Suamiku Brondong (SB) adalah spin off dari Jodoh Istikharah (JI).
🌼 Spin off adalah: Salah satu tokoh (tapi bukan tokoh utama) di dalam novel yang memiliki keunikan dan dibuatkan cerita sendiri.
JI adalah cerita tentang Arini dan Leon. Buat mentemen yang belum membaca JI, silahkan baca dulu. Kepoin aja profil aku, nanti ketemu.
Tapi kalau mentemen nggak mau baca JI juga nggak apa-apa. Karena cerita ini berdiri sendiri, alias nggak ada sangkut pautnya dengan JI. Jadi kalau mentemen nggak ngikutin JI, boleh banget langsung baca ini aja.
Jangan lupa tambahkan cerita ini ke dalam favorit, ya. Biar nggak ketinggalan update-nya.
Semoga hari kalian menyenangkan
Luv Peje ❤️
Seorang laki-laki muda turun dari motor sambil melihat takjub ke kanan dan kiri. Pemandangan di tempat barunya ini sangat indah sekali, membuat matanya tak bosan memandang. Laki-laki tersebut bernama Abimanyu Ramadhan. Dia adalah seorang dokter muda yang ditugaskan di puskesmas Desa Sekar Taji.
Begitu sampai di tempat barunya, Abi bergegas masuk ke dalam rumah kontrakannya dan membereskan rumah tersebut.
Saat sedang menyapu di ruang depan, dirinya melihat seorang perempuan cantik sedang berjalan kaki sendirian. Saking terpesonanya, ia sampai bengong beberapa menit.
"Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?" Abi bermonolog sambil terus menatap perempuan itu. Ketika perempuan itu hilang dari pandangannya, Abi merasa kecewa.
"Yah ... hilang," gumamnya penuh kekecewaan.
"Dokter, tolong! Tolong anak saya sakit tidak mau makan." Seorang ibu berusia kepala lima lari tergopoh-gopoh mendekati rumah Abi sambil menangis tersedu-sedu. "Hiks ... Cantika."
Abi langsung menaruh sapunya dan menenangkan si ibu tersebut. "Ibu tenang, ya? Saya akan bantu Cantika." Abi langsung bergegas mengambil kotak obat dan peralatan medis. "Mari, Bu?" Abi mengajak si ibu untuk bergegas menemui Cantika.
Sepanjang jalan si ibu terus menangis. Bahkan bahunya sampai naik turun karena menangis.
Begitu sampai di rumahnya, si ibu langsung menarik Abi dan mengajaknya ke sebuah kamar. "Itu Cantika, Dok." Si ibu menunjuk seekor kucing kampung berwarna hitam.
Abi langsung lemas, ia hampir saja terduduk jika tidak ingat ini keadaan genting. Dia ingin sekali menolong, tapi dirinya bukan dokter hewan.
"Dokter, kok malah bengong. Ayo, tolong, Dok!" Si ibu menarik-narik tangan Abi sambil memohon.
"Ibu ... maaf, ya? Saya dokter manusia, bukan dokter hewan." Abi berbicara sangat hati-hati untuk memberikan pemahaman kepada sang ibu.
"Dokter tidak berguna! Sana pergi!" Tiba-tiba saja sang ibu mengamuk hebat. Dia sampai melempar semua barang yang ada di dekatnya. Rumah yang terbuat dari kayu itu mungkin bisa roboh kalau tak dikendalikan karena kekuatan si ibu begitu dahsyat.
"Ada apa ini?" Seorang perempuan berdiri di depan pintu sambil melihat pertengkaran itu. Dia bernama Caca Calina.
Begitu melihat perempuan yang telah membuatnya jatuh cinta, Abi jadi diam tak bergerak. Hingga kepalanya dipukul oleh sang ibu, barulah Abi tersadarkan.
Abi buru-buru keluar dari rumah ibu tersebut dan menghampiri Calina. Ia memperkenalkan diri di hadapan pujaan hatinya itu. "Abimanyu Ramadhan, panggil saja Abi. Saya dokter yang bertugas di puskesmas."
Calina menyambut uluran tangan Abi. "Caca Calina. Panggil saja Calina." Ekspresi Calina sangat datar, tidak ada manis-manisnya sama sekali. "Ada apa tadi? Kok ribut-ribut?" tanyanya.
"Si Ibu minta saya tolongin anaknya yang sakit. Tapi ternyata anaknya itu kucing. Saya nggak tau harus berbuat apa, la wong saya dokter manusia, bukan dokter hewan," tutur Abi. Dia menjelaskan perkara yang terjadi baru saja.
Brak!
Si ibu menutup pintu dengan keras, membuat Abi dan Calina berjingkat kaget.
Calina hanya mengangguk saja, kemudian dia pergi dari hadapan Abi. Dia kira ada kejadian apa ribut sekali, ternyata hanya salah paham saja.
"Hey, tunggu!" Abi meminta Calina untuk berhenti. Namun Calina tak menggubrisnya. Pujaan hati Abi itu tetap pergi. Tak memperdulikan perasaan Abi yang tak karuan ini.
Abi lalu berjalan pelan menuju rumahnya. Sesekali dia menendang kerikil jalanan yang ditemui. Selama dua puluh enam tahun hidup, dirinya sama sekali belum pernah pacaran. Juga belum pernah merasakan jatuh cinta seperti sekarang ini.
"Kayaknya aku familiar dengan wajah itu." Abi bermonolog sambil terus berjalan.
Dirinya memutuskan untuk berhenti sejenak di bawah pohon akasia dan membuka ponselnya.
"Ya ampun! Dia artis, ternyata. Pantes aja mukanya kayak familiar." Abi terus memandang foto Calina tanpa berkedip.
Aura mahal Calina mampu menyihir hati Abi. Tipe perempuan Abi memang yang dingin-dingin seperti itu.
Calina adalah artis dangdut yang beberapa tahun lalu sangat naik daun. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ia terlihat vakum. Calina tidak pernah muncul di layar kaca ataupun mengeluarkan lagu baru. Entahlah, Abi tidak terlalu update tentang Calina kala itu, karena dulu ia belum tertarik dengan sosok Calina.
Mulai sekarang barulah ia akan mencari tahu tentang Calina, karena ia baru tertarik sekarang.
"Ngapain atuh, Kang? Nyari jimat?" Seorang bapak-bapak yang sedang memanggul kayu bakar menegurnya.
"Bukan atuh, Pak. Saya teh lagi ngadem. Silir pisan di sini," ujar Abi sambil menirukan logat si bapak. Padahal Abi ini orang Jawa, bukan orang Sunda. Dia hanya modal percaya diri saja untuk menirukan aksen Sunda.
"Awas jangan lama-lama di situ. Di situ teh banyak ulat. Bisa-bisa akangnya bentol-bentol nanti."
Abi langsung berdiri dengan cepat. Sumpah demi apa dia tidak mau bentol-bentol.
"Mangga atuh, Kang. Saya duluan. Berat euih," ujar si bapak sambil meringis karena keberadaan.
"Iya, silahkan, Pak. Hati-hati," sahut Abi.
Begitu si bapak berlalu, dia pun langsung bergegas menuju rumahnya. Setelah sampai di rumah, Abi langsung mandi. Dia tidak mau gatal-gatal. Konyol sekali jika dia bentol-bentol, terutama di bagian wajah. Alamat tidak PD untuk bertemu dengan Calina.
Selesai mandi, Abi merasakan ada yang aneh di tengkuk dan lehernya. Dia merasakan gatal dan panas di sana.
"Ulat sialan!" Abi memekik di dalam kamarnya begitu menyadari dirinya telah terkena ulat.
Abi buru-buru memakai pakaiannya kemudian menuju puskesmas yang berada tepat di seberang rumahnya. Setelah sampai tujuan, Abi langsung mencari-cari obat alergi.
"Apa-apaan ini? Obatnya nggak lengkap gini." Abi terduduk lemas di sebuah kursi kayu.
Ponselnya yang ada di saku celana berdering. Setelah dilihat, itu adalah telepon dari sang ibu.
"Halo, Le. Gimana keadaan di sana? Kerasan?" Ibunya berbicara dari seberang sana ketika Abi telah mengangkat teleponnya.
"Kerasan, Bu. Ibu tau obat ulat, mboten? Maksud Abi, Abi kena ulat. Gatel panas."
"Biasanya Ibu kalau kena ulet ya pakai bensin saja, Le. Itu lho ... kamu ambil kain, terus dicelupkan ke dalam bensin, terus kain itu dipakai buat kompres."
"Cara itu ampun ya, Bu?" tanya Abi tak percaya. Ada-ada saja ibunya ini. Masa bensin bisa mengobati gatal-gatal akibat terkena bulu ulat?
"Yo ampuh. La wong ibu saja sering pakai cara itu, kok." Terdengar suara yakin dari ibunya di seberang sana.
"Ya sudah, Bu. Abi mau ngompres dulu. Ibu baik-baik di sana."
"Iyo, Le, Iyo. Semoga cepat sembuh anak lanang Ibu."
Abi langsung bergegas kembali ke rumahnya setelah telepon dengan sang ibu terputus. Dia lalu mengambil kain kemudian mencelupkannya ke dalam bensin yang ada di tangki motornya.
Setelah kain tersebut basah dengan bensin, ia langsung mengompres leher depan dan belakangnya. Leher Abi sudah mulai bengkak karena ulah ulat tersebut. Dirinya juga merasakan gatal dan panas bukan main. Jika tidak segera ditangani, takutnya akan menyebar sampai ke wajah.
Apalagi besok dia sudah mulai bertugas, masa iya bertugas dalam keadaan seperti ini?
"Semoga cara dari Ibu ini ampuh," gumam Abi sambil terus mengompres lehernya.
Dan ajaibnya, ketika malam hari Abi hendak tidur, bentol-bentol tersebut sudah hilang sempurna. Sungguh mujarab obat rekomendasi dari ibunya tadi. Kalau semua orang melakukan cara tersebut, bisa-bisa dokter tidak laku.
***
Kamus:
🌼 Mboten (Tidak)
🌼 Le atau Tole (Panggilan dari orang tua untuk anak laki-laki mereka)
🌼 Kerasan (Betah)
Hari ini adalah jadwalnya imunisasi. Para ibu dan balitanya sudah berdatangan memenuhi puskesmas. Karena ini adalah puskesmas pembantu, jadi Abi hanya sendirian saja di sini. Tidak ada rekan yang menemaninya.
Satu persatu balita yang hadir diperiksa oleh Abi. Rata-rata balita di sana sehat-sehat. Hanya ada beberapa saja yang beratnya tidak sesuai. Itupun karena si balita tidak memiliki nafsu makan yang bagus. Oleh karena itu Abi memberikan mereka vitamin penambah nafsu makan.
Saat semua orang sudah selesai melakukan imunisasi, datanglah seorang perempuan dan ank laki-lakinya yang berusia enam tahun. Perempuan itu adalah orang yang telah membuat Abi susah tidur karena terbayang-bayang akan sosoknya yang mahal.
"Tolong, dok! Arjuna diare." Calina langsung memberitahukan pokok permasalahannya.
Seharian ini Arjuna diare parah setelah memakan jajanan di sembarang tempat. Arjuna adalah tipe anak yang susah meminum obat. Calina sudah memberinya oralit namun malah dimuntahkan oleh Arjuna.
"Hai, nama kamu Arjuna, ya?" Abi mendekati Arjuna sambil menatapnya dengan sayang. Ya, bisa dibilang sekalian pendekatan dengan calon anak.
Abi sendiri merasa yakin kalau Calina janda, karena berita tentang perceraian Calina sudah tersebar di jagad media sosial. Walaupun dalam hati Abi kadang-kadang merasa takut. Takut kalau ternyata Calina sudah menikah lagi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jawabannya, Abi akan berusaha keras mencari informasi yang valid. Salah satunya dengan mendekati Arjuna ini.
"Iya, Om Dokter." Arjuna menjawab dengan ekspresi lucu, karena ia sedang menahan untuk buang air besar lagi. "Om Dokter, Juna boleh numpang ke toilet, nggak? Nggak kuat, nih!"
Tanpa banyak bicara lagi, Abi langsung membopong Arjuna menuju toilet yang ada di puskesmas.
Setelah sampai di toilet, Arjuna langsung menuntaskan hajatnya. Tidak sampai tiga menit bocah laki-laki itu telah selesai.
"Sudah?" Calina mendekati Arjuna yang baru saja keluar dari dalam toilet. Tadi begitu melihat Abi membopong anaknya, Calina langsung mengikutinya dari belakang.
"Sudah, Ma," jawab Arjuna lega.
Melihat Arjuna telah lega, Abi lalu mengajak anak dan ibu tersebut ke ruang pemeriksaan lagi.
Sesampainya di sana Abi memberikan Arjuna obat oralit.
"Saya sudah kasih oralit, tapi Juna nggak bisa. Dia malah muntah, katanya nggak enak," ucap Calina sambil mengambil obat pemberian dari Abi.
"Kalau gitu, ini aja!" Abi menukar oralit dengan pil.
Calina mengembalikan oralit tersebut dan menukarnya dengan pil. Kalau pil masih bisa di akali oleh Calina, Juna bisa menelannya berbarengan dengan makan pisang. Dulu waktu kecil Calina juga begitu, menelan pil menggunakan pisang.
"Terimakasih, dok. Kami permisi dulu." Calina permisi saat sudah selesai membayar biayanya.
Sepeninggal Calina, Abi tersenyum sendiri seperti orang sakit jiwa. Ternyata seperti ini rasanya jatuh cinta.
Semasa sekolah dan kuliah, teman-temannya sering meledek kalau Abi adalah seorang gay. Karena mereka semua sama sekali belum pernah melihat Abi pacaran.
Namun sebenarnya Abi bukan gay. Dia hanya belum menemukan orang yang tepat untuk menititipkan hatinya.
***
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat sedang ingin menyeberang ke rumahnya, Abi melihat Calina berjalan sendirian sambil menenteng plastik hitam.
Tentu saja Abi tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Dirinya langsung mendekati Calina dan menegurnya. "Sendirian aja, Teh?" Abi berbasa-basi yang sangat basi.
Calina mengangguk sekilas dan terus berjalan.
"Tunggu atu, Teh. Saya mau ngomong!"
Akhirnya Calina menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang. Melihat ke arah Abi. Keningnya berkerut seolah sedang bertanya, "ada apa?".
"Teteh sudah lama nggak ngeluarin album baru, saya nungguin." Dalam hati Abi merutuki dirinya sendiri yang tak pandai mencari topik pembicaraan.
"Saya sudah pensiun jadi artis," jawab Calina dengan wajah datarnya.
Abi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Oh... " Abi kehilangan kata-kata. Dirinya tidak tahu lagi harus berbicara apa.
"Saya permisi." Melihat Abi yang hanya merespon "Oh", Calina langsung berpamitan untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Abi hanya bisa mengangguk saja. Memang begini ya kalau orang yang sedang jatuh cinta. Bisa kehilangan kata-kata di depan orang yang dicintai.
Tiba-tiba saja Abi memiliki sebuah ide. Ia ingin tahu di mana Calina tinggal, oke karena itu ia membuntuti Calina dengan jarak yang cukup jauh.
Langkah kaki Abi berhenti ketika melihat Calina memasuki sebuah rumah berwarna putih. Abi bersembunyi di balik pohon mangga yang sangat rindang. Pohon mangga tersebut terletak masih di pekarangan rumah Calina.
"Om Dokter, ngapain?"
Abi berjingkat kaget saat ada sebuah suara. Ketika ia menoleh, ternyata itu adalah Arjuna.
Abi meringis karena malu. Dirinya ketahuan sedang menguntit ibu dari bocah ini. Bagaimana jika bocah ini mengadukannya pada sang ibu? Bisa gawat ini.
"Eh, Juna. Ini rumah kamu?" tanya Abi masih dengan senyum salah tingkahnya.
Arjuna mengangguk. "Iya. Ada apa memangnya, Om? Om Dokter mau minta mangga ini?" Arjuna menunjuk buah mangga yang ada di atas kepala mereka. "Boleh, Om. Tapi Om ambil sendiri. Mama nggak bolehin Juna manjat, soalnya Juna pernah jatuh dari sini."
Abi menghembuskan nafas lega. Syukurlah Arjuna mengiranya ingin meminta mangga. Sepertinya Arjuna tidak tahu kalau Abi ini sedang mengintai ibunya.
"Iya, Om Dokter pingin mangga muda. Boleh minta satu?" tanya Abi.
"Boleh, Om. Ambil aja! Tuh di dekat kepala Om Dokter ada yang muda. Ambil aja, Om!" kata Arjuna antusias. Dia memang suka jika bisa memberikan sesuatu untuk orang lain.
"Ngomong-ngomong, Juna tinggal di sini sama siapa?" Abi bertanya sambil mengambil sebuah mangga muda yang berada tepat di atas kepalanya.
"Sama Mama aja," jawab Arjuna sambil memegang tali tas ranselnya. Dirinya baru saja pulang dari les bahasa Inggris.
"Papa kamu ke mana?" Abi bertanya sangat hati-hati karena takut membuat Arjuna sedih.
Diluar dugaan, Arjuna menggeleng santai. "Nggak tau. Eh, ada di Jakarta maksudnya. Tapi sudah lama Juna nggak ketemu Papa. Setahun mungkin."
Tanpa sadar Abi tersenyum bahagia. Ternyata Calina masih sendiri. Ini adalah kabar baik bagi dirinya.
Aku harus gerak cepat. Jangan sampai keduluan orang lain, kata Abi dalam hati.
"Om Dokter mau masuk?" Arjuna menawarkan Abi untuk singgah.
"Oh, nggak usah. Sudah sore soalnya. Lain kali Om Dokter main kalau masih siang. Om Dokter pulang dulu, ya? Ngomong-ngomong makasih loh mangga mudanya," kata Abi sambil mengangkat mangga yang ada di tangannya.
"Iya, sama-sama Om. Kalau mau lagi, Om Dokter boleh ke sini lagi."
"Makasih, Juna."
"Sama-sama, Om. Juna masuk dulu, ya, Om. Sudah sore soalnya," ucap Juna dan diangguki oleh Abi.
Setelah Arjuna masuk ke dalam rumahnya, Abi langsung berbalik pulang ke rumahnya. Dia berjalan sambil bersenandung kecil dan tersenyum lebar.
"Ngapain?"
Jantung Abi nyaris copot saat melihat Calina berdiri di depannya. Sejak kapan Calina keluar dari rumah dan berdiri di depannya.
Ah, mungkin dari balik pohon ceri ini, kata Abi dalam hati. Karena di dekat Calina berdiri ada sebatang pohon ceri besar yang daunnya sangat rimbun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!