"Aaaagghhh... ,,
Mmmhhh.,,
Naura mengeliat dan meregangkan otot-otot tubuhnya, gadis itu terbangun dari tidur panjangnya, sambil mengedarkan pandangan keseluruh penghuni bis lainnya, yang nampak sebagian ikut tidur dan ada juga yang ngobrol satu sama lain. Naura menatap keluar jendela bis yang akan membawanya menuju kota. pohon-pohon dan semua pemandangan luar itu seakan-akan melambaikan tangan melepaskan kepergian Naura.
"Sudah jam sebelas siang" gumam Naura, saat mendengar seseorang membicarakan masalah jam. namun Bis yang membawa mereka belum juga sampai ditempat tujuan. karena jarak tempuh yang lumayan cukup jauh. butuh waktu sekitar lima jam perjalanan paling lama.
Naura, merebahkan kembali kepala pada sandaran kursi bis. berharap bisa melupakan masalahnya, dengan memejamkan mata supaya bisa kembali tertidur. tapi kejadian semalam ibarat sebuah layar tancap, adengan demi adegan panasnya bersama sang Asisten itu berputar sempurna.
"Ah, sial. kenapa wajah Om Dion itu masih terbayang. bahkan terasa begitu dekat di pelupuk mataku. meskipun dia tampan, tapi aku tidak pernah mencintainya. aku adalah gadis bodoh hu....hu...." Naura kembali menangis.
Naura, gadis cantik yang selalu tampil ceria dan semangat, menikmati hari-hari dan masa remajanya. tapi semua itu berakhir dalam sekejap mata, akibat hidup mewah dan bergelimang harta yang dimiliki keluarga nya. tanpa Naura tahu dari mana uang dan bagaimana cara mendapatkan nya.
Naura hanya tahu, segala kemauan dan keinginan nya selalu dikabulkan oleh sang papa, serta Apartemen mewah dikota Besar. tapi tidak mungkin dia akan kesana. karena sebentar lagi semua akan disita Gilang. selaku pemilik perusahaan, tempat papanya korupsi besar.
Naura juga mempunyai seorang pacar, Frans. pria tampan dengan kulit putih bersih dan juga bentuk tubuh yang sangat ideal. mereka berdua saling mencintai. namun karena kehidupan Frans yang hanya anak buruh perkebunan tempatnya bekerja. Hendro ayah Naura menantang keras hubungan mereka.
Semua itu tidak membuat cinta mereka luntur, bahkan Naura dan Frans masih sering bertemu secara diam-diam. tanpa sepengetahuan Hendro dan anak buahnya.
"Frans.!"
Teriak Naura yang terbangun kembali dari tidur nya, membuat penumpang bis menoleh kearah gadis itu.
Naura memaksakan senyumnya pada orang-orang yang menoleh padanya.
"Gadis itu, ternyata vsedang memimpikan pacarnya."
Naura memalingkan wajahnya keluar jendela kaca mobil, saat mendengar ocehan mereka.
"Frans, selamat tinggal kekasiku. aku pergi karena tidak sanggup memikul beban yang begitu berat. aku malu untuk bertemu kembali denganmu Frans, aku kotor dan bukan wanita suci lagi, aku telah ternoda oleh laki-laki yang sama sekali belum aku kenal sebelumnya.
Dengan bodohnya aku menyetujui saja permintaan kedua orang tuaku, menggoda pemimpin besar perusahaan tempat papa bekerja, supaya mereka membatalkan tuntutan terhadap papa, dan tidak menyita harta yang kami miliki.
Namun aku salah sasaran, malah aku menyerahkan sesuatu yang sangat berharga pada orang yang salah. mungkin ini hukuman terhadap kami, karena keserakahan papa dan Mama. termasuk diriku yang ikut menikmati uang haram itu. hu...hu..." air mata tidak pernah berhenti mengalir dari kedua pipi Naura.
"Kamu kenapa dek, dari tadi nangis terus.?" ucap seorang wanita paruh baya yang duduk disebelah Naura.
"Aku nggak papa kok kak, cuma sedih saja teringat orang tua." ucap Naura menyeka air matanya.
"Kakak juga dulu seperti kamu, kalau mau merantau pasti sedih berpisah dengan keluarga yang ditinggalkan."
Mereka akirnya ngobrol-ngobrol, sehingga kesedihan Naura sedikit banyak dapat terobati.
"Kalian berdua tidak pantas disebut, dan menjadi orang tua bagi gadis malang itu, kalian tega mengorbankan kebahagiaan dan masa depan Putri kalian sendiri. ddemi harta dan harga diri." bentak Gilang.
"Maafkan kami mas Gilang, kami sangat menyesal." ucap Hendro. sementara Mia istrinya hanya bisa menang meratapi Naura.
"Bos Gilang, kita harus bagaimana sekarang." nampak sekali raut kecemasan terpancar dari wajah Dion.
"Perintahkan orang-orang kita untuk mencari keberadaan gadis itu, termasuk terminal bis menuju kota." ucap Gilang
Dion yang terlihat cemas langsung menghubungi orang-orang suruhan mereka, agar segera bertindak dan berpencar. agar Naura segera ditemukan.
"Naura sayang, maafkan Mama nak, kamu pergi kemana...hu...hu..." Mia terus menangis menyesali kesalahannya.
"Untuk apa kalian terus menatap, kalian pikir dengan bersikap seperti itu. Putri kalian akan langsung kembali." bentak Gilang
"Bos aku ingin mencari Naura, bagaimana pun aku ikut bersalah telah menodai gadis itu." ucap Dion dengan wajah bersalah.
"Okey baiklah, aku akan membantumu" Gilang dan Dion bersiap.
"Mas Gilang tunggu,"
Gilang menghentikan langkahnya, saat kedua belah kakinya ditahan Mia, Mama Naura yang menangis.
"Mas Gilang, izinkan kami untuk ikut mencari Putri kami. hu...hu..." ucap Mia, Hendro juga mencabut selang infus yang melekat ditubuhnya. sambil berjalan tertatih-tatih Hendro juga memohon kepada Gilang
"Mas Gilang, aku orang yang pantas disalahkan dalam semua ini, aku rela bertanggungjawab dan menerima hukuman setelah putriku ditemukan." Hendro menitikan air matanya.
"Baiklah," jawab Gilang singkat
Mobil melaju epmenempuh jalanan kerikil dan sedikit becek, namun semua itu tidak membuat semangat Dion, tidak menurun yang terpikir olehnya bagaimana cara agar Naura segera ditemukan. tanpa memperdulikan Gilang dan kedua orang tua Naura yang ketakutan dengan mobil yang sudah beberapa kali hampit terguling karena Dion terus memaksa menempuh jalanan yang rusak itu.
"Hati-hati Dion." saat mobil kembali hampir menabrak buruh perkebunan yang kebetulan lewat.
"Mas Dion, tolong berhenti dulu." ucap Hendro saat matanya menangkap sosok buruh yang melewati mobil mereka itu.
"Ada apa.?" tanya Gilang menatap Hendro di jok belakang melalui kaca spion mobil.
"Itu ayah Frans, teman dekat Naura. aku yakin Naura sekarang pasti disembunyikannya pria miskin itu." ucap Hendro.
"Ternyata masalah yang menimpa mu ini, belum juga membuat mu sadar dai kesombongan mu itu, apa bedanya dirimu dibandingkan buruh itu. bahkan dia itu, lebih mulia dibandingkan dengan dirimu yang memakan uang yang bukan hak mu." Gilang bertambah emosi, ingin dia menghajar Hendro kembali, jika tidak mengingat kondisi pria itu yang masih diperban sana sini karena pukulan nya kemaren.
"Maaf mas Gilang" ucap Hendro sambil meringis mendapatkan cubitan kersa dari istrinya.
"Dion ikuti orang itu sampai kerumah nya."
Mobil mereka mengikuti ayah Frans sampai diteras rumah, mereka ikut turun. dihalaman rumah kecil dan sederhana itu.
Ayah Frans langsung terperanjat kaget, ditambah lagi melihat kedatangan Bos besar pemilik perkebunan teh yang sang luas itu, selama ini dia hanya melihat foto Gilang melalui foto yang terpajang didinding kantor pabrik, yang dikunjungi sebulan sekali untuk menerima gajinya dan sang istri sebagai pemetik daun teh. untuk diolah kembali.
Dengan jalan tergopoh-gopoh menunduk hormat, mereka menyambut kedatangan Gilang.
"Selamat datang di gubuk kami Tuan."
Gilang menyalami kedua orang tua Frans, yang diikuti juga oleh Hendro dan sang istri. mereka duduk disaung yang sangat sejuk dan bersih. mereka pun menanyakan keberadaan Naura. yang membuat kaget kedua orang tua Frans.
"Tidak Tuan, Nona Naura sudah lama tidak pernah kemari. bahkan Frans juga sekarang sibuk di pasar." ucap ibunya Frans
Gilang Melihat kejujuran di mata keduanya, namun tidak dengan Dion. wajahnya murung, seperti langit yang sebentar lagi juga akan disirami hujan.
Dion, tertunduk lesu mendengar penuturan dari orang tua frans, laki-laki yang membuat rasa penasaran Dion semakin tinggi, mengingat Naura begitu mencintainya.
"Setampan apa sih laki-laki itu ?" bathin Dion
"Kalau begitu sebaiknya kami permisi, mungkin Naura pergi ke tempat teman-temanya yang lain." ucap Hendro
Mereka kembali melanjutkan perjalanan, mia tidak pernah berhenti menangis sepanjang perjalanan, sikapnya itu membuat gilang dan Dion menjadi kesal. tapi mereka berdua lebih memilih untuk mengabaikan wanita itu dan fokus pada jalanan yang sudah memasuki jalan raya, dengan kondisi signal yang sudah sangat baik.
Dion, menepikan mobil. sebuah panggilan masuk terus bergetar di ponsel yang terselip disaku jacket yang dikenakan ya.
" Hallo, bagaimana Baron apa kamu berhasil menemukan gadis itu.?" tanya Dion dengan perasaan menggebu.
" Maaf bos, kami telah berusaha. bahkan mengecek penumpang bis jurusan lain pun. tapi tidak menemukan gadis yang bos maksud." ucap Baron
"Apa??" bagaimana kalian bisa gagal, mencari seorang gadis saja tidak becus" Dion tidak mampu mengendalikan emosinya lagi.
Gilang mengambil alih untuk menggantikan asisten pribadinya itu menyetir mobil, mengingat suasana hati Dion yang sedang memburuk, bahkan dia terlihat kacau dan kurang konsentrasi lagi.
"Sekarang kita harus bagaimana mas Gilang, ? aku takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap Naura." ucap Mia
"Jalan satu-satunya, kita harus minta bantuan polisi." Gilang memutar arah, menuju kantor polisi terdekat.
Sudah dua hari berlalu, namun pencarian tentang Naura tidak membuahkan hasil. sehingga membuat Gilang mau tidak mau, harus mengambil keputusan. mengingat pekerjaannya yang lain masih banyak. terutama dikantor pusat. serta kerinduan pada sang istri tercinta Cantika.
" Dion, kita harus segera menyelesaikan kasus Hendro, dan untuk Masalah Naura. kita akan terus mencari gadis itu melalui Baron dan anak buahnya." ucap Gilang
" Baiklah bos, aku setuju."
Melihat kondisi Hendro yang telah stabil, maka pemeriksaan terhadapnya kembali dilanjutkan. Hendro hanya bisa pasrah dan menangis saat pengadilan setempat memutuskan hukuman yang harus dijalaninya.
Dengan perasaan sedih, bercampur dengan malu. Hendro mengucapkan permintaan Maaf ya, terhadap pihak dan orang-orang telah merasa dirugikan olehnya. setelah itu secara pribadi Hendro mendekati Gilang dan Dion, serta Mia yang masih menangis berdiri didamping nya.
"Mas Gilang dan mas Dion, aku titip anak dan istriku, terutama Naura. aku sangat berterimakasih sekali karena kalian masih mau membantuku untuk mencarikan putriku itu. aku menyesal telah melakukan ini semua.mungkin ini hukuman atas perbuatanku sendiri. hu...hu..." Hendro tertunduk sedih dan memeluk istrinya Mia.
"Ma, jangan berhenti untuk terus mencari putri kita." ucap Hendro
" Iya mas, ini juga salahku."
Senyum sinis, dan lambaian kebahagiaan para buruh perkebunan dan karyawan melepaskan kepergian Hendro. mereka bisa kembali bernafas lega. karena tidak akan ada lagi pemimpin yang akan menindas mereka. polisi juga membawa dua orang kaki tangan Hendro.
Semua aset Hendro disita, atas permintaan Dion, rumah besar tempat tingal Hendro dan keluarganya selama ini tidak ikut disita, karena Dion masih berharap Naura pasti kembali kerumah itu suatu saat.
Gilang menyetujuinya, karena permintaan Dion ada benarnya juga. lagian Gilang juga sudah merasa lega sekarang mengingat Hendro sudah mendekam dipenjara. untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
" Dion, bersiaplah. sore ini kita harus segera balik ke jakarta.!"
"Sore ini bos.? Dion masih bimbang untuk segera balik, karena dia masih berharap Naura akan kembali.
"Iya." ucap Gilang tegas.
Sepanjang perjalanan, Dion lebih banyak diam dan mulai fokus pada jalanan yang dihadapannya. Gilang pun demikian, dia juga tidak mau mengganggu Dion.
"Hallo sayang....,,!"
Gilang mengangkat panggilan dari istri tersayang Cantika, Dion melirik sekilas wajah kebahagiaan yang terpancar dari wajah sang Bos Besar.
"Kak Gilang apa kabarnya disana? gimana dengan pekerjaannya apa udah selesai.?" terdengar suara lembut dan manja Cantika.
" Sebaiknya, aku kasih kejutan untuk Cantika.!" pikir Gilang sebelum menjawab pertanyaan sang istri.
"Sabar ya sayang, jika udah selesai aku akan langsung pulang." ucap Gilang.
Senyum kebahagiaan dibibir Cantika, kembali memudar. dia sudah mulai bosan menunggu kehadiran Gilang. rasanya Cantika ingin terbang agar bisa berada didekat Gilang. dan menumpahkan segala kerinduan yang membuat malam-malam Cantika tersa hampa.
Setelah ngobrol panjang lebar, dengan Gilang. barulah Cantika bisa tertidur pulas sambil memeluk foto sang suami.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!