"Airin. Kalau nanti Papah sama Mamah sudah nggak ada Airin jadi anak yang nurut sama Om dan Tante ya."
Masih terngiang di telinga Airin tentang ucapan kedua orang tuanya. Walau masih berumur tujuh tahun. Airin sudah bisa memahami apa yang dikatakan oleh orang tuanya.
Saat ini umur Airin sudah menginjak umur 20 tahun. Dia akan menikah dengan seseorang yang sudah disiapkan oleh keluargannya.
Airin menatap wajahnya sendiri di cermin. Dia terlihat sangat gugup saat ini. Dia sangat ingin berteriak. Hanya saja tidak mampu, dia merasa sangat bingung. Airin bahkan tidak tahu, siapa pria yang akan dinikahinya.
Walaupun begitu, Airin akan tetap menerima pria itu menjadi suaminya. Baginya, apa yang dipilihkan orang tuannya adalah yang terbaik. Bagi Airin, Paman dan Tantenya adalah orang tua. Alasanya hanya satu, merekalah yang menjaga Airin setelah orang tuannya meninggal.
Seseorang masuk ke dalam kamar Airin. Dia adalah Sela, anak dari paman dan tantenya. Mereka sangatlah dekat, seperti kakak beradik kandung.
"Apa kau sudah siap?" tanya Sela.
Airin tidak menjawab. Dia hanya menganggukan kepalanya.
"Ayolah. Jangan malu-malu, suamimu itu sangatlah tampan."
Airin memilih diam. Sela adalah adik yang sering bergosip. Apa saja dia gosipkan, bahkan calon kakak iparnya sendiri.
Acara resepsi begitu khidmat. Sampai saat ini, Airin masih belum tahu siapa pria yang sedang mengucapkan janji suci itu. Beberapa kali Airin mendongakkan wajahnya. Tetap saja, wajah pria itu belum kelihatan di mata Airin.
***
Sangat meriah dan menakjubkan. Banyak tamu undangan yang datang. Mereka bukan hanya dari kalangan biasa. Rata-rata yang datang adalah orang dari kalangan bisnis. Mungkin karena keluarga suami Airin adalah pebisnis yang terkenal.
Tanpa disangka. Airin bertemu pandang dengan suaminya. Tampan, pikir Airin pertama kali saat melihat wajah Arja. Sementara Arja, dia hanya tersenyum sedikit. Bahkan dia tidak terlihat tersenyum.
"Selamat ya. Kau sekarang sudah menjadi istri untuk Arja. Jadilah istri yang baik," kata tante dengan cucuran air mata.
"Tante, aku merasa bahagia. Terima kasih sudah merawatku selama ini."
"Baik-baiklah disana nanti. Jangan lupakan kita," kata Sela dengan gaya ceriannya.
"Mana mungkin."
Paman datang dan langsung memeluk Airin. Paman merasa sangat terharu, bagaimanapun Airin sudah dianggap anak oleh Paman.
"Hati-hati di jalan Paman, tante."
Airin menoleh kepada suaminya. Dia baru saja mendengar suara suaminya itu. Sangat indah, pikir Airin.
*****
Airin dan Arja hanya saling diam. Mereka hanya berdua di dalam rumah ini. Rumah yang dihadiahkan oleh keluarga Arja. Sejak pernikahan, Airin tidak tahu seperti apa keluarga Arja. Hanya saja mereka sangat baik, kemungkinan besar. Airin mendapatkan mertua yang baik hati.
"Aku kira kau adalah wanita buruk rupa," kata Arja.
Airin hanya bisa diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Bagi Airin, perkataan Arja tadi sebuah pujian. Tanpa sadar, Airin jadi teringat dengan mantan kekasihnya dulu. Dia dulu juga sering mengatakan kata buruk rupa, untuk mengejek Airin.
"Apa kau bisu?" tanya Arja.
"Ti...tidak. Aku tidak bisu."
"Baguslah jika kau bisa bicara. Siapkan aku makanan, aku akan mandi."
Airin hanya mengangguk. Untung saja, didikan paman dan tante membuat Airin mandiri. Dia bisa memasak dan melakukan pekerjaan rumah dengan baik. Semua ini berguna bagi Airin.
***
Pukul 04.00 WIB. Airin bangun dan mandi. Dia sudah bersiap untuk membersihkan rumah dan membuat sarapan. Airin tidak ingin, suaminya pergi ke kantor tanpa sarapan lebih dulu.
"Kau sedang apa?" tanya Arja yang langsung memeluk tubuh Airin dari belakang.
Airin membelalakan matanya. Dia memang bukan pria pertama yang memeluk Airin. Kembali, Airin teringat dengan mantan kekasihnya.
Disaat pelukan itu semakin erat. Airin tersadar dan langsung membuka pelukan Arja. Dia berbalik dan melihat kearah Arja.
"Se...sebaiknya kau mandi dulu. Aku..aku akan siapkan sarapan."
"Sejak kemarin, kau tergagap saat berbicara denganku."
"Maaf, aku hanya teringat saat di rumah paman. Aku belum terbiasa dengan semuan ini," kata Airin dengan senyuman.
Arja mendekat dan cup. Sebuah kecupan mendarat di kening Airin. Arja tersenyum melihat wajah Airin yang memerah. Sepertinya, Arja mendapatkan wanita yang membuatnya bahagia.
"Buatkan sarapan untukku, aku akan mandi dulu," bisik Arja.
Airin mengangguk. Setelah kepergian Arja, Airin mencoba mengatur nafasnya. Dia merasa sangat kaget dengan apa yang dilakuakan Arja padanya.
Kembali Airin merasakan sesuatu di hatinya. Sesuatu yang dulu dia jaga untuk seorang pria. Pria yang kini entah dimana, pria yang sudah meninggalkan Airin di saat Airin terpuruk
***
Arja merasa senang dengan apa yang dibuat oleh Airin. Dia memasak makanan yang enak. Bahkan, Airin juga memperlakukannya sangat baik. Arja benar-benar merasa beruntung kali ini.
"Bisakah kau membuatkan aku nasi goreng ayam nanti malam. Aku ingin memakannya," kata Arja di sela sarapan.
"Baiklah."
"Jangan malu-malu. Aku ini suamimu."
"Iya."
Setelah selesai sarapan. Airin masuk ke dalam kamar. Dia mengambil tas yang biasa di bawa ke kantor oleh Arja. Rumah ini memang mewah. Hanya saja, tidak ada siapapun. Hanya ada Airin, Arja dan sopir pribadi untuk ke kantor.
"Hati-hati di jalan."
"Baik, aku pergi dulu."
Cup. Kembali sebuah kecupan mendarat di kening Airin. Kali ini, Airin masih bisa menahan hatinya. Dia tidak seperti tadi pagi. Bagi Airin, ini adalah kehidupan yang menyenangkan.
***
Hampir satu bulan Airin dan Arja menikah. Sampai saat ini, tidak ada masalah dan hal besar yang terjadi. Walau kadang Airin mengatakan ingin bertemu keluarga Arja. Dengan perhatian, Arja selalu membujuk Airin dan membuat Airin melupakan apa yang dia inginkan.
"Malam ini kita akan pergi kesebuah acara. Kau harus ikut," kata Arja pada Airin yang baru saja membuatkan kopi untuknya.
"Kenapa mendadak. Aku bahkan belum menyiapkan apapun."
"Sayang, kau tetap cantik dimataku."
Airin hanya menyunggingkan senyuman. Di rumah ini, Airin selalu merasa sendiri. Bagaimana tidak, Arja hanya memiliki waktu saat sore sampai malam. Dari pagi hingga siang, Arja ada di kantor.
Saat Arja ingin membawanya keluar. Airin merasa senang. Dia merasa jika Arja akan membawanya pergi ke tempat lain. Walau hanya keacara, Airin sudah merasa senang.
"Kenapa kau melamun?"
"Tidak. Aku akan bersiap dulu, kau minum kopi saja."
Setelah lama berada di dalam kamar. Akhirnya Airin keluar juga, dia sudah menggunakan baju yang lumayan. Tentunya dengan make-up tipis di wajahnya.
"Kenapa kau berdandan cantik?" tanya Arja yang terpesona karena Airin.
"Aku tidak ingin membuatmu malu saat disana nanti."
"Aku akan ganti baju. Lalu kita akan berangkat."
Airin mengangguk. Dia kira, suaminya sudah siap untuk berangkat. Ternyata belum, Airin memutuskan untuk membaca majalah sembari menunggu Arja bersiap.
*****
Sampai di acara resepsi. Banyak pasangan yang datang. Mereka memakai baju mewah dengan sangat elegan. Sementara itu, di dalam mobil. Airin beberapa kali menolak untuk turun dari mobil.
"Ada apa? bukankah kau harus turun."
Airin memegang tangan Arja, "Arja. Aku malu, mereka sangat anggun dan elegan. Sementara aku." Airin menundukan wajahnya.
Dengan lembut tangan Arja mendongakkan wajah Airin. Mata mereka bertemu, cup. Sebuah kecupan mendarat dibibir Airin.
"Kamu tenang saja. Ada aku, aku tidak akan meninggalkan kamu."
"Benarkah?"
"Ya."
Setelah berhasil di bujuk. Airin turun dari mobil. Rambutnya yang tergerai kini terlihat semakin indah. Make-up yang natural juga membuat pesona Airin bertambah.
Dengan malu-malu. Airin menggandeng tangan suaminya. Sampai di dalam, Airin kembali dibuat terpukau. Dia melihat acara resepsi ini sangat mewah dan indah. Airin tidak pernah membayangkan jika dia akan datang ketempat seperti ini.
"Hai, apa dia istrimu?" tanya seorang pria berkepala botak.
Karena kaget, Airin mundur selangkah dari samping Arja.
"Apa dia istrimu?" tanyanya lagi dengan senyuman.
"Ya. Cantik bukan?" jawab Arja dengan sombong. Kali ini, Airin melihat sisi lain dari suaminya itu.
"Aku Olan. Senang berkenalan denganmu." Olan mengulurkan tangannya.
Airin menoleh pada Arja. Dia tidak tahu harus menerima uluran tangan itu atau tidak. Akhirnya, Arja lah yang menerima uluran tangan itu.
"Jangan sentuh wanitaku."
Olan tertawa diiringi teman yang berada di sampingnya.
"Kau selalu saja mengatakan hal ini saat bersama wanita."
Mendengar apa yang dikatakan Olan membuat Airin berfikir. Bukan dia saja yang ada di samping Arja. Mungkin juga ada wanita lain. Hanya saja, Airin memilih untuk diam.
****
Banyak teman Arja yang tadi mengolok Arja. Jelas sudah, Arja memang memiliki wanita lain. Walau hanya teman, tetap saja Airin merasa cemburu. Mereka mengatakan jika Arja selalu melindungi teman wanitannya.
"Kenapa kau diam?" tanya Arja saat di dalam mobil.
"Tidak."
"Apa kau menganggap benar perkataan mereka?" tanya Arja pada Airin.
Airin memilih diam. Dia memilih untuk melihat keluar kaca mobil. Jika dia mengatakan percaya, Arja mungkin akan memberikan alasan lain. Lebih baik diam.
Perlahan tangan Arja menggenggam tangan Airin. Arja tahu, jika istri cantiknya ini sedang marah. Arja memang memiliki banyak teman wanita, hanya saja. Istrinya ini berbeda dari wanita lain. Benar apa kata Sela, Airin adalah wanita biasa dan lugu.
***
Seperti biasa. Airin terbangun dari tidurnya. Kali ini ada yang berbeda. Sebuah tangan melingkar di pinggang Airin. Airin melihat Arja masih terlelap. Tidak mungkin dia membangunkannya sepagi ini.
Perlahan Airin melepaskan pelukan Arja. Dia memilih untuk mandi dan bersiap membersihkan rumah. Airin juga harus menyiapkan sarapan untuk suaminya itu.
Sementara Arja masih terlelap. Airin sudah selesai membersihkan rumah. Sampai saat ini, kadang Airin bertanya pada dirinya sendiri. Sebenarnya, siapa dan orang seperti apa yang dia nikahi. Bahkan, perkataan teman-teman Arja masih terngiang di telinganya.
"Kenapa kau melamun sepagi ini?"
Airin menoleh dan melihat Arja yang sudah rapi dengan setelan kemejanya.
"Aku tidak melamun. Ayo sarapan, aku sudah buatkan nasi goreng kesukaanmu."
"Terima kasih," kata Arja sembari melingkarkan tangannya di pinggang Airin.
Dengan telaten. Airin mengambilkan nasi goreng dengan telur mata sapi sebagai lauknya. Selama menikah, Arja memang memilih untul menutupi masalahnya dari Airin.
"Apa nanti kau akan lembur?" tanya Airin dengan lembut.
"Entahlah. Nanti aku akan mengabarimu."
Mereka kembali melanjutkan sarapan dengan tenang. Tidak ada kata atau obrolan yang terjadi setelah itu.
Seperti biasa. Airin mengantarkan Arja keluar dari rumah dan membawakan tasnya. Arja juga selalu mencium kening Airin saat akan berangkat bekerja.
***
Suasana mall hari ini cukup ramai. Jika dipikir lagi, ini memang hari sabtu. Jadi, banyak orang yang juga mengajak keluarganya kesini. Walau hanya untuk berjalan-jalan saja.
Airin terlihat sedang mengambil beberapa bahan sayuran. Dia juga mengambil beberapa potong daging untuk di rumah. Semuanya dia lakukan sendiri, padahal Arja bisa saja meminta beberapa orang untuk menjadi pelayan di rumahnya. Hanya saja, Arja masih tidak ingin Airin ditemani siapapun.
"Airin."
Teriakkan seseorang membuat Airin memutar tubuhnya. Seorang wanita berlari kecil kearah Airin. Dia langsung memeluk Airin begitu dekat dengannya.
"Aku sangat merindukan kamu," kata Sela saat memeluk Airin.
Airin mencoba melepaskan peluka itu.
"Kau yang tidak pernah datang ke rumahku," kata Airin.
Sela menghentakkan kakinya, "Mana mungkin aku ke rumahmu. Disana ada Arja, aku malu."
"Malu untuk apa? dia juga kakak kamu."
"Adalah alasan tersendiri." Sela memilih untuk mengikuti langkah Airin yang sedang sibuk memilih belanjaan.
"Kau sendiri kesini? bukankah kau seharusnya bekerja?" tany Airin.
"Aku sedang istirahat makan siang dengan teman."
"Lalu dimana temanmu?" pertanyaan Airin terdengar menyelidik.
"Kau masih sama saja. Temanku sudah meninggalkan aku."
"Kenapa?"
"Entahlah."
Setelah merasa semuanya cukup. Airin berjalan menuju ke kasir. Diikuti oleh Sela di belakangnya. Sejak tadi, Sela lebih sering menatap ke layar ponsel. Tanpa sengaja dia sampai menabrak Airin yang berdiri di depannya.
"Sela. Kenapa kamu masih disini? lebih baik kamu kembali ke kantor."
"Ya, ya. Kau memang kakak yang paling cerewet."
"Aku tahu itu."
Airin keluar dengan barang bawaan yang cukup banyak. Dia tidak membawa mobil sendiri karena memang tidak bisa. Arja juga tidak menyiapkan sopir untuknya. Airin melakukan semuanya secara mandiri.
***
Di jalan. Airin tidak sengaja melihat Arja dengan seorang wanita. Mereka terlihat akrab, bahkan sangat akrab. Mereka sampai bergandengan tangan segala di depan umum.
Karena penasaran dengan apa yang dilihat. Airin mengikuti mereka. Sampai di sebuah tempat yang cukup ramai, Airin kehilangan jejak Arja.
"Apa mungkin dia benar Arja. Apa aku salah lihat," lirih Airin.
Belanjaannya begitu berat membuat Airin memutuskan menghentikan sebuah taxsi. Untung saja tidak lama sebuah taxsi mendekat. Airin bisa langsung pulang tanpa membuang waktu.
Airin masih tetap mencoba menghilangkan prasangka buruknya tentang Arja. Dia meyakinkan dirinya sendiri jika Arja adalah pria yang setia. Dia saat ini sedang bekerja.
"Nona, ini sudah sampai."
"Terima kasih, Pak."
Airin turun. Sopir itu membantu menurunkan semua barang. Setelah selesai. Airin memberikan uang pada sopir taxsi itu.
"Tidak ada kembaliannya, Non."
"Ambil saja, Pak."
Setelah selesai. Airin memasukan barang-barang itu ke rumah. Dia juga langsung memasukannya ke dalam kulkas dan almari. Walaupun begitu, pikirannya masih saja tertuju pada Arja.
Ting. Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel jadul milik Airin.
Aku akan pulang terlambat. Siapkan saja masakan setelah aku pulang.
Airin menatap layar ponsel itu. Sebuah pesan kembali masuk.
I love you.
Membaca pesan terakhir dari Arja membuat Airin tersenyum. Kali ini Airin yakin jika yang dilihatnya itu bukanlah Arja suaminya. Hanya orang yang mirip saja.
***
Malam sudah sangat larut. Airin bahkan belum makan karena menunggu suaminya itu datang. Dia merasa tidak enak jika meninggalkan suaminya.
Ting tong ting tong. Dengan senang Airin membukakan pintu. Berharap jika Arja datang dan langsung memeluknya.
"Kau su...."
"Biarkan aku masuk."
Bukan hanya Arja. Disana juga ada seorang wanita. Dia memakai baju seksi dengan rambut tergerai. Bibirnya terlihat tebal dengan lipstick berwarna merah menyala.
Setelah membuatkan teh. Airin meminta Arja untuk masuk ke dalam kamar dan meninggalkan wanita itu sebentar.
"Siapa dia?" tanya Airin. Ada nada cemburu di nada bicaranya.
"Kenapa? aku akan berbicara dulu dengannya. Kau bisa istirahat jika lelah," kata Arja dan langsung keluar.
Arja tidak menjelaskan apapun pada Airin. Karena kesal. Airin memilih untuk mengunci pintu kamar. Setidaknya, malam ini Arja akan tidur di kamar lain kalau tidak di sofa.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!