Happy reading yaa 🤓
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Namaku Kadek Ayu Maheswari.
Setiap harinya aku dipanggil Ayu. Aku lahir dan besar di sebuah kota yang terletak di pulau Bali yang terkenal dengan keindahan alamnya yang eksotis.
Sesuai dengan nama Kadek yang ku sandang, sudah bisa dipastikan aku adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Putu adalah sebutan untuk anak pertama dan komang adalah yang ketiga.
Kebetulan ayahku tidak memiliki putra. Semua anaknya perempuan. Untuk beberapa keluarga di daerah tempat tinggalku, kehadiran anak laki laki sangatlah diharapkan untuk meneruskan tanggung jawab yang diturunkan secara turun temurun sesuai kepercayaan kami.
Setiap harinya aku membantu ibuku di rumah makan kecil milik keluarga kami. Meski kecil namun hasil rumah makan kami cukup untuk memenuhi kebutuhan kami.
Kakakku telah menikah dan tinggal bersama suaminya dirumah mertuanya. Jadi tinggal ada aku dan adikku yang masih duduk di bangku sekolah.
Pagi ini, seperti biasa aku sudah sibuk membantu ibu melayani para pembeli.
"Hai Ayu. Pesan nasi seperti biasa ya." Dirga mengedipkan matanya.
Aku yang memang sering melayaninya sudah tau dan hafal menu apa saja yang jadi kesukaannya. Segera saja ku ambilkan dan ku bawa menuju meja tempatnya duduk.
"Selamat menikmati Dirga." Ucapku.
"Terima kasih Ayu." Ucapnya.
Aku tersenyum kemudian meninggalkannya. Aku memandangnya yang tampak lahap makan. Hampir tiap hari dia makan di rumah makan kami.
Usai menyantap habis makanannya Dirga menghampiriku. Dia membayar sejumlah angka harga makanan di rumah makan kami.
"Kamu belum memberiku jawaban atas permintaanku seminggu yang lalu Yu. Aku ingin kamu tau, aku masih menunggu jawaban darimu." Ujarnya.
Aku hanya diam karena aku memang belum punya jawaban untuknya.
"Pagi bu." Dia menyapa ibuku yang berpapasan dengannya di pintu.
"Eh Dirga,mau kemana kok buru buru sekali?" Tanya ibu.
"Dirga harus kerja pagi ini bu. Dirga permisi dulu ya bu. " Ucapnya sopan.
"Hati hati nak." Pesan ibu.
Ibu memandangi kepergiannya. Ibu menghela napasnya.
"Ibu tidak tau apa lagi yang kau pikirkan Yu! Dirga itu baik dan perhatian sekali padamu. Bukankah kalian juga sudah lama berpacaran. Kenapa kamu masih saja ragu menerima lamarannya?" Tanya ibu sedikit kesal.
"Entahlah bu. Ayu hanya belum siap saja untuk menikah. Ayu masih ingin bantu ibu." Ucapku.
"Ibu tau nak. Tapi coba kamu ingat usiamu nak. Tidak baik jika perempuan terlalu tua menikah. Takut susah dan banyak masalah kalau hamil nak." Tukas ibu.
Aku menghela napas. Hampir tiap hari ibu mengingatkanku akan hal itu.
"Memangnya kenapa bu kalau aku tidak ingin menikah dulu? Aku masih ingin tinggal bersama kalian disini." Batinku
Menikah adalah satu kata yang paling ku takuti. Entah kenapa membayangkan kata itu saja aku ngeri. Mungkin aku terlalu sering mendengar cerita teman temanku yang sudah menikah.
Tinggal bersama mertua. Punya anak. Di selingkuhi. Di poligami. Di cerai.
Aku tau tak semua mengalami hal seperti itu tapi tetap saja aku merasa belum siap.
Putu Dirgantara. Anak tunggal dari keluarga tuan Wicaksana. Aku mengenalnya sudah lama sejak kami sering bertemu di rumah makan ini.
Dirga pria yang baik. Meski terpaut usia tiga tahun dibawahku dia membuktikan usia tak menjamin seberapa dewasa cara seseorang berpikir.
Hampir lima tahun menjalin kasih dengannya membuatku tau banyak sifatnya. Meski dia seorang anak tunggal tak lantas membuat dirinya manja. Dia terbiasa mengerjakan semuanya sendiri.
Dirga memiliki paras yang cukup rupawan. Sebenarnya banyak gadis yang menyukainya tapi aku tak tau apa yang membuatnya malah memilihku. Aku hanya gadis biasa. Wajahku tak seayu namaku.
Dirga selalu meyakinkanku bahwa dia memilihku bukan karena kecantikan semata namun karena kebaikan hatiku. Aku tau Dirga hanya membesarkan hatiku karena ibunya. Tante Widya, tampak sekali tak menyukaiku sejak awal.
Tante Widya tak pernah menampakkan rasa tidak sukanya saat Dirga bersamaku. Dia menunggu saat Dirga sedang tidak ada do dekatku. Saat itulah dia akan melontarkan kata kata yang cukup membuat hatiku ingin menyerah pada hubungan kami.
"Sadar dirilah sedikit! Kamu punya modal apa memangnya? Gak malu apa? Calon yang ku pilih untuk Dirga jauh lebih segalanya darimu!"
Itu sepenggal kalimat yang pernah diucapkan tante Widya padaku saat pertama kali Dirga membawaku pulang kerumahnya untuk memperkenalkan aku pada orang tuanya.
Aku tak pernah mengatakan pada Dirga bahwa ibunya pernah berkata seperti itu. Aku pun tak pernah sekali pun membuka mulutku di depan ibuku.
Ku simpan baik baik perkataan tante Widya dalam hatiku sendiri. Lagipula dengan sikap manisnya padaku saat di depan putranya aku yakin Dirga tak akan percaya jika aku mengatakannya.
"Yu, aku ingin kita melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kita kan juga sudah lama ada hubungan. Aku ingin kamu menerimaku dan menjadikan aku suamimu." Dirga dengan suara yang terdengar pasti mengatakan hal itu padaku.
Dirga melamarku.
"Aku," Aku tak melanjutkan perkataanku.
"Kenapa Yu? Apa masih belum cukup aku meyakinkanmu selama lima tahun ini? Apa ada sikapku yang pernah melukai hatimu sehingga kamu begitu sulit menerima lamaranku?" Tanya Dirga.
"Tidak Dirga,selama ini kau sudah membuktikan betapa cintamu padaku sangat besar. Kau juga sama sekali tak pernah menyakitiku." Aku kembali terdiam.
"Lalu apa Yu?" Desaknya.
"Aku, aku, aku hanya belum ingin meninggalkan rumah ibu." Jawabku berbohong.
Adat setempat yang menuntut agar setiap gadis yang telah menikah harus tinggal bersama keluarga suaminya membuatku bertambah ngeri untuk menerima lamaran Dirga mengingat betapa ibunya tak menyukaiku.
Oleh karena itu,
Aku memakai alasan ibuku karena aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya padanya. Aku tak tau harus dari mana menyampaikan padanya bahwa ibunya tak pernah menyukaiku.
"Maafkan aku Dirga. Aku terpaksa berbohong." Batinku.
Dirga terlihat kecewa dengan jawabanku namun dia bisa segera menguasai dirinya kembali.
"Sebenarnya tidak masalah bagiku jika kamu ingin sering sering mengunjungi ibumu setelah kita menikah. Aku bahkan tidak keberatan jika kamu ingin menginap beberapa malam dirumah ibumu. Aku tidak terlalu mengikuti adat Yu." Ucapnya.
"Lagipula, bagiku menikah itu artinya menambah keluarga. Bukan memisahkan keluarga." Lanjutnya.
Aahhh Dirga,
Kau mungkin bisa berpikir seperti itu,tapi ibumu?
Aku yakin jika aku sampai menerima lamaranmu dan kamu benar benar mengijinkanku sering mengunjungi ibuku, tante Widya akan semakin membenciku.
Aku bisa pastikan tiap hari saat kau tak ada dia akan terus menekanku dengan kata kata pedasnya.
Dirga,
Rasanya aku belum siap menjalani kehidupan seperti itu.
Aku tenggelam dalam bayangan ketakutanku sendiri hingga aku tak menyadari Dirga beberapa kali memanggilku. Aku baru tersadar saat dia mengguncang bahuku.
"Yu, Ayu, kamu tidak apa apa?" Tanyanya.
Aku yang terkejut berusaha mengembalikan seluruh kesadaranku dan menggeleng perlahan.
"Beri aku waktu untuk berpikir Dirga. Menikah itu tidak hanya urusan hati kita berdua. Aku harus minta pendapat keluargaku juga terlebih dahulu." Ucapku
"Lagipula aku yakin kamu juga belum bicara pada orang tuamu kan dengan rencanamu ini?" Tanyaku.
Dirga menggeleng.
"Aku memang belum mengatakannya pada mereka,, tapi kamu tenang saja. Aku akan segera bicara pada ayah dan ibu. Aku yakin mereka sangat setuju." Dirga bersemangat.
Aku tersenyum kecut dalam hati.
"Semoga saja Dirga." Tukasku.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Jangan lupa vote, like dan komen yaaa
Terima kasih 💞
Happy reading ya 🤓
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Mama tidak setuju!!!" Suara tante Widya terdengar di ruang keluarga rumah Tuan Wicaksana.
Dirga yang tak menyangka ibunya akan menolak rencananya melamarku langsung terkejut.
"Maksud mama apa sih ma? Mama kan tau selama lima tahun terakhir ini Dirga sudah berpacaran dengan Ayu. Mama tidak pernah protes apa apa selama ini. Kenapa sekarang mama tiba tiba tidak setuju?" Protesnya
"Pokoknya mama gak setuju kalau kamu menikahi Ayu! Mama gak mau punya menantu dari keluarga yang bukan keluarga kaya seperti itu." Ujarnya.
Tante Widya berjalan menghampiri Dirga yang masih duduk di sofa dengan pandangan tidak terima. Tante Widya memegang kedua bahunya.
"Lagipula Dirga, Vhena sebentar lagi kan balik dari LA. Kamu bisa melanjutkan hubungan kalian dulu. Keluarga Vhena pasti senang sekali." Lanjutnya mencoba merayu Dirga.
"Ma, mama tau kan Dirga sudah lama melupakan Vhe. Dirga maunya Ayu yang jadi istri Dirga." Dirga menepiskan tangan tante Widya.
Tante Widya menghela napasnya kasar.
"Sudah ya Dirga, mama gak mau bahas ini lagi. Pokoknya mama gak setuju kamu menikahi Ayu. Selama ini mama tidak pernah protes karena mama pikir kamu tidak serius. Mama pikir kamu hanya menjadikan dia pelarian saja karena Vhe dulu meningalkanmu." Tukas tante Widya.
"Mama heran. Apa sih yang membuatmu tergila gila pada gadis kampungan itu. Sudah usianya lebih tua darimu. Keluarganya tidak kaya. Wajahnya juga biasa saja. Jauh sekali jika dibandingkan dengan Vhe." Wajah tante Widya langsung berseri saat menyebut nama Vhena.
"Sudahlah ma, kalau memang Dirga maunya sama Ayu ya biarkan saja lah." Tuan Wicaksana yang sedari tadi diam angkat bicara.
"Tidak bisa papa. Mama maunya cuma Vhe yang jadi istri Dirga! Titik." Ketus tante Widya.
Dirga yang kecewa karena keinginannya tak terpenuhi langsung berdiri dan meninggalkan ruangan itu. Dirga tak mempedulikan tante Widya yang memanggil manggil namanya. Dia langsung memacu mobilnya pergi dari rumah itu.
"Ini semua gara gara papa yang selalu membelanya." Tante Widya mengomel.
"Ma, Dirga itu anak kita satu satunya. Apa mama sama sekali tidak bisa mengalah untuknya?" Sahut tuan Wicaksana.
Tante Widya tak menjawab dan langsung berjalan menuju kamarnya. Dibantingnya pintu kamar dengan keras saat menutupnya. Tuan Wicaksana hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya.
\=\=\=\=\=\=\=\=
VHENA APRILIA.
Gadis cantik pilihan tante Widya. Teman masa kecil Dirga. Mereka tumbuh bersama dan sering bertemu saat tante Widya menghadiri arisan yang melibatkan ibunya Vhena juga.
Dirga sudah lama jatuh hati padanya dan telah mengungkapkan isi hatinya pada Vhena sejak mereka masih duduk dibangku SMP. Namun saat mereka lulus SMA Vhena memutuskan untuk kuliah di luar negeri.
"Jadi kamu meninggalkanku? Kamu lebih memilih pendidikanmu?" Tanya Dirga pada Vhena.
"Lalu hubungan kita?" Lanjutnya.
Vhena mengangkat pundaknya.
"Kamu bisa cari gadis lain Dirga. Gadis di dunia ini bukan aku saja kan?" Jawabnya tanpa memikirkan perasaan Dirga sama sekali.
"Aku baru sadar bahwa kamu memang tidak pernah serius dengan hubungan kita Vhe." Ucap Dirga.
"Aduh Dirga, kamu ini kenapa sih? Bukannya kamu itu tau bahwa selama ini aku juga bukan hanya berpacaran denganmu. Kamunya saja yang selalu menganggap bahwa aku memang serius kepadamu." Tukas Vhena tak merasa bersalah.
Dirga geleng kepala dengan sikap Vhena.
"Baiklah kalau memang begitu maumu, silahkan pergi, gapai cita citamu, dan hubungan kita cukup sampai disini saja." Ucap Dirga.
"Kita putus." Lanjutnya.
"Gak usah lebay gitu deh Dirga! Hubungan yang kamu pikir nyata selama ini, tidak lebih hanya sebatas pemanis dan pelengkap permainan cintaku saja." Tukas Vhena.
"Aku tidak pernah anggap kita ini pacaran, jadi gak usah sok kepedean mutusin aku!" Sungut Vhena.
"Kamu keterlaluan Vhe. Aku bersyukur pada tuhan karena tuhan membebaskanku dari wanita sepertimu." Ucap Dirga yang langsung meninggalkan Vhena yang hanya tersenyum sinis padanya.
"Kamu memang tampan Dirga tapi sayangnya kamu terlalu jaim dan sok menjaga kesucianku yang sebenarnya sudah ku berikan pada pacar pacarku. Kamu satu satunya yang tak pernah mau menyentuhku." Batin Vhena.
Sejak itu Dirga berusaha keras menghapus nama Vhena dari hatinya. Sakit hati yang ditorehkan Vhena mampu menghapus cintanya untuk gadis itu.
Orang tua mereka yang kebetulan berteman dekat tidak pernah tau apa alasan dibalik kandasnya hubungan anaknya. Setau mereka anak anaknya memutuskan mengakhiri hubungannya karena Vhena memutuskan kuliah di luar negeri.
Itu saja.
Mereka pikir keduanya hanya butuh waktu untuk saling fokus pada pendidikan dulu. Jika tiba saatnya nanti Vhena kembali dari luar negeri, mereka berharap hubungan itu bisa kembali dilanjutkan.
"Ada apa Dirga?" Tanyaku saat Dirga menemuiku di rumah makan.
Saat ini sedang sepi pembeli jadi aku bisa duduk lama dan berbincang dengannya.
Dirga menggeleng pelan.
"Jangan bohong. Aku tau kamu sedang ada masalah dan sedang berusaha menyembunyikannya dariku." Ucapku.
Dirga menatap mataku tajam.
"Kamu cinta gak sih sama aku Yu?" Tanyanya.
Aku terhenyak mendengar pertanyaannya itu. Bagaimana mungkin aku tidak mencintainya? Lima tahun sudah ku tambatkan hatiku padanya namun hari ini dia mempertanyakan hatiku.
"Jawab Yu!" Titahnya.
Aku tergagap dan tersadar dari lamunanku.
"Tentu saja Dirga. Setelah lima tahun hubungan kita kenapa baru sekarang kamu mempertanyakannya? Apa karena aku belum juga memberimu jawaban atas lamaranmu tempo hari?" Selidikku.
Dirga terdiam sesaat. Dia sama sekali tak menjawab. Kepalanya ditundukkannya di meja. Aku heran dengan sikapnya hari ini.
"Kita kawin lari saja ya."
Aku terkejut mendengar dia mengatakan hal itu.
"Dirga apa maksudmu? Menikah benar benar saja aku masih belum berani memberimu kepastian malah sekarang kamu mengajakku kawin lari. Kamu ini apa apaan sih?" Aku merasa dikerjai olehnya.
"Aku serius Yu. Kita kawin lari saja!" Ucapnya sekali lagi.
Kali ini dia benar benar kelihatan sedang serius. Aku menatap dirinya yang sangat mengharapkan kesediaanku.
"Ada apa sebenarnya Dirga? Katakan saja yang sejujurnya" Pintaku.
Aku yakin Dirga menyembunyikan sesuatu dariku. Walau usianya lebih muda dariku tapi dia bukan tipe pria yang dengan ceroboh mengambil keputusan.
Hari ini dia memilih mengajakku kawin lari. Itu sama sekali bukan pemikiran yang baik tentunya untuk kami. Jadi aku yakin dia sedang mengalami tekanan.
"Ini soal mama Yu." Dirga menghentikan bicaranya.
"Mama," Sebelum dia lanjutkan bicaranya aku langsung memotongnya.
"Aku tau." Jawabku singkat.
Dirga memandangku heran.
"Itulah alasan sebenarnya kenapa aku tak langsung mengiyakan lamaranmu Dirga. Karena aku tau tante Widya tak menyukaiku. Dia sudah sering mengatakannya padaku sejak dulu." Lirihku.
"Kenapa kamu gak pernah cerita padaku Yu?" Suara Dirga terdengar sendu.
"Aku takut kamu tidak akan percaya padaku jika aku mengatakannya." Lirihku sembari menundukkan kepalaku.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Jangan lupa vote, like dan komen yaa
Terima kasih 💞
Happy reading ya 🤓
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Setelah membiarkan Dirga tenang sejenak aku berhasil membujuknya dan meyakinkannya bahwa pilihannya untuk mengajakku kawin lari bukanlah hal yang benar.
" Kita sama sama berusaha mengambil hati mama ya Yu. Kamu mau kan berjuang bersamaku?" tanyanya.
"Iya Ga, aku mau." Sahutku.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Empat bulan kemudian,
"Hai Vhe, kapan kamu datang sayang?" Tante Widya yang membuka pintu saat mendengar seseorang membunyikan bel langsung memeluk tamunya itu.
Vhena berusaha melepaskan pelukan tante Widya yang dirasanya terlalu berlebihan.
"Tante, Vhe kesini cuma mampir dan mau mengantarkan ini." Ujar Vhena yang memberikan sepucuk undangan.
"Wah, siapa yang menikah sayang?" Tanya tante Widya sembari menerima undangan itu.
Vhena tak menjawab dan membiarkan tante Widya membacanya sendiri.
"Vhe? Ini beneran? Kamu mau menikah sama orang lain?" Tanya Tante Widya.
Dia merasa kaget saat membaca nama Vhena tertulis disitu sebagai nama pengantin perempuan.
"Iya tante. Vhe akan menikah dengan Sandy, kekasih Vhe selama di luar negeri." Ucap Vhena bangga.
Vhena tak berpikir bahwa ucapannya itu makin membuat tante Widya heran akan cerita hubungannya dengan Dirga.
"Tunggu Vhe, tante gak ngerti. Kamu menikah dengan kekasihmu? Bukankah selama ini kamu dan Dirga,"
"Tidak tante! Dirga sama Vhe cuma sebatas teman. Tidak lebih." Vhena memotong kalimat tante Widya.
Tante Widya yang masih berdiri kebingungan itu tak menjawab lagi saat Vhena pamit. Otaknya masih terus berusaha mencerna perkataan Vhena tadi.
"Cuma sebatas teman?" Tante Widya mengulang ulang kalimat tersebut.
Dirga yang baru datang menepuk bahu tante Widya yang berdiri termenung di depan pintu. Dia heran melihat mamanya seperti itu.
"Mama sedang apa berdiri disini? Apa itu ma?" Tanya Dirga yang melihat sesuatu dipegang tante Widya.
Langsung diambilnya saja dari tangan Widya dan membacanya.
"Hmm akhirnya dia menikah juga. Setidaknya aku aman sekarang." Lirihnya.
"Aman bagaimana maksudmu? Jelaskan sama mama kenapa bisa Vhe menikah dengan orang lain dan bukan denganmu? Vhe itu pacarmu kan?" Tante Widya berapi api.
"Ma, Dirga kan sudah pernah bilang bahwa Dirga sama Vhe itu sudah tidak ada hubungan lagi. Dan hubungan itu tidak perlu lagi dilanjutkan." ucap Dirga mengingatkan.
"Mama masih gak mengerti Ga. Mama kira kalian hanya sedang saling menunggu waktu saja." Ucap tante Widya.
"Kalau Dirga memang masih menunggunya, Dirga tidak akan memacari Ayu ma." Kata Dirga.
Tante Widya menatap putranya itu baik baik.
"Apa kamu sedang ingin mengatakan pada mama bahwa kamu selama ini memang sangat mencintai Ayu?" Tanyanya.
"Dirga juga sudah pernah mengatakan hal itu berulang kali pada mama tapi mama tidak pernah menganggap Dirga serius. Sekali lagi Dirga katakan pada mama bahwa Dirga hanya mencintai Ayu. Dirga hanya ingin Ayu yang jadi pendamping Dirga." Dirga kembali menegaskan keinginannya.
Tante Widya diam. Dia sedang berpikir mungkin putranya memang sedang tidak bercanda. Bahkan setelah empat bulan dirinya menyatakan ketidaksetujuaannya pada rencana putranya melamarku, Dirga masih tetap mengatakan hal yang sama.
Tetap mengatakan bahwa dia mencintaiku seorang.
"Apa mama tidak ingin segera punya cucu?" Tanya Dirga.
"Pertanyaan macam apa itu! Tentu saja mama sangat menginginkannya. Apalagi kamu ini anak tunggal mama. Kita membutuhkan penerus untuk tanggung jawab meneruskan tradisi leluhur kita." Kata tante Widya.
"Kalau begitu ijinkan Dirga menikahi Ayu ma. Karena kalau mama terus tidak mengijinkan maka Dirga tidak akan pernah menikah lagi." Ancam Dirga.
Dirga langsung masuk meninggalkan tante Widya yang masih memikirkan kata katanya itu.
Berat baginya untuk begitu saja menyetujui pernikahan kami namun dia juga memikirkan bagaimana jika nantinya Dirga benar benar tak mau menikah dengan gadis mana pun.
Itu akan menjadi bencana besar bagi dirinya.
Tante Widya menutup wajahnya sendiri membayangkan hal buruk itu. Tuan Wicaksana yang melihat tingkahnya itu merasa heran.
"Mama lagi apa?" Tanyanya.
"Papa sini deh. Lihat ini." Tante Widya mengulurkan undangan pernikahan Vhena.
Tuan Wicaksana membacanya. Wajahnya tampak sumringah. Sejurus kemudian dia kembalikan pada istrinya.
"Baguslah kalau Vhe sudah menemukan jodohnya ma. Kita tinggal mendoakan saja semoga pernikahannya langgeng." Tuan Wicaksana menjawab santai.
"Papa! Bukan itu masalah yang ingin mama bahas." Tante Widya bersungut sungut.
"Lalu apa?" Tanya tuan Wicaksana tak mengerti.
"Dirga mengancam mama kalau mama masih tidak mengijinkan dia menikahi Ayu maka dia tidak akan menikah dengan siapa pun pa, Vhe kan juga sudah menikah dengan yang lain." Ucap tante Widya.
"Nah kalau sampai Dirga gak mau menikah, Bagaimana kelanjutan keluarga kita papa?" Tante Widya mulai panik membayangkan jika hal itu sampai terjadi.
"Nah kalau masalah itu kan sebenarnya sudah ada jalan keluar asal mama mau mengalah. Kalau mama masih saja berkeras hati ya siap siap saja ketakutan mama itu terjadi." Tuan Wicaksana tetap dengan nada datarnya mengatakan itu.
"Idih papa, malah tambah nakut nakutin mama saja." Sungutnya.
"Sudahlah ma, mengalah saja. Demi keluarga kita juga. Bukan hanya Dirga. Kalau masalah kekayaan yang mama jadikan alasan, kekayaan kita sudah melimpah ruah ma. Kalau masalah wajah, mama bisa sering ajak Ayu nantinya ke salon langganan mama.Iya kan?" Tanya tuan Wicaksana.
"Semua itu jauh lebih tidak seram kan untuk dibayangkan? Daripada membayangkan Dirga selamanya menyendiri." Lanjutnya.
Dibiarkannya istrinya memikirkan baik baik semua perkataannya itu. Dia tau istrinya pasti memilih untuk mengalah. Istrinya itu hanya butuh waktu saja.
°\=\=\=\=\=\=\=\=°
"Dirga, mama sudah pikirkan semuanya. Baik dan buruknya. Oleh karena itu mama dengan berat hati terpaksa merestui pernikahan kalian." Kata tante Widya.
"Terpaksa ma?" Dirga mengulang kata itu.
"Mama bicara apa adanya Dirga. Saat ini memamg mama masih merasa terpaksa menerima Ayu. Bagaimana pun juga mama butuh waktu untuk lebih mengenalnya terlebih dulu. Nanti kan siapa tau setelah tau seperti apa sifatnya mama bisa berubah lagi." Tante Widya berusaha membela diri.
"Iya Dirga. Berilah mama waktu." Ujar tuan Wicaksana meyakinkan putranya.
Dirga tampak berpikir sejenak.
" Papa benar. Aku tidak boleh terlalu memaksa mama. Bagaimana pun juga mama sudah mau mengalah dan itu sudah jadi awal yang baik untukku dan Ayu." Pikir Dirga.
"Baiklah ma. Dirga ucapkan terima kasih banyak karena mama mau mengalah dan berusaha menerima Ayu." Ucap Dirga.
"Segera beritahu Ayu ya. Dia pasti bahagia mendengarnya." Kata tuan Wicaksana.
"Pasti pa." Dirga berbinar.
Dirga dan tuan Wicaksana tampak bahagia membayangkan akan ada anggota baru di keluarga mereka. Namun tante Widya belum merasakan kebahagiaan itu.
"Awas saja kalau Ayu sampai sekaliii saja mengecewakanku. Awas saja sampai dia tidak bisa memberikan kami cucu. Aku pastikan Dirga akan meninggalkannya." Batin tante Widya.
\=\=\=\=\=\=\=\=
Jangan lupa vote, like dan komen ya
Terima kasih 💞
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!