NovelToon NovelToon

The Dark Side Of Love

Prolog

Seorang gadis berlari ketakutan dengan sesekali melihat kebelakang. Air matanya terus turun bagai hujan yang membasahi pipinya. Rambut panjangnya yang tergerai bergerak mengikuti langkah kakinya. Melewati semak belukar dan sesekali kaki mulusnya tergores rumput liar.

Raut wajahnya menampilkan bahwa saat ini dia benar benar ketakutan.

Terdengar suara teriakan pria dari arah belakang untuk menyuruhnya berhenti. Namun, gadis itu terus melangkahkan kaki telanjangnya, mengabaikan rasa perih di kakinya akibat menginjak kerikil di jalanan. Dan tanganya yang gemetar masih setia mencengram bajunya yang sedikit terbuka.

"Ibu" kata gadis itu di sela tangisnya. Ia begitu ketakutan.

Jasmine terus berlari dengan tubuh gemetar sembari menggelengkan kepalanya agar para bajingan itu mau berbelas kasih dan melepaskan dirinya pergi.

Ya Tuhan selamatkan aku...

Jasmine terus berdoa berharap tuhan mengirimkan seseorang untung menolongnya. Dia benar benar sudah tidak kuat.

"Jasmine.. Jasmine...mau lari kemana kau, huh?!"

Jasmine masih setia menggelengkan kepalanya kencang tanpa mau menoleh ke belakang sedikitpun. Ia kerahkan seluruh tenaganya untuk berlari sejauh mungkin, berlari menjauh dari manusia biadab itu.

Sempat terjatuh beberapa kali, namun tak menyurutkan niat Jasmine untuk bangkit berdiri dan terus berlari.

"Kenapa kau terus berlari Jasmine? Aku hanya ingin memberikan mu kenikmatan, jadi apa yang kau takutkan sayang?" Seru Andreas dengan intonasi suara sedikit meninggi.

Jasmine terus menyemangati dirinya untuk terus berlari hingga menemukan seseorang untuk menolongnya. Sesekali ia mengusap sudut matanya yang berair.

Bruk!

Jasmine menabrak tubuh seseorang ketika ia sudah keluar dari dalam hutan. Tubuhnya yang kehilangan keseimbangan membuatnya terhuyung kebelakang, beruntung seseorang menahan tubuhnya hingga tidak jadi menyentuh aspal.

Reflek tangannya mencengkram baju seseorang itu yang tengah mendekapnya.

Ragu-ragu Jasmine membuka matanya dan sedikit mendongak karena pria yang menahan tubuhnya itu terlalu tinggi.

Tampan, dan dingin. 2 kata itu yang mampu jasmine katakan untuk mengambarkan sosok itu. Dan ekspresi wajah itu benar benar tak bersahabat. Jasmine yang menyadari arah pandangan seseorang itu, langsung mencengkram bajunya dengan erat.

Seorang pria yang baru saja menyelamatkan Jasmine itu menoleh ke arah hutan dengan tatapan tajam seolah sedang mengamati sesuatu.

Dalam hati Jasmine sedikit ragu untuk meminta bantuan, laki laki itu hanya seorang diri, sedangkan bajingan itu bersama ketiga temannya.

"Wow wow wow..." Seru Andreas begitu melihat jasmine yang berada di pelukan seorang laki laki.

Sementara Jasmine sendiri menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria asing itu, berharap pria yang wajahnya tidak bersahabat itu mau menolongnya.

Pria asing itu tak bergeming, ia hanya mengamati penampilan pria di depannya yang mengejar seorang gadis itu dengan tatapan yang sulit di artikan.

Sedikit rasa curiga melihat penampilan pria asing itu, nyaris terlihat sama dengan Andreas. Apa pria ini satu komplotan dengan para bajingan itu yang sejak tadi mengejarnya?

"Hiks hiks"  jasmine tak dapat lagi menahan diri. Ia benar benar ketakutan, apakah nasibnya akan berakhir seperti ini?

Pria itu sama seperti Andreas, memiliki banyak tatto di tubuhnya. Dan, bagi orang dewasa, sex itu bukan hal tabu bukan? Terlebih lagi ini di negara bebas.

Andreas tersenyum meremeh menatap lawan-nya yang hanya satu orang saja. Dan dilihat dari penampilannya hanya bukan seperti orang yang tangguh.

"Tuan selamatkan aku. Aku mohon" Jasmine menarik ujung kaos yang di kenakan oleh pria itu, memohon belas kasih agar di selamatkan dari mantan kekasih yang tidak waras itu.

"Lepaskan dia" kata salah satu pria yang bertubuh kekar dengan tato menghiasi kedua lengan hingga lehernya.

"Dia wanitaku" tambahnya lagi.

Pria asing itu menoleh kesamping menatap jasmine, seolah bertanya dalam diam. Jasmine mengeleng dengan air mata yang masih setia turun.

"Gadis ini?" Evan bertanya dengan nada datar seraya melonggarkan sedikit pelukannya. Namun, jasmine masih setia mencengkram kaos pria itu.

"Ku mohon" pinta Jasmine dengan wajah memelas.

Menyadari sorot mata pria di depannya yang tidak biasa, lantas salah satu dari bajingan itu menarik tangan Andreas, seoalah memberi isyarat.

"Apa?" Andreas bertanya pada temanya.

"Sebaiknya kita pergi. Aura pria itu sangat mengerikan, dia... seperti memiliki sisi yang lain." Ujar teman Andreas dengan sedikit berbisik.

"Jika kau mau gadis ini. Majulah kesini"

Kata pria asing itu dengan santai. Ya, pria asing yang terlihat terlalu santai ialah Evan. Untuk Evan, melawan empat bjingan yang sok berani itu bukan hal sulit baginya.

Merasa akan terjadi sesuatu yang buruk, lantas Jasmine berpikir untuk melepaskan cengkramanya pada kaos pria asing itu dan mencoba untuk berlari. Tapi pergerakan Jasmine terhenti karena Evan semakin mengeratkan pelukanya.

"Sudahlah lebih baik kita pergi saja, lain kali kita pasti bisa mendapatka-nya." kata teman Andreas yang lain, dan tentu memancing kemarahan Evan.

"Menyingkir lah" titah Evan pada Jasmine, dan gadis itu langsung menurutinya.

Evan melangkahkan kakinya mendekat sembari mengeluarkan pisau lipat dari balik saku celananya, senyum menyeringai terukir jelas di sudut bibirnya.

"Sepertinya malam ini kita akan mencoba permainan baru." Nada suara itu membuat siapa saja yang mendengarnya bergidik ngeri.

Sementara Andreas sudah berancang-ancang untuk menyerang Evan lebih dulu dengan bermodalkan ilmu bela diri seadanya.

Andreas melayangkan tinjunya ke wajah Evan, dan di balas sayatan di pergelangan tangannya.

Andreas mengerang kesakitan, namun tak juga menyerah. Kembali Andreas melayangkan tinju dengan tangan kirinya dan di balas serupa.

Kini kedua pergelangan tangan Andreas mengucurkan darah segar yang cukup deras, jelas saja itu membuat ketiga temannya ketakutan dan langsung menarik Andreas untuk segera berlari.

"Cepat kita pergi dari sini." Seru ketiga teman Andreas.

Namun sayang, Evan tidak suka melepaskan mangsanya begitu saja dalam keadaan hidup. Evan kembali menarik Andreas dan menghujam kan pisau lipatnya ke tubuh Andreas tanpa aba aba.

"No!!" Jerit Andreas bersamaan dengan pisau Evan yang merobek mulut-nya hingga batas telinga.

Evan menghempaskan tubuh Andreas yang sudah tak bernyawa begitu saja. Beberapa tusukan bersarang di tubuh Andreas hingga bagian wajahnya rusak gak berbentuk. Sementara Ketiga teman Andreas yang sejak tadi hanya menonton tanpa bisa membantu, kini lari terbirit-birit melihat temannya tergeletak begitu saja dengan kondisi yang amat mengenaskan.

"Hei, kalian tidak ingin mencicipi ketajaman pisau ku ini huh?!" Seru Evan pada ketiga pria yang lari ketakutan dengan wajah pucat.

Senyum puas terlihat di wajah Evan, lalu kembali memasukan pisau lipatnya ke dalam saku celana. Membiarkan tubuh Andreas tergeletak di tepian hutan.

Evan berjalan menghampiri Jasmine yang berjongkok sambil menutup wajahnya di sisi kiri mobilnya.

Menyadari ada bayangan seseorang di depannya, sontak Jasmine mendongak. Kemudian bangkit berdiri begitu melihat pria tadi yang sudah menolongnya berdiri di hadapannya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Evan datar, dengan mata yang menyoroti penampilan Jasmine yang sangat kacau. Pakaian gadis itu kotor, serta sedikit terkoyak.

"Me...mereka"

"Ah, Sudahlah. Dimana rumahmu? aku akan mengantarkamu" kata Evan sembari mengambil jaket dari dalam mobilnya, lalu memakaikan jaket itu untuk menutupi pakaian Jasmine. Sedikit merapikan jaket yang kebesaran di tubuh jasmine. Evan sadar ini bukanlah waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu. Mengingat gadis ini begitu ketakutan.

"A-aku...aku.."

bruk!!

Tubuh jasmine limbung seketika, beruntung Evan dengan cepat menangkap tubuh mungil wanita itu. Jika tidak, sudah pasti kepala wanita itu membentur aspal.

"Huh, merepotkan saja!"

🍁🍁🍁

Aku rombak sedikit cerita tentang Evan ini, semoga suka.

Evan Leandro Matias

TDSOL- BAB 1

2 Bulan berlalu.

Rintikan hujan menetes membasahi kota Valencia siang itu, awan mendung serta hawa dingin yang menusuk kulit, nyatanya tak menyurutkan seorang pria yang tengah duduk santai di dalam mobil hitamnya untuk mencari mangsa.

Pria bermata hazel itu sejak tadi mengamati beberapa manusia yang berlalu lalang di jalan, tak ada satupun yang menarik perhatiannya. Padahal saat ini ia ingin sekali membunuh seseorang, karena kekesalannya pada setan tua yang sudah mengusik ketenangannya.

Mata hazelnya terfokus pada segerombolan wanita dan anak kecil yang sedang duduk di bus shelter, untuk menunggu angkutan umum.

Tiba-tiba saja terjadi keributan di sana, seorang anak kecil menangis meraung sambil memukuli wanita yang mungkin ibunya. Sepertinya anak kecil itu sudah bosan menunggu atau mungkin sudah lelah ingin beristirahat. Namun, sang ibu dari  anak tersebut terlihat bingung, sudah mencoba merayu dan menghibur tetap saja anak itu tidak mau diam.

Anak kecil itu berhasil menarik perhatian Evan yang sejak tadi menunggu mangsa untuk melampiaskan amarahnya.

Ya, pria yang duduk di dalam mobil hitam itu adalah Evan Leandro Matias. Seorang pria tampan yang memiliki sisi gelap, atau Psycho.

Sebelumnya Evan tidak pernah membunuh anak kecil, mangsanya adalah wanita dan pria yang berperilaku buruk, yang memancing sisi lain Evan untuk bertindak mendahului Tuhan. Yaitu membunuh mereka dengan koleksi pisau miliknya. Lalu mengirim mereka ke neraka sana. Tapi, sepertinya membunuh anak kecil itu tidak buruk, hitung-hitung sebagai perdananya membunuh seorang anak kecil yang menjengkelkan.

Setelah mencari-cari sesuatu di dalam mobilnya untuk di pakai merayu anak kecil tersebut, Evan segera turun dari mobil dengan memasang senyum ramah di wajahnya.

Perlahan Rain sneaker itu menyentuh aspal yang basah. Evan melangkahkan kaki panjangnya keluar dari dalam mobil itu dan menutupnya kembali dengan santai. Di tangannya sudah ada satu lollipop, entah milik siapa, mungkin korbannya yang kemarin saat menumpang di mobilnya.

Entahlah Evan tidak peduli.

Ketika Evan berhasil menyebrang jalan dan berdiri tidak jauh dari anak kecil itu, tiba-tiba saja seorang wanita dengan dandanan yang tak enak dilihat mendahului dirinya  mendekati anak kecil itu.

Evan mematung, memperhatikan wanita berpenampilan aneh itu dengan seksama. Sepertinya wanita itu menarik juga untuk di jadikan target, juga sekaligus mencoba pisau koleksi terbarunya. wanita berambut pirang dengan sedikit bergelombang, memasang senyum manisnya pada anak kecil itu.

"Hei tampan, kenapa menangis hum?" Wanita itu berjongkok menyamakan tingginya dengan anak tersebut. kemudian menggenggam jemarinya, dan mengusap air mata anak kecil itu.

"Aku bosan, aku ingin segera pulang dan menemui Ricard." Cicit bocah laki laki sekitar usia lima tahunan itu, yang mulai meredakan tangisnya.

"Siapa Ricard? Teman mu? Atau..."

"Dia anjing ku. Aku sudah meninggalkan-nya sejak tiga jam lalu, pasti Ricard sangat kesepian dan juga kelaparan" sahut bocah kecil itu menyela ucapan Jasmine.

Melongo, Jasmine sampai bingung mau bertanya apa lagi. Bocah dengan jaket abu abu dan celana jeans itu terlalu jauh berpikirnya. Dan ekspresi yang Jasmine tampilkan membuat orang yang ada di sana tertawa, begitu juga pria yang sejak tadi berdiri di belakang Jasmine.

Jadi yang membuat bocah laki laki itu menangis sampai meraung-raung, adalah anjingnya? Dan siapa nama anjingnya? Ricard?

Damn, nama sekeren itu hanya untuk anjing? Jiwanya seketika meronta dengan deretan nama mantannya yang tak sekeren anjing itu.

"Ehm" Jasmine berdehem pelan sebelum membuka suaranya, "Ricard pasti saat ini baik baik saja di rumah mu, dia anjing pintar yang setia menunggu mu pulang."

"Darimana Kaka tau kalau Ricard itu pintar? Apa Kaka diam diam memperhatikan anjingku?"

What? Damn it! Anak kecil itu berhasil mempermalukan seorang Jasmine di depan umum dengan ocehannya.

"Hahaha" Jasmine tertawa hambar "mana mungkin aku memperhatikan Ricard mu itu, aku saja tidak tau dimana rumah mu"

Sial, bocah ini!! Dirinya tidak se-menyedihkan itu walau tidak cantik, sampai ia harus memperhatikan seekor anjing!.

"Kakak terlihat cantik dengan wajah itu" cicitnya dengan senyum tipis, dan ocehan bocah itu kembali memancing tawa orang-orang yang ada bus shelter yang di dominasi oleh wanita dan anak-anak.

"Hahaha, ok aku menyerah. Siapa namamu tampan?"

Jasmine mengalihkan pembicaraan sebelum bocah laki laki itu, semakin menjatuhkan dirinya. Sungguh memalukan.

"Evan..."

Reflek Jasmine menoleh kebelakang, mendengar suara bariton yang menyahut dari balik punggungnya. Jasmine bangkit berdiri menatap pria asing dengan tubuh tinggi itu dengan dahi berkerut.

"Tunggu, kenapa Paman yang menjawab? Kaka cantik ini sedang bertanya padaku." Kata bocah itu sambil berdiri di antara Jasmine dan Evan, lalu sang ibu menarik anaknya kembali mundur. "Hugo tidak boleh menyela pembicaraan orang dewasa, tidak sopan."

"Ah, tidak apa apa. Siapa namamu tampan?" Jasmine kembali menatap bocah kecil itu, mengabaikan Evan.

"Namaku Hugo Nathanael. Nama Kaka siapa?" Bocah laki-laki itu tak mau menyerah sampai membuat Evan mengeram kesal.

Jasmine membungkuk kan setengah tubuhnya, lalu menjawil hidung mancung anak laki laki itu.

"Baiklah Hugo yang cerdas, namaku Jasmine, atau kau bisa memanggilku Jessy." ujarnya dengan senyum tipis.

"Hey boy, bus-nya sudah datang. Cepatlah naik dan temui Ricard mu itu sebelum dia mati kelaparan." Sindir Evan mengusir Hugo begitu bus berukuran sedang itu berhenti di belakangnya.

Hugo mendengus seraya mengikuti langkah ibunya menaiki bus, kemudian melambaikan tangannya pada Jasmine begitupun sebaliknya. Dan entah kenapa Evan merasa tidak terima.

Jasmine segera berbalik badan begitu bus itu melaju perlahan, meninggalkan pria asing yang tadi memperkenalkan diri. Ia harus segera sampai di coffe shop untuk menyambung hidup, sebelum pemilik kedai yang terkenal otoriter itu memecatnya.

"Hey, tunggu!"

Jasmine menghentikan langkahnya, lalu menoleh kebelakang. "Ada apa?"

Evan berjalan mendekat "kau mau kemana? Biar aku yang mengantar mu"

Jasmine menaikan sebelah alisnya menatap Evan, ia sedang tidak ingin berurusan dengan pria manapun. Ia masih syok dengan kematian mantan kekasihnya yang begitu mengenaskan. Ia tidak ingat persisi kejadian malam itu, yang ia ingat hanya ada seorang pria misterius yang menolongnya, namun ketika ia tersadar ia sednag berada di rumah sakit.

"Bukan urusanmu! dan aku tidak butuh tumpangan." Sahut Jasmine ketus. Lalu kembali melanjutkan langkahnya mengabaikan pria asing itu.

Kesal. Evan mengepalkan kedua tangannya menahan amarah, ia tidak terima di acuhkan oleh wanita itu. Untuk pertama kalinya seorang Evan di abaikan.

Diam-diam Evan mengikuti Jasmine dari belakang, tanpa sepengetahuan wanita itu. Evan tidak suka kekalahan, dan Evan tidak pernah terima penolakan.

Satu hal lagi, Evan sangat menyukai sikap wanita itu yang memancing ***** membunuhnya meningkat drastis.

Tiba-tiba saja perasaan Jasmine tidak enak, seperti ada yang mengikutinya dari belakang, lantas Jasmine memelankan langkahnya dan berbalik badan. Namun, ternyata tidak ada siapa-siapa disana, hanya orang-orang yang berlalu lalang dengan kendaraan masing-masing, dan pejalan kaki yang sibuk dengan ponselnya.

Jasmine menghela napas lega, namun tetap rasanya masih ada yang mengganjal di hatinya. Ia merasa ada sesuatu yang mengancam. Apa teman-teman mantan kekasihnya itu menerornya? Ingin balas dendam dengannya?

Ah, tidak, tidak mungkin. Itu bukan salahnya.

Jasmine menggelengkan kepala, dan mempercepat langkahnya agar segera sampai di tempat kerja. Setidaknya disana banyak orang dan ia akan aman. Dan, ia akan sibuk disana, setidaknya itu bisa mengurangi sedikit masalahnya.

Sementara dari balik pohon Evan terus mengawasi Jasmine yang mulai memasuki sebuah ruko berlantai dua itu. Setelah tahu dimana tempat wanita itu bekerja, lantas Evan segera berbalik menuju mobilnya yang ia parkirkan di sebrang jalan tadi. Dan akan kembali menemui wanita itu untuk menjadi mainan-nya malam ini.

🍁🍁🍁

To be continued...

TDSOL-BAB 2

Sejak beberapa jam yang lalu Evan sudah duduk manis di sudut coffe shop tempat dimana Jasmine bekerja. Manik hazelnya tak luput memperhatikan gerak gerik Jasmine yang terlihat sibuk mengantarkan minuman pada para pelanggan.

Jasmine sama sekali tidak menyadari kehadiran Evan di sana, yang memang pria itu sengaja memakai hodie hitam hingga menutupi bagian kepalanya, serta kacamata hitam.

Belum lagi ramainya pengunjung Kram Bar malam itu, membuat Jasmine tak sempat untuk sekedar bernapas, apalagi untuk melirik pria tampan. Huft menyedihkan.

"Ini pesanan anda Tuan" dua porsi Hamburguesa de Pollo, Jasmine letakkan di atas meja dengan senyum ramah. Kemudian beralih ke meja satunya, dengan pesanan yang berbeda.

"Ini pesanan ada Nona" satu porsi  Tarta de Manzana con dulce de leche dan Mochaccino mendarat dengan mulus di meja pelanggan wanita dengan kaca mata bening bertengger di hidung mancungnya.

Kedua pesanan itu sebagai penutup jam kerjanya, Jasmine menghela napas lega sembari meletakkan nampan di atas meja, "huh, akhirnya selesai juga tugas ku"

Jasmine mendudukkan dirinya di kursi, lalu meraih botol air mineral dan meminumnya hingga tandas.

"Kau terlihat pucat sekali hari ini, apa kau sakit?" Lucia bertanya setelah mendaratkan bokong-nya di kursi, berhadapan dengan Jasmine.

Jasmine menggelengkan kepala, "aku baik baik saja, hanya sedikit lelah."

Lucia mengangguk paham, karena hari ini memang kedai sedang ramai.

"jika kau sakit, beristirahat lah. Jangan terlalu memaksakan diri, kau bukan robot." Ujar Lucia mengingatkan. Meski rasanya percuma, tapi tetap saja Lucia tidak bisa diam melihat sahabatnya sakit.

Jasmine bangkit dari kursinya sambil tertawa pelan, dan melangkahkan kakinya menuju ruang belakang untuk mengganti seragam.

"Jessy, dengarkan aku. Aku sangat peduli denganmu." Lucia mengikuti langkah Jasmine ke ruang belakang. Menahan pintu loker yang menjadi obyek pemandangan Jasmine saat ini.

Jasmine menyandarkan punggungnya, membalas tatapan Lucia.

"Mudah bagimu Luci, karena sejak dari janin kau sudah kaya raya. Jika aku libur bekerja, maka perut ku ini hanya terisi air putih saja." Jasmine mengusap perut datarnya dengan dramatis.

"Apa perlu ku pindahkan brankas ayahku itu ke rumah mu? Agar perutmu itu bisa terisi makanan berat." Tanya Lucia dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lakukanlah jika kau ingin menjadi gelandangan, karena ayahmu yang otoriter itu akan mencoret namamu dari hak waris."

Tawa dua gadis itu menggema di dalam ruang belakang yang hanya ada mereka berdua saja. Baginya Jasmine adalah teman baik, gadis itu  tidak memanfaatkan dirinya yang berstatus anak dari pemilik kedai tempatnya bekerja.

"Baiklah, aku harus pulang cepat malam ini. Karena besok aku ada kuliah pagi."  Jasmine mulai mengemasi barang-barangnya setelah mengganti seragamnya.

"Aku pergi dulu, sampai ketemu besok" Jasmine melambaikan tangannya sambil berlalu.

"Hem, pulanglah cepat, sebelum ada pria kaya kesepian yang menculik mu." Seru Lucia sambil tertawa dan Jasmine mengacungkan jari tengahnya sebagai balasan, sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

***

Jasmine melangkahkan kakinya menapaki trotoar, manik abu abunya terus memperhatikan sekitar sambil mengeratkan jaket bulu yang di pakainya.

Cuaca dingin semakin menambah penderitaan-nya, Jasmine hanya bisa gigit jari melihat beberapa pasangan kekasih yang sedang bermesraan. Kenangan terakhir dengan sang mantan kekasih terekam buruk di kepalanya. Membuat Jasmine sedikit trauma untuk kembali menjalin hubungan dengan seorang pria. Tapi, ia tetaplah wanita normal yang menginginkan cinta.

Cih, berlebihan! Tidak bisakah mereka bermesraan di dalam ruangan? Membuat iri saja. Jasmine menggerutu ketika sang pria merayu wanitanya dengan kata-kata romantis dan saling bercumbu mesra.

Segera Jasmine mempercepat langkahnya, menghindari pemandangan yang menyesakan dada. Namun, di persimpangan jalan Jasmine merasa takut. Entah kenapa rasanya seperti ada yang sedang mengikuti dirinya.

Jasmine menghentikan langkahnya, dan berpura-pura mengangkat telepon. Ia berdiri tepat di bawah tiang lampu penerangan yang temaram sambil melirik ke belakang dengan ekor matanya.

Dan... tubuhnya gemetar seketika. Sosok tingi dengan pakaian serba hitam di tengah gelapnya malam sedang berdiri menghadapnya.

Suasana sepi malam itu membuat Jasmine waspada dan segera mempercepat langkahnya dengan berlari kecil.

Pria dengan pakaian serba hitam itupun turut berlari mengikuti lagkah Jasmine, hingga membuat Jasmine semakin kalang kabut ketakutan, dan terjatuh.

"Siapa kau!" Sentak Jasmine begitu Evan sudah hampir mendekat ke arahnya.

Evan tidak menjawab, ia hanya mengulurkan tangan pada Jasmine, berniat membantu gadis itu untuk bangkit.

Defensif, itulah sikap yang Jasmine tampilkan dengan raut pucat pasi. "A-pa sebenarnya ya-yang kau inginkan? Ke-kenapa kau mengikuti ku?!"

Seringai kecil terukir di sudut bibir Evan sembari berjongkok di depan Jasmine,"aku ingin berkenalan denganmu, dan menjadi teman mu."

Jasmine menggeleng dengan tubuh bergetar hebat, "Kau sengaja mengikuti ku sejak di bus shelter siang itu. Aku yakin bukan itu tujuanmu?!"

"Memangnya begitu kentara ya?"

Tawa ganjil menelusup ke telinga Jasmine, bersamaan sorot mata kelam  pria itu saat mengangkat wajahnya yang terasa menusuk rongga pernapasan Jasmine.

Tercekat. Aliran darahnya terasa membeku melihat pria itu mengacungkan pisau di depan wajahnya.

"Pisau ku ingin berkenalan denganmu. Dan aku bersumpah akan melakukannya dengan cepat, agar kau tidak merasa kesakitan."

"F*CK you!" Seru Jasmine lantang dan segera bangkit dengan sisa tenaga yang ia miliki. Ia tidak boleh mati sia-sia di tangan pria aneh itu. Never!

Berlari tak tentu arah bagai orang gila, tanpa menoleh kebelakang sedikitpun hingga tanpa sadar menabrak tubuh seseorang di depannya.

Bruk!!

"Huh...huh...huh..." dengan napas tersengal dan tubuhnya yang terasa lemas, membuat Jasmine harus berpegangan pada jaket seseorang yang baru saja ia tabrak.

"Help me please..." Dengan suara parau Jasmine meminta pertolongan pada pria itu tanpa melihat wajahnya terlebih dulu.

"Dengan senang hati aku akan membantumu." Ujar seseorang itu.

Mendongak. Dan...mata Jasmine membelalak seketika menatap pemilik suara bariton tersebut. "Ka-kau?!"

"Hem, it's me..." sahut Evan santai.

"No...no!!"

Jasmine bergerak mundur, seraya melepaskan pegangannya pada jaket Evan. Berbalik dan kembali berlari sejauh mungkin dimana ia tidak bertemu lagi dengan pria itu, bahkan tanpa sadar Jasmine sampai menerobos jalanan hingga suara klakson dari arah berlawanan membuyarkan pertahanan Jasmine.

Sebuah truk besar sedang mendekat ke arahnya dengan kecepatan penuh, Jasmine mematung di tempat tanpa bisa bergerak.

"Aaaaaa"

Bruk!!!

Kepala Jasmine menghantam sesuatu hingga membuatnya pingsan di tempat.

Lagi, untuk kedua kalinya Evan menyelamatkan nyawa Jasmine dari bahaya. ***** membunuhnya lenyap seketika melihat calon korbannya tergeletak tak berdaya.

Itu bukan gayanya menghabisi seseorang dalam keadaan tak sadarkan diri, ia lebih suka melihat wajah ketakutan serta jerit kesakitan dari korbannya. Bagai mendapatkan sensasi dan kenikmatan yang luar biasa.

Mau tak mau Evan mengangkat tubuh Jasmine dan membawanya pulang, ke mansion-nya. Menunggu sampai gadis itu sadar dan memulai permainan-nya.

🍁🍁🍁

Maaf, aku rombak...karena di sweet but psycho bermasalah...

Semoga gak bosen..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!