalu kita tidak jauh beda ya Bu,” ucap Icha.
“Bu Icha ini bisa aja,” sahut Arumi.
“Apalagi mang Asep, lebih lucu lagi godain wanita yang ternyata janda beranak dua,” ucap Herwan santai.
“Ha..ha..ha..” Tawa mereka semakin menjadi.
Asyila dan Ema yang sedari tadi tertidur kini terbangun akibat suara gelak tawa dari para orangtua.
“Ngerumpi apa ini mi? kami jadi terbangun seharusnya Ema mimpi indah ketemu pangeran tampan,” omel Ema.
“Maafkan kami ya anak-anak kami terbawa suasana waktu muda jadi lupa ada kalian dibelakang,” ucap Icha tak enak hati.
“Iya nak, maaf ya,” sahut Arumi.
“Kalian lanjutkan lagi berbincang-bincang. kami juga sudah tidak mengantuk lagi ya kan Ema!!” ucap Asyila kemudian diangguki Ema.
“Sebentar lagi sampai guys,” ucap Mang Asep santai.
“Mang Asep ini bisa saja,” sahut Asyila.
Sesampainya di puncak mereka langsung bergegas menuju salah satu Villa putih.
“Villa ini ada 3 kamar, Pak Herwan dan Mang Asep tidur disebelah kiri, Asyila dan Ema tidur ditengah, sementara saya dan Bu Arumi tidur di sebelah kanan,” jelas Icha yang menunjuk arah kamar.
“Semuanya, Asyila dan Ema langsung ke kamar ya, yuk Asyila!” ajak Ema.
“Permisi semuanya,” ucap Asyila kemudian bergegas menuju kamar.
“Yuk Bu, kita juga masuk!” ajak Icha.
“Iya Bu, mari” balas Arumi.
Tinggal Asep dan Herwan yang masih di ruang keluarga. mereka lebih memilih duduk di sofa sambil sedikit mengobrol.
tidak terasa hari mulai malam mereka pun langsung beristirahat untuk melakukan aktivitas besok.
Keesokan paginya.
Ya ampun jam 8, udah jam segini kenapa aku tidak dibangunkan.
“Ema,” panggil Asyila.
“Kok sepi begini, kemana Ema,” ucap Asyila pada diri sendiri.
Asyila kemudian keluar kamar ia mencari yang lainnya namun tidak ada seorang pun.
Ini yang lainnya kemana pula, tidak mungkin aku ditinggal di Villa ini sendirian.
“Apa mungkin di luar ya, siapa tahu mereka melihat pemandangan di luar,” ucap Asyila menenangkan diri.
Hasilnya tetap saja nihil, Asyila mencari kesana kesini namun tetap saja tidak ada siapapun, ia mencari telpon genggamnya namun telpon tersebut hilang entah kemana. suasana puncak yang dingin dan sunyi menambah keseraman disana. tidak ada seorang pun yang lewat karena Villa yang mereka pilih jauh dari Aktivitas Manusia.
“Sebaiknya aku ke kamar, mungkin mereka pergi membeli sesuatu. lagian tidak mungkin kan aku ditinggal sendirian disini,” ucap Asyila kemudian pergi ke kamar.
Waktu menunjukkan pukul 18.00 Wib. namun mereka belum juga menunjukkan batang hidungnya.
Asyila yang hanya dikamar menikmati cemilan pun merasa bosan. kemudian ia bergegas ke kamar mereka satu persatu untuk memeriksa barang bawaan mereka namun tidak ada satu barang pun yang tertinggal di kamar mereka.
Asyila berpikir bahwa ia benar-benar ditinggalkan. lalu ia kembali ke kamar nya lagi.
tok..tok..tok.. Suara pintu diketuk.
Asyila bergegas menuju pintu karena ia berpikir itu pasti mereka, saat ia membuka ia tidak melihat adanya orang.
Asyila mulai ketakutan segera ia menutup pintu dan berlari ke ranjang menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.
“Hi..hi..hi.hi..” suara tawa.
“Pergi jangan ganggu saya,” teriak Asyila.
Tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya, Asyila menangis sejadi-jadinya ia tidak perduli lagi apa yang akan terjadi selanjutnya yang ia rasakan hanya ketakutan dibalik selimut tersebut.
beberapa saat kemudian suara tawa dan pintu tidak terdengar lagi, Asyila pun menghentikan tangisannya ia memberanikan diri untuk keluar kamar.
saat berada di ruang tamu tiba-tiba lampu padam.
“Astaghfirullah, Ya Allah lindungilah Hamba,” ucap Asyila gemetaran.
Asyila hanya berpegangan pada Sofa di ruang tamu, ia kemudian menangis sejadi-jadinya.
DOOOR.. suara balon meledak.
Asyila pun terkejut hingga hampir tak sadarkan diri.
Lampu seketika menyala.
“Selamat ulang tahun.. selamat ulang tahun. selamat ulang tahun Asyila, selamat ulang tahun,” suara nyanyian mereka ditambah teman sekelas Asyila.
“Kejutan!!!” teriak mereka.
Asyila yang mendapat kejutan tersebut semakin menjadi suara tangisannya ia tidak habis pikir, ia mendapatkan kejutan separah ini. Asyila lupa bahwa hari ini ulang tahunnya.
“kalian semua jahat,” ucap Asyila disela-sela tangisnya.
“Maafkan aku Asyila ini semua rencana aku, mereka yang ikut berpartisipasi untuk merayakan ultahmu ke 18 tahun,” ucap Ema sedikit takut.
“Selamat ulang tahun Asyila,” ucap teman sekelas Asyila.
“Kalian berhasil memberikan kejutan yang WOW dan tidak akan pernah terlupakan buat aku,” balas Asyila.
“Selamat ulang tahun putri kesayangan Ayah dan Ibu,” ucap Herwan dan Arumi bersama.
“Terima kasih Ayah, ibu, Tante, dan semuanya yang tak bisa Asyila sebutkan satu-persatu, terima kasih untuk kejutan luar biasa yang membuat Asyila takut setengah mati,” ucap Asyila panjang lebar.
“Cepat tiup lilin lalu dibagi-bagi ke kita Syila,” ucap Nita salah satu teman sekelas Asyila.
“Oke, oke aku tiup ya kalian juga bantu oke.. 1..2..3.. hushhh,” tiup mereka berbarengan.
Acara meniup lilin dan makan kue bersama-sama sudah rampung, teman-teman Asyila yang lain langsung pamit pulang. mereka sengaja pulang duluan agar liburan keluarga Asyila maupun Ema berjalan lancar.
“Bye bye, see you next time,” ucap mereka pada Asyila dan Ema.
“See you next time too,” balas keduanya.
“Ema, lain kali jangan seperti itu. kamu hampir membuat aku serangan jantung,” ucap Asyila yang ngambek dibuat-buat.
“Maaf,” balas Ema yang bergaya sesedih mungkin.
“Jelek,” ketus Asyila.
“Biarin,” balas Ema tidak kalah ketus.
“Ha..ha.. ha..” Mereka tertawa bersama, bagaimana pun mereka tak akan terpisahkan.
Keesokan Pagi, Setelah Sarapan.
“Ayo, kita jalan-jalan sekitar sini. nanti jam 1 kita sudah harus pulang. kan sayang kalau kita tidak jalan-jalan menelusuri tempat ini,” ucap Icha.
“Iya benar kata Bu Icha, sayang kalau kita melewatkan momen ini sekalian foto,” balas Arumi.
“Membahas foto-foto Ema sampai lupa mengembalikan handphone milik Asyila, ini Asyila handphone maaf ya,” terang Ema. sambil memberikan handphone milik Asyila.
“Jadi kamu yang mengambilnya,” balas Asyila sedikit kesal.
“Bukan mengambil, tapi dipinjam sebentar hehe,” balas Ema santai.
“Sudah jangan berdebat lagi, ayo kita jalan sekarang!”ajak Herwan.
Suasana di puncak pagi hari sangatlah sejuk, udara yang masih alami seakan menghipnotis mereka untuk terus menghirup udara sejuk tersebut.
Asyila maupun yang lain sangat senang.
tidak bosan-bosannya mereka berswafoto.
tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. mereka memutuskan untuk kembali ke Villa.
“Mang Asep, Ema boleh tanya?”
“Tanya apa mbak?”
“Mang Asep benar tidak mau menikah lagi?” tanya Ema serius.
“Sebenarnya Mang Asep mau mbak, tapi Mang Asep minder. sudah berumur masak ingin nikah,” ucap Asep jujur.
“Memang umur Mang Asep berapa kalau boleh tahu?” tanya Ema antusias.
“Coba tebak, Mang Asep bekerja disini mulai usia mbak 5 tahun. dulu usia Mang Asep 27 tahun mbak,” jelas Asep.
“Sebentar Ema menghitung dulu.. 10,11,12,” ucap Ema sambil menghitung jarinya.
“Jadi berapa mbak?”
“What!! jadi sekarang Mang Asep 50 tahun, tapi tidak kelihatan kok. kalau dilihat usia Mang Asep seperti umur 80 tahun,” ucap Ema jahil.
“Astaga mbak, saya kira terlihat lebih muda ini malah 30 tahun lebih tua,” ucap Asep kesal.
“Bercanda Mang, bercanda hehe,” ucap Ema.
Icha menghampiri Asep dan Ema yang sedari tadi berbincang.
“Ada apa ini, berisik sekali sampai ke dapur?” tanya Icha.
“Tidak ada apa-apa mi, ini mang Asep lucu katanya mau nikah,” ucap Ema jahil.
“Benar Mang yang dikatakan Ema?” tanya Icha penasaran.
“Mmmm i-iya Bu,” jawab Asep malu-malu.
“Kamu ini Mang, ingat umur,” ucap Icha serius.
“Iya Bu maaf,” sahut Asep sedikit takut.
“Ha..ha..ha..” tawa Icha.
“Ada yang lucu Bu?” tanya Asep heran.
“Tidak ada yang lucu Mang, tapi wajah kamu itu buat saya sakit perut,” ucap Icha yang terus tertawa.
“Anak ibu sama saja sukanya mengejek,” ucap Asep yang kesal dibuat-buat lalu pergi meninggalkan mereka.
“Mami ini, lihat Mang Asep ngambek kan,” ucap Ema menunjuk Asep.
“Ya habisnya mau bagaimana lagi sayang, sudah kebiasaan mami,” sahut Icha santai tanpa rasa bersalah.
klik like ya!!!
1 like dari kalian sangat berharga buat Author.
terima kasih...
Jangan lupa beri Rate/Bintang untuk novel Author ❤️🙏😭
Sekembalinya mereka dari puncak.
“Syila, Ayah dan ibu merasa tidak enak dengan Mami Ema. kami ingin mengganti uang yang dikeluarkan saat liburan kita di puncak serta kejutan ulang tahun kamu. tapi, mereka tidak ingin menerima uang ganti tersebut, jadi Ayah dan ibu merasa sungkan,” ucap Arumi.
“Mereka sangat baik Bu, mereka membantu kita dengan tulus. suatu saat gantian kita yang mengajak mereka berlibur ya Bu!!”
“Iya sayang, Amin.”
Kring .. kring.. suara hp Asyila.
Asyila berjalan keluar, untuk mengangkat panggilan tersebut.
“Hallo, dengan siapa?”
“Hai Asyila, ini aku Romi.”
“Aku kira siapa? bagaimana kamu tahu nomorku?” tanya Asyila penasaran.
“Soal nomormu aku dapat dari mana itu tidak penting, aku menelpon mu untuk mengingatkan nanti siang kita bertemu di Cafe Care,” terang Romi.
“Astaga, Maaf Romi. hampir saja aku lupa.”
“Aku akan menunggumu, ku harap kamu membuat keputusan yang tepat.”
“Baiklah, aku tutup telponnya.”
“Aku harus bagaimana, Terima atau tidak. Ya Tuhan ini membuatku menjadi bingung,” gumam Asyila.
~~
“Yah, Ibu. Asyila izin keluar Sebentar.”
“Mau kemana nak panas-panas begini?” tanya Arumi.
“Iya nak, cuaca hari ini panas. kenapa tidak nanti sore saja!” pinta Herwan.
“Asyila mau ke Cafe Care ada urusan sebentar.”
“Biar Ayah antar Pakai motor ya nak!”
“Tidak usah Yah, Asyila berjalan kaki saja. lagi pula Cafe Care dekat dengan sekolah Asyila.”
“Kalau mau kamu begitu baiklah sayang, hati-hati dijalan,” pesan Herwan.
“Asyila Pamit, Assalamualaikum.”
Sesampainya di Cafe Care.
“Asyila, Sini!” panggil Romi melambaikan tangan.
“Hai Romi, sudah lama kamu menunggu?”
“Tidak, aku juga baru sampai. kamu mau pesan apa Syila?” tanya Romi.
“Aku pesan jus jeruk saja Mi.”
“Kamu pesan makanan atau cemilan juga Asyila, biar lebih santai.”
“Terserah kamu saja Mi, aku bingung menu cemilan disini.”
“Baiklah kamu tunggu disini, aku pesankan dulu oke!”
“Oke Mi, siap.”
~~
“Mas, saya pesan jus jeruk 2 dan desert rasa keju 2 ya!!.”
“Baik mas saya catat, meja nomor berapa mas?” tanya pelayan.
“Nomor 17 mas.”
“Baik, silahkan ditunggu". menunya akan segera kami antar,” ucap pelayan Dengan ramah.
~~
“Syila, aku pesankan kamu desert keju sama sepertiku apa kamu suka?” tanya Romi.
“Kebetulan aku suka desert keju mi.”
“Syila, kemarin aku mencoba menelpon kamu. tapi, kenapa nomor kamu diluar jangkauan?”
“Oh itu kemarin handphone aku dipinjam Ema, kebetulan baterainya habis.”
“Dipinjam? bukankah Ema juga memiliki handphone?” tanya Romi heran.
“Jadi begini Mi, kemarin itu hari ulang tahun aku. kebetulan Ema dan anak-anak ngerayain di puncak. terus aku dikerjain habis-habisan makanya handphone aku juga di pinjam dia buat ngerjain aku,” terang Asyila.
“Ya ampun, jadi kemarin kamu ulang tahun. maaf ya Asyila aku tidak ikut hadir di ulang tahun kamu kemarin. selamat ya Asyila. semoga bertambahnya usia kamu, kamu menjadi anak yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang banyak. aku telat ngucapinnya,” ucap Romi tulus.
“Tdak apa-apa Romi, By the way thanks udah ngucapin. meski ngucapinnya telat.”
“Permisi mas, mbak. ini pesanannya silahkan dinikmati,” ucap pelayan.
“Terima kasih mas,” balas Asyila ramah.
“Ayo Asyila! kita makan dulu!” ajak Romi.
Mereka berdua langsung menikmati cemilan tersebut.
usai menikmati jus jeruk dan desert. Romi langsung mengajak Asyila berbicara serius mengenai permintaan nya 3 hari yang lalu.
“Asyila, jadi apa keputusan kamu? apakah kamu mau menjadi kekasihku?” tanya Romi serius.
“Romi, jujur dulu aku pernah menaruh perasaan terhadap kamu. kamu disekolah termasuk siswa yang pintar, siswa aktif, pokoknya kamu siswa yang sempurna menurut aku, tapi sekarang.”
“Tapi sekarang apa Syila?” tanya Romi yang memotong ucapan Asyila.
“Dengarkan aku dulu Mi, Aku belum selesai menjelaskan.”
“Baiklah, silahkan dilanjut. aku ingin mendengar penjelasan darimu.”
“Tapi sekarang perasaan itu mulai hilang Mi. Kamu tahu kenapa?”
“Kenapa Asyila?” tanya Romi antusias.
“Kamu sering gonta-ganti pasangan Mi, kamu bukan hanya berpacaran dengan seangkatan kita kamu juga bahkan berpacaran dengan adik kelas. itu yang membuat aku ragu untuk menerima kamu Mi. aku takut kamu pergi mencari pengganti aku seperti yang kamu lakukan dulu ke pada gadis lain,” jelas Asyila panjang lebar.
“Asyila, tatap mataku. dulu aku memang seperti itu. tapi itu dulu Syila, aku khilaf Asyila. tapi setelah aku menyadari perasaan ini buat kamu. aku berhenti Gonta-ganti pasangan,” terang Romi jujur.
Asyila menatap mata pria itu dalam-dalam. namun ia tidak menemukan kebohongan sedikit pun Dimata Romi.
“Aku percaya kata-kata kamu barusan Mi, dan semoga itu benar.”
“Jadi apakah ini termasuk penerimaan cintaku?”
“Mungkin,” jawab Asyila malu-malu.
“Akhirnya diterima juga!” teriak Romi. sehingga mereka jadi pusat perhatian di Cafe tersebut.
“Romi, kecilkan suara kamu. kita sekarang jadi pusat perhatian mereka,” tunjuk Asyila.
“Maaf Asyila. aku terlalu senang, akhirnya Asyila yang aku inginkan selama ini menjadi kekasih Romi Dinata Seorang, terima kasih sayang,” ucap Romi gembira.
“Sayang?” tanya Asyila heran.
“Iya sayang, lagi pula sekarang kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih.”
“Sudah cukup Mi, kata-kata kamu berlebihan cukup panggil aku Asyila saja oke!!”
“Tidak Asyila, panggilan sayang menurutku lebih romantis.”
“Terserah kamu mi, tapi aku tetap memanggilmu Romi. berhubung kita sudah jadian sebaiknya aku pulang sekarang. Ayah dan ibu pasti menunggu aku dirumah.”
“Aku antar kamu pulang ya Sayang!” tawar Romi.
“Tidak usah Mi, nanti ayah dan ibu malah bertanya banyak hal,” ucap Asyila.
“Tak apa sayang, jika mereka bertemu denganku dan menanyakan siapa aku? aku tinggal jawab calon menantu mereka sayang,” balas Romi.
“Aku mohon Mi, biarkan aku pulang sendiri ya. lagi pula jarak cafe dan rumah tidak begitu jauh,” ucap Asyila.
“Baiklah sayang, kamu hati-hati ya sayang. jika sudah tiba di rumah kabari aku agar aku tidak khawatir.”
“Iya Mi, aku pulang dulu bye!”
“Cium pipi mana?” tanya Romi manja.
“Romi, jangan mulai,” ketus Asyila.
“Bercanda sayang, bercanda,” balas Romi.
“Aku pulang Mi, jangan ajak aku bicara oke!!”
“Oke sayang.”
Sesampainya di rumah.
“Assalamualaikum, Asyila pulang.”
“Waalaikumsalam, sudah pulang nak?”
“Iya Bu, Ayah mana Bu. kok tidak terlihat?”
“Ayah berangkat kerja nak, tadi bos Ayah meminta ayah untuk ke pabrik beras mengangkuti beras-beras yang mau dikirim ke kota lain,” jelas Arumi.
“Ayah pasti lelah ya Bu, bayaran tidak seberapa tapi lelahnya sampai berhari-hari,” ucap Asyila sedih.
“Syila, kamu tak boleh sedih. lagi pula sudah menjadi kewajiban kami untuk memenuhi kebutuhan kita sayang.”
“Bu, Asyila kan sudah lulus sekolah dan Asyila tidak mau menganggur lama-lama jadi, Asyila memutuskan seminggu lagi ke Bandung untuk mencari pekerjaan sekalian kuliah disana,” terang Asyila.
“Seminggu lagi sayang?, apa tidak terlalu cepat nak. uang ayah dan ibu belum cukup untuk biaya kamu disana,” ucap Arumi sedih.
“Ayah dan ibu tenang saja. Asyila punya sedikit simpanan, uang simpanan Asyila cukup buat ke Bandung. lagi pula Asyila bekerja dulu Bu, setelah itu Asyila kuliah,” terang Asyila.
“Kalau boleh tahu kamu punya dari mana?” tanya Arumi penasaran.
“Uang yang Asyila kumpulkan selama ini dari Asyila menjual peyek kacang buatan ibu dan uang saku Asyila. kebetulan Asyila mendapatkan beasiswa dari sekolah Bu,” terang Asyila.
“Beasiswa? kamu dapat beasiswa nak?” tanya Arumi terkejut.
“Iya Bu, maaf Asyila baru memberitahukan ibu sekarang. niat Asyila ingin memberitahu nanti malam.”
“Ibu dan Ayah bangga sama kamu nak, semoga anak ibu dan Ayah jadi anak yang berhasil Amin,” ucap Arumi penuh semangat.
“Amiin.”
“Bu, Asyila pamit ke kamar dulu ya. Asyila sangat ngantuk,” ucap Asyila.
“Ya sudah kamu tidur nak, nanti setelah Ayah kamu pulang. ibu memberitahukan semuanya,” balas Arumi.
“Iya Bu, Asyila pamit ke kamar. ibu juga jangan lupa istirahat pasti capek kan.”
“Iya Asyila kamu tenang saja.”
~~
Kring .. kring..
“Hallo sayang, apa kamu sudah sampai rumah sayang?” tanya Romi.
“Alhamdulillah suda Mi, ini aku sekarang di kamar.”
“Sekali terima kasih sayang sudah mau menerimaku.”
“Iya Romi sama-sama. bolehkah aku tidur sekarang? aku sangat mengantuk,” ucap Asyila.
“Baiklah, selamat Bobo cantik sayang jangan lupa mimpiin aku,” ucap Romi dengan nada selembut mungkin.
“Aku mau tidur Mi, bukan mau mimpi,” balas Asyila.
“Iya sayang, tapi sekalian mimpiin aku juga boleh.”
“Udah ya Romi, Bye!” ucap Asyila lalu mematikan telpon secara sepihak.
“Romi kini menjadi kekasihku, tapi hatiku sama sekali tidak merasa apa-apa, apakah keputusan ini tepat?” gumam Asyila.
“Entahlah, semoga dengan berjalannya waktu perasaan ini bisa berubah menjadi cinta,” ucapnya lagi.
Di sisi lain.
“Kamu tidak berbohong kan Romi, kamu dan Asyila si bintang kelas itu sekarang berpacaran?” tanya Vino sahabat Romi.
“Menurutmu,” ketus Romi.
“Selamat ya Romi, aku salut sama kamu,” ucap Vino memberi ucapan selamat.
“Thanks bro.”
“Lalu bagaimana dengan Delania?” tanya Vino.
“Aku dan Delania sudah putus, kamu tahu sendiri aku paling tidak suka di khianati,” terang Romi.
“Oke, oke aku tidak membahas ini lagi.”
“Nanti temani aku pergi ke suatu tempat!” ajak Romi.
“Ke suatu tempat? apa kita akan ke tempat itu lagi?” tanya Vino.
“Ya,” balas Romi singkat.
“Baiklah, selama tempat itu aman,” balas Vino.
“Hmmm.”
Sore hari.
“Mami, Ema mau main ke tempat Asyila boleh ya mi!!” ucap Asyila meminta izin.
“Ya boleh sayang,” balas Icha ramah.
“Kalau Ema sekalian menginap di tempat Asyila boleh tidak Mi?” tanya Ema manja.
“Terus Mami dirumah sama siapa? Mami tidur sendiri dong Ma,” balas Icha dengan wajah dibuat sedih.
“Ema menginap hanya semalam saja Mi, besok pagi Ema pulang ke rumah,” terangnya.
“Janji ya! besok pagi sudah sampai di rumah. jangan siang-siang jam 9 sudah sampai rumah,” ucap Icha.
“Iya Mami ku sayang, lagi pula ini rumah Ema, lama-lama tempat orang juga tidak baik,” jelas Ema.
“Oke Mami setuju, tapi ingat ya besok pagi langsung pulang dan ada syaratnya!!”
“Iya Mamiku sayang, syarat apa Mi?” tanya Ema penasaran.
“Syaratnya bawakan Mami peyek kacang,” terang Icha.
“Wah, Mami juga suka peyek kacang buatan Tante Arumi ya!!”
“Mami rasa begitu Ma, sekalian untuk cemilan ibu-ibu arisan Mami.”
“Oke Mi siap.”
“Ini sayang uangnya, berikan pada ibu Asyila.”
“Siap Mami, Ema langsung berangkat ya Mi Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Di rumah Asyila.
“Assalamualaikum" ucap Ema.
"Waalaikumsalam, Ema. ayo masuk!!” ajak Arumi.
“Iya te, Ema malam ini ingin menginap di sini, besok pagi sudah pulang te,” terang Ema.
“Silahkan nak, tiap hari juga boleh,” canda Arumi.
“Hehe.. Tante bisa aja, kalau Ema menginap disini terus, kasihan mami sendirian di rumah te,” balas Ema.
“Iya ya Ema, hehe.. Tante lupa.”
“Tante ini lucu deh.”
“Ini te, ada uang 300 ribu,” ucap Ema kemudian memberikan uang tersebut.
“Buat apa nak uang sebanyak itu?” tanya Arumi heran.
“Tadi sebelum Ema kesini Mami menitipkan uang untuk memesan peyek kacang buatan Tante, kebetulan Mami suka dan lusa ada ibu-ibu arisan di rumah te,” jelas Ema.
“Alhamdulillah. bilang ke Mami kamu, Tante mengucapkan terima kasih, kalau begitu Tante pergi ke toko dulu untuk membeli bahan-bahan membuat peyek kacang,” ucap Arumi.
“Iya Tante, sekalian mau ke kamar Asyila,” balas Ema.
“Tante pergi dulu,” ucap Arumi lalu bergegas keluar rumah.
“Iya Tante, hati-hati.”
~~
“Asyila, Bangun!!” ucap Ema sambil menggoyangkan tubuh Asyila.
“Sebentar lagi Bu,” balas Asyila yang masih memeluk guling.
“Aku bukan ibu mu tapi sahabatmu,” ucap Ema kesal karena Asyila belum juga bangun.
“Ema? kapan kamu kesini?” tanya Asyila yang terkejut dengan kedatangan sahabatnya.
“Sekitar 20 menit yang lalu, aku bangunkan dari tadi tapi kamu tidak merespon,” ucap Ema berpura-pura kesal.
“Ya sorry, aku kira Ibu, soalnya aku sangat mengantuk,” balas Asyila.
“Jadi ada perlu apa kamu kesini Ema? tidak biasanya main ke rumah sore-sore begini,” ucap Asyila heran.
“Aku sengaja kesini, aku ingin menginap semalam,” terang Ema.
“Apa!! telinga aku masih berfungsi kan Ema?” tanya Asyila sambil menyelipkan rambut di telinga.
“Asyila aku serius, aku ingin curhat dengan mu. sekalian Mami nitip dibuatkan peyek kacang oleh ibumu,” terang Ema.
“Horee!! akhirnya aku ada teman malam ini. ternyata kamu dan Mamimu 11, 12 ya.. sama-sama penyuka peyek kacang buatan ibuku,” ucap Asyila dengan sedikit menggoda.
“Ya jelas, Tante kan jago buat peyek kacang. hehe,”puji Ema.
“Sebenarnya aku juga ingin bercerita banyak, tapi aku takut kamu kecewa,” ucap Asyila dengan memasang wajah sedih.
“Asyila, kenapa wajahmu seperti itu, cepat ceritakan,” pinta Ema semangat.
“Nanti malam saja, aku juga ingin mendengarkan keluh kesah kamu. sudah lama kita tidak menghabiskan waktu untuk mengobrol seperti ini.”
“Ya kamu betul kelinciku tersayang, setelah lulus sekolah kita tidak pernah menyempatkan waktu untuk kita menumpahkan segala isi hati kita,” jelas Ema.
“Ema!!” panggil Asyila.
“Iya Asyila,” jawab Asyila.
“Ini untuk kamu,” ucap Asyila lalu memberikan sebuah gantungan kunci bermotif kucing.
“Wah, lucu sekali Syila,” ucap Ema senang karena menerima hadiah dari Asyila.
“Apakah kamu senang?” tanya Asyila penasaran.
“Syukurlah, aku membelinya tadi di toko aksesoris dekat jalan menuju sekolah kita dulu,” ucap Asyila jujur.
“Terima kasih sahabatku, gantungan kunci pemberian darimu akan selalu aku simpan,” balas Ema.
“Sama-sama sahabatku,” ucap Asyila.
kira-kira Asyila dan Romi cocok tidak guys!!
komen di bawah..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!