Tahun ketiga di SMA Jaya. Sudah dua tahun Prima memendam rasa terhadap Wida, teman seangkatannya yang berbeda kelas. Hanya Eko yang tahu hal itu. Ia hanya memendamnya dalam hati tanpa pernah mengungkapkannya.
Tapi kali ini berbeda. Saat itu pada jam istirahat, saat Prima dan gengnya berkumpul di pinggir lapangan sekolah, Eko menyoleknya.
"Wida" katanya setengah berbisik dan menganggukkan kepalanya searah matanya menatap.
Prima ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Eko. Wida sedang melintas di tengah lapangan, dengan setumpuk buku yang akan dibawanya ke kantor. Sesaat Prima tersenyum tipis. Tapi senyum itu menghilang saat dilihatnya seorang anak laki-laki mengejar Wida. Ryan. Anak kelas satu yang saat ini sering jadi bahan pembicaraan para gadis di kelasnya.
Terjadi percakapan disana. Tampaknya Ryan menawarkan diri untuk membantu Wida membawa bukunya. Wida tampak menolak, tapi entah rayuan apa yang diapakai Ryan sehingga akhirnya Wida menyerahkan buku yang dibawanya ke Ryan. Dan mereka pun berjalan bersama ke arah kantor.
Prima memandang tanpa kedip pada mereka. "Kau tahu Ryan, kan," kata Eko setengah berbisik. "Jangan sampai kau menyesal." Prima melempar plastik es teh yang sedang diminumnya dengan kesal. Soni, Robi dan Iwan yang ada disitu menoleh serempak kearahnya. "Kenapa?" tanya Iwan. Eko hanya mengangkat bahunya. Dengan wajah kesal dan tanpa berkata apa-apa Prima meninggalkan gengnya.
Wida, gadis manis yang sederhana dengan rambut ikal sebahu, hidung yang mancung dan bibir yang sedikit tebal. Tampak sedang merapikan buku di meja guru dan bersiap untuk membawa tumpukan buku itu kekantor. Dengan santai ia melintasi tengah lapangan yang memang saat itu ramai dengan anak-anak yang sedang beristirahat.
Tiba-tiba seseoarang menghalangi langkahnya. "Hai!" sapa si penghalang. Wida tertegun. "Ya?" jawab Wida.
"Sini aku bantu, Kak"
Wida tersenyum bingung menatap heran si penghalang.
"Kok bengong? Kakak tidak ingat aku, ya?"
Wida masih terdiam.
"Aku Ryan.. kita pernah bertemu dua tahun yang lalu.. di kolam renang," Ryan memperkenalkan diri.
Wida masih bingung. Dua tahun lalu.. dikolam renang.. pikirnya.
"Kakak bilang aku mirip artis favorit kakak.. siapa tuh yang main sinetron..lupa aku namanya," kata Ryan memaksa ingatan Wida.
Wida menggeleng, "Lupa.."
Ryan tersenyum. "Tidak apa kalo lupa, kita kenalan lagi."
Ryan menjulurkan tangannya untuk mengajak Wida berjabat tangan. Wida mengangkat bukunya seakan menunjukkan kedua tangannya yang sedang memegang buku. Ryan pun tersenyum. "Oh iya... ," katanya mengerti apa yang dimaksudkan oleh Wida.
"Makanya... sini aku bantu, ya.." Ryan pun mengambil tumpukkan buku dari tangan Wida . "Ayo.. ke kantor, kan?"
Tanpa menunggu jawaban dari Wida Ryan pun melangkahkan kakinya ke arah kantor. Wida dengan diam mengikutinya dari belakang.
Setalah menaruh buku di meja, Wida pun pamit pada bu Arum, guru matematikanya. Ryan dengan sabar menunggunya di depan pintu kantor.
"Sudah, kan?" katanya begitu Wida keluar. Wida mengangguk.
"Kita kekantin yuk," ajak Ryan.
"Aku mau ke toilet," tolak Wida secara halus.
"Oh.." Ryan tampak kecewa. "Kalau begitu aku duluan ya, kak."
Wida mengangguk. Ryan pun meninggalkannya.
Wida berjalan sambil menunduk kearah toilet yang ada di lorong sebelah kantor. Tiba-tiba ada sepasang kaki yang menghadangnya. Tanpa mengangkat kepala dan melihat siapa yang ada di hadapannya, Wida menggeser langkahnya kearah kanan untuk menghindarinya. Namun kaki itu ikut menggeser langkahnya. Wida ke kiri... dan kaki itu ikut menggeser langkahnya ke kiri. Wida pun mendengus kesal. Mau tidak mau Wida mengangkat kepalanya yang tertunduk, untuk melihat siapa yang ada di hadapannya.
Prima..? batin Wida terkejut saat tahu siapa yang ada di hadapannya.
Prima menatap Wida dengan tatapan yang sulit di mengerti. Tanpa berkata apa-apa, Prima tiba-tiba menarik tangan Wida. "Kita kekantin," katanya.
Wida yang masih terkejut tidak tahu harus berbuat apa hanya mengikuti Prima karena tangannya yang ditarik oleh Prima.
Baru beberapa langkah, Wida tiba-tiba menghentikan langkahnya, yang otomatis membuat Prima ikut berhenti.
"Hei! Kamu mau apa?" tanya Wida sambil menatap Prima heran dan berusaha melepaskan pegangan tangan Prima. Tapi pegangan tangan Prima begitu kuat.
"Kita kekantin. Makan." kata Prima dan kembali menarik tangan Wida menuju kantin. Wida kembali menghentikan langkahnya lagi.
"Aku tidak lapar!" serunya.
"Aku lapar," jawab Prima acuh dan kembali menarik Wida.
Merasa kesal, Wida pun kembali berhenti .
"Ya sudah.. kamu saja yang ke kantin! Kenapa harus ajak aku! Aku kan tidak lapar!"
"Kalau begitu, temani aku makan!" Dan Prima pun kembali menarik tangan Wida, yang sepertinya harus pasrah diseret oleh Prima ke kantin. Di ujung lapangan olahraga, Eko tersenyum melihat kejadian itu. Namun Soni yang melihatnya juga, mendengus kesal..
Mau tidak mau Wida mengikuti langkah Prima. Bukannya ia tidak mengenal Prima. Dari kelas satu ia selalu tidak berkutik bila di tatap Prima. Seakan-akan dengan tatapannya saja sudah mengandung banyak kata. Pernah suatu hari saat ia dikelas bercanda dengan Rudi teman sekelasnya, melintaslah Prima di depan kelasnya. Berhenti dan menatapnya dengan angker.. dan Wida yang seakan tahu pandangan tidak suka Prima menghentikan candaannya dengan Rudi. Dan setelah itu, Prima pun berlalu pergi.
Dan tidak hanya sekali itu saja, banyak hal lain yang terjadi yang hanya sekali tatap dapat membuat Wida menuruti tatapannya itu. Dan sekarang, tanpa bisa menolak ia mengikuti Prima yang menarik tangannya ke kantin. Prima memilih bangku yang ada di pojok kantin dan menyuruh Wida duduk disana. Padahal ada anak perempuan yang sedang duduk disana.
"Maaf.. bisa pindah?" pinta Prima sopan. Dan tanpa kata siswi itu pun pindah.
"Duduklah," perintahnya pada Wida, yang langsung duduk dengan kesal. Dan Prima pun duduk di sebelahnya.
Prima melambaikan tangannya memanggil pak Somad yang berjualan di kantin.
"Pak.. pesan mie kuah dua ya.. pakai telur," pesan Prima begitu Pak Somad datang.
"Sama es teh manisnya.. juga dua."
"Satu saja pak.. saya tidak makan," tolak Wida dengan masih kesalnya.
"Dua," kata Prima kekeh.
"Satu!" kata Wida sambil melotot pada Prima. "Kan aku sudah bilang, kalo aku tidak lapar!"
Pak Somad yang bingung, dengan sabar menunggu pesanan Prima dan Wida.
"Mana yang bener ini..?" katanya.
"Dua pak.. jangan dengarkan dia.." jawab Prima sambil tersenyum melihat Wida yang manyun.
Pak Somad pun mengerti dan beranjak pergi, untuk membuat pesanan dua sejoli itu.
"Satu saja!" teriak Wida dan berhasil memghentikan langkah pak Somad.
"Aku tidak suka telur!"
"Ooh.. maksudnya yang satu tidak pakai telur ya, Pak.." Prima tersenyum jahil seraya mengubah pesanannya.
Pak Somad hanya menggeleng dan kemudia ia pun berlalu.
Sambil menatap mie dan es teh manis yang terhidang di depannya, Wida mengomel.
"Kan aku sudah bilang kalo aku tidak lapar."
"Ya sudah.. minum saja kalo begitu.." jawab Prima santai sambil mengaduk mienya dengan garpu.
Beberapa siswa yang sedang makan di kantin tampak kasak kusuk. Nina teman sekelas Prima, yang sedang makan bersama Anin dan Sifa menatap heran.
"Tumben.." ujarnya, "Tidak biasa-biasanya Prima makan sama cewek.. apa ada sesuatu, ya..?"
Anin hanya mengangkat bahu.. dan Sifa melirik cuek.
"Pdkt kali.." kata Anin, yang membuat Nina langsung menatap Anin dengan tatapan tak suka.
Wida yang masih kesal, hanya mengaduk-aduk es tehnya. Sedangkan Prima, memakan mienya dengan santai. Tiba-tiba datang Eko, Iwan dan Robi.
"Waah!.. Ada mie nganggur nih", seru Iwan menatap mie Wida yang masih utuh.
Belum juga Iwan meraih mie itu, Prima langsung mengambilnya. "Enak saja! Beli sana sendiri!" ujarnya kemudian meracik mie Wida dengan saos, dan meletakkan mie itu kembali di hadapan Wida.
"Makan!" perintahnya dengan mata melotot.
Wida dengan rasa segan, akhirnya memakan mie yang ada di hadapannya.
"Saosnya kurang," katanya sambil meraih botol saos.
"Jangan banyak-banyak.. nanti sakit perut," kata Prima sambil mengambil botol saos dari tangan Wida, dan menuangkan sedikit saos ke mie tersebut.
Tiga sekawan yang ada dihadapannya hanya memperhatikan kelakuan Prima dengan heran. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, Eko menjawil dua temannya untuk pergi dari sana. "Ayo ah.. Jangan ganggu yang lagi berduaan," ajaknya pada Iwan dan Robi. Dan mereka pun beranjak pergi diiringi pandangan terima kasih Prima atas pengertiannya.
"Kenapa sih, maksa-maksa orang untuk makan," kata Wida sambil menyuap mienya dengan kesal.
Prima hanya tersenyum menanggapi perkataan Wida.
"Teman bukan, pacar bukan, kenal dekat juga enggak. Memangnya tidak ada ya, orang lain yang bisa di ajak untuk menemani kamu makan mie?!"
"Tidak ada," jawab Prima santai.
"Eko.. bukannya dia sahabat kamu? Kemana-mana selalu bersama dia.. kenapa sekarang ajak aku?"
"Dia laki-lak," masih dengan santainya Prima menjawab.
"Yaa.. tapi kenapa aku?!"
"Memangnya kenapa..? Memangnya kita tidak berteman ya?" tanya Prima sambil menatap Wida.
"Tidak!" jawab Wida ketus tanpa membalas tatapan Prima.
"Kita tidak kenal dekat?"
"Tidak!" jawabnya lagi dengan cepat.
"Tapi tidak.." pertanyaan Prima terputus karena Wida tiba-tiba menjawab dengan cepat.
"Tidak..! Tidak..! Tidaak!"
"Oh .. ya sudah.. kalo begitu.." jawab Prima santai, sambil tersenyum nakal.
"Tidak salah kan, kalo aku mengajak kamu makan..?"
"Kook..?" tanya Wida bingung, tidak mengerti maksud perkataan Prima.
"Kan kamu yang bilang.. kita tidak berteman. Kenal dekat juga tidak, tapi.. tidak menolak jadi pacar aku, kan..? Dan kamu menjawab tiga kali.. tidak! Tidak! Tidaaak," kata Prima sambil tersenyum menang.
Wida ternganga.. dan akhirnya tersadar akan maksud Prima.
"Mana aku tahu, kalo kamu akan bilang begitu..!" seru Wida kesal.
"Sudah.. makanlah. Pokoknya mulai sekarang kamu jadi pacar aku.."
"Hah!" seru Wida dan kemudian mengaduk-aduk mienya dengan kesal.
Wida kembali ke kelas dengan kesal. Ia meninggalkan Prima di kantin saat ada kesempatan untuk kabur. Saat itu Prima rupanya sedang membayar makanan yang di pesannya. Wida berlari tanpa menoleh kearah Prima. Prima pun hanya tersenyum menatap kepergian Wida.
Asti teman sebangku Wida yang sepertinya sudah dengar berita tentang Prima dan temannya itu, langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
"Hei.. ada apa kamu sama Prima? Jadian ya..? Itu katanya.. Prima nembak kamu di kantin. Bener ga sih. Kok kamu ga bilang sama aku kalau lagi pdkt sama Prima. Aku kan sahabatmu.. mestinya aku yang tahu lebih dulu dari pada orang lain. Ini.." Wida segera mendekap mulut Asti. "Berisik!" katanya.
"Siapa yang jadian..?"
"Itu kata anak-anak di luaran," jawab Asti setelah melepas tangan Wida dari mulutnya.
"Tak tahulah, aku pusing. Seenaknya saja jadi orang.. paksa-paksa begitu," omel Wida.
"Ayolah... cerita dong.." paksa Asti. Wida hanya menghela nafas. Bel masuk pun berbunyi, tanda istirahat sudah usai. "Save by the bell.." gumam Wida lega.
Dengan tergesa-gesa Wida memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas. Ingin rasanya ia langsung segera sampai di rumah dan merebahkan tubuhnya di kamarnya yang mungil, untuk melupakan kejadian di kantin tadi.
Tapi keinginannya tak terkabul. Asti menyoleknya seraya menunjuk dengan kepalanya ke arah pintu. Dan disana telah berdiri Prima yang sepertinya sedang menunggu seseorang. Dirinya, kah? Heh! Wida mendengus kesal. Ditariknya tangan Asti agar berjalan bareng menuju keluar kelas. Asti yang terkejut dan mengomel tidak karuan, diabaikannya. Rupanya Asti dijadikannya tameng agar ia bisa melewati Prima yang berdiri di pintu kelas.
Namun Prima melihatnya. Sebelum Wida berlalu terlalu jauh, ia pun segera mengejarnya dan menarik tangan Wida.
"Bareng," katanya setelah menghentikan langkah Wida.
Tangan Wida yang menggenggam tangan Asti pun terlepas. Asti yang merasa tidak ingin mengganggu sahabatnya itu, segera berlalu dan melambaikan tangannya sambil tersenyum kecil.
"Semangat!" teriaknya.
Dengan kesal Wida melihat kearah prima yang kini memegang tangannya.
"Tidak harus bergandengan tangan, kan?" ujarnya seraya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Prima.
"Nanti kabuuur..." jawab Prima sambil tersenyum simpul.
"Kabur apaan?! Lepas, ah! Malu tahu..!" pekik Wida tertahan karena kesalnya.
Prima pun melepaskan pegangannya.
"Benar ya..jangan kabur.. Ayo!" ajaknya.
Dan dengan enggan Wida pun mengekor di belakangnya.
Di jalan Wida berpikir keras, bagaimana caranya agar bisa kabur dari orang yang menurutnya menyebalkan ini. Bagaimana tidak.. telinganya panas mendengar kasak-kusuk murid-murid lain, dan juga teman-temannya yang menggosipkan mereka bila berpapasan dengannya di jalan.
Dan... pucuk di cinta ulam pun tiba! Prima lengah! Iya berhenti dan menoleh kebelakang saat ada yang memanggil namanya. Wida yang melihat kesempatan itu, tanpa ba bi bu lagi, langsung kabur dari samping Prima. Ia tak menghiraukan Prima yang berteriak memanggil namanya dan berlari sekencang-kencangnya. Merdekaaa!! Batinnya senang.
Prima hanya menghela nafas saat melihat Wida yang kabur dariya. Eko yang datang menghampirinya, ditatapnya dengan kesal.
"Whats up men?" tanya Eko tanpa merasa bersalah.
Prima yang kesal melanjutkan jalannya, tanpa mengacuhkan pertanyaan Eko.
Sesampainya di rumah, Wida langsung menghempaskan tubuhnya ditempat tidur tanpa menghiraukan teriakan ibunya yang menyuruhnya untuk cuci kaki sebelum masuk kamar. Perasaannya masih kesal dengan kejadian tadi di sekolah. Ia masih kurang memahami apa maksud Prima padanya. Apa maunya orang itu..? Pikirnya. Wida berusaha memejamkan matanya. Ah.. bagaimana ia harus menghadapi hari esok disekolah ya..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!