Hai namaku sherly kalandra, orang - orang biasa memanggil aku dengan sebutan sherly. aku seorang gadis yang terlahir dari keluarga sederhana. namun memiliki tekad, kedisiplinan serta kerja keras yang sudah mendarah daging dalam keluargaku. aku tinggal di ibu kota berharap bisa memperbaiki taraf hidup yang ku bawa sejak dilahirkan ke dunia.
Sejak lulus SMA aku sudah menjadi anak piatu, mama yang selalu ada dan setia rawat aku dari kecil. nyatanya secara diam - diam memendam sendiri penyakitnya. Setiap hari mama akan selalu tersenyum untuk menyembunyikan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya. Dan hal itu yang membuat aku merasa sangat bersalah dan membuat aku terkadang merasa gagal menjadi anak yang baik. kesehatanku sempat drop beberapa bulan bahkan mentalku sedikit terganggu dengan kepergian mama.
Nyatanya Tuhan masih menyayangi diriku. Dia menghadirkan adik mama yang berusaha membantuku keluar dari masalahku dengan tetap berada di sisiku menguatkanku dan selalu memberiku motivasi untuk tetap bertahan hidup. dia juga yang mendorongku untuk mengambil kesempatan beasiswa yang aku dapat. Hingga akhirnya aku melanjutkan studi di luar kota, tempatku menetap sekarang.
Derrt derrt derrt
Dering ponsel yang membuyarkan lamunanku dengan layar bertuliskan 'Alvian' panggilan suara yang membuat senyumku terlukis indah.
"Hallo, sayang dimana?" Tanyaku memandang keluar kafe berusaha mencari sosoknya yang tidak kunjung datang menemuiku sesuai janji yang kami sepakati.
"sayang maaf yah!" ucapnya dengan suara khasnya yang berat dengan nada sedih. Membuatku sedikit khawatir mendengarnya. Kemudian terdengar suara perempuan yang mungkin sedang bersamanya saat ini.
"Kenapa?" Tanyaku dengan sedikit kecewa seakan sudah tahu apa yang akan dia katakan berikutnya.
"Aku ada meeting dadakan di kantor, nggak apa - apa bukan. Semisal pertemuannya kita undur dulu?" Tanya Alvian dari sebrang sana, dengan helaan nafas yang terdengar begitu berat.
"baiklah, jika kamu sudah ada waktu kabari aku" jawabku berusaha meredam perasaan kecewa. Perasaan yang sering aku rasakan sejak setuju untuk terikat dengan Alvian dalam hubungan asmara.
"Nanti malam saja kita makan malam, bisakan?" ucapnya berusaha menghiburku
"baiklah" jawabku singkat
"Yaudah aku tutup dulu yah sayang" kata Alvian sebelum panggilan itu dia akhiri.
"dia yang buat janji! dia yang nggak datang gimana sih" geramku meletakkan posel ke atas meja dengan kasar. Mengedarkan pandangan ke segala arah berusaha menenangkan kembali perasaanku.
Setelah merasa cukup tenang, ku kemasi kembali barang - barang milikku ke dalam sling bag. segera kupanggil pelayan kafe untuk membayar minuman yang sudah menemaniku menunggu kedatangan Alvian. Sebelum meninggalkan kafe itu, aku menyempatkan berjalan ke arah toilet ingin menyegarkan diri dengan membasuh sedikit wajahku.
Aku dan Alvian sudah berpacaran sekitar 2 tahun lamanya. Awal kami bisa kenal saat mengikuti art event yang diadakan salah satu organisasi kampus. Dari event tersebut kami sering bertemu secara tidak sengaja meski jurusan berbeda. Kami sudah sepakat untuk melangsungkan pernikahan pada 5 bulan mendatang. meski keluarga kami belum mengetahui hal tersebut tapi kami yakin dengan rencana kami.
Sebuah mobil yang familiar berhenti di depanku saat aku menunggu taksi di depan kafe. setelah kaca mobil yang hitam diturunkan membuatku tercengang dengan pengemudinya. Pria dengan wajah tampan dan rahangnya tegasnya membuatku tertegun sekejap.
"butuh tumpangan?" ucap reno sedikit tersenyum dengan tatapan matanya yang selalu tajam membuatku kembali tersadar.
"Kakak darimana?" Tanyaku membuka pintu mobil dan mendudukkan diri di sampingnya.
"Habis ketemu teman, tumben kamu makan siang di luar?" kata reno kembali melajukan mobilnya bergabung dengan pengendara lain yang berlomba pada jalanan yang sedikit senggang.
"Tadi janjian sama vian, makan siang di kafe" kataku mengenakan sabuk pengaman dan menatapnya sekilas.
"kenapa nggak diantar sama vian?" Tanya reno mengerutkan keningnya. Memandang sekilas ke arahku.
"Dia nggak datang, katanya ada meeting dadakan di kantornya" kataku dengan nada sedikit rendah, ku tatap kembali kakak dari alvian, meski mereka sedikit mirip tetapi sikap mereka sangat berbanding terbalik.
"yang sabar yah, perusahaan memang sedang sibuk sekarang. Karena ada pembukaan cabang perusahaan di luar kota" jelas reno membuatku sedikit menghela nafas lega. Memikirkan kembali suara perempuan yang aku dengar saat telfonan dengan Alvian.
Tak ada percakapan lagi diantara kami setelahnya. Entahlah, tapi aku hanya sibuk dengan fikiranku yang sedang berperang dalam kepala kecilku.
"Kamu udah makan?" Tanya reno setelah menghentikan mobilnya di depan kantorku.
"Belum kak, tadi nggak jadi makan karena kelamaan nunggu Alvian" jawabku melepaskan kembali seat belt.
"kalau gitu, temani aku makan siang dulu yah?" ucap reno membuka mobilnya kemudian berjalan ke arah pintu yang hendak aku buka. Namun dia bergegas lebih dulu membukanya.
"Kakak nggak sibuk?" Tanyaku setelah duduk di salah satu kursi yang berhadapan dengannya.
"Sibuk sih!, tapi mumpung ada kesempatan keluar kantor. Mending dinikmati" jawabnya tersenyum mengambil buku menu untuk menentukan pesanannya.
"Kamu mau makan apa?" Tanya reno melihat ku setelah menggeser sedikit buku menu yang menghalangi pandangan kami.
"Sama in aja sama pesanan kakak" jawabku tanpa berniat melihat daftar menu.
"Ok, kamu tunggu disini dulu yah" pinta reno bergegas melangkah ke tempat memesan makanan.
"nggak papakan kalau kita siang bareng?" tanya reno di sela - sela makannya membuatku menghentikan kegiatanku.
"emang kenapa kak?" tanyaku balik berusaha memperjelas arah pertanyaannya yang tiba - tiba dia lontarkan.
"soalnya dari tadi kamu irit banget ngomongnya. nggak kayak biasanya" jelas reno tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan di depannya.
"atau kamu kurang nyaman yah makan bareng aku?" tanya reno kembali membuatku sedikit merasa bersalah.
"nggak kok kak, memang lagi bad mood aja nunggu vian tadi ditambah lagi kerjaan di kantor yang ngak ada kelar - kelarnya" jelasku membuatnya menganggukkan pelan kepalanya.
Kadang aku sering bertanya pada diriku sendiri. Siapa sebenarnya yang menjadi kekasih ku adiknya (Alvian) atau kakaknya (Reno). Alvian memang mengikatku tapi entah takdir atau apalah itu reno selalu ada kala aku sedang kecewa dengan sikap alvian. Tapi aku tetap sadar seberapa dekat pun aku dengan reno itu semua hanya sebatas kakak dan adik. terlebih saat melihat cincin yang melingkar indah pada jari manis ini membuatku semakin meyakinkan perasaanku.
atensiku teralihkan saat alvia berbisik di dekat telingaku dengan berkata "Udah lama nunggunya?" dengan kedua tangan kekarnya memeluk ku dari belakang. Membuatku sedikit terperanjak dengan nafasnya yang menyapu leherku yang tidak tertutupi gerai rambutku.
"15 menit" ucapku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Berusaha ku bebaskan pinggangku dari pelukannya.
namun, tindakanku tak menyurutkan niatnya, dia kemudian mencium lembut pucuk kepala seraya berkata "maaf" dengan pelan. segera Alvian mendudukkan diri pada kursi yang behadapan dengan tempaku terduduk. Menyodorkan buket mawar merah dengan senyumnya yang terlukis indah.
Dengan malas ku raih buket pemberiannya meletakkannya bersama sling bag pada kursi di sampingku.
"Kamu mau pesan apa?" Tanyaku membuka buku menu yang di berikan pelayan padaku.
dengan senyumnya yang tidak pernah hilang dari bibirnya dia memintaku untuk memesan makanan yang menjadi favoritnya saat kami makan di restoran itu. Membuatku ikut tersenyum menatap wajahnya yang teduh.
"bagaimana kerjaan kamu di kantor?" Tanya alvian membuka percakapan setelah makanan sudah tersaji di atas meja.
"Seperti biasa, nggak ada yang spesial" jawabku singkat memandangi ponselku, membaca beberapa pesan dari atasanku. Kemudian menyimpan kembali benda pipih tersebut ke dalam sling bag.
"tadi mama nanya tentang persiapan kita" ucap Alvian memotong daging steaknya, ku pandangi wajahnya berusaha mencari gambaran perasaannya di sana.
"lalu kamu bilang apa?" tanyaku menautkan kedua alisku, penasaran dengan jawaban yang akan dia berikan mengenai kesiapannya.
"yah aku bilang saja, kita belum nyiapin apa - apa. toh kita masih pada sibuk sama kerjaan masing - masing dan waktunya juga masih lama" jawab Alvian yang membuatku sedikit ternganga. Namun buru - buru aku berusaha menguasai ekspresiku sebelum dia menyadarinya.
"iya aku tahu" ucapku berusaha mengalihkan pandangannku pada piring di depanku. dengan penuh tenaga aku memotong kecil - kecil daging steak tersebut. Membuat suara gemerincik dari pisau yang beradu dengan piring.
Setelah makan malam yang tidak bisa kunikmati sedikitpun, Alvian langsung mengantar aku pulang kembali tanpa singgah ke tempat lain. kurasa Alvian juga menyadari perasaanku yang berubah - ubah, namun dia enggan menanyakan apapun.
Meski alvian anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja tetapi dia tetap melakukan tanggung jawabnya. Bekerja dengan integritas dan disiplin dengan semua agendanya. Tanpa ingin mencampur baurkan urusan pribadi dengan urusan kantor. Hal inilah yang membuatku sangat mengagumi sosoknya.
"Kamu yakin nggak mau singgah dulu?" tawarku berusaha tersenyum, meski tahu alvian tidak akan mengiyakan ajakanku tapi tetap saja aku menawarkannya.
"lain kali yah sayang, soalnya aku masih ada berkas yang belum diperiksa" jawab alvian dengan nada santai. alvian memang sangat jarang singgah di apartemenku. dia selalu beralasan dengan kurang nyaman atau dengan memikirkan pandangan orang lain pada kami.
"aku langsung pulang yah" ucap alvian dengan senyum di sudut bibirnya.
"Yaudah, hati - hati di jalan" ucapku tersenyum melambai - lambaikan tanganku, berharap dia segera melajukan mobilnya.
"Kamu masuk dulu" ucap alvian kembali turun dari mobilnya kemudian mencium sejenak keningku.
"Yakin nih aku masuk duluan" tanyaku menunjuk ke arah pintu masuk yang dijawab anggukan singkat alvian.
"Jangan lupa Mimpi in aku yah?" Teriak alvian sebelum aku sampai di pintu masuk. Dengan refleks gue menoleh menatapnya kembali melambaikan tangan ke arahnya.
Sedangkan alvian yang sedang bersandar di pintu mobil hanya tersenyum manis padaku. kemudian ikut melambaikan tangan padaku sebelum aku benar - benar masuk ke dalam pintu tersebut.
Setelah sampai di apartemen kecil ku yang tidak terlalu mewah namun sangat nyaman bagiku. langsung ku rebahkan raga ini keatas sofa kembali mengecek ponselku, sebelum bergegas membersihkan tubuh ini.
Setelah terlelap beberapa jam bunyi alarm membangunkanku. kulirik jam di atas nakas yang menunjukkan pukul 4.00 pagi.
Segera ku raih benda pipi yang tergeletak bersampingan dengan jam. seperti kebiasaan orang pada umumnya, aku membuka layarnya yang menampakkan fotoku bersama alvian dengan senyum yang menghiasi wajah kami.
Segera kucari kontak yang biasa kuhubungi sebelum beranjak dari tempat tidur.
"Pagi sayang, udah bangun" ucapnya dari seberang sana dengan suara yang sedikit serak.
"hmm baru bangun, bagaimana kabar kamu" ucapku masih setengah menguap dan menyandarkan tubuhku pada sandaran tempat tidur.
"Baik sayang. Bahkan sangat baik setelah mendengar suaramu" ucap alvian sedikit terkekeh, membuatku tersipu sendiri.
"Gombal" ungkapku menetralkan udara sekitar yang terasa memanas.
"Benaran sayang. Jika saja waktu empat bulan cepat berlalu, aku pasti menjadi orang yang sangat bahagia tiap paginya" rancaunya dengan suara nafas yang berat membuat khayalanku ikut berandai - andai.
"setelah empat bulan kedepan, sebelum tidur aku akan menatap wajahmu dan Setiap bangun tidur wajahmu yang tersenyum yang akan pertama kulihat" ucapnya yang membuat jantungku semakin berdegup kencang.
"Hmmm rindu yah? Gimana kalau nanti siang makan bareng" usulku berusaha menahan senyumnya yang sudah ikut terkembang.
"Nggak bisa sayang. hari ini sampai lusa jadwalku penuh, belum lagi minggu depan aku harus ke luar kota buat peresmian perusahaan cabang" ucapnya dengan tarikan nafas yang terdengar begitu jelas.
"jadi kita nggak akan bisa ketemu dalam waktu yang lama yah?" ucapku sedih mendengar begitu padatnya pekerjaan yang harus dia kerjakan.
"Kenapa bukan kak reno yang pergi ke peresmian?" Tanya ku lagi berusaha memberi masukan.
"Nggak bisa sayang reno kan juga punya kerjaan dan tugas lain di sini" ucapnya yang semakin membuat semangat pagiku berkurang melayang ke udara.
"Yaudah, kamu jaga kesehatan kamu yah aku mau siap - siap dulu" ucapku sebelum menutup sambungan telfon tersebut.
"iya sayang, aku juga baru mau siap - siap. sampai jumpa nanti" ucap alvian sebelum sambungan telepon benar - benar terputus.
Seperti pagi pada umumnya, aku akan membersihkan diri dulu kemudian menyiapkan sarapan untuk diri sendiri. membereskan sedikit apartemen ku sebelum aku meninggalkannya ke kantor. Dan berangkat pun ku lakukan sendiri menggunakan mobil yang diberikan perusahaan padaku.
Inilah enaknya tinggal sendiri nggak ada yang membuat kita repot. Apapun yang ingin kita lakukan bisa saja tanpa ada yang mengganggu.
Saat sedang menyetir membelah jalanan ibu kota. Tepat di lampu merah aku melihat interaksi dua muda mudi yang menyeberangi jalan dengan bergandengan tangan dan jangan lupa canda gurau mereka. Membuat hatiku iri saja. Meski sudah lama pacaran dengan alvian tapi kami hampir tidak pernah lagi pergi dengan sebebas itu, setelah kami sama - sama memiliki pekerjaan tetap. mungkin hal itu juga yang membuat banyak orang nggak tahu hubungan kami. Hanya orang - orang terdekat dan teman perkuliahan yang tahu tentang hubungan kami. Cukup menguras kesabaran memiliki hubungan yang seperti ini tapi entah mengapa aku tetap saja bertahan dengan keadaan ini.
Sama seperti beberapa hari sebelumnya, hari inipun berlalu tanpa kehadiran Alvian. membuatku semakin merindukan pria yang tidak pernah lagi mengirimiku kabarnya. pesan terakhir yang aku terima darinya saat hari keberangkatannya. Apa sesibuk itu pekerjaannya hingga dia sampai - sampai melupakanku yang berusaha menahan diri untuk tidak menganggunya. membuatku merasakan kehilangan yang tidak bisa kuartikan sebagai perpisahan itu.
Dert dert dertt
Bunyi ponselku membuatku menghentikan semua kegiatanku. Panggilan yang membuat mataku berbinar bahagia.
"hallo sayang, bagaimana kabarmu? apa yang sedang kau lakukan sekarang?" tanya Alvian dari seberang sana, membuatku berusaha menormalkan degub jantungku bahagia bisa kembali mendengar suaranya.
"ah akhirnya kau menghubungiku juga, aku kira kau sudah melupakan diriku yang masih berstatus kekasihmu ini" kataku dengan penuh penekanan membuatnya sedikit terkekeh di sana. Dapat kubayangkan wajahnya yang mungkin sedang tersenyum usil.
"apa yang kau kamu? Kau tidak sedang bermain - main dengan wanita lain bukan?" tanyaku berusaha mengintrogasi dirinya. Mengucapkan semua yang sangat mengangguku beberapa hari ini.
"aku baru selesai meeting sayang, mana berani aku bermain - main disini. Kau bahkan mungkin tidak akan bisa membayangkan kesibukanku yang segudang. Membuatku tersiksa saja. Apa kau sudah makan?" kata alvian membuat senyumku kembali tercipta. Ada rasa hangat dalam hatiku mendengarnya masih menanyakan diriku di akhir rengekannya.
"aku belum makan, beberapa dokumen harus segera kuperiksa. Jika tidak aku akan lembur malam ini" ucapku menyandarkan diri pada kursi kerja menatap kesal pada beberapa dokumen yang masih menumpuk di atas meja di depanku.
"Sayang, kerja itu memang tugas kamu. Tapi jangan sampai kamu harus sakit karena pekerjaan. sedangkan aku tidak bisa ada di sana untuk menjagamu" tegasnya membuatku jantungku semakin berdebar tidak karuan. Prasangkaku beberapa hari ini nyatanya bisa terkikis hanya dengan perhatian kecilnya.
"tapi aku malas makan sendiri, nggak enak" rengekku memejamkan mata menunggu tidak sabar dengan apa yang akan dia sarankan.
"Yaudah nanti aku suruh kak reno temanin kamu, Ok sayang" ucap alvian yang membuatku sedikit tidak menyukai usulannya. Ah sepertinya aku terlalu berlebihan dalam berangan.
"Iya, iya sayang aku tahu" kataku pasrah sebelum panggilan itu berakhir. benar - benar membuatku merasa jengkel saja.
Dert dert dert
bunyi ponsel setelah 5 menit aku letakkan.
"Kenapa lagi sayang?" Tanyaku mengangkat panggilan tersebut tanpa menatap layar ponsel. Karena aku mengira dia akan mengatakan 'aku mencintaimu' membuat sudut bibirku kembali terangkat.
"ini aku reno, dek" ucap reno yang membuat ku buru - buru melihat kembali layar ponsel tersebut. Menepuk pelan jidatku yang lagi - lagi terlalu berangan tinggi.
"Maaf kak, kirain tadi alvian. Kenapa kak tumben telfon" tanyaku mengubah posisi dudukku berusaha serius dengan apa yang akan pria berhidung mancung itu katakan.
"Aku sudah di depan lobby" katanya singkat, membuatku sedikit bingung dengan apa yang ingin dia katakan.
"mau ngapain kak?" Tanyaku tak mengerti berusaha menebak jika reno akan bertemu dengan atasan kami.
"Loh emang alvian nggak bilang sama kamu" ucap reno membuatku terdiam sebentar. Kemudian membulatkan bibirku seperti huruf o setelah mengerti maksudnya berada di depan kantorku.
"Oh iya kak. Maaf Aku lupa, aku akan segera keluar" kataku mengakhiri panggilan. Segera menyambar tas jinjing di atas meja dan setengah berlari keluar. Tak ingin membuat calon kakak iparku yang sudah meluangkan waktu sibuknya untuk menemaniku menunggu lebih lama.
"Hai kak, maaf yah bikin kakak harus repot - repot datang ke sini menjemputku" ucapku memasuki mobilnya, memasang seat belt.
"bukan masalah besar bagiku, kamu mau makan di mana?" Tanya kak reno menyalakan mobilnya lalu melajukannya dengan kecepatan sedang ikut bergabung dengan kendaraan lain yang sedang melaju pada jalanan ibu kota.
"di dekat - dekat sini aja kak. Soalnya lagi banyak kerjaan juga, jadi nggak bisa lama - lama di luar " ucapku meski sebenarnya aku ingin menolak tapi aku begitu sungkan menolak kebaikan reno padaku.
"kalau lagi banyak kerjaan, kok mau makan diluar? Kan bisa makan di kantin kantor" tanya reno menatapku heran, membuat kami sempat bersitatap sekilas.
Deg
ada perasaan aneh yang muncul dalam dadaku. Bola matanya sangat mirip dengan milik kekasihku.
"nggak papa kak, butuh udara segar aja" ucapku buru - buru mengalihkan pandanganku. Berusaha kembali menguasai diriku agar tidak terlalu gugup.
meski sudah sering bersama reno tapi terkadang aku masih merasa sedikit canggung. Sikapnya yang kadang dingin dan Bicara seperlunya membuatku sedikit penasaran dengan dirinya.
ingatanku kembali memutar memori saat aku terjatuh karena tersandung batu yang membuat lututku yang pertama kali mendarat terluka dan sedikit berdarah. dengan penuh kelembutan reno mengobati lututku dengan tanpa mengeluarkan satu kata pun. Bahkan dia meninggalkanku juga dalam diamnya.
"mau makan apa?" Tanya reno menatapku yang duduk berhadapan dengannya.
"Samain sama punya kakak aja" ucap ku sedikit tersenyum. Merasa bersalah sudah mengganggu waktu sibuknya
"yaudah gue pesan-in dulu" kata reno beranjak berdiri berjalan mendekat ke arah tempat pemesanan.
"pemandangannya bagus yah?" ucapku menatap danau buatan di depan kami. Membuat reno yang baru terduduk ikut menatap ke arah danau.
"kakak udah sering ke sini?" tanya ku kembali menatapnya berusaha menelisik bentuk wajahnya yang memiliki sedikit kesamaan dengan wajah Alvian.
"nggak juga, cuman ke sini kalau sedang butuh ketenangan saja" jelas reno ikut memandang ke arah danau yang dikelilingi beberapa pohon besar.
"mengapa dia masih butuh ketenangan, sedangkan sikapnya saja selalu tenang" batinku menatap intens ke arab danau. Tempat yang memang cukup ketenangan
"permisi mas ini makanannya!" ucap seorang laki - laki paruh bayah membawa 2 mangkok mie ayam serta 2 teh botol
"makasih pak" ucapku tersenyum ramah yang dibalas senyum ramah oleh pria tersebut.
"Gimana persiapan kalian?" Tanya reno menyeruput teh botol. Membuatku kembali kepikiran dengan rencana pernikahan.
"Masih belum ada kak. Mungkin setelah alvian balik baru kami bicarakan lebih serius lagi" jawabku menatap wajahnya yang masih dingin tanpa ekspresi.
Setelah selesai menikmati makan siang kami, reno mengantarku kembali ke kantor. Tanpa berbicara sepata kata pun, membuatku berusaha menebak - nebak pikirannya yang mungkin sedang membebaninya sekarang.
"Sepertinya dia masih sibuk" ucapku memandang layar ponsel yang menampilkan beberapa chat yang ku kirim pada alvin. Kuletakkan kembali ponsel tersebut ke dalam tasku. Dan kembali menyibukkan diri dengan kertas - kertas di meja kerjaku.
"Serly kamu dipanggil ke ruang bos" ucap sinta teman kerjaku, ku jawab dengan anggukan kecil. membuatku harus segera bergegas menemui atasan kami sebelum melanjutkan pekerjaanku.
Tok tok tok
"Bapak memanggil saya" ucapku pada lelaki yang hanya berbeda 3 tahun dariku. Reihan sinagar di usianya yang masih 30 tahun tapi dia sudah mampu memimpin perusahaan besar. Meski memiliki wajah yang sangat memikat namun dia selalu bersikap dingin, persis seperti Reno. Entah bagaimana bentuk senyum tulus mereka.
"Saya ingin kamu mewakili perusahaan untuk mengikuti proyek ini" katanya memberiku map berisikan beberapa kertas.
"Tapi pak. Bukannya masih banyak yang lebih bisa dalam hal mendesain seperti ini" ucapku menolak setelah membaca sekilas isi berkas tersebut. Aku berusaha menolaknya secara halus. Pekerjaanku saja masih belum beres mengapa dia kembali menambah porsi pekerjaanku.
"Saya sudah memutuskan dan itu tak terbantahkan" tegasnya yang membuat bulu kundukku berdiri. Merasa takut jika dirinya tidak akan segan memecatku saat ini juga.
"ba.. baik pak" ucapku berharap segera bisa keluar dari ruangan yang mencekam ini
"Bagus kamu boleh kembali bekerja dan persiapkan dirimu" ucapnya tersenyum menyeringai seakan merancangkan sebuah kejahatan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!