"Hai Vivian." Begitulah anak-anak disekolah menyapa Vivian ketika berpapasan dengannya.
Vivian Xu, gadis cantik berusia delapan belas tahun yang sedang menempuh pendidikan disalah satu sekolah terbaik di Shanghai. Ia sekarang duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Atas (Senior High School). Ia dikenal sebagai gadis yang cantik, baik hati, tegas dan pemberani. Jangan lupa ia juga terkenal pintar disekolah.
"Hai." Vivian membalas sapaan teman-teman yang menyapanya.
"Vivian, apa setelah pulang sekolah nanti kau ada acara?" tanya Joyce yang merupakan teman terdekat Vivian.
"Ehm..sepertinya tidak ada. Ada apa?" Vivian menjawab dan kembali bertanya pada Joyce.
"Apa kau mau menemani ku untuk berbelanja?"
"Berbelanja yah?" Vivian terdiam sejenak memikirkan ajakan Joyce. "Baiklah, aku akan menemani mu."
"Ah syukurlah kau mau menemaniku, kalau kau tidak mau maka aku akan merasa bosan berbelanja sendiri." Ucap Joyce kegirangan sambil memeluk tubuh Vivian erat.
"Kau ini terlalu berlebihan." Vivian berusaha melepas pelukan Joyce yang terlalu erat.
"Hehe iya maaf. Ayo kita ke kelas sekarang." Joyce cengengesan lalu mengajak Vivian ke kelas.
"Ayo."
Mereka pun berjalan menuju kelas mereka. Tidak terasa pelajaran demi pelajaran telah dilalui dan jam sekolah telah selesai. Joyce segera bergegas mengemas barang-barang nya kedalam tas nya dan bergegas menghampiri meja Vivian yang berada didepan. Ia tahu teman nya itu sedikit pelupa, maka ia harus cepat-cepat mengingatkan Vivian sebelum Vivian terlanjur pergi.
"Vivian, ayo." Ajak Joyce setelah berada didepan meja Vivian.
"Iya, ayo." Vivian menjawab ajakan Joyce.
"Tumben kau tidak lupa?" tanya Joyce saat mereka sama-sama berjalan keluar meninggalkan kelas.
"Hei, memangnya aku ini selalu lupa setiap kali kita membuat janji?" tanya Vivian dengan nada yang sengaja dibuat kesal, karena iapun tahu kelemahannya kalau ia mudah lupa.
"Hehe kau lebih sering lupa." Jawab Joyce cengengesan.
"Kau ini.." Vivian mencubit ringan pipi Joyce yang sedikit tembem. Mereka pun kembali berjalan menuju parkiran tempat mobil Joyce terparkir. Joyce adalah anak dari keluarga berada jadi jangan heran kalau dia sangat suka berbelanja, sedangkan Vivian dia hanya gadis biasa yang tinggal dengan ayah angkatnya saat ini, ayah angkatnya adalah salah satu pengusaha kaya di Shanghai. Selama perjalanan Joyce menyetir dengan lihai sedangkan Vivian hanya menatap kagum padanya.
"Vi, apa kau mau aku mengajarimu menyetir?" Usul Joyce pada Vivian.
"Tidak tidak." Vivian menolak usul dari Joyce. Ayah angkatnya sebenarnya sudah sering menawari untuk membelikan nya mobil dan mendaftarkan nya ke kelas mengemudi, tapi Vivian selalu menolak karena tidak ingin menjadi beban. Baginya bisa bersekolah di sekolah bagus seperti sekolah nya sekarang saja dia sudah sangat bersyukur.
"Kau ini, aku akan mengajari mu secara gratis nona." Ucap Joyce kembali membuyarkan lamunan Vivian
"Tidak, tidak usah." kembali Vivian menolak.
"Hem..yasudah kalau begitu." Joyce kembali melajukan mobilnya hingga sampailah mereka disebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar di kota itu. Tempat ini memang tempat Favorit Joyce, surganya barang-barang dari berbagai brand ternama. Joyce memang pecinta barang-barang branded. Dan tidak lupa ia juga selalu membelikan Vivian sesuatu saat Vivian menemaninya. Bukan bermaksud merendahkan, tapi ia memang sayang pada sahabatnya itu, apa yang ia punya maka Vivian juga harus punya.
"Joy, aku akan ke toilet sebentar." Vivian pamit pada Joyce yang sedang sibuk melihat-lihat sepatu.
"Baiklah, hati-hati." Ujar Joyce sambil memberi tanda OK dengan tangannya tanpa mengalihkan perhatian dari sepatu yang ia lihat.
Vivian pun berlari kecil sambil mencari toilet. Walaupun sudah sering menemani Joyce ketempat ini tapi tetap saja ia lupa dengan letak toiletnya. Ia berjalan sambi menoleh kesana kemari kebingungan mencari letak toilet.
"Brukkk" tiba-tiba Vivian tanpa sengaja menabrak seseorang dari arah yang berlawanan dengannya.
"Maaf tuan, maaf aku tidak sengaja." Ucap Vivian ketika ia menengokkan kepalanya keatas dan mendapati sepasang mata pria itu sedang menatapnya tajam.
"Apa kita pernah bertemu nona?" Pria itu malah melemparkan pertanyaan pada Vivian dan sedikit menunduk mendekatkan wajah nya pada wajah Vivian dan menatap dalam ke dua bola mata indah itu.
"Aa apa? Oh tidak tuan kita belum pernah bertemu. Sekali lagi aku minta maaf tuan, aku harus segera ke toilet." Ucap Vivian sambil membungkuk beberapa kali lalu berlari meninggalkan pria tadi dan bodyguard nya.
"Gadis kecil yang menarik." gumam Pria itu sambil menyeringai tipis.
Setelah selesai dengan kegiatannya Vivian pun lantas kembali ketempat Joyce berada tadi. Ia melihat Joyce sudah menenteng dua kantong belanjaan dan terlihat senang sekali. Vivian lalu menghampiri Joyce.
"Joy, maaf membuatmu menunggu lama." Ucap Vivian dengan nada penuh sesal.
"Tidak apa-apa. Aku juga baru selesai." Jawab Joyce berbohong padahal ia sudah menunggu lumayan lama. Tapi ia tidak ingin membuat temannya itu merasa bersalah.
"Ayo kita pergi mencari makanan. Aku sudah sangat lapar." Ajak Joyce sambil menggandeng lengan sahabatnya itu.
"Ayo." Jawab Vivian singkat, lalu mereka pun beranjak mencari restoran terdekat. Tanpa mereka ketahui pria yang tadi tidak sengaja ditabrak Vivian itu sedang memperhatikan mereka sambil tersenyum kecil penuh makna.
"Kita akan bertemu lagi nona kecil." Ucap pria itu dan lagi-lagi menampilkan seringai tipis yang entah apa artinya.
^^^~Sekian dulu yah.^^^
^^^Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar~^^^
...*TERIMA KASIH*...
"Selamat pagi Ayah." Sapa Vivian kepada Ayah angkatnya saat ia sudah sampai diruang makan.
"Selamat pagi Vi." Ayah nya membalas sapaannya.
"Bagaimana sekolah mu kemarin?" Tanya Ayah nya setelah Vivian duduk disamping nya untuk sarapan bersama.
"Baik Ayah." jawab Vivian singkat sambil menikmati sarapan yang sudah tersedia di meja makan.
"Kau kemarin kemana bersama Joyce?" Ayah nya kembali bertanya pada nya. Ayah nya selalu menempatkan bawahan nya untuk memantau kondisi putrinya itu, maka jangan heran jika ia tahu Vivian pergi bersama Joyce.
"Hanya ke pusat perbelanjaan dan setelah itu kami makan bersama dan setelah makan kami langsung pulang. Itu saja."
"Apa kau membeli sesuatu yang kau inginkan?" Tanya Ayah Vivian.
"Tidak Ayah, sedang tidak ada yang ku perlukan. Lagi pula barang-barang ku semuanya masih banyak dan bagus."
"Vi, belilah jika ada sesuatu yang kau inginkan. Jangan membuat diri mu terlihat seperti orang susah." Ucap Ayahnya kembali dengan nada sedikit kesal. Pasalnya ia tahu bahwa putrinya itu tidak akan pernah menghamburkan uang nya untuk hal yang tidak penting baginya. Bahkan untuk hal penting saja ia akan berpikir atau meminta izin dulu sebelum membelinya.
"Ayah mu ini Jordan Li. Uang berlimpah yang Ayah punya tidak akan habis hanya karena kau berbelanja." Timpalnya kembali. Ya, ia memang kaya raya karena termasuk kedalam jajaran pengusaha sukses di kota Shanghai. Bahkan tanpa Vivian ketahui bahwa Ayah nya itu tergabung dalam salah satu aliansi gelap yang melakukan perdagangan illegal.
"Baik Ayah." Jawab Vivian singkat. Ia tahu ia tidak akan bisa menjawab banyak. Ia juga gadis pada umumnya yang punya hasrat berbelanja, namun ia segan untuk menghamburkan uang yang Ayahnya berikan padanya.
"Bagaimana persiapan ujian akhir mu?" Ayahnya kembali bertanya padanya. Walau Vivian bukan putri kandungnya tapi itu bukan masalah baginya, ia tetap menjaga dan memperlakukan Vivian layak nya putri kandung nya.
"Baik Ayah. Aku sudah mempersiapkan diriku menghadapi ujian akhir sekolah." Jawab Vivian semangat.
"Baiklah. Ayah harap kau tidak akan mengecewakan Ayah." ucap Jordan sambil meminum minuman nya lalu bersiap-siap untuk beranjak dari tempat duduknya.
"Siap Ayah." Ucap Vivian sambil menaruh tangannya dikepalanya seolah sedang memberi hormat pada atasannya.
"Baik Ayah pergi dulu." Jordan pun berlalu setelah mengecup kening putri kecilnya itu.
Disisi lain disebuah mansion mewah terlihat seorang laki-laki muda tampan dan gagah sedang menuruni setiap anak tangga di mansion nya dengan wajah datar dan aura yang mendominan membuat semua pekerja yang ada di mansion nya itu menunduk saat berpapasan dengannya. Ia adalah Raymond Lu pria tampan berusia 26 tahun yang sedang hangat dibicarakan, baik dikalangan pebisnis maupun dikalangan para perempuan. Ia terkenal handal dalam mengelola bisnis-bisnis nya sehingga dengan mudah ia sudah menguasai pasar bisnis Asia. Namun jarang yang tahu dibalik kesuksesan nya ia juga merupakan ketua mafia terbesar di Asia.
"Pagi Tuan." Sapa Jiro Yang asisten sekaligus tangan kanan dan orang kepercayaan Raymond.
"Apa kau sudah mendapatkan apa yang aku inginkan?" Tanya Raymond kepada Jiro tanpa menjawab sapaannya setelah mendudukan dirinya pada kursi single meja makan diruang makan itu. Raymond tidak suka berbasa-basi dan hal itu sudah biasa bagi Jiro.
"Sudah tuan." Ucap Jiro sambil menyerahkan sebuah map berisi dokumen yang Raymond minta padanya kemarin.
Raymond menerima map itu lalu membacanya dengan teliti. Sebuah seringai tipis terlukis jelas diwajahnya membuat beberapa pelayan yang melihatnya sedikit bergidik ngeri. Bukan hal baru memang jika tuan mereka selalu menampilkan aura yang menyeramkan. Tapi tetap saja menyeramkan bagi mereka.
"Menarik. Sangat menarik haha." Ucap Raymond setelah menutup map yang dibacanya tadi sambil tertawa kecil, entah apa maksud dari tawanya itu.
"Baiklah, kita ke perusahaan sekarang." Tegas Raymond setelah menyesap sedikit minumannya yang sudah disiapkan pelayannya tadi.
"Baik tuan." Ucap Jiro lalu segera mengambil barang-barang milik Raymond dan menyusul Raymond yang sudah berjalan duluan menuju pintu utama. Sepanjang perjalanan sunyi, Jiro yang sibuk menyetir dan Raymond sibuk mempelajari beberapa dokumen yang akan dipresentasikan oleh karyawannya saat rapat nanti. Setelah mempelajari semua ia lalu menutup dokumennya dan menyimpanya di bangku samping tempat duduknya yang kosong. Ia menghembuskan nafas pelan menandakan ia sedikit lelah, lalu ia memperhatikan hiruk-pikuk jalanan yang terlihat lebih ramai dari biasanya. Lalu padangannya menangkap seorang gadis yang baru turun dari mobil dan berjalan masuk kedalam sekolah.
Ia adalah Vivian gadis kecil yang kemarin tidak sengaja menabraknya saat di pusat perbelanjaan. Saat melihat gadis itu entah apa yang ada dipikiran nya sehingga membuat senyuman manis terlukis diwajah tampannya. Hal itu membuat Jiro sedikit heran pasalnya ia tidak tahu siapa atau apa yang tuannya perhatikan, karena kemarin pun ia tidak ikut bersama tuannya.
"Jiro, apa nanti setelah rapat ada hal lain yang harus aku lakukan?" tanya Raymond setelah melewati sekolah tempat Vivian tadi.
"Tidak ada tuan." Jawab Jiro yang masih fokus menyetir sambil sesekali melirik kearah tuannya melalui kaca diatas kepalanya.
"Baiklah. Setelah rapat nanti kau urus pekerjaan ku. Aku ada urusan." Titah Raymond tegas yang dibalas anggukan oleh Jiro.
Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat hari ini. Vivian sudah menyelesaikan kegiatan di sekolahnya hari ini. Ia pun segera beranjak dari kelasnya untuk keluar dari sekolah saat mendapatkan pesan bahwa supir nya sudah menunggu didepan gerbang sekolah. Hari ini ia hanya sendiri disekolah sepanjang hari karena Joyce tidak masuk dan ia tidak terlalu dekat dengan murid-murid lain padahal hampir semua murid disekolah itu mengenalnya. Saat hampir mendekati gerbang sekolah ia melihat seorang pria yang familiar bagi nya.
"Bukankah dia pria yang kemarin tidak sengaja ku tabrak di pusat perbelanjaan itu? apa ada keluarganya yang sekolah disini juga?" gumamnya seraya memperhatikan penampilan pria itu yang sudah sedikit berantakan.
"NONA MUDA" teriak supir Vivian membuat langkahnya untuk menghampiri Raymond tadi terhenti dan kembali berlari menuju supirnya tadi.
"Maaf aku sedikit lama." Ucap Vivian pada supirnya itu sambil membungkuk sekali, hal itu tak luput dari pandangan Raymond.
"Ah, tidak apa-apa nona. Jangan seperti itu." Timpal supirnya itu sambil menggaruk kecil kepalanya yang tidak gatal karena melihat tingkah nona mudanya yang terlalu sopan kepada siapapun.
"Baiklah nona ayo kita pulang. Sepertinya hari akan hujan." Ucapnya lagi sambil membukakan pintu mobil kepada Vivian dan mempersilahkan Vivian masuk. Mereka pun beranjak dari sana, Raymond yang sedari tadi memperhatikan mereka lalu menampilkan senyuman yang sulit diartikan, membuat beberapa murid perempuan yang menatapnya berteriak dalam hati karena ketampanannya itu. Lalu ia pun berlalu dari sana menuju Club tempat ia membuang penat nya setelah bekerja.
Ia hanya akan minum-minum saja di Club itu tanpa melakukan hal yang tidak-tidak. Beberapa perempuan melihatnya dengan tatapan menggoda bahkan ada yang mendekati dan berusaha merayunya tapi tidak membuatnya tertarik. Ia sangat malas menjalin hubungan apapun dengan perempuan karena baginya itu merepotkan. Namun entah kenapa pikirannya sekarang malah dipenuhi oleh Vivian dan membuat senyumnya lagi-lagi mengembang sempurna diwajah tampannya.
^^^~Sekian dulu yah.^^^
^^^Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar dan juga likenya.~^^^
...*Terima Kasih*...
"Erggh" Raymond tersadar dari pingsan nya sambil mengerang kecil merasakan sakit dibagian belakang lehernya.
"Tuan sudah sadar?" tanya Jiro dengan nada yang khawatir.
"Ada apa? mengapa aku merasa sakit sekali? Mengapa aku bisa disini? dan bukankah tadi aku sedang berada di Club?" tanya Raymond bertubi-tubi pada Jiro.
"Benar tuan, tapi saat Tuan hendak pergi dari tempat itu ada sekelompok orang yang menyerang Tuan dan untung saja Tuan sudah menghubungi ku sebelumnya sehingga Tuan tidak terluka parah." Jelas Jiro pada Raymond.
"Apa kau sudah tahu siapa yang berani melakukan itu?" tanya Raymond kembali.
"Aku sedang mencari tahu nya Tuan." Jelas Jiro kembali.
"Baiklah." Ucap Raymond lalu beranjak berjalan masuk kedalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air yang mengalir dari shower. Ia sedang kalut dengan pikirannya yang tengah memikirkan siapa yang sudah berani menyerangnya. Ia sangat benci dengan orang-orang yang mencoba mengganggunya dan pasti tidak akan melepaskan mereka begitu saja. Apalagi jika ia tidak mengganggu duluan.
Setelah selesai dengan ritual mandinya ia beranjak dari kamar mandi nya lalu mengenakan salah satu pakaian santai yang diraihnya dari walk in closet miliknya tadi. Lalu ia berjalan menuruni tangga menuju dapur karena merasa sedikit lapar. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa ia masak untuk ia santap.
"Tuan, ada yang bisa ku bantu?" tanya Dream yang merupakan kepala pelayan di mansionnya.
"Ah tidak Dream, kembalilah ketempatmu." Ucap Raymond sedikit kaget dengan kedatangan Dream.
"Baiklah tuan." Lalu Dream beranjak dari sana, ia tahu tuannya itu tidak suka dibantah. Tidak berarti tidak.
Raymond kembali melanjutkan pekerjaannya, ia hanya membuat salad sayuran untuk ia santap. Ia sebenarnya tidak terlalu pandai memasak, namun ia selalu menjaga pola makan sehat dan bentuk tubuh idealnya. Setelah selesai mengolah salad sayurannya ia pun duduk di meja makan dan menikmati makanannya itu.
"Tuan." Sapa Jiro sambil membungkuk memberi hormat.
"Ada apa?" tanya Raymond dengan nada dingin tanpa menghentikan kegiatan makannya.
"Aku sudah mendapat informasi tentang orang-orang yang menyerang Tuan tadi." Ucap Jiro lalu menghentikan kata-kata nya sejenak, setelah dirasa tidak ada balasan dari Tuannya ia pun melanjutkan perkataannya "Mereka adalah orang-orang dari Jordan Li tuan"
"Jadi tua bangka itu sedang mengujiku?" Ucap Raymond dengan nada dingin dan datar serta ekspresi yang menyeramkan.
"Baiklah, kau bisa kembali ketempatmu." Ucap Raymond kepada Jiro tanpa ingin mengetahui kelanjutan penjelasan nya.
"Baik Tuan." Jiro pamit lalu beranjak dari sana.
Lalu Raymond melanjutkan memakan makanan nya hingga tak tersisa. Setelah itu ia lalu beranjak menuju kamar nya. Didalam kamar ia membaringkan tubuhnya di ranjangnya, tiba-tiba ia memikirkan Vivian dan hal itu sukses membuat senyum terbit di wajahnya. Untuk pertama kalinya ia bisa memikirkan seorang perempuan.
"Sepertinya aku ingin memiliki mu nona kecil." Gumam nya sambil menyeringai.
Disisi lain dimansion Jordan Li terlihat ia sedang memarahi para bawahannya yang tadi disuruhnya untuk menyerang Raymond.
"Kalian memang tidak berguna, menghabisi satu orang saja kalian tidak bisa." Teriak Jordan kepada para bawahannya, sedangkan yang dimarahi hanya bisa tertunduk merasa bersalah.
"Awas saja jika sampai dia mengetahui identitas kalian dan datang untuk mencari masalah dengan ku. Akan ku pastikan kalian tidak akan bisa melihat dunia ini lagi." Ucap Jordan dengan amarah yang menggebu.
"Tok tok tok" terdengar pintu diketuk dari luar.
"Siapa?" tanya Jordan dengan nada dingin nya.
"Ini aku ayah." Terdengar suara Vivian menjawab dari luar ruangan.
"Kalian pergilah. Masuklah." Jordan memerintahkan anak buahnya untuk pergi dari sana dan mempersilahkan putrinya untuk masuk.
"Duduklah. Ada apa putri ayah selarut ini belum tidur? Apa suara ayah membuat mu terbangun?" tanya Jordan bertubi-tubi kepada putri nya.
"Tidak ayah. Aku hanya sedikit gugup karena akan menghadapi ujian akhir yang sebentar lagi." Jawab Vivian.
"Haha, kau ada-ada saja Vi. Tenang lah sedikit jangan membuat dirimu stres dengan hal itu." Ujar Jordan mencoba menenangkan putrinya.
"Tapi aku benar-benar takut." Timpal Vivian dengan nada penuh kekhawatiran.
"Baiklah, bagaimana kalau akhir pekan ini kita jalan-jalan? Ayah akan membawa mu bermain ditaman permainan." Usul Jordan.
"Benarkah ayah? Ayah mau membawaku pergi bermain." Tanya Vivian dengan antusias.
"Iya." Jawab Jordan singkat dan tegas.
"Aku mau ayah." Ujar Vivian sambil menganggukan kepalanya.
"Baiklah akhir pekan ini kita akan jalan-jalan dan bermain sepuas nya." Ucap Jordan tak kalah semangat ketika melihat keceriaan putrinya.
"Tapi Ayah apa aku boleh mengusulkan sesuatu?" tanya Vivian dengan sedikit ragu.
"Apa? katakanlah."
"Apa boleh jika nanti kita pergi Ayah tidak usah membawa serta Paman Max?"
"Memangnya ada apa dengan Max? apa dia sudah mengganggumu?" Tanya Jordan penasaran. Pasalnya ia tahu betul kalau Max orang kepercayaan nya itu adalah pria hidung belang yang suka berganti pasangan.
"Tidak Ayah, bukan itu." Ujar Vivian sambil menggelengkan kepalanya. "Hanya saja wajah Paman Max sangat tidak cocok untuk kita ajak ketaman bermain." Timpalnya.
"Hahahaha." Jordan tertawa terbahak mendengar kata-kata putrinya itu. "Baiklah baiklah, kita tidak akan melibatkan Max untuk yang satu ini." Ucap Jordan mengiyakan permintaan putrinya sambil masih memegangi perutnya yang pegal karena tertawa.
"Baiklah Ayah, kalau begitu aku akan tidur sekarang. Selamat malam Ayah." Ucap Vivian lalu beranjak dari ruangan Jordan setelah memberi kecupan di sebelah pipi ayahnya itu.
Saat Vivian membuka pintu ia dibuat terkejut karena ternyata sedari tadi Max sudah berdiri disana dan mendengarkan semua pembicaraan mereka. Max menatap tajam kearah Vivian membuat Vivian langsung berlari kecil menuju kamarnya.
"Untung saja kau adalah putri Tuan Jordan, jika bukan maka kau akan ku makan saat ini juga." Batin Max saat melihat Vivian berlari menghindarinya. (Makan yang Max maksud bukan makan yang benar-benar makan yah, tapi makan yang yah kalian tahu lah).
"Hei Max masuklah jangan menatap putriku seperti itu." Ucap Jordan saat melihat Max yang sedang menatap tajam putrinya yang sudah meninggalkan mereka.
"Maaf tuan." Ucap Max setelah ia masuk kedalam ruang kerja Jordan dan berdiri berhadapan dengan tuan nya itu.
Max sebenarnya tidak marah pada Vivian, hanya saja ada sesuatu yang membuat nya merasa tidak nyaman saat Vivian mengatakan bahwa wajahnya tidak cocok untuk dibawa ketaman bermain. Max menyaksikan pertumbuhan Vivian dari saat Vivian diadopsi oleh tuan nya. Max yang selalu menjaga dan melindungi Vivian jika tuan nya sedang tidak ditempat. Usia Max sebenarnya baru menginjak kepala tiga dan belum terlalu cocok untuk dipanggil paman oleh Vivian. Tapi karena rasa hormat Vivian maka ia memanggil Max dengan sebutan paman. Dan Max menerima itu karena ia tahu Vivian menghormati nya.
"Apa yang membuat mu malam-malam begini datang mencari ku Max?" tanya Jordan dengan aura yang mengintimidasi sangat berbeda ketika ia bersama putrinya tadi.
"Aku ingin melaporkan bahwa ada mata-mata yang mencoba menyelinap diantara kita tuan." Ujar Max menyampaikan laporannya dengan aura yang tak kalah mengintimidasi.
"Baiklah aku mengerti. Aku percayakan hal itu padamu. Ada pekerjaan lain yang harus ku selesaikan sebelum akhir pekan." Ucap Jordan memberi perintah pada orang kepercayaan nya itu.
"Baik tuan, akan aku selesaikan." Max menyanggupi perintah tuan nya itu lalu beranjak pergi dari ruangan Jordan.
^^^~Sekian dulu yah.^^^
^^^Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar dan juga like nya.~^^^
...*Terima Kasih*...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!