Namaku Romauly Badia Nasution. Aku gadis batak kelahiran sumatera utara tepatnya di sebuah kota Padang Sidempuan. Romauli artinya Datanglah Cantik sedangkan Badia artinya Unik, belum pernah terjadi sebelumnya.
Jadi Orangtuaku mengartikannya Datanglah Gadis Cantik yang Unik. Karena aku adalah anak perempuan satu-satunya di keluargaku. Tentulah aku unik bukan ^_^
Aku memiliki saudara laki-laki empat Orang dan semuanya sudah menikah. Kami termasuk KB tapi bukan keluarga Berencana ya, KB itu Keluarga Besar. Hehe.
Orangtuaku masih berpikir kolot dimana jaman dulu orang batak itu punya slogan semakin banyak anak semakin banyak pula rejekinya. Entahlah di jaman sekarang masih berlaku atau tidak. Karena sekarang pada umumnya semua keluarga sudah menjalankan program pemerintah yaitu dua anak cukup.
Abang ku yang pertama bernama Barman Sada Nasution. Yang kedua bernama Bara Duo Nasution, yang ketiga bernama Bany Tri Nasution dan yang ke empat bernama Banu quattro Nasution.
Masing-masing dari mereka memiliki nama yang unik.
Sada artinya satu dalam bahasa Batak.
Duo artinya dua dalam bahasa Padang.
Tri yang sebenarnya adalah Three dalam bahasa Inggris tapi orangtuaku tidak tau ejaan yang sebenarnya waktu memberikan nama Abangku yang ketiga.
Dan Quattro adalah empat dalam bahasa Italia dan entah dari mana pula Bapakku tahu bahasa Italia saat itu.
Bapakku sendiri bersama Togar Nasution dan Mamakku bernama Bertanita Siregar. Orangtuaku dikampung sering dipanggil Pak Barman dan Mak Barman. Karena tradisi dikeluarga batak biasanya setelah menjadi orangtua mereka tidak lagi dipanggil dengan nama mereka sendiri melainka dengan nama anak pertama mereka.
Ini hanyalah sekilas perkenalan keluargaku.
Bapak adalah seorang tentara sudah lumayanlah pangkatnya dan saat ini Bapak sudah pensiun. Setelah pensiun Bapak memilih untuk hijrah ke kota Jakarta. Dimana ke empat saudaraku sudah lebih dulu hijrah ke pulau yang kecil dan padat penduduknya itu.
Uniknya ke empat saudaraku tidak ada yang menikah dengan orang batak. Abang Barman menikah dengan Sunda dimana Bang Barman yang mengikuti jejak Bapak menjadi seorang tentara. Bang Bara menikah dengan orang suku Dayak dari Kalimantan, ternyata Abangku yang satu itu kecantol dengan kecantikan gadis Kalimantan itu. Bang Bara adalah lulusan arsitek dan saat ini sedang bekerja disalah satu perusahaan terbesar di kota Jakarta dan ia bertemu dengan istrinya saat perusahaannya menugaskannya ke Kalimantan untuk pembangunan salah satu hotel di sana.
Yang unik adalah Bang Bany, ia bisa meluluh lantakkan hati seorang bule yang dia kenal di Bali saat ia bertugas di Bali tentunya. Dan abangku yang satu ini bekerja di kantor Imigrasi yang ada di Bali dan mereka bertemu saat kakak iparku yang bule itu hampir dideportasi karena kehilangan pasport nya.
Sementara Abangku yang bungsu menikah dengan orang jawa turunan keraton. Hmmm kadang pusing mendengar mereka berbicara. Kakak Ipar seolah-olah selalu kena marah sama si Abang karena memang bawaan orang batak kasar kalau ngomong sementara orang keraton yaa kamu know sendiri lah ya, bisa dong bayangin sendiri. Nah Bang Banu sukses di dunia otomotif dan saat ini dia sudah punya usaha showroom mobil dan motor sendiri.
Meskipun Orangtuaku memiliki banyak anak namun pada akhirnya semua saudaraku meninggalkan orangtuaku karena sudah punya kehidupan masing-masing. Hanya saat liburan baru mereka sempatkan pulang ya minimal sebulan sekali pasti mereka datang.
Saat ini hanya tinggal aku yang tinggal bersama kedua orangtuaku.
Tapi jangan heran loh. Kalau sekarang aku sudah tidak lagi berlogat layaknya orang yang medok bahasa batak. Karena aku selalu di ejek oleh teman-teman ku. Dan mau tidak mau, suka tidak suka aku akhirnya belajar bahasa gaul anak jaman Now. Bukan untuk kepentingan pribadi ku saja tapi juga karena tuntutan pekerjaan ku.
Akan sulit bagiku menjelaskan kepada pasienku jika aku masih menggunakan logat itu. Bukan karena aku malu sebagai orang Batak tapi karena penekanan bahasanya yang sering membuat pasienku salah mengartikan. Mereka selalu beranggapan kalau aku sedang marah-marah dengan mereka karena suaraku yang lantang.
Hmmm mereka tidak tahu saja kalau beginilah gaya ku berbicara.
Aku sudah berhasil menyelesaikan pendidikan S2 ku dan saat ini aku sedang bekerja disalah satu Rumah Sakit terbesar di kota ini sebagai ahli psikolog tentunya.
Setelah setahun bekerja di Rumah sakit Citra Medistra aku masih tetap merindukan pasien pertamaku yang sampai detik ini aku belum bertemu kembali dengannya.
Sungguh ironis tapi itulah kenyataannya dimana dia menghindari ku setelah aku terluka olehnya.
Namun mengapa Hati ini tetap merindu?
Pagi ini kulihat embun masih tegar menempel di kaca jendela kamarku. Semalam hujan telah meninggalkan jejaknya. Kata hujan, besok pagi dia akan kembali menemui embun. Namun, hingga siang hujan tak kunjung datang dan embun pun beranjak, menghilang terpapar sinar sang surya.
Berbeda denganku, setiap hari aku masih saja berdiri di depan pintu kenangan. Berharap pintu itu terbuka kembali dan aku bisa mengulang kenangan bersamanya. Namun, pintu tak kunjung terbuka. Aku menangis, mengutuk diriku sendiri yang masih saja mengharapkan berkumpul dengan kenangan. Menanti sesuatu yang tidak pasti. Seseorang yang selalu ada dalam hela nafasku. Sulit untuk berhenti mengingat senyum itu. Seakan menyatu dalam darah yang dialirkan jantung kedalam otakku.
Tentu aku marah pada diriku sendiri. Aku marah pada hati dan pikiranku yang membiarkan rindu tinggal berlama-lama dalam diriku.
Saat hati ingin mengusir rindu, tapi pikiran menarik rindu, sehingga rindu kembali tinggal dan saat pikiran mengusir rindu, hati malah tak tega melepasnya. Seperti itu terus, hingga titik jenuh pun masih menjadi misteri.
Haruskah kusalahkan rindu?
Atau rasaku saja yang berlebihan padamu.
Mampukah aku untuk melupakanmu?
Disaat hembusan nafasku hanya terdengar namamu.
Mampukah aku menjaga hati ini dan menunggu hingga kau penuhi dengan Cintamu.
Atau harusnya aku belajar banyak pada embun yang tak lagi menanti hujan. Embun yang enggan berlama-lama menunggu hujan yang tak pasti. Dan kini kubiarkan rindu menetap dalam jiwaku. Hingga rindu melebur dan hilang bersama waktu.
Akhirnya ketemu lagi.
Jagat Khayalku telah kembali bersama Rindunya Roma pada sang Pujaan Hati 😍
Happy Reading My Receh 😘
Ku tunggu Absennya ya.
Terimakasih 🙏
Pernikahan menjadi salah proses hidup yang didambakan oleh beberapa orang. Momen spesial yang terjadi sekali dalam seumur hidup tersebut membuat calon pengantin ingin mempersiapkan segala sesuatunya secara detail dan dapat meninggalkan kesan yang mendalam.
Seperti saat ini sebuah halaman rumah disulap menjadi Area outdoor yang dinaungi oleh rimbunnya pepohonan dan bunga yang bermekaran, konsep pesta outdoor yang terlihat apik dan menarik.
Namun itu bukanlah sebuah acara pernikahan melainkan acara Aqiqah putra kecil Zio Rain Dominic bersama Rara Mayko Setiawan yang bernama Tirta Abimana Dominic, keponakan dari Zia Rayna Dominic.
Semua keluarga yang berkumpul tampak bahagia begitupun dengan Zia yang telah dikaruniai seorang putri cantik bernama Chessy Eshal William mereka turut hadir pada acara itu.
"Mbak, Mita sama Gina belum datang ya?" tanya Zia pada Rara yang sedang repot menenangkan Tirta yang sedang rewel.
Saat ini Zia tak lagi memanggil nama langsung pada sahabatnya itu, karena pastinya ada Zio yang akan menegurnya langsung.
"Kalau Gina ga bisa datang katanya, karena lagi hamil besar jadi suaminya ga ijinin dia untuk datang kesini soalnya perjalanan Bandung Jakarta kan cukup memakan waktu." ucap Rara yang masih kaku dalam menggendong bayi apalagi disaat seperti ini putranya sedang rewel. "Kalau Mita ga tahu tuh. Tadi ditelpon katanya udah dijalan tapi belum nongol juga." masih sibuk menenangkan Tirta dipangkuannya.
"Sini mbak biar Zia yang gendong. Mumpung Chessy masih anteng digendong Daddynya." Zia mengambil Tirta dari pangkuan Rara.
Rara memang masih sedikit canggung menggendong bayi.
"Cup...cup...cup... Sayangnya aunty rewel banget sih. Kenapa sayang? Mau sama Papa ya..." Zia kemudian menghampiri Zio namun sebelum sampai dimana Zio sedang duduk bersama Papi Prayoga, Tirta sudah tertidur digendongannya.
"Mommy... Mommy..." kini Chessy yang cemburu melihat Zia menggendong Tirta.
Rara tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang bicara dengan Prayoga dan ustad pun mengambil kembali Tirta dari pangkuan Zia.
"Mommy...Eci mau Mommy" Chessy masih terisak dipangkuan Candra.
Zia mendekati Candra lalu mengambil alih putrinya.
"Kenapa manjanya Mommy nih. Kok jadi cemburuan gitu?" menggendong sambil menepuk punggung putrinya.
"Sayang aku kesana dulu ya." Candra menunjuk kearah Zio dan Ustadz yang sedang mempersiapkan aqiqah anaknya Tirta.
"Sayang, apa tamu undangannya semua sudah datang? Anak-anak panti yang kamu undang gimana sudah datang semua?" Tanya Siska.
"Anak panti kayaknya udah datang Bun, tadi udah dibantu Arumi menyambut tamu-tamu undangan." Jawab Zia.
"Sayang teman kamu yang batak itu kamu undang tidak?" Tanya Indah, dia masih ingat teman Zia saat di London.
"Roma maksud Mami?"
"Iya sayang..." Indah mengangguk pelan.
"Udah sih Mi, kemarin Zia udah undang tapi ga tahu dia bisa datang atau ga Mi, soalnya dia itu sibuk banget Mi, pasiennya banyak sekarang dia udah jadi dokter psikiater terkenal. Beda dengan Zia yang belum dapat SIBDS."
"Apa tuh SIBDS?" tanya Indah dan Siska bersamaan.
"Itu loh Bun, Surat Izin Bekerja Dari Suami." Zia sengaja menyindir suaminya tapi sang suami hanya diam saja.
"Haha... Bunda kira apaan."
"Emang dia kerja dimana sekarang?" Indah menanyakan tempat Roma bekerja.
"Di Rumah Sakit Citra Medistra Mi."
"Lah itu kan..." Indah terdiam tidak melanjutkan ucapannya.
"Iya anak Mami yang sengaja rekomendasikan si Roma untuk bekerja disana tapi Roma ga tau Mi, kalau Kak Tommy adalah pemegang saham terbesar dirumah sakit itu."
"Sebenarnya gimana sih hubungan Roma dengan Tommy, sayang?" Indah penasaran dengan kedekatan putranya dengan Roma.
"Zia juga ga tau Mi, yang Zia tahu Kak Tommy selalu menghindarinya."
Mendengar jawaban dari Zia membuat Indah sedih, Zia tau kalau Indah sedang bersedih ia lalu mengalihkan perhatian Indah pada Chessy putrinya.
"Eci main sama Oma dulu ya sayang, Mommy mau nyambut aunty Mita dulu ya." Zia pun menyerahkan Chessy kepada Indah. Lalu berjalan mendekati Mita yang datang bersama pasangannya Robby.
Dari mereka berempat hanya Mita yang belum melepas masa lajangnya. Mita tersenyum melihat Zia sahabatnya yang makin cantik dengan balutan kebaya yang digunakannya.
"Kapan nih Rob si Mita dihalalin, jangan kelamaan pacarannya dong." Goda Zia pada sahabatnya itu.
"Apa kabar Lo?" Mita mencipika cipiki Zia. Tanpa menghiraukan sindiran dari sahabatnya.
"Seperti yang Lo liat." ucapnya sambil merentangkan tangannya lalu memeluk Mita.
"Mana Rara?"
"Kayaknya lagi ngasih asi sama Tirta." Zia tak melihat keberadaan Rara. "Masuk yuk kita tunggu di dalam aja."
...***...
Rumah Sakit Citra Medistra
Suasana Rumah Sakit tampak dipadati dengan pasien, baik yang berobat jalan maupun yang dirawat Inap. Ditambah dengan pasien Gawat Darurat yang terbilang sangat banyak dihari itu.
Berbeda dengan dokter cantik yang sibuk menangani pasiennya yang sedang melakukan terapi dengannya. Pekerjaannya memang tidak menguras tenaga seperti dokter dokter pada umumnya.
Namun pekerjaannya itu banyak menguras waktu dan pikirannya. Seperti halnya pasien yang sedang ditanganinya saat ini adalah pasien dengan gangguan stres pascatrauma atau yang biasa disebut PTSD (post-traumatic stress disorder).
Seorang Pasien yang butuh penanganan khusus yang dikarenakan gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan. Pasiennya yang bernama Cinta mengalami trauma akibat kekerasan seksual yang dilakukan Ayah tirinya sendiri. Seorang gadis yang masih berusia 15 Tahun.
"Cinta sayang ini Kak Uly, sekarang waktunya minum obat ya..." ucap dokter itu lembut.
Ya dokter cantik yang bernama Uly itu adalah Romauly. Dirinya lebih dikenal sebagai dokter Uly, karena semenjak menangani Cinta Roma tidak lagi dipanggil sebagai dokter Roma karena Cinta trauma setiap mendengar nama laki-laki. Bahkan tak ada satupun laki-laki yang bisa mendekatinya. Itu akan membuatnya histeris. Sejak saat itu Roma dikenal sebagai dokter Uly.
Cinta mengalihkan pandangannya kepada Roma dan menerima obat dari Roma. Sudah hampir enam bulan Cinta dirawat dirumah sakit itu namun belum menunjukkan kemajuan. Ibunya sudah tidak peduli lagi padanya, namun Roma tetap ingin merawatnya dan merelakan sebagian gajinya dipotong untuk biaya pengobatannya.
"Kak Uly mau keluar, anak teman Kak Uly aqiqah hari ini. Cinta mau dibawain apa?" tanya Roma yang sudah menganggap Cinta sebagai adiknya.
Namun Cinta hanya menggelengkan kepalanya. Cinta masih sulit untuk bicara kepada orang lain bahkan kepada Roma pun ia masih enggan untuk bicara.
"Kalau begitu nanti Kakak bawain pizza aja ya. Nanti pizzanya kakak titip sama suster Panda."
Suster Panda bukanlah nama sebenarnya, karena Cinta menyukai boneka panda makanya dengan sengaja suster Dewi membiarkan dirinya dipanggil sebagai suster Panda hanya khusus didepan Cinta.
Romauly menitipkan Cinta pada Dewi karena ia akan pergi mengunjungi rumah sahabatnya itu. Sesibuk apapun dirinya Roma pasti akan menyempatkan waktunya untuk datang menemui sahabatnya itu. Bahkan saat Zia melahirkan Roma ikut menemaninya. Roma tidak canggung lagi saat berada ditengah-tengah keluarga Zia hanya saja bila tak sengaja bertemu dengan Indah ataupun Prayoga ia masih sering salah tingkah.
"Dokter Uly kenapa?" tanya Rendi yang melihat Roma seperti kebingungan.
"Ini ban mobil aku kempes. Padahal aku lagi buru-buru banget." Roma meletakkan tangannya keningnya dan tangan yang satu lagi di pinggangnya.
"Kalau kamu mau yuk aku anter, sekalian aku juga mau pulang."
"Ga ngerepotin nih?" tanya Roma basa basi.
"Apa sih yang enggak buat dokter cantik ini." ucap Rendi lalu membuka pintu mobil untuk Romauly.
Romauly menyebutkan alamat tujuan mereka. Lalu melajukan dengan kecepatan penuh seperti permintaan Roma. Dan akhirnya mereka sampai dikediaman Rara setelah 40 menit syukurnya jalanan kota saat itu tidak macet.
"Ren, turun dulu yuk..." ajak Roma, dirinya merasa tak enak datang sendirian.
"Emang boleh?"
"Ya bolehlah. Aku anggap kamu pasangan aku satu hari ini."
"Idih ternyata asas manfaat."
"Hehe... Aku ga enak masuk sendirian soalnya acaranya udah mulai tuh."
"Boleh aja, tapi lain kali kalau aku butuh pasangan kamu juga harus bantuin aku ya."
"Oke..."
Negosiasi selesai dan mereka pun masuk kedalam rumah yang sudah disulap menjadi outdoor party.
Tunjukkan kehadiranmu ya dengan cara Like Coment dan Vote 🤗
Romauly sangat kagum dengan keindahan dekorasi halaman rumah yang sudah berubah menjadi taman sangat indah. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sahabatnya itu.
"Roma..." Teriak Zia membuat Roma memalingkan pandangannya mencari sumber suara yang memanggilnya.
"Kok Roma?" Tanya Rendi heran.
"Itu panggilan sayang teman-temanku padaku." sambil melambaikan tangannya pada Zia.
"Oo.."
"Zia... Apa kabar? Lama banget ya ga ketemu." Roma mendekati Zia dan memeluk sahabatnya.
"Kamu tuh yang super sibuk sekarang." Pandangan Zia beralih kepada pria yang berdiri disamping Roma. "Siapa? Cowok kamu?" Zia penasaran langsung to the poin.
"Teman sejawat di Rumah Sakit, Ren kenalin ini dokter Zia teman aku kuliah di London. Bisa dibilang dia juga donatur di hidupku." Roma mengingat Zia yang suka mentraktirnya saat masih kuliah dulu.
Zia tersenyum menanggapi ucapan sahabatnya "Apaan sih, donatur dari Hongkong."
"Kok dari Hongkong? Dari Indonesia dong Zi... Hehe."
"Rendi..." ucap Rendi lalu mengulurkan tangannya berkenalan dengan Zia.
"Zia, dan bukan dokter loh karena semenjak lulus belum pernah bekerja sebagai dokter."
"Tetep aja dokter dodol." ucap Roma.
"Lah si batak udah berani ngatain gue. Mentang-mentang udah jadi dokter sukses lo ya, ga butuh suplai dana dari gue lagi."
"Haha... Sorry. Sorry aku lupa kalau kamu emak aku selama di London."
"Dasar anak duralex lo."
Mereka pun tertawa bersama.
"Liayu apa kabar ya Rom?" tanya Zia saat mereka sudah duduk di dalam rumah.
"Entahlah udah lama ga dengar kabarnya. Mungkin dia juga udah jadi dokter sukses di sulawesi sana."
"Iya juga ya..."
Roma mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang dirindukannya.
"Oya Chessy mana? Kok Aku ga lihat dia?"
"Cari Chessy atau yang lain?" Goda Zia "Kalau Chessy tadi lagi main sama Mami. Kalau yang lain gue ga tahu."
"Apaan sih Zia." Wajah Roma memerah.
"Apa sih yang mereka omongin? Gini nih nasib jadi kacung ya dikacangin" Batin Rendi.
"Mita..." Panggil Roma yang melihat Mita sedang menikmati hidangan makanan yang ada dihadapannya.
"Roma... Lo dateng juga." ucap Mita lalu tak lupa cipika cipiki. "Siapa? Cowok atau suami?" tanya Mita yang melihat Rendi duduk disebelahnya.
"Kenalin ini Rendi, Ren ini Mita sama teman aku dan Zia." ucap Roma.
"Rendi..."
"Mita... Oya sekalian kenalin ini calon imam gue Robby."
"Ciee... Calon imam. Tadi aja malu pas gue tanyain kapan di halalin." Goda Zia.
"Kapan? Kok gue ga inget ya?" Mita pura-pura lupa. Dan akhirnya mereka kembali tertawa.
Robby memilih ngobrol bersama Rendi yang sudah bergabung dengan Candra dan Zio dari pada mendengar obrolan absurd dari wanita-wanitanya.
"Seneng ya liat kalian udah pada ada buntutnya." Roma terlihat iri melihat Zia dan Rara.
"Makanya nikah, jangan pacaran mulu." ucap Rara.
"Belum ada yang lamar Ra."
"Tuh, bukannya cowok kamu?" Tanya Rara penasaran karena belum sempat berkenalan dengan Rendi.
"Namanya Rendi dia dokter bedah di Rumah Sakit tempat aku bekerja."
"Oo... Terus tunggu apalagi? Kayaknya tuh cowok suka deh sama lo."
"Iya tuh Rom, ga usah ditungguin yang ga pasti." Kali ini Mita ikut mengompori.
Sementara disisi lain ada sepasang mata dan telinga yang mendengar obrolan mereka mulai merasa terganggu.
"Ee ada nak Roma, apa kabar sayang?" tanya Indah begitu melihat Roma yang turut hadir disana.
Ya Indah merasa tidak senang mendengar ucapan teman-teman Zia yang menyemangati Roma untuk dekat dengan Rendi.
"Iya Tante apa kabar?" Roma membalas pelukan Indah.
"Panggil Mami aja ya." Roma tampak malu. "Mami sehat, kalau Roma sendiri gimana kabarnya?"
"Roma sehat Tante." Roma mendapat tatapan sedih dari Indah. "Eeh...maksudnya Mami."
...***...
Sementara sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Zio, dan tak lama keluarlah seorang pria tampan dengan gagah memakai setelan jas berwarna navy dengan sepatu pantofel yang sangat mengkilap hingga lalat pun terpleset kalau hinggap disana. Hehe.
Sosok pria yang begitu Roma nantikan setelah hampir 15 bulan lamanya ia tidak pernah melihat bayangan apalagi bertemu dengannya.
"Ciee... Yang dirindukan akhirnya datang." Zia menyenggol bahu sahabatnya itu.
Zia merasa heran biasanya Roma akan berlari mengejar Tommy tapi kali ini berbeda. Roma hanya diam saja ditempat duduknya. Ia seperti cuek dan tak ingin bertemu dengan Tommy.
"Masih sama seperti dulu tampan dan dingin. Merindukanmu itu seperti hujan yang datang tiba-tiba dan bertahan lama. Seperti saat ini kau hadir dalam pandangan mataku. Dan bahkan setelah hujan reda, rinduku masih terasa. Aku selalu berharap untuk dapat hadir di setiap mimpi indahmu. Kemudian, aku akan mengatakan bahwa aku akan selalu menunggumu. Dan jika Abang suruh aku melupakanmu, maka aku akan ke kelurahan dulu. Minta surat keterangan tidak mampu. Kenapa kau baru muncul Bang setelah sekian purnama kulewati tanpamu. Hiks... Hiks... Lebay banget ya aku sekarang." Batin Romauly.
Handphone Roma berdering membuyarkan semua lamunan indahnya. Dilihatnya panggilan dari rumah sakit. Roma mengangkat teleponnya sedikit menjauh dari teman-temannya.
Roma tampak gusar ia berjalan mendatangi Rendi.
"Ren, antarin aku kembali kerumah sakit."
"Ada apa Ly?" tanya Rendi yang bingung melihat Roma sangat gugup.
"Plis... Anterin aku Now." ucapnya setengah berteriak.
"Oke. Oke. Tapi kamu baik-baik aja kan, wajahmu pucat loh?" ucap Rendi sambil menyentuh kening Roma.
"Yes, I'm Okay."
Zia dan temannya yang lain juga tampak bingung melihat Roma yang tiba-tiba merasa takut dan gugup.
"Rom... Kamu kenapa?" tanya Zia?
"Aku ga apa-apa. Maaf ga bisa ikuti acaranya sampe selesai. Aku harus balik. Maaf ya. Salam buat yang lain. Bilang sama Bunda dan Mami aku pamit dulu ya."
Roma sedikit berlari meninggalkan Rumah Zia menuju tempat mobil Rendi terparkir.
...***...
Tommy hanya dapat melihat kepergian Roma tanpa menyapanya terlebih dulu. Ada perasaan kesal saat melihat Roma berjalan bersama pria lain apalagi dilihatnya saat Rendi menyentuh kening Roma. Namun pandangan teralihkan saat melihat Zia datang bersama dengan Chessy.
"Hallo Inces Om Tommy, apa kabar?"
"Eci aik Om..." ucap Chessy dengan lafalan yang belum jelas.
"Inces Om makin tantik aja nih, maemnya apa sih?" Chessy sudah berada dipangkuan Tommy.
"Eci tuma pake edak baby Om, teyus maemna kiepci."
"Hahha... dia ngomong apa sih Zi?"
"Chessy bilang dia cantik cuma pake bedak baby aja, terus makannya KFC." Jelas Zia.
"Iiih lucu banget sih."
"Jan toel-toel Om ntar idung Eci ecek."
"Haha... Emang udah dasarnya pesek juga."
Tommy tampak senang bersama dengan Chessy. Tak henti-hentinya ia mengelitik perut Chessy dan mencium pipinya yang bak roti bakpao itu.
"Kak, apa kabar?" tanya Zia melepaskan kecanggungan diantara mereka.
"Seperti yang kamu lihat."
"Kalau di lihat dari luarnya sih sehat. Tapi ga tahu tuh dalemnya gimana?" sindirnya.
"Maksud kamu apa?" Tommy melihat sekilas pada Zia lalu kembali perhatiannya pada Chessy.
"Ya, Kakak ngertilah apa maksudku."
"Beneran, kakak ga ngerti apa yang kamu maksud." Tommy menatap Zia karena dirinya benar-benar tidak mengerti apa yang sedang Zia dibicarakan.
"Kak... Tadi Roma disini. Kakak lihat ga?" tanya Zia sengaja ingin mengalihkan perhatian Tommy dari Chessy.
Tommy tidak langsung menjawab pertanyaan Zia. Ia menarik nafasnya dengan berat dan menghembuskannya dengan kasar.
"Biar dia mencari kebahagiaannya dek." ucap Tommy lalu pergi meninggalkan Zia dan Chessy berjalan mendekati Zio dan Tirta.
"Tapi kebahagiaannya itu bersamamu kak..." Batin Zia.
Ku Rindu kehadiranmu My Receh 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!