...“Bisa gak, sehari aja lo gak liatin plastik-plastik itu?”- Tristan...
...---...
“SYAFIERA AGATHA!! LO GAK MAU BANGUN?”
“IYA IYA INI GUE BANGUN” Syasya, yap gadis yang sering dipanggil Syasya itu menendang-nendang udara kosong. Dia kesal dengan suara yang beberapa kali membangunkannya.
Pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok tampan yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Beberapa detik kemudian netranya tertuju pada pria itu.
“Apa lo liat-liat? Cepat mandi atau mau gue tinggalin?” pria pemilik mata coklat itu berucap sambil melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.
Sementara Syasya dengan kesal menyibak selimut yang menutupi bagian atas tubuhnya. Itulah kebiasaannya, tidur hanya dengan selimut yang menutupi bagian atas tubuhnya. Gadis itu beranjak dari tempat tidur dan sedikit melirik jam kecil yang ada di atas nakas.
Jam kecil itu menunjukkan angka 7. Itu artinya setengah jam lagi gerbang sekolah akan ditutup. Jika mayoritas gadis seumurannya akan grasak-grusuk segera menuju kamar mandi dan mempersiapkan peralatan sekolah lainnya, maka tidak dengan Syasya. Setelah selesai mandi dan persiapan lainnya, Gadis itu dengan santainya menuruni anak tangga tentu saja dengan gadget di tangannya.
Kakinya memang terus berjalan, tapi netranya tidak pernah lepas dari visual yang ada dalam gadgetnya. Bersenandung ringan mengikuti irama yang dikeluarkan gadget itu, sebelum kemudian gadget itu diambil paksa oleh Tristan Devano, abang dari seorang Syafiera Agatha.
“Lo tuh kebiasaan banget bangun tidur yang diliat handphone mulu”
“Ya udah sih, gak rugi juga kan lo?” Syasya merebut kembali ponselnya.
“Stop. Kalian ini pagi-pagi udah ribut aja”
Tania lah yang selalu melerai perdebatan kedua anaknya. Sementara papi mereka hanya diam sembari melihat-lihat koran, ritualnya sebelum sarapan. Akhirnya mereka sarapan dengan tenang setelah perdebatan kedua kakak beradik itu dilerai.
Tapi jika yang kalian pikir suasana tenang tanpa suara, maka kalian salah besar. Karena suara itu tetap ada, suara-suara para pria tampan yang bernyanyi dengan bahasa korea. Seorang fangirl atau kpopers menyebutnya ‘bias’ orang yang mereka idolakan.
Sebuah garpu hampir saja melayang jika Tania tidak segera menahan tangan putranya.
“Habisnya berisik, mi” Tristan merengek kepada maminya agar Tania menghentikan kegiatan putrinya yang menonton oppa-oppa kesayangannya.
“Sya, simpan dulu yah ponselnya. Kita makan dulu” Perintah maminya memang selalu Syasya ikuti. Keluarganya tak pernah sedikitpun membentak, jika ada masalah mereka menyelesaikannya dengan kepala dingin.
“Mi, sebentar lagi kan aku lulus. Berarti bolehkan bawa kendaraan sendiri?” matanya membulat dengan binar harapan disana.
“Ijin sama papi kamu dulu yah”
Reflek pandanganya mengarah pada seorang pria berwibawa yang tengah asik mengamati percakapan putri dan istrinya. Dirga menghela nafasnya dan mengangguk pasrah. Dia memang tipe orang yang sulit menolak keinginan putra-putrinya.
“Yes!!” telapak tangan Syasya mengepal menandakan dia sangat bahagia dengan keputusan orang tuanya.
“tapi pulang sekolah jangan keluyuran” ucap Dirga mengingatkan.
Selesai dengan makanannya, Syasya pergi mandi dan bersiap pergi ke sekolah. Ini adalah bulan terakhir Syasya berangkat sekolah dengan Abangnya.
“CEPETAN SYAAA!!!” Tristan memasuki mobil. Rasanya jenuh sekali menunggu adiknya itu.
“IYAA INI JUGA UDAH CEPAT. Kenapa sih lo teriak-teriak mulu dari pagi, pms yah lo?” Syasya menurunkan nada bicaranya setelah berada di dalam mobil. Nafasnya tidak teratur karena berlari.
“kenapa lari-lari sih. Cape kan lu” Tristan memang terkesan tidak peduli kepada Syasya, tapi dibalik sikap cueknya sebenarnya dia adalah orang pertama yang sangat peduli pada Syasya setelah kedua orang tuanya.
“khan... lo..oo yhang...suruh cepat...” nafasnya tersenggal-senggal.
“gue suruh cepat bukan berarti harus lari” Tristan jengah dengan kelakuan adiknya. Syasya bisa di katakan cukup pintar dalam bidang akademik tapi jika berurusan dengan kehidupan nyata dia tergolong orang yang lemot. Tapi walaupun begitu Tristan tetap peduli pada adiknya.
Syasya mengidap penyakit asma sejak lahir. Itulah mengapa saat ini Syasya tengah berusaha menetralkan detak jantung dan menormalkan nafasnya. Walaupun sekarang penyakitnya jarang kambuh, tapi keluarganya sangat protektif padanya. Mulai dari meminta kepada guru agar Syasya tidak diikut sertakan dalam mata pelajaran olahraga, sampai menjaga tubuh Syasya agar tetap hangat.
“tarik nafas, keluarin” Syasya mengikuti arahan yang diberikan Tristan. Cara ini memang cukup ampuh untuk menghilangkan sesak di dadanya. Dulu Syasya pernah menggunakan inhaler, tapi sekarang dia tidak menggunakannya lagi karena takut ketergantungan begitu ucapnya.
“udah baikan?” tanya tristan.
“heemm” Syasya mengangguk menjawab pertanyaan abangnya. Sebenarnya dia berbohong karena rasa sesak itu masih ada. Tapi dia tak ingin membuat abangnya khawatir. Lagipula nanti akan sembuh sendiri.
Dalam perjalanan ke sekolah seperti dugaan Syasya, sesaknya mulai membaik. Dia mengeluarkan ponselnya dan kembali menonton video-video idolanya. Entah dari kapan dia menyukai hal-hal berbau korea. Tapi Syasya rasa saat dia duduk di kelas 2 SMP, minatnya tergerak ke arah korean karena ada teman yang memperkenalkanya pada hal-hal yang berbau korea.
Awalnya dia hanya sekedar suka karena visualnya. Tapi saat itu dia sempat vacum menyukai hal seperti itu karena idolanya keluar dari grup favoritnya. Syasya kembali menggila saat kelas 1 SMA, dia menemukan Idola barunya dan kali ini bukan sekedar karena visual.
“sya, bisa gak sehari aja lo gak liatin plastik-plastik itu?” Syasya memegang dadanya yang tiba-tiba nyeri mendengar penuturan abangnya. Memang dramatis, tapi kalian para kpopers mungkin mengerti kenapa Syasya merasa sakit.
“bang gue tampol juga lo lama-lama. Siapa yang lo bilang plastik? Mereka gak operasi plastik ya. Ngeselin banget lo!!” nada suara Syasya meninggi bahkan posisinya saat ini sudah jongkok di kursi mobil yang didudukinya.
Beginilah jika kalian mencari masalah dengan seorang kpopers. Jika saja Syasya tidak ingat bahwa Tristan abangnya, mungkin saat ini wajah abangnya sudah dihiasi warna biru keunguan akibat pukulannya.
“ya biasa aja kali, kan gue juga Cuma nanya” Syasya memejamkan matanya menahan amarah. Jika di teruskan ia takut emosinya meledak dan tidak bisa menjamin abangnya akan baik-baik saja.
Tepat saat mereka memasuki pekarangan sekolah, gerbang di tutup. Itu artinya mereka tidak kesiangan walau kenyataannya mepet sekali dengan waktu masuk jam pertama.
“pulang nanti, tunggu gue di gerbang. Jangan kemana-mana” kalimat yang sudah Syasya hapal di luar kepala. Kalimat yang selalu diucapkan abangnya selama 2 tahun terakhir.
“iya iya gue udah hatam sama kalimat itu” gadis itu memutar bola matanya jengah semantara Tristan hanya menyengir mendengar penuturan adiknya.
sesaat setelah Agatha turun dari mobil dan memastikan abangnya pergi ke kelas, dia mengedarkan pandanganya untuk sekedar mengecek apakah masih ada siswa lain di luar kelas atau tidak. Jika ada, Niatnya ingin mengajak pergi ke kelas bersama.
Tapi pandangannya saat ini tertuju ke arah benteng bagian samping sekolah. Ada yang aneh di sana. Matanya menyipit memperhatikan sebuah objek yang ada di sana.
...“biasa aja dong bang lihatnya. Itu matanya nanti copot”-Agatha...
Wajah tampan yang sangat familiar itu kini sedang berada di atas benteng dan berusaha mencari pijakan untuk melompat ke area dalam sekolah. Ide jahil terlintas di pikiran Syasya.
Syasya kembali menuju pos satpam mengendap endap seperti seorang maling. Padahal jika diperhatikan tak ada seorangpun yang akan mendengar suaranya bahkan jika dia berlari.
Setelah sampai di hadapan pak Munir yang tak lain adalah satpam sekolah, gadis jahil itu melambaikan tangannya sebagai tanda menyuruh pak Munir keluar dari pos satpam.
“pak bapak coba liat benteng samping sana deh, ada maling pake seragam soalnya” pak Munir mengerutkan dahinya mendengar penuturan Syasya yang tidak masuk akal. Mana ada maling pakai seragam, pikirnya.
“iihh bapak mah lama cepetan keburu masuk malingnya” karena penasaran dengan yang dikatakan Syasya, akhirnya pak munir berlari ke arah benteng yang ditunjuk Syasya. Sementara gadis itu segera pergi ke kelasnya dengan tenang tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Sesampainya di kelas ternyata sudah ada guru yang mengajar. Dengan tenang Syasya mengucapkan salam dan ijin masuk kepada guru tersebut.
“Assalamualaikum, ibu. Saya ijin masuk ya, maaf kesiangan soalnya tadi habis liat maling dulu di depan” tak menunggu guru mengijinkan, ia nyelonong masuk dan menuju kursinya. Hal itu tentu saja tidak untuk ditiru, hanya saja dengan kepribadian Syasya yang aneh membuat seorang guru pun memakluminya.
Teman-teman termasuk gurunya hanya melongo menyaksikan hal tersebut. Sebenarnya kelakuan abstrak Syasya sudah tidak aneh lagi bagi mereka. Hanya saja mereka bingung, dimana ada maling siang-siang begini. Sementara sang pembawa kabar hanya terkekeh sembari menutup mulutnya mengingat kejadian jahil yang dia lakukan.
Belum lama Syasya menempelkan bokongnya pada kursi, pintu terbuka dengan keras dan menampakkan pria tampan yang tadi dia kerjai. Ya, pria yang ada di atas benteng tadi adalah teman sekelas Agatha. Dia juga salah satu pria dingin yang tak tergapai. Dan sampai saat ini tak ada yang berani berurusan dengan pria tampan itu, kecuali Syasya.
...***...
Disaat pria dingin lainnya berani melewati post satpam saat kesiangan, lain halnya dengan Vano Alkanza. Dia lebih memilih memanjat benteng samping sekolah untuk sampai ke kelasnya. Bukan apa-apa, hanya saja dia bukan anak pemilik sekolah yang bisa seenaknya melakukan apapun yang dia mau. Tapi kali ini misinya gagal. Dia ketahuan satpam dan hampir saja tertangkap jika saja dia tidak cepat berlari.
Vano menghela nafasnya sesaat setelah mendudukan bokongnya di kursi dan pikirannya kembali melayang membayangkan bagaimana nasibnya jika saja tadi dia tertangkap.
“heeiiiii!!!! Berhenti kamu!! Anak nakal!!” satpam itu terus mengejar Vano sebelum kemudian kehilangan jejaknya di toilet belakang sekolah.
“hhhh... untung gue cepet” Vano menarik nafas dalam-dalam kemudian keluar dari persembunyiannya.
Dia berjalan agak cepat menuju kelas sebelum ada guru lain yang memergokinya. Saat pintu kelas sudah ada di hadapannya, dia membukanya dengan sedikit keras dan masuk ke dalam tanpa mengucapkan apapun.
Baru saja pikirannya tenang karena berhasil lolos dari satpam itu, dan kali ini dia dihadapkan dengan guru yang bertanya alasanya telat. Yakali dia akan memberitahukan jika dia menghabiskan rokok dulu di warung pinggir sekolah. Bunuh diri itu namanya.
“Vano kenapa telat?!” bu Letta tahu bahwa pertanyaannya tak akan mendapatkan jawaban, dia hanya menghela nafas dalam sebelum akhirnya kembali mengajar.
Ya. Vano memilih tidak menjawab pertanyaan gurunya, toh gurunya akan memakluminya karena memang begitulah Vano. Irit bicara. Dan jika guru itu terus mendesaknya maka percuma karena tak akan ada jawaban yang keluar dari mulut Vano. Disamping itu, Vano sangat risih dengan suara kekehan yang berasal dari samping kursinya.
“Lo kenapa ketawa-ketiwi mulu sih, Sya?” apa yang dikatakan Lita memang benar adanya. Sejak pertama masuk kelas tadi, Syasya tidak berhenti terkekeh.
“gak apa-apa. Lucu aja, pengen ketawa” Lita merinding. Apa jangan-jangan temannya ini kesurupan? Atau dia strees karena gak bisa nonton konser? Tanpa memikirkan jawabannya, Lita menjauh dari Syasya dan memilih mendengarkan bu Letta yang sedang mengajar.
“oke anak-anak untuk pertemuan kali ini ibu cukupkan sekian. Ada yang ditanyakan?” monoton sekali pikir Syasya. Setiap selesai jam pelajaran selalu saja itu pertanyaan yang diajukan guru kepada siwanya.
“gak ada pertanyaan lain apa? Misalnya ‘kalian lapar gak, biar ibu yang traktir’. Kalo gitu kan enak dengernya” bisik Syasya. Mungkin bisikannya itu hanya didengar oleh dirinya sendiri. Tentu saja dia tidak ingin mengambil resiko dimarahi gurunya jika dia bicara terlalu keras.
Sementara Lita di sampingnya hanya menggelengkan kepala menyaksikan kebobrokan sahabatnya.
“kuy kantin” seru Lita sesaat setelah Bu Letta keluar dari kelas. Akhirnya mereka pergi ke kantin. Lain halnya dengan anak cowo termasuk Vano. Mereka dengan gengnya pergi ke pojokan kelas. Ya kalian pasti tahu apa yang akan mereka lakukan. GAME.
“oyy Van, kenapa telat tadi?” tanya Hans yang merupakan salah satu teman dekat Vano.
“telat bangun dan gue dikejar satpam” seketika seisi ruang kelas dipenuhi dengan gelak tawa kedua sahabat Vano yaitu Hans dan Rian. Tak lama karena tawa mereka seketika terhenti saat Vano menatap sahabatnya dengan tatapan mematikan.
“lagian lo kenapa bisa sampai dekejar sih, biasanya juga aman-aman aja” kali ini Rian yang terlihat penasaran.
“gak tau tuh satpam tiba-tiba datang” Rian dan Hans mati-matian menahan tawanya. Tapi suara tawa lain menggelegar, tawa itu berasal dari pintu masuk.
“jahat banget lo, Sya. Kalo gue mencret lo harus tanggung jawab pokoknya” lagi lagi Dina menjadi korban bully seorang Syafiera Agatha.
“tanggung jawab apanya, hamilin lo juga kagak. Lagian gue kira itu punya Lita” pembelaan seorang Syasya memang tiada duanya.
“TERSERAH LO!!” saking gregetnya Dina berjalan duluan ke kursi belakang sambil menghentak-hentakkan kakinya.
“BERISIK LO, GAUSAH TERIAK-TERIAK” Dina tersentak karena teriakan Rian.
“LO JUGA TERIAK-TERIAK” dan disaat seperti ini hanya satu orang yang bisa menenagkan mereka.
“BE RI SIK!” seketika kedua orang itu bungkam mendengar Vano bersuara. Inilah pesona seorang Vano. Sangat dingin.
“hei heiii lo berdua nurut sama nih orang?” ucap Syasya sambil menunjuk Vano dengan tatapan aneh.
“kalian gak salah? Lo berdua takut sama orang ini? ahh gak seru lo berdua, kenapa gak dilanju..”
“Lo diem. Berisik” Syasya menggantungkan kalimatnya saat dirasa posisinya saat ini sedang tidak aman.
“eheheh.. biasa aja dong bang lihatnya. Itu matanya nanti copot” Vano tidak membalas ucapan Syasya, tapi hanya terus menatap wanita itu dingin.
“iya iya elah canda doang diambil hati banget” wanita itu meninggalkan mereka di bangku belakang dan pindah ke bangku depan. Sementara sahabat Syasya dan sahabat Vano hanya melongo menyaksikan kepergian Agatha dan amarah Vano.
“Van gue rasa lo udah ketemu pawang lo deh. Baru kali ini gue lihat lo nahan amarah lo. Dan itu karena cewe gila itu” Hans memang sudah gila mengatakan hal seperti itu saat keadaan memanas seperti ini.
Rian menyenggol lengan Hans agar menghentikan bualannya. Rian memang lebih tahu situasi dan kondisi dibanding Hans. Setelah semuanya kembali tenang mereka melanjutkan kegiatan mereka.
Syasya dan sahabatnya lanjut nobar drama korea yang tertunda sementara Vano dan sahabatnya mabar di sudut kelas sampai masuk jam pelajaran selanjutnya.
...- APA LAGI SIH VANO ALKANZA?!?”-Syasya...
...----...
Satu minggu sebelum pelaksanaan Ujian Akhir Semester genap. Mungkin jika dilihat sekilas semua siswa tengah mempersiapkan ujiannya dan juga menyelesaikan tugas yang belum sempat selesai. Begitu juga Syasya, dia belajar dengan giat sangat giat hingga dia rela begadang sampai malam untuk menguasai semua materi yang akan diujikan.
Sementara untuk tugasnya, dia sudah menyelesaikannya dari jauh-jauh hari. Dia memang seorang siswi rajin dan patuh, dia juga berturut-turut mendapat peringkat satu di sekolahnya mulai dari kelas 1. Dia memang sangat candu dengan Kpop atau sesuatu yang berbau korea, tapi dia juga bisa membagi waktu dan memilah apa yang lebih penting dan apa yang harus di nomor duakan.
Seperti sekarang, pukul 20.00 biasanya dia bergelut dengan laptop, selimut dan beberapa camilan di kasurnya. Tapi hari ini dia sedang berkutat dengan buku-buku tebal yang sudah menumpuk dan mengantri ingin dibaca pemiliknya. Dia memiliki waktu sendiri. Waktu belajarnya dimalam hari adalah pukul 19.00 sampai pukul 22.00 dan sisanya dia habiskan untuk menonton idolanya di gadget atau laptopnya bahkan hingga pagi menjelang.
Itu bukan hal yang jarang Syasya lakukan, bahkan hampir setiap hari dia selalu tidur diatas jam 12 malam. Tapi dia selalu bisa bangun dan melaksanakan sembahyang walaupun dia tidur lagi setelahnya.
“sya udah tidur?” suara lembut yang selalu bisa menenangkannya menyapa di luar kamarnya.
“belum mi, masih belajar. Masuk aja” ucap Syasya dengan lembut pula.
Maminya masuk dengan senyum tulus yang sangat hangat. Syasya membalas senyum itu dan sepersekian detik gadis manis itu memeluk tubuh maminya dengan posisi masih duduk di kursi belajarnya sementara maminya berdiri. Tania mengusap surai putrinya dengan lebut.
“tidur sya, jangan terlalu memaksakan” dapat dirasakan jika putrinya menggelengkan kepala dalam pelukannya.
“Syasya gak memaksakan diri kok, mi. Emang Syasya pengen hasil yang memuaskan aja, dan lagi Syasya suka belajar kok. Seru tahu mi mecahin soal-soal itu” Tania tersenyum mendengar penuturan anaknya. Dia sangat bersyukur memiliki anak seperti Syasya dan Tristan. Mereka sama-sama suka belajar hal baru.
Tania melepaskan pelukannya dan mengelus pipi anaknya.
“yaudah kamu lanjutin belajarnya, jangan malam-malam” kecupan sang mami mengakhiri percakapan tersebut. Sesaat setelah maminya keluar dari kamar, Syasya meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku dan kebas. Dilanjutkannya lagi belajar beberapa bab. Getaran handphone menjadi alarm baginya untuk mengakhiri sesi belajar kali ini.
“yess waktunyaaa!!” Syasya merapikan buku-bukunya dan dengan segera melompat ke atas kasur, memasangkan earphone untuk siap-siap menonton acara yang dinanti-nantinya. Tentu saja hal tersebut berhubungan dengan kpop. Jika kalian penasaran dengan bagaimana Syasya sangat menyukai hal-hal tersebut, maka kalian wajib tahu jika tak ada satu barangpun dikamarnya yang tidak berbau kpop. Bahkan sampai sampul buku pelajarannyapun dia hias dengan foto idolanya. Maniak, mungkin itu kata yang tepat untuknya. Oh dan jangan lupakan poster-poster dan juga foto-foto yang tertempel di dinding kamarnya.
Belum ada setengah jam Syasya menonton, notifikasi masuk pada handphonenya. Awalnya dia mengabaikan pesan itu seperti biasanya. Dia akan membalasnya nanti jika telah selesai dengan urusanya. Tapi lagi-lagi notifikasi itu terus berdatangan tak ada hentinya.
“iiisshh apaan sih!! Ganggu aja!” tangannya bergerak membuka ikon hijau di layar handphonenya. Dan dia dibuat ternganga dengan siapa yang menghubunginya sampai-sampai notifikasinya tak henti-henti. Dan parahnya kali ini telepon masuk tertera di layar handphonenya.
Syasya mengangkat telpon tersebut dengan kesal.
“Apaa!!!??” ucapnya.
“Bantuin gue kerjain tugas ekonomi” ucap orang disebrang sana.
“emang apa salah dia sampe mau dikerjain segala!!” dia bercanda tapi dengan nada yang masih tinggi.
“gue serius” dingin. Itulah gambaran orang yang sedang berbicara dengan Syasya. Kalian pasti tahu kan dia siapa? Ya betul sekali. Vano.
“dihh butuh lo sama gua? Gak ada, kerjain aja senndiri. Bye” Syasya menutup telponya sepihak dan melanjutkan apa yang sedang dikerjakaannya tadi. Tapi ketenangannya tak berlangsung lama. Vano menelponnya lagi. Beberapa kali gadis itu mereject panggilan Vano dan berulang kali pula panggilan itu terus masuk dalam ponselnya.
“APA LAGI SIH VANO ALKANZA?!?” emosinya sudah memuncak. Inilah akibat bagi mereka yang berani mengganggu kegiatan seorang kpopers.
“gue bilang bantu gue”
“dan gue bilang gak mau. Titik”
“gak ada penolakan, besok pulang sekolah di lab fisika”
Belum sempat menjawab, panggilan terputus secara sepihak.
“iihhh apaan sih nih orang bikin kesel aja malam-malam. Gak, gak ada. Gak ada namanya gue bantuin dia. Biar aja dia nunggu sampai lumutan besok” Syasya kembali melanjutkan aktifitasnya yang sempat tertunda.
Sementara seorang pria di sebrang sana sedang terkekeh mendengar penolakan dari gadis pecinta Korea itu.
“lucu” tanpa sadar, mulutnya bergumam. Tentu saja kata itu ditujukan pada gadis yang baru saja ia telpon.
Entah keberanian dari mana seorang Vano bisa menelpon gadis setelah sekian lama dirinya mengacuhkan para wanita bahkan tak sedikit wanita yang sakit hati karena penolakan Vano.
Hatinya benar-benar membeku setelah kejadian dulu. Bahkan dia sempat hanya mempercai bundanya saja diantara para wanita di dunia ini.
Namun pemikirannya agak terbuka setelah dia mengenal Syasya, lebih tepatnya saat mereka berada di tingkat pertama SMA. Sejak saat itulah Vano mulai sedikit memperhatikan Syasya.
“masih ada banyak wanita baik di dunia ini, kenapa harus terpaku hanya pada dia?” itulah pemikirannya saat dia menyadari bahwa Syasya adalah salah satu wanita baik yang ada di dunia ini.
...***...
Pagi-pagi sekali Syasya dibuat dongkol karena notifikasi yang terus masuk pada ponselnya. Mungkin jika itu notifikasi “kim taehyung baru saja memposting foto” dia akan melompat kegirangan dengan senyum tak henti-henti. Tapi kali ini notifikasi itu sangat menyebalkan dimatanya.
“bukannya gue udah bilang gak mau bantu!! Isshhh” gadis itu menghentakkan kakinya sembari menuruni tangga.
“kenapa sayang? Kok mukanya ditekuk?” mami Tania bertanya, sementara papi dan abangnya menunggu jawaban dari gadis manis itu.
“ga tau ah kesel pokonya” senyuman terukir diwajah wanita paruh baya itu. Dia menghampiri putrinya dan mengelus surai hitam itu.
“yaudah kalau gak mau cerita, sekarang sarapan dulu yah” Syasya mengangguk dan menghabiskan sarapannya.
Beruntunglah hari ini dia tidak telat jadi dia bisa jalan-jalan dulu ke area kantin. Salah satu tempat favoritnya di sekolah, karena disinilah dia saat pagi-pagi menghabiskan waktunya dengan makanan ringan yang melimpah ditemani gadget dan earphonenya. Sungguh surga dunia pikirnya.
Ketika pagi-pagi begini suasana di kantin memang terbilang sepi sebelum akhirnya musik yang sangat nyaring terdengar dari ponsel Syasya.
“mianhae billboard, mianhae worldwide” begitulah kiranya lirik lagu yang terdengar.
“RESE BANGET SIH” yap. Syasya ngamuk karena seseorang melepas earphone dari ponselnya sehingga bunyi nyaring itu terdengar ke seluruh penjuru kantin.
Syasya menolehkan pandangannya pada seseorang yang mengganggunya, dan lihatlah wajah itu. Sama sekali tidak merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!