NovelToon NovelToon

Qu LiWey

Bagian 1: Dunia ini lagi.

Perlahan iris amber kekuningan itu membuka. Dan lagi-lagi gadis cantik yang baru saja tersadar dari alam mimpinya itu menghela nafas lelah. Ini sudah seminggu dan dia masih terjebak di dunia antah berantah ini. Dan lebih parahnya dia dikurung di dalam kamar yang menurutnya kuno. Tidak boleh keluar barang sejengkal dari pintu.

Hey... lihatlah, dia seorang Qu Liwey, gadis enerjik yang bahkan tidak tahan walau satu jam mendekam di rumah, namun kini dia dikurung selama seminggu. Waw... rekor yang fantastis untukmu Liwey. Jikalau bibimu tau kau dapat dikurung selama ini, dia pasti akan sujud syukur menghadap Tuhan karena mengira sifat bar-bar dan sulit diaturmu hilang.

"Nona... Anda sudah bangun?" Seorang gadis berkepang datang dengan tergesa-gesa dengan wadah berisi air di kedua tangannya.

Ayolah... Liwey sudah bosan mendengar pertanyaan basa basi ini. Apakah gadis itu buta? dia sudah dapat melihat jikalau Liwey sudah duduk dari pembaringan, tapi kenapa masih bertanya 'nona apakah anda sudah bangun?'

Memutar bola mata. Liwey berjalan mendekat, membasuh wajahnya dengan air bertabur kelopak mawar. Sekali lagi dia menghela nafas lelah. Ditatap satu-satunya gadis diruangan itu intens. Ia akan bertanya lagi. Dan jika jawabannya sama, maka jangan salahkan Liwey kabur.

"Apa aku sudah bisa keluar dari kamar ini?"

"Ahh... Anda sudah bisa keluar nona..." Seketika senyum Liwey terbit. Akhirnya dia bisa bebas. "Pangeran ke-4 akan berkunjung ke kediaman Qu untuk membahas pernikahan, nona."

Hah... Liwey bengong. Siapa pangeran ke-4 dan siapa yang akan menikah? tidak mungkin Liwey 'kan?

"Amm... Jiali, siapa yang akan menikah?"

Gadis yang dipanggil Jiali itu tersenyum. "Ini pernikahan nona. Apakah nona lupa? Pernikahan ini sudah sebulan lalu di rencanakan oleh kaisar kerajaan."

Liwey tertegun, apa maksudnya ini? ouh Tuhan kesalahan apa yang dilakukan oleh gadis manis ini? kenapa dia harus menikah dengan orang yang bahkan tidak dia kenal. Dan kalian harus ingat ini, dia bahkan baru berlesempatan melihat dunia luar setelah seminggu terdampar di dunia antah berantah ini. Dan apa-apaan, kenapa dia malah harus menikah.

Huftt...

Lagi-lagi Liwey menghela nafas. Baiklah, sekarang mari pikirkan bagaimana cara agar terlepas dari pernikahan konyol ini. Liwey mengetuk-ngetuk dahinya pelan. Berharap ada secercah ide yang masuk ke otak mungilnya. Ahh... Liwey mengerang frustasi. Bagaimana dia bisa berfikir dengan keadaan kalut seperti ini. Hmm... Sepertinya tidak ada cara lain. Dia terpaksa menikahi pria yang tidak ia kenali itu dahulu. Setelah itu baru fikirkan bagaimana cara mendapatkan surat cerai. Baiklah... ide itu tidak terlalu buruk.

Iris amber itu kembali menoleh, mendapati Jiali yang masih berdiri setia dengan senyuman menawannya. Ahh... Liwey jadi berpikir. Apa pipinya tidak keram selalu tersenyum lebar seperti itu.

"Baiklah Jiali, kau dandani aku. Aku ingin bertemu dengan calon suamiku."

~♡~

Ruangan aula kediaman Qu tampak sibuk. Para dayang berlalu lalang membersihkan ruangan menyusun ulang tata letak barang dan menyediakan makanan serta minuman diatas meja jamuan. Ahh... jangan lupakan wanita dengan hanfu hijau tua berikat pingkang brokat awan di tengah ruangan yang tengah asik mengatur cara kerja dayang. Bagaimana pun jamuan kali ini harus berkesan. Karena pangeran ke-4, pangeran dengan julukan mata dewa yang memiliki kharisma akan berhadir.

"Ibu." Seorang gadis dengan hanfu merah muda berhadir ditengah kesibukan. Tersenyum anggun menghampiri wanita yang sedari tadi berdiri di sana. Wanita itu menoleh, balas tersenyum manis. Lalu berjalan anggun menghampiri putri kesayangannya.

"Yimin... betapa indahnya penampilan mu pagi ini. Apa sudah tertarik untuk mengambil hati pangeran?" Seriangaian licik tercipta dibibir mewar darah wanita itu.

"Ahh... aku sudah lama siap untuk mengambil hati pangeran." Yimin-gadis berhanfu merah muda itu berbalik menatap pintu masuk aula yang masih menampakkan kesibukan para dayang. "Walaupun dekrit kekaisaran mengatakan pangeran ke-4 akan menikahi si lemah Liwey... Tapi apa pangeran akan menerima gadis lemah dan jelek itu, ibu..."

"Sudah dipastikan, pangeran ke-4 akan merasa jijik dengan nya." Yimin tersenyum penuh arti, diotaknya sudah tersusun rencana cantik untuk menjatuhkan harga diri seorang Qu Liwey.

"Perdana Mentri Qu, memasuki aula..." suara teriakan dari arah pintu masuk mengalihkan atensi kedua perempuan itu. Tersenyum manis sembari menunduk hormat.

"Salam, suamiku."

"Salam, Ayahanda."

Pria dengan stelan hanfu hijau tua itu tersenyum, terlihat jelas kerutan di sisi matanya, menandakan usianya yang tak lagi muda. Kedua pupil Hazel miliknya mengitari seluruh ruangan, senyuman semakin mengembang di bibirnya.

"Aku tak salah pilih... kau memang yang terbaik dalam menghias ruangan," pujinya tulus pada wanita berhanfu hijau itu.

"Terima kasih pujiannya, tuanku. Hamba merasa rendah, banyak yang lebih hebat daripada hamba." Tukas wanita itu.

"Ahh... kau terlalu merendah selir Huangli... aku akan menjemput kereta kuda pangeran. Pastikan tempat ini sudah tertata rapi." Pria itu tersenyum, melangkah keluar. Namun langkahnya terhenti saat sudah beranjak di depan pintu. "ahh.. aku melupakan sesuatu, kalian pastikan putri Liwey untuk hadir di perjamuan ini. Karena itu khusus untuknya."

Senyum yang terbit dibibir kedua perempuan itu luntur seketika. Heh... perjamuan khusus untuk Liwey katanya? Lihat saja nanti, putri Liwey yang begitu kau sayangi itu akan mempermalukan perjamuannya sendiri. Huangli-wanita berhanfu hijau itu tersenyum miring.

"Ibu, kita harus membuat gadis bodoh itu malu. Aku tak ingin dia mendapat perhatian dari yang mulia pangeran." Yimin berseru menggebu.

"Tenanglah, Putriku. Semua yang kita inginkan pasti akan kita dapatkan. Lanjutkan saja rencananya." Huangli menyeringai. "Qu Liwey, hari ini akan menjadi hari paling bersejarah untukmu."

~♡~

hatcyuhh...

"Nona, anda tidak apa-apa?" Jiali berseru panik saat mendengar nonanya bersin. Sungguh dia khawatir nonanya kena flu. Ini sangat tidak baik untuk kondisi seperti ini.

Liwey menggosok hidungnya. Lalu menggeleng, menandakan dirinya tak apa-apa. Mungkin ada seseorang yang terlalu merindukannya hingga dia bersin sebagai pertanda kontak batin? ahh... lupakan pemikiran konyol itu. Ini pasti ulah debu.

"Baiklah nona, Anda telah selesai dihias." Jiali tersenyum senang, menatap pantulan wajah cantik nonanya dari cermin tembaga.

Liwey manatap dirinya dari pantulan cermin.

"Waw... wajahku bisa seimut ini," ujarnya tak percaya. Hanfu sederhana berwarna ungu muda terlapis sempurna di tubuh mungilnya. Rambutnya disanggul mawar dan menyisakan sebagian dari rambut lebatnya menjuntai menutupi punggung dan juga hiasan kepala yang menjuntai indah hingga dahinya. Jangan lupakan pita rambut sutra yang menjuntai di belakang kepalanya. Sungguh ia seperti dewi dari khayangan.

Sudah seminggu Liwey berada di tubuh ini dan di dunia ini. Tapi dia tidak pernah mau mematut diri dicermin hanya untuk sekedar melihat wajah. Selama seminggu ini dia malah disibukkan dengan bagaimana caranya agar keluar dari ruangan kuno ini. Tapi sepertinya dia harus sering-sering mematut cermin mulai dari sekarang. Kulitnya berubah total. Dari yang awalnya sewarna kuning langsat khas wanita Asia. Kini berubah sewarna mutiara murni seharga jutaan dollar dengan kilau yang memukau.

"It's so perfect." Liwey berputar sekali, sungguh dia tak percaya ini. Jiali yang melihat kebahagiaan terlukis diwajah nonanya hanya bisa tersenyum senang. Karena bagaimana pun ini adalah kali pertama nonanya tersenyum setelah kejadian seminggu yang lalu. Kejadian dimana nonanya hampir dibunuh oleh orang berpakaian serba hitam. Yang menyebabkan luka menganga di sekitar bahu dan juga tusukan dalam di perut kirinya. Ia ingat betul bagaimana nonanya terbaring bersimbah darah. Dan juga dia masih mengingat perkataan tabib istana yang mengatakan nonanya sudah tidak dapat lagi bertahan hidup karena terlalu banyak kehilangan darah. Tapi sepertinya Tuhan berbaik hati pada nonanya. Sehari setelah insiden, nonanya kembali sadar. Walaupan nonanya berubah, tapi Jiali masih tetap bersyukur karena nonanya dapat kembali hidup.

"Jiali, setelah ini kita akan melakukan apa?" pertanyaan dari Liwey menyentak Jiali dari lamunannya. Gadis berkepang itu kembali tersenyum.

"Nona akan diantar menuju aula pertemuan kediaman perdana mentri Qu, untuk menghadiri perjamuan pangeran ke-4, Nona." Jelas Jiali, Liwey hanya ber-oh- ria. Tak lama seorang kasim berkata bahwa kereta kuda yang akan menghantarkan Putri Liwey ke aula kediaman sudah siap. Dengan sigap Liwey berjalan menuju pintu membukanya lebar. Matanya menatap takjub kearah kereta kayu yang di gandeng dengan dua kuda coklat telah terparkir rapi didepan kediamannya. Wahh... akan sangat seru jika aku bisa menunggang kuda sendiri. Liwey tersenyum kecut akan pemikirannya. Dia yakin sekuat apapun dirinya memohon agar dapat menunggang kuda sendiri itu pasti tak akan pernah terjadi.

Andai saja mereka tahu, kalau seorang Liwey sangat mahir dalam berkuda. Bagaimana 'pun Liwey merupakan salah satu atlet penunggang kuda dari kotanya , ahh... tapi sudahlah.

Liwey berjalan santai menuju kereta kayu, seorang kasim membukakan pintu untuknya. Liwey tersenyum lalu masuk kedalam kereta.

Ini pertama kali baginya menaiki kereta kuda, pernah sih dia menaiki kendaraan dengan kuda sebagai penariknya-Delman, tapi itu sudah sangat lama, ia ingat ia menaiki itu saat kelulusan Sd. Sudah berapa lama mengingat umurnya sekarang.

Perlahan kereta mulai bergoyang pelan, pertanda kereta sudah mulai berjalan meninggalkan kediaman yang cukup indah namun terasa seperti penjara. Liwey tak tinggal diam. Disingkapnya tirai yang menutupi jendela kereta. Matanya berbinar mendapati tempat yang ia katakan dunia antah berantah itu ternyata sangat indah. Banyak orang berlalu lalang dengan hanfu berwarna warni. Pria dan wanita, tua dan muda, maupun anak-anak dapat ia lihat.

Ternyata dunia ini tidak buruk, hanya saja tidak ada handphone' pikirnya.

"Jiali, apakah ini pasar?" Tanyanya pada Jiali yang masih setia berjalan disamping keretanya.

Jiali menoleh ke arah Liwey dan kembali tersenyum. Membuat Liwey berpikir jika gadis yang mungkin berusia 2 tahun dibawahnya ini adalah orang yang ramah dan mudah akrab dengan siapa saja.

"Anda benar, nona. Ini adalah pasar." Liwey mengangguk. Menarik. Ternyata pasar tradisional jaman dahulu dengan pasar tradisional dunia modern sangat berbeda. Disini lebih tertata dan terjaga kebersihannya. Coba di dunia modern? ahh... kalian nilai sendiri.

"Bagus... lain kali kau harus membawaku untuk berjalan-jalan di pasar ini," ucap Liwey dengan mata yang masih tak teralihkan dari para pedagang-pedagang di pasar.

Jiali hanya bisa tersenyum. Ia tidak menjawab, kalo boleh jujur dia sendiri ragu apakah mereka akan bisa kembali ke pasar. Mengingat setelah acara lamaran, maka tiga hari kedepannya nonanya akan pindah kediaman mengikuti suaminya.

Setelah 30 menit perjalanan. Kereta kuda milik Liwey berhenti. Dengan bantuan Jiali, Liwey beranjak keluar dari kerta kudanya.

"Woahh..." Kembali gadis itu berdecak kagum, matanya berbinar imut menatap pagar besar kediaman yang kini terbuka lebar menampakkan isi kediaman yang bisa dibilang mewah dan besar itu.

"Apa ini tempat tinggal orang tuaku?" Tanya Liwey kepada Jiali. Jiali sedikit tertegun, walaupun Nonanya ini sudah terbilang lama tinggal di kediaman teratai biru yang merupakan tempat pengasingan yang disediakan Selir Huang untuknya. Tapi dia juga sudah pernah datang ke tempat kediaman resmi anggota keluarga Qu. Apa dia melupakannya? Ahh... kalau dipikir-pikir, nonanya memang sedikit berbeda setelah bangun dari kematian. Dia terlihat lebih... agresif dan berani. Tapi, apakah itu juga akan berpengaruh pada ingatan nonanya itu.

"Anda benar, Nona."

"Wahh... tega sekali mereka menempatkan anak gadis mereka berjauhan dari keluarga." Liwey berdecih kesal. Walaupun dia termasuk baru disini... emm, maksudnya baru menempati tubuh gadis cantik ini. Tapi tetap saja dia merasakan ketidakadilan. Bagaimana bisa mereka mengasingkan seorang anak dari keluarganya. Ini tidak benar.

"Ah... Jiali apa pemilik tubuh ini..." Liwey mengerjab saat mendapati raut bingung dari gadis berkepang di sampingnya. "M... Maksudku, apakah aku ini punya banyak musuh? atau aku dibenci oleh saudariku sendiri? seperti di drama-drama..."

"Ah... apa jangan-jangan mereka membenciku karena aku adalah anak dari seorang selir? atau..."

"Nona, anda bukan putri seorang selir. Anda adalah Putri sah kediaman Qu." Penjelasan dari Jiali membuat Liwey menaikkan sebelah alisnya.

Ahh... sekarang dia mengerti. Sesuai pengalamannya yang dulu pernah menonton drama tentang time travel, dia dapat menyimpulkan. Jika Qu Liwey yang asli ini adalah putri yang sering ditindas karena terlalu lembut dan lemah. Ahh... kasihan sekali nasibmu.

"Qu Liwey!!" Sebuah seruan mengalihkan atensi gadis berhanfu ungu muda itu. Pandangannya terjatuh pada seorang pria dengan hanfu indah berwarna putih gading dengan tambahan ikat pinggang berwarna merah maron, tengah berjalan mendekatinya.

Ahh... jangan lupakan rambut panjang sepinggulnya yang dibiarkan digerai. Membuat wajah pemuda itu terlihat err... cantik.

Ya... pemuda itu cantik. Pupil mata hijau dengan aura intimidasi serta alis mata yang menukik tajam dan juga rahang tegasnya tidak dapat mengalihkan kecantikan alami yang dimilikinya. Ahh... Liwey jadi iri dengan kecantikan dibalik wajah dingin pemuda ini.

"Salam hormat hamba pada Tuan muda Qu." Liwey menolehkan pandangannya kearah Jiali yang sudah menunduk hormat kearah pemuda itu. Apa tadi dia bilang? Tuan muda Qu? Apa jangan-jangan ini adalah saudara ku?. Liwey masih berkutat dengan pemikirannya. Matanya tak lepas menelisik kearah pria cantik didepannya ini.

"Adik, sudah lama tak melihatmu. Bagaimana kabarmu? aku dengar ada yang mencoba membunuhmu?" Tanya pemuda itu. Liwey mengerjab. Membunuh? ahh... dia tidak mengingat itu. Perlu diingatkan kalau dia bukan Liwey dari masa ini. Dia adalah Liwey siswa SMA yang tenggelam di danau pada acara perpisahan kelasnya. Bagaimana dia bisa tahu tentang percobaan pembunuhan. Tapi... sepertinya dia harus menuangkan bakatnya sedikit.

"Ahh... kejadian itu. Bisakah kakak tidak mengungkitnya? adik ini masih sangat trauma jika mengingat hal itu." wahh... Liwey harus berterima kasih dengan bibinya yang terlalu sering menonton sinetron. Jadi Liwey bisa menerapkan akting dramatis aktris-aktris itu sekarang.

"Ahh... maafkan kakakmu ini." Pemuda itu menghela nafas berat. "kalau begitu, ayo kita masuk, ayahanda dan ibu selir sudah menunggumu. Ahh... jangan lupakan pangeran ke-4." Pemuda yang bahkan belum diketahui namanya oleh Liwey ini menyeringai menggoda. Seakan ada hal yang menarik saja.

Liwey hanya bisa pasrah. Langkah kakinya mengikuti pemuda cantik ini menuju aula kediaman. Pandangan matanya tak berhenti memperhatikan seluk beluk kediaman ini. Dan juga, bibirnya yang tak bisa berhenti berdecak kagum. Hingga langkah pemuda didepannya terhenti didepan sebuah ruangan. Dapat Liwey lihat pemuda itu membuka pintu ruangan, lalu melangkah masuk kedalam. Liwey hanya bisa mengikuti dan Jiali... gadis berkepang itu mengikuti di belakang Liwey.

Liwey mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan besar itu. Menarik. Ternyata konsep arsitektur bagunan kuno itu lebih menawan dan memiliki nilai seni tersendiri.

Dapat Liwey simpulkan, bagunan dengan pilar kayu besar ini terbuat dari kayu berkualitas tinggi. Ahh... jangan lupakan lukisan indah yang menggantung di setiap dinding. fantastic.

"Qu Liwey..."

~♡~

Periksa Typo...

Update diusahakan 2 kali seminggu dengan jadwal tak tentu.

untuk crazy up...

tergantung pencapaian like and koment....

Dan untuk part ini akan Audhi mulai target...

10 like

5 komentar.

Jika mencapai target Crazy up 3 chapter...

Selamat menikmati cerita Audhi....

oh ya.. Audhi juga nerima QnA, bagi yang gak ngerti dengan alurnya...

baiklah sekian dan terimakasih...

salam dari Audhi... Istrinya Kim taehyung

//plak *tampar

//tukang halu.😋

Bagian 2: Lamaran.

Iris kelabu itu menajam saat di rasa ada seseorang yang tengah mematainya sejak tadi. Melirik melalui ekor mata, dapat dilihat dua orang berpakaian serba hitam tengah bersembenyi dibalik genteng bata kediamannya.

"Menarik." Sebuah seringaian tercipta diwajah tampannya. Tangannya merogoh kantong sutra emas yang sedari tadi menggantung di pinggang. Mengeluarkan dua buah belati kecil. Matanya memicing seolah memeriksa seberapa tajam belati yang kini sudah beralih ke genggamannya.

Tanpa berbalik dia melempar tepat sasaran dua buah belati yang kini sudah berpindah tempat keleher dua orang berpakaian hitam yang sedari tadi bersembunyi di atap kediamannya. Membuat keributan berarti di sana. Segerombol orang berlari tergesa menghadapnya. Menanyakan pertanyaan yang sama 'Apakah yang mulia putra mahkota terluka?'

Heh... terluka, dia bahkan ragu bahwa ada orang yang dapat melukainya, walau sejengkal pun.

"Urus dua mayat tak berguna itu! Cincang, dan berikan pada Lian untuk makan siangnya." Orang-orang berpakaian zirah itu mengangguk. Sudah tidak diragukan lagi kekejaman Yang Mulia Putra Mahkota mereka, siapa yang berani mengusiknya, maka bersiaplah untuk mati dan menjadi santap siang Lian-Harimau putih kesayangannya.

Kembali iris kelabu menatap atap bata kediamannya. Seringaian tercipta di sudut bibirnya.

"Ada yang ingin kau sampaikan, Ling Qiau?"

Seorang pria berbaju serba hitam, melompat turun dengan mudahnya tepat dihadapan pemuda iris kelabu. Bertekuk pada satu lutut dan lutus yang satunya lagi digunakan sebagai penyangga lengannya dalam memberi hormat kepada sang tuan.

"Ampun yang Mulia, hamba membawa kabar bahwasanya Pangeran ke-4 datang ke kediaman Perdana Mentri Qu untuk melaksanakan dekrit kaisar."

Mo Yanzhi-si putra mahkota, tersenyum remeh.

"Adik ke-4 ingin mencari sekutu ya." Tangan kanannya menyentuh dagu. "Hm... sekutu yang tak dapat diragukan kekuatannya. Apa dia akan menikahi Qu Yimin?"

"Ampun yang mulia, sesuai dekrit kekaisaran Pangeran ke-4 akan menikahi putri ke-2 kediaman Qu, Putri Qu Liwey."

Seketika tawa pecah menggema di seluruh kediaman. Dia tak habis pikir saja, ingin mendapatkan sekutu dia bahkan rela menikahi Putri ke-2 yang dikenal lemah dan penyakitan. Apa dia sudah gila?

"Heh... dasar gegabah, dia ingin mendapatkan sekutu berpengaruh besar dengan mengorbankan martabatnya kah? aku jadi penasaran rencana apa yang akan dilancarkan oleh adik tersayangku itu." Seakan tak bosan, Mo Yanzhi masih mempertahankan seringaian licik di sudut kiri bibirnya.

"Ling Qiau, terus mata-matai kediaman pangeran ke-4. Cari tahu segala seluk beluk rencananya." Ling Qiau mengangguk patuh, setelahnya terbang melompat keatas atap meninggalkan Mo Yanzhi sendiri.

"Semakin menarik saja."

~♡~

"Qu Liwey... sungguh tak sopan, segeralah beri hormat pada Ayah dan juga pangeran ke-4." Liwey tersentak dari aksi mengagumi interior ruangan. Matanya menyipit menatap wanita berlipstik merah darah yang tengah duduk disamping pria berhanfu hijau yang sedari tadi tersenyum menatapnya. Apa mereka orang tuaku? sekali lagi Liwey bertanya pada pikirannya. Sungguh dia tidak tahu menahu akan kehidupan seorang Qu Liwey yang asli. Kehidupannya di sini tidak seperti kehidupan di Drama atau Manga yang sering ia lihat. Dimana karakter utama yang memasuki tubuh seorang gadis dari dunia lampau yang tahu akan ingatan si pemilik tubuh sebelumnya. Tapi dia tidak, tujuannya masuk ke jaman ini saja dia tidak tahu. Kalau di drama pasti tujuannya adalah balas dendam, kurang lebih seperti itu. Tapi untuk dia yang jelas-jelas asli melakukan perjalanan waktu dan bertukar tubuh, dia bahkan tidak tahu apa tujuan sebenarnya. Ouh Tuhan, tolong beri aku petunjuk.

"Adik kedua... apa adik benar-benar sudah melupakan tata krama dan sopan santun?" Kali ini atensi Liwey tertuju pada gadis yang menurutnya lumayan cantik tengah berbicara padanya.

"Maafkan hamba ayahanda.., hamba tidak becus dalam mengajari adik kedua tata krama sehingga dia melupakan bagaimana seharusnya dia bersikap." Gadis berhanfu merah muda itu terlihat berlutut didepan pria tua berhanfu hijau.

"Sudahlah, Qu Yimin. Mungkin gadis ini memang melupakan tata krama dan mulai memberontak karena tidak terima akan kematian ibundanya."

Ehh... ada apa ini sebenarnya? Kenapa wanita tua itu berbicara dengan nada seperti itu? Seperti ada sirat kebencian?

Hei... kalian jangan lupakan seringaian licik di sudut bibirnya. Baiklah sekarang Liwey sudah tahu, wanita tua itu sudah sama dengan nenek lampir licik jaman dahulu. Baiklah, kita lihat sampai kapan dia dapat melancarkan permainannnya.

"Selir Huang." Liwey menatap kearah pria tua yang duduk tepat di samping wanita ular itu.

Liwey berjalan mendekat kearah wanita dan pria tua itu berada. Berlutut dengan kepala tertunduk di samping gadis berhanfu merah muda yang diketahui bernama Qu Yimin. "Maaf kan hamba yang bodoh ini, ayahanda. Hamba terlalu mengagumi interior ruangan ini. Sehingga melupakan untuk memberi hormat terlebih dahulu kepada ayahanda dan... pangeran ke-4."

"Tak apa anakku, kalian berdua berdirilah dan duduk di tempat yang sudah disediakan." Liwey dan Yimin beranjak berdiri dan duduk ketempatnya. Mata Liwey berbinar lucu saat mendapati banyak hidangan di depan meja jamuan dihadapannya. Hingga sedari tadi dia tidak menyadari ada sepasang mata tajam yang menatapnya.

"Baiklah, seperti yang sudah dibicarakan tadi. Pangeran ke-4 hadir diperjamuan kecil ini hendak meminang salah satu put..."

"Lebih tepatnya meminang putri ke-2." Liwey tersedak pangsit yang baru saja masuk kemulutnya. Matanya menatap lurus kearah pria dengan hanfu hitam yang berdiri tegap di tak jauh dihadapannya.

"Ahh... Jendral Yubo benar." Qu Wenhua menatap dengan senyuman kearah Liwey. "Pangeran Ke-4 hendak meminangmu, Liwey. Apa tanggapanmu?"

"Eh..." Liwey tertegun. Matanya bergerak liar kekiri dan kanan khas seorang Qu Liwey jika sedang berfikir. "Ah... Hamba tergantung penilaian pangeran ke-4 saja, Ayahanda."

Liwey tertunduk, sungguh dia gugup sekarang. Dia tidak pernah berada dalam kondisi serius seperti ini sebelumnya. Bahkan dulu, waktu dia mengikuti rapat keorganisasian di sekolahnya. Tidak pernah seserius ini. Ternyata jadi orang jaman dahulu itu sangat merepotkan.

"Qu Liwey..." Suara khas berat seorang pria membuat atensinya teralihkan. Matanya membelalak sempurna. Menatap dua iris berbeda. Waw... Heterochromia, ini sungguh langka. Liwey bersorak dalam hati. Matanya masih berpatut dengan iris beda warna milik pria didepannya. Sungguh dia sangat tertarik akan jenis mata satu itu.

"Aku dengar anda sangat paham akan mengartikan idiom dari suatu ulasan. Apa anda tidak keberatan jika aku bertanya tentang salah satu idiom yang aku tidak pahami?" Liwey tersadar dari kekagumannya akan mata heterochromia itu. Sekali lagi dia mengerjab. Ouhh...Tuhan, nikmat mana lagi yang kau dustakan Liwey. Pria ini tak hanya mempunyai mata yang unik dan juga suara yang err ... seksi. Apakah kau masih mau menyalahkan Tuhan, Liwey?

"Diam tandanya setuju bukan? kalau begitu tolong jelaskan padaku arti idiom 'ma dau cheng gong'?"

Eh... apa itu. Mengerjab, Liwey mengerutkan kening. Berfikir akan arti dari idiom yang bahkam tak pernah dia dengar. Ouh... ayolah dia sekolah di SMA yang mengajarkan bagaimana menjadi koki yang handal dalam mengelola dapur, bukan sekolah sastra china. Bagaimana mungkin dia tahu arti idiom ini.

"Ampun yang mulia pangeran... Hamba tidak tahu artinya." Semua pasang mata menyorot tak percaya kearah Liwey, bahkan Jiali sudah melunturkan senyumnya. Ini tidak mungkin, bukankan nonanya sudah belajar idiom sulit sebelumnya. Kenapa idiom mudah seperti ini dia tidak tahu artinya?

"Ahh... benarkah, apakah ada yang tahu artinya? pangeran ini sungguh bodoh sekarang."

Liwey menatap tak percaya akan nada cemooh yang kentara keluar dari bibir merah pemuda berambut putih itu. Baiklah sekarang Liwey mencabut semua kekagumannya pada pangeran itu. Dia tidak menyukai pria sombong.

Apa-apaan dia ini, hanya karena aku tak paham sastra bukan berarti aku bodoh, awas saja kalau kau tergila-gila dengan masakanku nantinya.

"Ampun yang mulia pangeran, izinkan hamba yang baru belajar ini menjawab." Seluruh atensi pasang mata yang berada di aula kediaman Qu menatap tepat ke arah gadis berhanfu merah muda di samping Liwey.

"Kalau hamba tidak salah, idiom itu berarti 'mendapatkan kesuksesan dalam waktu yang singkat dan cepat', Idiom ini di analogikan kepada seekor kuda... karena kita sekarang ini menggunakan kuda sebagai alat tunggagan untuk berperang, dan berkerja. Dengan adanya kuda, kita dapat mencapai tempat tujuan dengan cepat sehingga kesempatan kita untuk menang semakin besar." Penjelasan dari Yimin mendapatkan tepuk tangan dari pangeran ke-4. Liwey menaikkan sebelah alisnya saat mendalati wajah memerah Yimin disampingnya.

Ahh, jadi dia tertarik sama makhluk heterocromia satu ini, silahkan ambil saja. aku tak ingin bersama pria arogan seperti dia.

"Sungguh pintar, jawaban yang tepat putri pertama."

"Ah... hamba hanya masih belajar yang mulia pangeran."

Perdana mentri Qu Wenhua tersenyum menatap Yimin. Putrinya ini memang berbakat, tapi... dia sedikit kecewa dengan Putri ke-2 nya. Bagaimana bisa seorang putri tidak mengetahui idiom mudah seperti ini. Apakah benar putri ke-2 nya tidak mendapatkan pengajaran yang baik. Jika begini dia akan malu menyerahkan putri ke-2 nya untuk menjadi permaisuri pangeran ke-4.

Sementara Huangli Ying. Wanita itu tak berhenti menyungging senyum kemenangan di bibir merahnya. Melihat betapa terkagumnya pangeran pertama akan putri kesayangannya. Ini akan menjadi awal yang baik. Dia sangat yakin, jika pangeran ke-4 akan menikah dan menjadikan Qu Yimin, darah dagingnya sebagai permaisuri.

"Hm... saya sedikit kecewa dengan, Putri ke-2 karena tidak mengetahui arti idiom mudah ini..." Liwey menatap tak suka kearah pria putih dihadapannya. Apa masalahnya sih dia tak mengerti idiom China? setidaknya dia fasih dalam berbahasa inggris 'kan. Heh... Liwey mendengus tak suka.

"Tapi saya tak bisa memilih, sesuai dekrit kerajaan saya akan menikah dengan putri ke-2 dalam tiga hari kedepan." Huangli dan Yimin tersentak tak percaya. Rencana mereka gagal. Ahh... ini tidak bisa dibiarkan. Awas saja kau Qu Liwey.

Berbeda dengan dua perempuan di sana. Liwey malah menaikkan sebelah alisnya mendengar penuturan pemuda putih di depannya. Apa maksudnya dengan 'saya tidak bisa memilih?' Jika tidak ingin menikah, ya tidak usah. Jangan beralasan dekrit atau apalah itu sebagai pelampiasan. Heh... lihat saja nanti, seminggu setelah pernikahan Liwey pastikan akan mendapat surat cerai dari pemuda putih ini. Biarlah menjadi janda muda, yang terpenting dia bisa hidup bebas melanglang buana menikmati keindahan alam dunia lampau ini. Biarpun ia tak kembali ke masanya, tapi tak apalah. Tempat ini juga sangat cocok untuk ajang traveling 'kan? Liwey tersenyum penuh arti akan pemikirannya.

Pangeran ke-4 melihat ekspresi Liwey, tersenyum sinis. Sebegitu bahagiakan ia menikah dengan ku? . Pangeran ke-4 menggeleng. Dasar.

"Hantaran pernikahan akan diantar besok. Baiklah saya pamit undur diri terlebih dahulu, masih banyak tugas yang perlu saya urus untuk sekarang." Pemuda putih itu beranjak dari duduknya. Membungkuk tanda hormat kearah Perdana Mentri Qu, lalu beranjak keluar ruangan. Liwey tersenyum kecut menatap punggung dilapisi jubah merah menghilang di balik pintu. Apa dia harus menjadi istri pria arogan seperti itu? Ouh tidak...

"Putriku, mulai hari ini tinggallah di paviliun Peonixs. Hantaran pernikahanmu akan diantar kesana besok." Liwey mengangguk patuh. Qu Wenhua tersenyum manis menatap putri yang sangat mirip dengan mendiang permaisurinya ini. Walaupun dia awalnya kecewa karena Liwey tidak mengerti akan idiom mudah. Tapi dia sedikit takut akan melepas anak gadis yang amat ia sayangi ini.

"Semoga Tuhan selalu memberi berkah kepadamu, Yimin akan menunjukkan jalan menuju kediamanmu, ayah pergi dulu." Sekali lagi Liwey mengangguk.

"Akhirnya adik kecilku menikah juga." Ouhh... bolehkah Liwey menendang tulang kering pria cantik ini? kenapa dia selalu berujar dengan nada menggoda menjijikkan itu.

Wenhua berjalan keluar ruangan diikuti oleh Zhuting-Tuan muda keluarga Qu. Matanya masih setia menatap pintu besar aula yang sudah kembali tertutup rapat. Hingga sebuah tarikan dikepala membuat Liwey tersentak jatuh kebelakang.

"Aww... kepalaku," ringisnya sembari mengusap bagian belakang kepalanya yang terasa panas sehabis dijambak kuat. Matanya menatap tajam kearah wanita bibir merah yang berdiri angkuh dihadapannya. Dan ya... kalian jangan lupakan gadis merah muda yang sedari tadi tertunduk malu-malu kini terlihat sangar dengan wajah pongahnya. Ahh... jadi mereka ingin menindasku ya? baiklah kita mulai permainannya.

"Kau wanita j*l*ng, jangan berpikir kalau pangeran ke-4 tertarik padamu. Heh... kalau bukan karena dekrit kaisar mungkin kau hanya akan menjadi gadis yang tidak beruntung seumur hidup." Yimin tersenyum mengejek kearah Liwey yang kini tengah berusaha bangkit.

plak...

Satu tamparan kuat berhasil mendarat di pipi merah penuh blash on milik Yimin. Satu hal yang perlu kalian tahu, seorang Qu Liwey paling benci di sebut sebagai wanita j*l*ng. Bersedekap dada, Liwey memandang remeh dua perempuan beda usia yang tengah berdiri dengan tampang terkejut di hadapannya.

Huangli mendengus keras, berani sekali Liwey menampar anaknya. Dia sendiri bahkan tak pernah menampar darah dagingnya dan gadis ini.

Dengan cepat Huangli melayangkan tangannya hendak menampar gadis angkuh ini. Namun tak terduga olehnya. Liwey menangkap pergelangan tangan Huangli, meremasnya kuat menyisakan memar membiru di area pergelangan tangannya.

"Hendak menamparku, eoh?" Liwey menyeringai seram. Kini tangan Huangli bukan lagi dicengkram tapi sudah dipelintir kuat olehnya. Membuat Huangli semakin mengerang kesakitan.

Jiali yang awalnya khawatir akan kondisi nonanya, kini dibuat terperangah. Nonanya yang dikenal lembut dan tak pernah melawan perbuatan dari selir Huangli dan Putri Yimin kini berbeda. Nonanya terlihat tak sengan-sengan menampar dan kini nona mudanya itu tengah memelintir tangan selir Huangli. Sungguh tidak dapat Jiali percaya.

"Jangan kasar kau Liwey." Liwey menatap sinis kearah Yimin yang masih memegang pipi kanannya yang memerah. Sebelah alis Liwey tertarik keatas. Dilepaskannya cengkraman tangan Huangli dari genggamannya. Menyapu telapak tangannya dengan sapu tangan sutra, seakan apa yang di pegangnya tadi adalah kotoran yang harus dibersihkan secepatnya.

"Apa kau masih ingin merasakan tanganku dipipimu yang lain, eoh?" Liwey menyeringai sinis. Berjalan medekat kearah Yimin. Menepuk bahu kanan Yimin pelan. Lalu membisikkan sesuatu.

"Lebih baik kakak menunjukkan paviliun yang akan aku tempati sekarang. Jika tidak... bersiaplah kedua belah pipimu akan membengkak seperti b*bi." Liwey tersenyum penuh arti. Mengajak Jiali untuk mengikutinya, keluar dari kediaman.

"Sial, bagaimana bisa dia menjadi berani melawan, seperti itu." Yimin mendesis geram.

"Qu Liwey, lihat saja pembalasanku nanti."

~♡~

Derap langkah sepatu kuda mengiringi kesunyian hutan lebat yang mereka lewati. Iris mata beda warna itu menatap awas sekitar hutan. Sementara Yubo yang menunggang di sampingnya mengerut kan kening. Dia masih terpikir akan kejadian beberapa jam yang lalu. Dimana pangerannya hendak menikahi gadis yang terkenal dengan kebodohannya dan juga lemah. Awalnya Yubo mengira itu hanya rumor semata. Tapi setelah melihat secara langsung saat Putri sah kediaman Qu itu tidak dapat menjawab arti idiom mudah, membuat dia percaya bahwa rumor itu benar adanya.

"Yang mulia pangeran, apa anda benar-benar akan menikahi Putri Qu Liwey yang bo..."

"Benar." Yubo terdiam sesaat mendengar penuturan pangerannya. "Dia memang bodoh, tapi aku tak bisa mengacaukan dekrit kekaisaran. Aku harus mengikuti keinginan Kaisar dengan menikahi Putri sah kediaman Qu."

"Tapi yang mulia, bukankah anda tahu kalau kaisar menikahkanmu dengan Putri Qu Liwey dengan usulan permaisuri Zhang." Penuturan Yubo membuat Mo Jing Xuan-pangeran ke-4 terdiam. Dia sudah tahu akan itu. Tujuan permaisuri Zhang meminta kaisar untuk memberikan dekrit padanya agar menikahi Putri Qu Liwey adalah menjatuhkan martabatnya. Karena semua orang tahu, kalau putri Qu Liwey itu adalah putri bodoh dan lemah. Bahkan Mo Jing Xuan sudah melihatnya secara langsung.

"Biarkan saja permaisuri Zhang dan orang lain berujar tak enak akan putri Qu Liwey, aku akan tetap menikahinya." Lagi-lagi Yubo terdiam.

"Hmm... Yubo, pintalah beberapa dayang untuk mempersiapkan seserahan pernikahan untuk diantar besok ke tempat Putri Qu Liwey." Yubo mengangguk, perintah dari pangerannya akan segera ia laksanakan.

~♡~

Tbc ....

Bagian 3: Hantaran

edit : ada banyak bagian yang di revisi di chapter ini, dan mungkin juga ada perubahan cerita di tiap paragrafnya ... kalo berkenan, boleh di baca ulang ...

Hasil dari mengubrak abrik pinterest...

Akhirnya Audhi nemuin juga pict khusus pangeran ke-4 ..

Ini dia pangeran Heterocromia kesayangannya Audhi. Gimna ganteng kan... so pasti la

~♡~

Liwey Pov.

Arghhh ....

Sakit, kepalaku sangat sakit. Haishh ... aku tahu, ini pasti akibat ulah nenek lampir jaman dahulu itu. Kurang ajar banget memang, ingatkan aku untuk membalas perbuatannya lain waktu.

Masih dengan mata yang sedikit terpejam, aku dapat merasakan bahwa aku tak sedang di pembaringan?

Ah ... apa maksudnya ini, bukannya terakhir kali aku tengah berbaring di ranjang empuk kediamanku yang baru 'kan? tapi kenapa aku malah berdiri?

Dengan cepat, aku langsung membuka mata. Percayalah wajahku sekarang pasti sangat jelek. Dengan mata yang sempurna membola bahkan hampir keluar dari tempatnya, bibir menganga, dan hidung kembang kempis? oke aku akui, aku jelek. Tapi kalian harus melihat apa yang mataku temukan. Apa-apaan ini, tak cukupkah aku terbangun di dunia antah berantah yang berisi manusia dengan pakaian khas cina kuno. Dan sekarang kenapa aku malah terdampar di tempat yang sialnya sangat indah.

Sejauh mata memandang, mataku di suguhkan dengan penampakan bagunan cina kuno dengan banyak anak tangga untuk menuju pada sebuah pintu besar yang sedikit terbuka. Jangan tanya aku berapa buah anak tangga itu sekarang, yang jelas itu sangat tinggi. Aku heran, apa motifasi arsiteknya untuk membangun anak tangga sebanyak itu, buat tempat fitnes gratis?

Aku berdiri tepat di depan undakan tangga menuju pintu gerbang. Perlahan aku mulai menaiki tangga, entahlah... Aku merasa aku harus naik dan masuk kedalam pintu gerbang besar yang tengah terbuka itu. Seakan orang yang berada di dalam bagunan indah ini sedang menantiku untuk berkunjung.

Dan disinilah aku berada. Di depan pintu gerbang besar bagunan. Tapi... ada yang aneh, kenapa bagunan ini serasa sangat sepi sekali ya? atau ini memang sepi... maksudnya tidak ada yang menghuni. Sungguh rugi, bangunan besar yang masih kokoh ini tak ditempati oleh seorang pun, terus untuk apa aku datang kesini?

Ahh ... usah difikirkan, sekarang ayo kita masuk kedalam.

"Permisi," ucapku begitu menginjakkan kaki di dalam bagunan tua itu. Dan tidak ada siapapun selain angin yang berhembus dan menggoyangkan dahan serta daun pohon persik yang tak jauh dari pintu.

Sekarang aku harus benar-benar menanyakan, untuk apa aku kesini?

Triingg...

Suara apa itu? Leherku berputar kerah jam 9 sontak mataku memicing tajam saat melihat dua bayangan yang tengah adu pedang di tengah bagunan. Eh... bukannya itu si pangeran heterochromia. Sedang apa dia disini... bertarung? Kepalaku meneleng kekiri. Masih menatap lurus kearah dua orang yang tengah beradu pedang.

Whusshh...

Wahh... ajaib. Seiring hembusan angin, dua orang itu menghilang. Kayak hantu aja, 'kan aku jadi merinding.

Tap....

Eh... ada orang ya disini? Pastilah ada orang Liwey bodoh. Kalau tidak bagaimana mungkin ada yang menepuk bahumu. Tapi... bisa jadi juga ini hantu kan? Sumpah aku sudah parno sekarang, pengalaman mengerikan tentang hantu aku tak ingin melihatnya lagi ... kumohon, yang dibelakangku, siapapun jangan berubah menjadi hantu ya.

Aku menghembuskan nafas perlahan, yah aku sudah memutuskan untuk menoleh memastikan siapa yang ada di belakangku sekarang ini. Siapapun itu, semoga bukan orang aneh ataupun hantu.

1....

2....

3...

Buka matamu Qu Liwey.

"Kyaaaaaaaa....!!!"

~♡~

Jiali berlari cepat kearah kamar nonanya. Sungguh dia panik sekarang. Apa yang terjadi dengan nonanya? kenapa nonanya berteriak begitu keras. Membuka pintu kamar secara paksa. Jiali segera menuju ranjang tempat pembaringan Liwey. Dapat dilihatnya Liwey tengah mengatur deru nafas.

"Nona, anda kenapa? Apa ada sesuatu yang menakutkanmu?" Bibir Liwey bergetar hebat, jari-jari kuku lentiknya ia gigiti. Apa itu? dia tidak pernah melihat hantu dengan wujud seperti itu. Apa-apaan hantu dengan perban di mata. Apa matanya sudah di congkel sehingga hantu itu menutupi matanya dengan perban dari sutra? Aneh-aneh saja hantu di jaman ini.

Melihat nonanya tak kunjung menjawab pertanyaan. Membuat Jiali semakin panik. Digoncangnya pelan lengan Liwey. Berusaha menyadarkan nonanya ke alam sadar.

"Nona, anda kenapa? ceritalah kepada Jiali, nona... Hiks."

Liwey tersentak dari alam pikirannya, matanya membola mendapati Jiali yang biasanya selalu tersenyum kini menangis. Apa dia punya masalah?

"Jiali kau kenapa? Kenapa kau menangis?" Masih dengan terisak Jiali menatap lekat wajah nonanya yang terlihat khawatir.

"Anda mengabaikan pertanyaan Jiali, nona. Hikss... Jiali takut Hiks... Nona kenapa-napa." Liwey tersenyum menanggapi, diusapnya puncak kepala gadis yang senantiasa dikepang itu lembut.

"Sudahlah... berhentilah menangis, aku tak apa-apa. Lebih baik kau bantu aku mandi!" Jiali mengangguk mendengar perintah dari Liwey, dengan segera gadis berkepang itu melangkah menuju tempat pemandian. Liwey menatap punggung berhanfu cokelat Jiali keluar dari kamarnya.

Huuufttt...

Liwey mendesah lelah, entah kenapa kepalanya mendadak pusing sekarang. Bayangan hantu pria berambut putih dengan perban dimata segera ia enyahkan dari pikiran. Tidak, dia tidak boleh memikirkan itu. Mungkin dengan berendam air panas dia bisa menjadi lebih rileks... Ya semoga saja.

Suara ribut dari luar mengalihkan atensi gadis beriris amber di sana. Perlahan kaki nya melangkah menuju asal suara. Dan apa yang kalian pikirkan ia lihat? Ahh... mungkin ada salah satu tebakan dari kalian benar. Banyak barang yang ditutupi kain sutra merah berbordir benang emas sudah tersusun rapi di ruang tengah paviliun yang ia tempati sekarang. Kedua alis hitamnya bertaut bingung. Ada acara apa? kenapa banyak sekali benda dengan kain merah di sini?

"Hei..." Liwey menghentikan kegiatan salah satu pelayan pria yang tengah memindahkan barang di sana.

"Ada apa yang mulia putri?"

Tidak langsung menjawab, Liwey kembali mengedarkan matanya kearah susunan barang itu. Mencoba menebak apa isinya.

"Hmm... itu apa?" Tunjuknya kearah barang yang sedari tadi tak berhenti datang dan memenuhi ruang tengah paviliun miliknya.

"Itu hantaran pernikahan dari pangeran ke-4 yang mulia putri." Liwey mengangguk, disuruhnya pelayan itu pergi, lalu beranjak masuk kedalam kamarnya, duduk bersila diatas tempat tidur. Apa jaman dahulu hantaran pernikahan sebanyak itu? Aku penasaran apa saja isinya? Liwey membatin.

"Nona, air mandi anda sudah siap." Suara Jiali menghentikan rasa penasaran Liwey, yah... sekarang lebih baik mandi terlebih dahulu. Dan untuk apa saja isi hantaran, itu cerita nanti.

"Baiklah, aku akan mandi. Lebih baik kau bantu mengurus hadiah di depan sana! Saat selesai mandi aku ingin melihatnya."

"Baik nona." Liwey mengangguk, segera ia masuk kedalam bilik mandi di sudut kiri kamarnya. Menanggalkan baju lalu berendam, merilekskan fikirannya barang sejenak.

~♡~

Yimin mendengus, kedua tangannya terkepal melihat kereta-kereta yang membawa hantaran pernikahan dari pangeran ke-4 untuk Qu Liwey. Wajahnya sudah memerah menahan amarah. Sebenarnya apa bagusnya Qu Liwey itu? Gadis bodoh dan lemah yang bahkan tidak tahu arti idiom mudah kenapa bisa seberuntung ini. Seharusnya dialah yang mendapatkan hantaran itu, dialah yang seharusnya menikah dengan pangeran ke-4. Arghh... dia tidak mau ini terjadi, dia tidak boleh tinggal diam. Dia harus merencanakan sesuatu agar pernikahan pangeran ke-4 dan Qu Liwey batal. Harus.

Tap...

Sebuah tepukan di bahu kirinya, membuat Yimin segera berbalik. Alisnya berkerut saat mendapati senyum merekah dari wajah Huangli-ibunya. Apa maksud senyuman ibunya ini? Apa dia sudah mendapatkan rencana bagus untuk membatalkan pernikahan yang akan berlangsung 2 hari lagi ini?

"Biarkan saja Liwey menikah dengan pangeran ke-4..."

"Apa!! Tapi..."

Huangli menempatkan jari telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan untuk diam. Senyum sinis tercipta di bibirnya. Membuat Yimin semakin tak mengerti rencana busuk apa yang kini bersemayam di otak ibunya ini.

"Aku mendengar kalau yang mulia Putra Mahkota, juga tengah mencari permaisuri..." Diletakkan tangannya di kedua bahu Yimin.

"Apa kau tak tertarik untuk menjadi milik Putra mahkota..." seringaian sinis tercipta di bibir merah nya. Perlahan mendekat, berhenti didepan telinga putri tersayangnya ini, "Aku akan diskusikan dengan ayahanda untuk menikahkanmu dengan Putra mahkota, bagaimana?"

Yimin tersentak kebelakang mendengar penuturan ibunya ini. " Ibu, pemilihan permaisuri untuk putra mahkota tak segampang itu..."

Yimin menunduk, "lagipula... aku hanyalah anak seorang selir dan..."

Kembali Huangli meletakkan jari telunjuk kedepan bibir. "Jangan membicarakan dirimu sebagai anak selir lagi, kau juga akan menjadi anak sah kediaman perdana mentri Qu secapatnya, ikuti saja permainan ibumu ini sayang."

"Benarkah, bu?" Yimin bertanya dengan antusias.

"Tentu... jadi kau jangan terlalu berharap dengan pangeran cacat itu lagi." Huangli tersenyum licik, Bagaimana pun sebentar lagi. Tinggal menunggu Liwey menikah dengan pangeran ke-4 yang dijuluki mata dewa... Heh mata dewa apa? Mata cacat seperti itu bisa dibilang mata dewa. Tidak ada manusia normal memiliki mata dengan dua warna berbeda.

Ahh... Huangli emakin tak sabar, pernikahan Liwey adalah pernikahannya juga. Ia akan diangkat sebagai nyonya sah kediaman Qu dan nasib anak perempuan kesanyangannya akan lebih baik dari pada Qu Liwey bodoh itu. Lihat saja nanti.

~♡~

Liwey sudah siap dengan Hanfu kuning cerahnya. Matanya tak henti menelisik dan menerawang benda apa saja yang tertutupi kain merah itu. Dilihatnya Jiali mengangkat sebuah nampan dengan ukuran sedang kedahadapannya.

"Bukalah, nona." Liwey mengangguk sebentar, lalu membuka penutup kain yang menutup nampan itu. Sebelah alisnya naik melihat lipatan kain merah berbordir emas di sana.

"Apa ini?" tanyanya.

Jiali tersenyum, ditutupnya kembali kain merah itu dengan kain penutup sebelumnya. Lalu beralih menatap Liwey yang masih menatap penasaran menunggu jawaban dari mulut Jiali.

"Itu adalah pakaian pernikahan mu, nona. Kau akan mengenakan itu di hari pernikahan nanti."

Liwey mengangguk paham sembari ber-oh-ria. Matanya kembali melirik kearah kotak kayu di samping Jiali.

"Jiali.., tolong ambilkan kotak itu." Dengan sigap Jiali mengambilnya dan memberikan kepada Liwey. Dibukanya kotak itu. Kali ini matanya berbinar. Diambilnya salah satu jepit rambut emas dari dalam kotak lalu menelitinya.

"Wah... Jiali, apa ini emas sungguhan." Jiali mengangguk sebagai jawaban. Liwey berdecak kagum. Matanya masih menelisik sudut demi sudut jepit rambut ditangannya.

"Kalau dijual aku bisa dapat uang berapa ya?" gumamnya. Jiali yang mendengar gumaman Liwey segera mengambil jepit rambut dari tangan Liwey, meletakkan kembali ke dalam kotak lalu meunutupnya.

"Hei... apa yang kau lakukan." Liwey berseru geram. Siapa yang tak kan kesal saat fokusmu meneliti sebuah benda teralihkan karena benda itu diambil paksa. Kalian juga pasti akan kesal kan?

"Maafkan, Jiali nona. Tapi barang ini tidak boleh nona jual. Barang ini semuanya akan nona kenalan di hari pernikahan nona nanti," jelas Jiali sembari menunduk. Liwey mendengus. Baiklah kalau barang itu tidak boleh dijual sekarang. Tapi nanti jika dia sudah bercerai dengan pangeran heterochromia itu dia akan menggadaikan barang-barang ini, setelah itu dia akan bebas berkelana deh.

Liwey mengangguk sembari tersenyum, eh... seakan teringat sesuatu. Dia bertanya pada Jiali.

"Eh... apa didunia ini ada hantu yang menutup mata pakai perban, ya?" Liwey sudah gatal ingin menanyakan ini sedari tadi. Awalnya dia kira setelah berendam dan membersihkan diri dia akan terlepas dari bayang-banyang hantu mata perban itu. Tapi nyatanya dia masih saja kepikiran.

Jiali mengerut mendengar penuturan Liwey, mengusap dagu. Jiali kemudian menggeleng.

"Ampun nona, tapi Jiali tak pernah mendengar ada hantu seperti itu dari rumor." jelasnya.

"Benarkah? apa kau sudah memastikannya?"

Lagi-lagi Jiali menggeleng. "Sudah 15 tahun Jiali hidup di dunia, Jiali tidak pernah mendengar rumor akan hantu itu, nona."

Liwey berdecak frustasi. Jadi yang dimimpinya itu hantu apa? Jika bukan hantu dijaman ini, jadi itu hantu dari jaman apa? ah... ada lagi.

"Hmm... kalau bagunan tua dengan seratus anak tangga, apa kau tahu?"

Sekali lagi Jiali menggelang. "Hanya ada stu bangunan tua disekitaran kerjaan ini nona, hanya saja bangunan itu tidak memiliki tangga."

Liwey kembali menghela nafas. Baiklah. Mungkin itu hanya akan terjadi di mimpinya saja. Hmm... sudah lah tak usah lagi di pikirkan. Sepertinya berjalan-jalan sebentar akan merefresh otaknya.

"Jiali, Bawa aku berjalan-jalan disekitar paviliun ini. Aku ingin menghirup udara sebentar." Jiali mengangguk. Membereskan kekacawan di tempat penyimpanan hantaran. Lalu mengikuti langkah Liwey yang sudah terlebih dahulu keluar dari ruangan.

Entah Liwey harus bersyukur atau tidak terjebak di dunia lampau ini. Tapi kalau boleh dikatakan. Dunia ini tidak kalah buruk dengan dunia tempat tinggal aslinya. Walaupun tidak ada handphone dan listrik. Tapi setidaknya dia pasti akan panjang umur di sini. Sebab tak ada polusi. Air masih terjaga kelestariannya. Tidak ada limbah pabrik yang membusuk di aliran sungai. Dan juga tak ada sampah plastik yang menyebabkan banjir. Setidaknya hidup disini lebih nyaman dan asri dari pada perkotaan yang padat dan penuh dengan polusi dimana-mana.

Langkah kakinya terhenti di depan sebuah danau buatan yang penuh dengan berbagai macam jenis teratai. Senyum pahit tersunging di bibirnya. Walaupun danau ini tidak seluas dengan danau yang menyebabkan ia terdampar di dunia ini, tapi tetap saja tragedi yang membuatnya trauma akan riak tenang danau membuatnya sedikit gemetar.

Kilas balik kejadian dia terjatuh dari atas kapal kembali terngiang di otaknya. Teriakan dari teman-temannya yang terkejut kembali terngiang di telinga. Suara riak air, suhu air yang dingin, pemandangan gelap didalam air dan juga rasa sesak yang tak dapat ditolerir kembali memenuhi fikiran Liwey.. Dengan susah payah Liwey menelan salivanya. Sebelum benar-benar kehilangan kesadaran. Liwey sempat bergumam.

"Apa jalanku kembali adalah danau?"

~♡~

"Salam pangeran." Mo Jing Xuan, menoleh sekilas kearah Yubo lalu melanjutkan kembali kegiatan melukisnya.

"Ada apa?" Sembari masih tetap melukis dia bertanya.

"Ampun pangeran. Hamba melihat Putri kedua Qu, tiba-tiba tak sadarkan diri didekat danau paviliun peonix.

Gerakan tangan Jing Xuan terhenti sebentar, kemudian kembali melanjutkan lukisannya.

"Apa ada orang yang mencelakainya?"

"Tidak ada pangeran. Dari yang saya pantau keamanan kediaman perdana mentri diperketat. Jadi tidak ada tanda-tanda penyusub atau pembunuh masuk."

Jing Xuan mengangguk, di letakkannya kuas dari pengangannya ketempat asal.

"Apa dia sakit?"

Yubo menggeleng. Jing Xuan menoleh menatap pria berambut coklat di depannya. "Tetap awasi Putri Qu Liwey, dan beri tahu aku perkembangannya."

Yubo mengangguk, menunduk hormat lalu beranjak keluar dari ruang baca Jing Xuan.

Jing Xuan menghela nafas lelah. Apa keputusannya mengikuti dekrit kaisar adalah benar? Apa dia akan siap mendengarkan cercaan dari penghuni istana karena dia menikah dengan Liwey yang dikenal dengan kebodohannya? Apa dia sanggup menelan mentah rumor tentang seorang pangeran yang beringas di medan perang namun tak bisa memilih istri yang layak? Ah... dia tak tahu akan itu. Semoga saja Qu Liwey ini mudah diajak kompromi dan dia akan senang hati mengajarkan teori dasar untuk meminimalisir kebodohannya.

"Kakak..." Suara cempreng dari seorang gadis kecil mengalihkan atensi Jing Xuan. Sebuah senyum tipis terbit di bibirnya.

"Ada apa Mo Liang Jie?" Gadis bernama Liang Jie itu merengsek duduk di pangkuan Jing Xuan.

"Bermainlah denganku!" Pintanya. "Selir Li Lua dan Lian Ji tidak ingin bermain bersama dengan ku, mereka lebih suka bersolek agar kakak mau melirik mereka."

Jing Xuan tersenyum tipis. Mengusap rambut adiknya yang berwarna serupa dengan rambutnya lembut.

"Maaf, kakak masih harus mengurus hiasan ruangan untuk pernikahan kakak besok. Jadi Jie'er bermain dengan Bobo dulu saja."

Gadis itu mengangguk, "Baiklah, aku berharap gadis yang menjadi Putri Xuan nanti mau bermain denganku, bukan seperti selir-selir yang mementingkan penampilan itu." Liang Jie mencebikkan bibir.

"Aku sangat yakin kakak tak kan pernah mau bersama dua wanita dengan dandanan tebal itu... tapi kenapa kau mengambil mereka sebagai selirmu?"

Jing Xuan mengerutkan dahi sembari mengelus dagu layaknya orang berfikir.

"Entahlah... intinya kakak tak pernah suka dengan mereka."

"Hmm... kalau begitu, setelah menikah nanti kau jangan lagi pedulikan mereka, kak. Kau harus lebih memberikan perhatianmu pada kakak ipar dari pada dua selir tak berguna itu."

Jing Xuan tersenyum menanggapi. Dielusnya kembali puncak kepala gadis kecilnya penuh sayang. Hm... bagaimana pun Jing Xuan juga akan memberikan perhatian pada Liwey. Tapi bukan perhatian seorang suami pada istrinya. Melainkan perhatian seorang guru pada murid bodohnya yang lerlu bimbingan serius.

~♡~

Hai... hai...

sudah part 3 ya...

Menurut kalian apa Jing Xuan bakalan memberikan perhatian seorang guru dan murid dengan Qu Liwey yang sekarang?

Kalaupun ia, pasti perhatian seorang guru yang jatuh dalam pesona ke bar-baran muridnya..

hahahaha.

//plak..

//diam.

Jing Xuan : Gaje lo Dhi...

Author : wahhh... beneran minta tonjok ni pangeran putih heterochromia.

Jing Xuan : bukannya lo suka ya sama mata gua yang heterocromia ini. //menggoda.

Author : tidak itu kesukaannya si Liwey, bukan gue.

Liwey : bukannya lo bilang ya tadi kali lo jatuh cinta sama mata heterochromia nya si Xuan.

Jing Xuan : beneran Dhi, wahh... kalo begitu lo telat dong... Mata gua cuman buat Liwey..

Audhi : oke oke... tindas aje semau kalian. Baru kali ni gua liat Author ditindan MC nya sendiri...

Gua buat sad ending kalian baru tau rasa.

Liwey : ye.. jangan dong dhi..

Jing Xuan : Wah.. jangan dong dhi, buat cerita kami happy ending dong...

Audhi : // ngambek mode.

.

.

.

.

.

.

.

.

..

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kembali Audhi ingatin...

pencapaian target buat crazy up..

10 like.

5 koment..

and jangan lupa kasi vote juga audhinya..

terus kasi rating juga ya...

biar audhi makin semangat buat crazy up nya...

oh ya... Audhi lagi tertimpa ide yang meluber-luber untuk cerita yang ini...

Jadi.. Audhi bakalan up sesering mungkin... yeayy...

tapi tetap aja.. buat crazy up.. audhi nentuin target.. ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!