NovelToon NovelToon

Arley & Ana

Episode 1

Para Reader yang Budiman, sebelum lanjut membaca novel ini, masukan karya ini ke favorit ya. Terus beri like, komentar positif, vote, Rate bintang lima dan beri kopi biar author tambah semangat untuk Up. Terima kasih author sampaikan sebelumnya.

...Happy Reading....

Dalam sebuah penerbangan pesawat.

"Mama__Ma__ tolong aku Ma__." ucap mulut seorang wanita yang sedang duduk tertidur dalam kabin pesawat. Wajahnya yang gelisah di penuhi bulir keringat bergerak gerak ke kiri dan ke kanan. Kedua mata terpejam. Sepertinya dia sedang bermimpi.

Sala satu tangannya memegang kuat tangan penumpang di sebelahnya. Satunya mencekal kuat rok di atas paha, hingga kain itu semakin terangkat ke atas memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Dia beberapa kali memanggil 'Mama' dalam tidurnya. Wanita itu semakin gelisah dan mulai terisak dalam tidurnya.

Penumpang di sebelah menoleh ke arahnya karena merasakan genggaman kuat pada tangannya. Matanya menurun pada paha si wanita. Perlahan dia menurunkan rok si wanita. Lalu membalas genggaman tangan si wanita seolah memberi kekuatan.

Berpikir dengan dua hati, ingin membangunkan atau tidak. Tapi kemudian dia menutup matanya dengan masker dan melanjutkan tidur. Membiarkan tangannya terus di pegang kuat oleh si wanita.

"Mamaaa___" jerit wanita itu agak keras. Dia terbangun sendiri dari tidur dan mimpi buruknya. Nafas memburu cepat tak beraturan, peluh semakin banyak membasahi wajahnya. Dia segera menyapu keringat di wajah, menormalkan hati dan pikiran seraya melihat sekelilingnya. Beberapa penumpang tampak melihat ke arahnya karena mendengar jeritannya tadi.

Seorang pramugari mendekat."Nona, anda baik baik saja?"

"Iya ___" jawab si wanita di sertai anggukan kepala.

"Apa anda butuh sesuatu?"

"Ah tidak, terimakasih."

Sang pramugari segera berlalu dari hadapannya.

Si wanita menarik nafas panjang dan membuang perlahan."Ya Allah, kenapa harus mimpi itu lagi." gumamnya lirih karena mimpi itu lagi.

Dia mengangkat tangan kanannya hendak melihat jam, tapi tangannya tertahan. Segera dia menoleh ke samping.

Dia kaget melihat tangannya berada dalam genggaman tangan seorang, Pria? Kaget melihat siapa orang yang duduk di sampingnya. Dia ingat saat bermimpi tadi memegang kuat tangan seseorang, dan ternyata itu nyata.

Dengan pelan pelan dia menarik tangannya untuk tidak membuat pria itu terbangun. Dia memperhatikan pria itu sesaat yang tertidur dengan wajah miring ke sebelah tertutup masker.

Attilah Nasha Ardillah, biasa di panggil Ana oleh teman temannya dan juga orang orang terdekatnya. Bangkit dari duduknya setelah melihat jam di tangannya. Dia melangkah pelan saat melewati penumpang di sampingnya.

Ana melangkah menuju toilet, membasuh wajahnya. Lalu duduk sejenak di atas toilet duduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Beberapa saat terdengar isak tangis dari mulutnya. Ada masalah yang menyesakkan dadanya.

"An, kata dokter Nenek harus segera mendapatkan perawatan rumah sakit. Sel sel kanker darah nenekmu sudah menyebar ke seluruh tubuh." teringat perkataan Mul, orang yang di mintai tolong menjaga neneknya.

Ana kembali menangis mengingat kata kata yang di ucapkan bibi Mul pengasuh neneknya itu."Dari mana aku harus mendapatkan uang yang banyak untuk biaya perawatan nenek?" gumamnya sendu.

Gaji yang dia dapatkan dari hasil kerjanya sebagai manager Arsitektur di sebuah perusahaan cabang hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan untuk membeli obat obatan neneknya.

Uang tabungan sudah habis di gunakan untuk biaya kemoterapi neneknya selama menjalani perawatan. Dan karena uang tabungannya telah habis membuat perawatan neneknya terhenti. Dan kini penyakit neneknya semakin parah hingga dokter menyarankan untuk kembali melakukan perawatan.

Tangisan Ana semakin menjadi. Menangis mengingat penderitaan nenek yang sangat di sayangnya melawan penyakit yang menggerogoti tubuh dan kapan saja bisa merenggut nyawa wanita tua renta itu. Sungguh dia tidak sanggup melihat penderitaan wanita tua yang mendedikasikan hidup merawatnya dari kecil dengan penuh kasih sayang tanpa ayah dan ibu. Hanya neneknya yang selama ini mencurahkan segala cinta dan kasih sayang kepadanya. Hanya neneknya teman hidupnya sejak kecil.

Tanpa sadar isak tangisnya semakin keras

membayangkan penderitaan neneknya dan juga beban hidupnya yang berat.

Tiba tiba terdengar ketukan berulang dari luar menghentikan tangisnya. Ana segera membasuh kembali wajahnya di wastafel yang berada di dalam toilet, lalu segera keluar.

Begitu sampai di tempat duduk, Ana melihat tempat duduk di sampingnya kosong. Penumpang pria itu tak ada. Ana segera duduk, mengambil mukenah, dan tayamum. Dia lebih memilih berwudhu dengan cara tayamum dari pada mengambil air wudhu di toilet.

setelah itu Ana segera melaksanakan shalat magrib. Hanya dengan cara ini dia selalu menenangkan dirinya, mencurahkan segala keresahan kesedihan dan ujian hidup pada Allah.

Tidak berapa lama pria di sampingnya kembali dan duduk pelan pelan. Melihat Ana yang sedang shalat dengan khusyu. Sang pria segera memposisikan dirinya. Kembali memakai masker penutup wajah, memiringkan kepalanya ke sebelah, lalu memejamkan mata.

Beberapa saat kemudian telinganya mendengar isak tangis tertahan dari sebelah.

Dia membuka maskernya sedikit, menoleh ke samping. Di lihatnya Ana yang sedang menangis berdoa dengan mata terpejam, air mata membanjir di kedua pipinya.

Beberapa saat menatapi Ana, pria itu kembali memperbaiki posisi duduk dan menutup wajahnya.

Setelah puas mencurahkan segala kesedihan pada allah, Ana segera melepas mukenanya, menyimpannya. Lalu memakai masker penutup mata dan tidur.

Beberapa saat berlalu, si pria kembali menoleh pada Ana. Melihat air mata Ana yang mengalir melewati masker penutup matanya.

Si pria membuang nafas berat, lalu kembali tidur setelah menutup wajahnya.

.

.

Hotel Bali.

Ruang ballroom yang sudah yang terhias dengan dekorasi yang sangat indah. Meja bundar dan kursi tempat duduk para tamu, balon, berbagai menu makanan minuman dan lainnya tersedia. Tempat untuk acara ulang tahun perusahaan sekaligus merayakan keberhasilan Perusahaan Cabang 2 yang telah memenangkan proyek pembangunan menara X sebanyak 65 lantai.

Ana memasuki ballroom dengan langkah cepat. Dia menggunakan dress pendek selutut dengan bahu terbuka. Gaya rambut one side curl sebagian dibawahnya ke depan sebagian lagi kebelakang. Tak lupa tas kecil cantik dan sepatu high heels, membangkitkan kesan feminim dan membuatnya semakin cantik dan menarik.

"Lihat, pemenang arsitektur cantik kita telah hadir." ucap seorang pria pada ke 2 orang teman wanitanya begitu melihat Ana masuk.

"Hay Ana__," seru mereka bersamaan setelah menoleh pada Ana yang berjalan mendekat dengan terburu-buru.

Ana tersenyum dan segera menuju ke tempat mereka yang berdiri berkumpul mengelilingi sebuah meja kecil.

Seorang pria 40 an mendekati Ana."Selamat atas keberhasilan mu memenangkan proyek pembangunan menara X." ucap Riko. Direktur perusahaan cabang 2 tempat Ana bekerja.

Riko mencuri pandang menatapi Ana yang terlihat semakin cantik dan mempesona di matanya. Melihat bagian bahu dan leher Ana yang terbuka membuat dia menelan ludah.

"Terimakasih pak." jawab Ana sopan menyalami tangan direkturnya.

"Kau harus bersiap, sebentar lagi acaranya akan di mulai. Tinggal menunggu Presdir datang." kata Sang direktur. Lalu segera berlalu dari hadapannya dan menyalami tamu tamu undangan yang baru datang.

"Kau cantik sekali sayang, selamat ya." ucap Ririn sala satu teman dekat Ana di kantor.

Ririn memeluknya.

"Terima kasih." ucap Ana.

"Kau hebat sekali Ana, luar biasa." ucap Risma teman dekat wanitanya yang ke dua.

Risma juga ikut memeluk Ana.

"Semua berkat kerja keras kita semua. Aku tidak bisa memenangkan proyek ini tanpa bantuan kalian bertiga." kata Ana menatap bergantian ke tiga temannya. Keempatnya berpandangan dan tersenyum.

Roy menatapnya terpukau.

"Beautiful, kau semakin cantik dengan gaun

ini." katanya menatap lekat wajah Ana dan mengedipkan sebelah mata.

Ana tersenyum simpul melihatnya.

Beberapa pasang mata ikut membenarkan perkataan Roy. Karena ada beberapa pria yang mencuri pandang melihat Ana.

"Kami mengira kau tidak akan hadir. Sudah jam 8 kau belum juga muncul." ujar Ririn.

"Aku memilih penerbangan sore, karena masih mengurusi nenek." jawab Ana sedih teringat kembali pada neneknya.

"Oh iya, bagaimana keadaan nenekmu? Apa sudah di rawat?" tanya Risma.

Risma, Ririn, dan Roy adalah teman dekat dan juga teman berbagi segala keluh kesah Ana di kantor.

Ana menggeleng lemah."Belum Ris, aku sedang berusaha mencari pinjaman di bank." wajah sedih.

"Kami doakan yang terbaik untuk nenekmu ya, semoga kau juga di beri kemudahan untuk mendapatkan biaya pengobatan nenekmu. Maaf kami hanya bisa membantu seadanya." kata Roy menyentuh lengan Ana.

"Justru kalian sudah banyak menolongku selama ini. Aku banyak berhutang pada kalian. Aku banyak meminta bantuan kalian. Padahal hidup kita sama." kata Ana menatap ke tiga temannya itu satu persatu. Ketiga teman yang selama ini banyak membantunya. Padahal kehidupan mereka sama seperti dirinya.

"Mulai lagi deh, gak usah bahas membahas masalah hutang, kau juga selalu membantu kami." kilah Ririn memegang bahu Ana.

"Tau nih....!" timpal Risma.

Ponsel Ana berbunyi dari dalam tasnya.

"Bentar ya___aku terima telepon dulu."

"Siapa An?" tanya Risma

"Dari rumah, bibi Mul menelpon."

"Sepertinya penting. Ya udah kamu terima saja dulu. Jangan kelamaan nanti pak Riko nyari kamu."

Ana mengangguk, dan segera melangkah cepat keluar dari ballroom. Dia mengambil tempat aman di dekat dekorasi hiasan balon besar, tidak jauh dari pintu lift dan pintu masuk ballroom.

Dia segera mengangkat telepon

"Halo bik___"

"Halo An, maaf bibi menelpon mu. Apa kamu sedang sibuk?"

"Tidak bik, kebetulan acaranya belum mulai. Ada apa bik? Nenek baik baik saja kan?" tanya Ana cemas.

Mul mengatakan keadaan neneknya yang membuat Ana terbelalak, panik dan khawatir.

Ruang ballroom.

"Mana Ana?" tanya Riko pada Roy, Risma dan Ririn.

"Ana sedang keluar sebentar pak, menerima telepon penting." jawab Roy.

"Suru dia segera masuk. Pimpinan Sementara menuju ke tempat ini dan sebentar lagi akan tiba." titah Riko.

"Baik pak, kami akan segera menghubunginya." jawab Roy kembali.

Riko meninggalkan mereka dan kembali bergabung di depan menemani tamu tamu penting dan juga rekan rekan bisnis pimpinannya.

Risma mencoba menghubungi Ana, tapi sibuk. Begitu juga dengan Ririn, masih sibuk.

"Ana berada dalam panggilan lain." kata Ririn.

"Jeda dulu beberapa menit, terus hubungi kembali, mungkin dia menerima telepon penting mengenai neneknya." ujar Roy.

Sementara Ana.

"Apa bik? Nenek pingsan?" Ana terkejut mendengar perkataan bibi Mul.

"Tolong jaga nenek dengan baik, saya akan menghubungi mama dan paman."

Telepon di matikan. Ana semakin panik dan cemas. Dia mencari nomor kontak mama dan pamannya.

"Ma__ halo Ma__" berjalan mondar mandir gelisah sambil menatap pada lantai dengan ponsel di telinga. Keduanya matanya telah basah.

"Penyakit Nenek kambuh lagi Ma." katanya Kembali membalas ucapan dari seberang.

Pintu lift terbuka, keluarlah 4 orang pria berpakaian jas lengkap. Salah seorang pria dari mereka menghentikan langkah begitu melihat Ana.

"Tolong tengok dulu nenek sebentar! Nenek sangat membutuhkan Mama dan Paman. Kata Bik Mul beliau pingsan. Aku mohon tolong temui nenek dulu. Ma___ halo Ma__ mama. Jangan di matikan."

"Mama, tolong jangan di matikan teleponnya. Ma__haloo__Mama__nenek pingsan Ma..." Ana menekan tombol ponselnya karena hubungan telepon di matikan dari seberang.

Ana kembali menghubungi nomor mamanya, tapi sia sia. Nomor itu sudah tidka aktif.

Ana terisak isak.

"Mama__tolong temui nenek. Aku mohon." tubuhnya lemah dan melorot kebawah. Dia berjongkok, berlindung di balik bunga besar agar tidak menjadi pusat perhatian orang.

Ana kembali menekan nomor mamanya, tapi hasilnya tetap sama. Nomor itu tetap tidak aktif. Ana kembali menangis.

Ana memukul mukul tembok di depannya tak perduli meski tangannya sakit.

"Keterlaluan, keterlaluan. Kalian benar benar manusia tidak punya hati." ucapnya di sela sela tangisnya tanpa menyadari beberapa pasang mata memperhatikannya sejak tadi.

Kelompok pria memakai jas itu kembali melanjutkan langkah melewati dirinya.

Ana tak menyerah, dia mencari kontak pamannya, adik dari mamanya. Tapi nomor pamannya berada dalam panggilan lain. Satu menit di jeda, kembali di hubungi tetap masih sibuk.

Ana semakin geram dan emosi. Mengomel ngomel tak jelas. Kembali mencoba menghubungi nomor paman dan mamanya tanpa putus asa.

.

.

Ballroom

Semua mata menatap pada pria tampan yang berjalan paling depan dengan gagahnya. Para tamu undangan berdiri menyambut kedatangannya di pandu oleh MC.

Arley Mahardika Altezza Presiden Direktur Utama dari Altez Company. Semua lampu kamera menyorot ke arahnya. Dia menyalami sebagian tamu undangan yang di lewatinya.

Setelah sampai di depan, dia kembali menyalami para tamu yang berada di situ, sekaligus basa basi sedikit. Lalu segera menuju podium memberikan sedikit sambutan. Mengucapkan terimakasih atas kehadiran para tamu undangan, sekaligus membuka acara ulang tahun perusahaannya. Yang di mulai dengan meniup lilin, memotong kue yang di dampingi kru dari kantor pusat, serta menyampaikan harapan terbaik untuk perusahaan dan para karyawannya ke depan.

Semuanya bertepuk tangan setelah kata sambutannya berakhir. Selesai memberikan kata sambutannya, Arley segera turun dan duduk bergabung bersama para tamu undangan dan rekan bisnisnya.

Risma dan Ririn sibuk menelpon Ana.

"An__kamu di mana? Cepatlah masuk. Acara sudah di mulai. Presdir sudah ada sejak tadi. Sekarang sedang berada di podium. Cepat kemari pak Riko menanyakan dirimu terus." kata Ririn begitu tersambung.

"Iya, aku akan segera ke sana." Ana mematikan telepon.

Lalu berjalan cepat menuju ruang ballroom.

Riko segera menyambutnya dari depan melalui pengeras suara, menggantikan sang MC.

"Seperti yang telah kita ketahui bersama, perusahaan Cabang 2 Altez Company telah memenangkan proyek pembangunan menara X di kota B berjumlah 65 lantai." kata Riko.

Terdengar tepuk tangan para undangan. Dan memberi ucapan selamat kepada Arley Mahardika Altezza.

"Kemenangan ini adalah hasil kerja keras dari kita bersama yang bekerja siang dan malam.

Dan khususnya kemenangan ini berkat ide dan kerja keras dari Manager Arsitektur Perusahaan cabang dua Altezz Company, Nona Attilah Nasha Ardillah. Karena berkat refleksi kerjanya membuat perusahaan mendapatkan kemenangan ini." kata Riko Kembali.

Terdengar tepukan riuh, para undangan saling berpandangan mencari sang manager Arsitektur. Risma Ririn dan Roy mengacungkan jempol pada Ana.

"Untuk itu, kami mengundang kepada Arsitektur pemenang kami Nona Attilah Nasya Ardillah untuk tampil di depan menyampaikan secara detail dari proyek besar ini. Silahkan Nona Attilah." kata Riko kembali mengundang Ana ke depan.

"Ayo An__" kata ketiga temannya menyuruhnya maju dengan semangat.

Mereka yang belum tahu tentang Ana tentu saja mencari cari keberadaan gadis itu.

Ana menarik nafas dalam dalam kemudian menghembuskan pelan. Jujur dia sedikit Nervous. Karena pertama kali akan berdiri di depan para tamu undangan dan para pengusaha besar ternama.

Ana bangkit berdiri berjalan menuju ke arah podium. Sorotan kamera dan semua mata memandang padanya ketika ia menuju podium. Termasuk mata elang Arley. Karena dia sama sekali tidak tahu sosok karyawan yang telah memberi kontribusi besar pada perusahaan itu.

Arley terkejut setelah melihat wajah sang pemenang pembangunan proyek menara X yang memberikan kontribusi besar pada perusahaannya.

Seulas senyum menghiasi wajah tampannya.

"Tuan Altezza, ternyata Arsitektur anda masih sangat muda. Dia sangat berbakat dan cerdas. Dan lebih dari itu, dia sangat cantik." kata beberapa tamu dan rekan bisnisnya.

Arley tersenyum penuh arti menanggapi pujian tersebut tanpa lepas menatap Ana yang telah berdiri di atas panggung.

Ana segera berdiri di podium. Menenangkan diri sejenak, mengatur nafas sambil berdoa di dalam hati.

"Assalamualaikum wr wb, selamat malam untuk kita semua." sapa Ana ramah dengan senyuman di wajah.

Para hadirin segera membalas sapaannya.

"Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemenangan ini kepada kami. Berkat campur tangan darinya___ sehingga kita mendapatkan proyek ini. Kemenangan ini adalah kemenangan bersama dan merupakan kerja keras tim yang bekerja siang dan malam tanpa menyerah." kata Ana kembali.

Terdengar tepukan keras dari seisi ballroom.

Kembali terukir senyuman di wajah Arley mendengar setiap kata katanya. Matanya tak lepas menatapi sosok tubuh gadis itu, dari kaki jenjang indah, hingga ujung rambutnya.

Selanjutnya Ana menjelaskan secara garis besarnya saja mengenai pembangunan

proyek tersebut.

Kembali terdengar tepukan dan pujian untuknya. Dan ucapan selamat pada sang pimpinan perusahaan Altez Company.

...Bersambung....

Visual

Arley Mahardika Altezza 28 tahun

Attilah Nasha Ardillah 22 tahun

Episode 2

...Happy Reading....

Ana segera turun ke bawah berkumpul bersama ke tiga temannya. Acara di lanjutkan kembali. Beberapa artis tanah air turut meramaikan acara ulang tahun perusahaan dengan persembahan lagu lagu mereka.

Sebagian tamu undangan turun berdansa, sebagian duduk sambil menikmati makanan dan minuman, sebagian lagi asyik mengobrol sambil menikmati alunan musik.

Ana duduk diam sambil memainkan ponselnya. Tidak perduli dengan keadaan sekelilingnya. Hatinya tidak tenang, gelisah galau merana memikirkan keadaan neneknya.

Seandainya saja masih ada penerbangan pesawat ke jakarta sekarang ini, dia pasti sudah pergi meninggalkan tempat ini.

Ana semakin gelisah tak tenang di tempat duduknya memikirkan entah apa yang harus di lakukan. Tanpa sadar dia mengambil minuman yang berada di atas meja yang merupakan milik Roy. Ana meneguknya sampai habis.

Roy saat ini sedang berdansa dengan Ririn. Sedangkan Risma asyik ngobrol dengan teman prianya.

Beberapa menit berlalu, Ana merasakan ada yang aneh pada dirinya. Tubuhnya terasa panas dan jantung berdebar tidak teratur.

Ana terbelalak setelah menyadari sesuatu.

"Ya ampun, ini minuman Roy?" melihat gelas yang telah kosong. Dia mencium aroma alkohol dari gelas. Ana memaki dirinya karena ceroboh tak hati hati.

Beberapa saat berlalu Ana mulai merasakan pusing, tubuhnya semakin terasa panas. Penglihatan mulai kabur.

Sambil memijit kening, Ana bangkit

dan melangkah menuju toilet. Karena kebelet pipis. Tubuhnya terasa ringan seakan kakinya tidak menyentuh lantai.

Entah siapa yang salah, dia menabrak seseorang yang berjalan keluar dari pintu toilet.

Hampir saja dia jatuh, seandainya tubuhnya tidak segera di tangkap oleh orang yang ditabraknya. Di antara setengah kesadarannya Ana mengomel menatap pria di depannya.

"Kalau jalan pakai mata dong." ucapnya ketus. Wajah mereka yang sangat dekat sehingga satu sama lain merasakan hembusan nafas lawan.

Dahi pria tersebut mengerut, bola matanya bergerak gerak menatapi mata Ana.

"Dia yang nabrak, kenapa malah dia yang marah? Bukannya minta maaf?" batinnya.

"Lepas tanganmu dari pinggangku." kata Ana seraya melepas tangan pria itu dari pinggangnya.

Pria yang tak lain adalah Arley itu segera melepaskan pegangannya pada pinggang dan punggung Ana.

Ana berjalan sempoyongan masuk ke dalam toilet wanita dengan masih terus mengomel.

Arley menatap kepergiannya sambil geleng-geleng kepala.

"Apa dia mabuk?" gumamnya, karena mencium bau alkohol di mulut Ana.

Lamunannya buyar ketika samar samar telinganya mendengar Isak tangis dari dalam. Lama kelamaan makin jelas.

"Dasar jahat, keterlaluan kalian, brengsek."

suara dari toilet.

Wajah Arley mengernyit menatap pintu toilet yang tertutup. Beberapa saat kemudian dia segera melangkah kembali ke ruang acara setelah tak terdengar suara dari dalam.

.

.

"Siapa yang minum minumanku?" tanya Roy pada Ririn dan Risma melihat gelasnya telah kosong.

"Ya tuhan, jangan jangan Ana. Tadi dia duduk di sini." kata Risma.

Ririn dan Roy terkejut.

"Apa dia tidak bisa membedakan minuman soda dan beralkohol?" ucap Roy Kembali.

"Mana gelasnya besar dan minumannya masih full," sambung Roy kembali.

"Pikirannya sedang kalut, mungkin saja dia tiba tiba meminumnya tanpa memastikan terlebih dahulu." kata Risma.

"Ya ampun Roy" Ririn memaka dahinya sendiri."Kenapa juga menaruh minuman sembarangan. Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk padanya. Hatinya lagi sedih dan pikiran nya sedang kalut saat ini karena neneknya." Ririn menatap tajam pada Roy.

"Kalian sendiri kan tahu ini bukan hal yang pertama bagiku meletakkan minimun sembarangan di depan Ana, Ana juga tahu hal itu. Mungkin saja dia tidak sadar saat mengambil dan meminumnya." ujar Roy ikut cemas.

Perkataan mereka terdengar oleh telinga Arley yang duduk bersama Riko dengan tamu lainnya. Arley mendengarkan obrolan mereka mengenai Ana di sela sela dirinya menemani tamu.

"Itu Ana___" tunjuk Ririn melihat Ana jauh di sana. Ketiganya melihat ke arah Ana. Termasuk Arley.

Ana terlihat tersenyum senyum pada orang yang menyapanya.

"Sepertinya dia baik baik saja. Syukurlah," kata Risma lega melihat wajah Ana yang tampak cerah.

Langkah Ana yang sempoyongan terhenti ketika seorang lelaki paruh baya menahan tangannya.

"Nona Attilah, anda benar-benar sangat luar biasa." puji pria tersebut. Punya maksud lain sambil melihat nakal tubuh Ana.

"Terimakasih." kata Ana tersenyum.

"Senyuman anda sungguh manis." kata pria itu dengan senyuman menggoda. Pria itu bangkit dari duduknya dan mendekatkan tubuhnya pada Ana.

Ana menarik kepalanya mundur kebelakang.

"Nona Attilah, Maukah anda berdansa denganku? temani aku sebentar. Aku ingin berdansa tapi tidak punya pasangan." bisik pria tersebut di depan wajah Ana.

Ana gugup dan tertawa kecil di antara setengah kesadarannya. Dia ingin menolak tapi pria itu langsung menarik tangannya ke lantai dansa.

Pria itu menaruh tangan Ana di atas bahunya dan segera memegang pinggang Ana.

"Anggap saja ini sebagai servis tambahan kalian pada kami, sebagai tamu undangan." kata pria itu tersenyum menatap wajah Ana dengan bernafsu.

"Anda sangat cantik Nona Attilah."

Ana tertawa.

"Anda juga sangat tampan pak." balas Ana sambil mengedipkan mata.

Tentu saja ucapannya Itu membuat sang pria gendut tertawa kecil merasa senang mendapat pujian.

Ana juga mengikuti tawanya.

Entah apa yang di tertawai nya, yang jelas saat ini dia merasa bebas dan bahagia.

Dari jauh Roy Risma dan Ririn menatapnya tak berkedip.

"Roy, kenapa Ana? Sepertinya keadaannya tidak baik. Apa minumannya sudah bereaksi? Lihat, dia tertawa bebas dan dekat dengan pria itu. Kita sendiri tahu Ana bukan gadis seperti itu. Aku yakin itu karena pengaruh Alkohol. Cepat Roy kau ke sana, ajak dia kemari. Laki laki yang bersamanya itu sepertinya tidak baik. Matanya menatap liar pada Ana, tangannya juga bergerak nakal di tubuh Ana. Aku khawatir dia akan macam macam pada Ana." kata Ririn cemas.

"Cepat Roy." kilah Risma juga.

Roy membuang nafas berat.

"Aku juga cemas dengan Ana. Tapi coba kalian lihat siapa aku? diriku? dan lihat siapa pria yang bersama Ana itu. Dia sala satu tamu penting dan berkuasa, tidak sebanding dengan diriku. Pria itu pasti akan marah dan tersinggung bila aku mengambil Ana darinya."

"Terus bagaimana? Apa kita akan biarkan Ana di sentuh oleh pria kurangajar itu?"

"Ya ampun, Biarkan aku berpikir dulu." kata Roy.

"Apa sebaiknya kita minta bantuan pak Riko saja?" kata Risma semakin khawatir.

"Lo pikir pak Riko mau membantu? dia pasti lebih menjaga image perusahaan dan juga jabatannya dari pada harga diri karyawannya." Ririn malah balik bertanya mengingat sifat buruk direktur mereka dan juga seorang pria hidung belang.

"Terus bagaimana nih? Apa kita hanya membiarkan Ana bersama pria brengsek itu?" keluh Ririn.

Ketiganya kembali diam sambil memperhatikan Ana yang terlihat senang sambil tertawa bersama pria gendut itu.

"Aku akan meminta bantuan pak Heru." kata Roy tiba tiba teringat seseorang yang cukup berpengaruh di perusahaan ini.

Sementara di lantai dansa.

"Nona Attilah, aku Bram. Direktur dari perusahaan X. Aku sangat suka berkenalan dengan anda. Anda sangat cantik dan cerdas. Tubuh anda juga indah dan seksi. Apa anda punya kekasih?" kata pria bernama Bram itu sambil tersenyum genit.

"Kekasih?" tanya Ana kembali. Tapi tiba-tiba dia tertawa kecil."Anda sendiri apa punya ke kasih?" Ana balik bertanya dengan tatapan genitnya.

"Aku Pria bebas memiliki banyak uang. Apa kau menjadi kekasihku? Aku akan memberimu uang yang banyak dan juga segala kemewahan." kata Bram semakin liar menatap wajah dan leher jenjang Ana yang terbuka. Dia dapat mengetahui Ana sedang dalam pengaruh alkohol. Tangannya mulai menjalar ke punggung Ana karena tidak tahan melihat keindahan di dekatnya ini.

Sebuah pegangan kuat di bahunya menghentikan gerakan tangan Bram yang hendak menyentuh punggung Ana. Bram kaget melihat wajah Arley.

"Tuan Altezza___"

"Maaf pak Bram, wanita ini adalah pasangan dansaku tadi. Kami sempat berhenti karena dia harus ke toilet. Bolehkah anda mengembalikan dia kepadaku?" kata Arley tersenyum sinis, tatapan tajam hendak seakan Bram.

"Tentu saja tuan Altezza, silahkan__." Bram segera menarik tangannya dari pinggang Ana dan beranjak pergi balik ke tempat duduknya dengan kesal. Dia tidak mau mencari masalah dengan pengusaha besar dan sangat berpengaruh ini.

Arley menatap sejenak wajah Ana. Memperhatikan wajah yang bahagia dan memerah pengaruh alkohol.

Ana ikut menatap wajahnya, menyelidik siapa dia.

"Hey tuan, kau siapa? kau pembohong. Sejak kapan aku jadi teman dansa mu?" menatap wajah Arley dengan mata memicing.

"Kau sama seperti mereka, suka berbohong." menekan dahi Arley dengan telunjuk kanannya.

Arley membiarkan apa yang dia lakukan. Dia mengambil ke dua tangan Ana dan di letakkan di atas bahunya. Kemudian dia sendiri segera melingkarkan tangannya di pinggang Ana. Memaksa tubuh Ana untuk bergerak mengikuti alunan musik.

Ana menengadah keatas melihat wajahnya, karena tingginya pria ini.

"Tapi masih bagusnya dirimu untuk menjadi pasangan dansaku, dari pada si pria gendut itu." kata Ana. Dia memegang kedua pipi Arley. dan tersenyum genit.

"Kau masih tampan dari si pria buncit keledai itu." katanya tersenyum genit. Lalu menunjuk Bram yang sedang duduk dan memperhatikan mereka dengan tatapan sinis.

Ana kembali menatap mata Arley lekat. Mendekat kan wajah dan menyentuhkan hidung mereka.

"Bau nafas mu juga harum." mendekatkan hidungnya di mulut Arley. Menyesap aroma nafas Arley yang wangi.

Arley masih membiarkan apa yang dia lakukan. Meski berulang kali dia menelan saliva merasakan gestur tubuh gadis ini.

Tiba tiba Ana menarik wajahnya mundur.

"Ya tuhan." memaka dahinya teringat sesuatu.

"Aku lupa menanyakan berapa usia kandungan si pria buncit itu, dan kapan dia melahirkan? Aku lihat kandungannya semakin besar." katanya kemudian dengan ekspresi serius melihat wajah Arley. Lalu tertawa lepas sambil memukul-mukul dada Arley.

Kali ini Arley tidak mampu menahan senyumnya. Dia tersenyum kecil di dalam hati mendengar ocehan gadis setengah mabuk di depannya ini. Dia menatap wajah Ana yang terlihat ceria tapi kenyataannya tidak, terlihat dari matanya yang sembab, merah memancarkan kesedihan yang mendalam.

"Kau tahu tuan? dia berkata, nona Attilah wajah anda sangat cantik dan manis. Tubuh anda wangi, seksi dan indah. Nona Attila, apa anda punya kekasih? Apa anda mau menjadi kekasihku? aku Pria bebas dan banyak uang. Hahahaha___" Ana tertawa kembali.

"Dia brengsek, tangannya meraba raba punggungku, kandungannya menempel di perutku." Ana menatap judes pada Arley.

"Dasar keledai kurangajar." umpat Ana menekan kembali dahi Arley dengan jari telunjuknya. Sebagai pelampiasan rasa kesal pada Bram.

Mata Roy Ririn dan Risma terbelalak melihat apa yang di lakukan Ana pada pimpinan mereka itu. Sejak tadi mereka memperhatikan tingkah konyol Ana pada Presdir.

"Tamat sudah riwayat Ana ketika dia sadar nanti. Aku yakin pak Riko pasti akan menendangnya dari perusahaan. Kau harus segera mempersiapkan surat pengunduran dirinya Ris__" kata Ririn menatap tak bergeming pada Ana dan Arley.

"Sepertinya Ana belum tahu wajah presdir kita. Kalau nggak, mana mungkin dia seberani itu? Belum lagi dia bawah pengaruh alkohol. Aku saja belum pernah menatap wajah presdir secara dekat apalagi menyentuhnya.

Dan Ana? lihatlah, dia bahkan mencium wajah presdir, menunjuk nunjuk dahinya, memukul mukul dadanya, tertawa keras dan mengatai ngatai presdir buruk. Ya tuhan selamatkan kami! Kita juga akan terseret karena membiarkan Ana serta tidak mencegahnya melakukan hal bodoh itu. Bagaimana ini?" kata Ririn Kembali tanpa jeda dan cemas menatap Roy dan Risma bergantian yang bingung dan Khawatir.

.

.

"Cih__dasar tidak tau malu, tidak beradab, berciuman di tempat umum." kata Ana ketus melihat sepasang manusia yang sedang dansa sambil berciuman.

Arley mengikuti pandangan mata Ana. Tidak jauh dari samping mereka terlihat seorang pria dan wanita sedang berciuman bibir di antara gerakan tarian mereka dan suara musik yang mengalun. Tak perduli dengan keadaan. Keduanya saling saling berperang bibir tanpa rasa malu dan tidak perduli dengan sekeliling mereka.

"Apa enaknya berciuman seperti itu?" Ana menyentuh bibirnya. Lalu menatap Arley. Tepatnya bibir tebal Arley yang berwarna kemerahan.

Ana meraba raba bibir tebal Arley dengan ibu jarinya.

Arley kaget, tubuhnya seketika bergetar.

Kembali dia menelan saliva merasakan sentuhan itu. Hatinya mulai tidak tenang dengan sentuhan nakal ini.

"Kata Ririn dan Risma berciuman itu enak. Saat kedua bibir bertemu maka tubuh akan tegang dan bergetar seperti orang kesetrum terkena aliran listrik." kata Ana Kembali sambil dengan wajah meringis membayangkan dirinya terkena sengatan listrik.

Dahi Arley mengerut mendengar perkataannya. Apa gadis ini belum pernah berciuman?

"Hey tuan, apa benar seperti itu? Apa kau pernah berciuman dan merasakan kesetrum?" tanya Ana menatapnya dalam mata Arley.

"Kalau kesetrum pasti mati bukan? Kalau begitu selamanya aku tidak mau berciuman. Aku tidak mau mati karena aku punya nenek yang harus ku jaga," kata Ana kembali sambil tertawa lepas.

"Tapi lihatlah kedua manusia tidak bermoral itu, mereka tetap hidup meski lama berciuman. Berarti Risma dan Ririn pembohong. Sama seperti dirimu yang mengatakan aku pasangan dansa mu." kata Ana kembali dengan tatapan masam pada Arley.

Tiba tiba wajahnya berubah mendung. Menatap sedih pada Arley.

"Kenapa orang-orang suka sekali berbohong? Apa mereka tidak takut dosa? sama seperti mama dan paman. Mereka pembohong dan orang yang tidak punya perasaan." ucapnya lirih dan sendu.

Dia melabuhkan wajahnya di dada Arley, menekan wajah sedihnya.

"Kenapa mereka sangat jahat padaku? Kenapa mereka tidak menyukai ku?" katanya kembali dengan suara serak.

Kening Arley mengerut, mata menyipit mendengar ucapannya.

"Kenapa mereka membenci aku dan nenek? Apa salah kami?" Ucap Ana serak. Semakin sedih. Dia memeluk Arley dan menekan wajahnya.

"Mereka jahat, mereka manusia manusia yang tidak punya hati dan perasaan." umpatnya geram.

Arley tercengang mendengar ucapannya.

Entah apa masalah yang di alami gadis ini sehingga membuatnya banyak menangis.

Saat keluar lift tadi, dia melihat Ana menangis sedang menelepon seseorang. Yang di tangkap oleh telinganya adalah Sebutan 'Mama' dan 'Nenek'.

Arley segera memeluk tubuh Ana, melihat baju gadis itu terguncang karena menahan tangis. Dia semakin menekan wajah Ana di dada agar tidak terlihat oleh mata manusia di dekat mereka. Dia.embelai lembut rambut dan punggung gadis itu. Dagunya menyentuh puncak kepala Ana dan hidungnya mencium rambut wangi gadis ini.

Tentu saja hal itu mengundang perhatian dan menimbulkan pertanyaan beberapa tamu undangan. Termasuk ke tiga sahabat Ana dan juga Riko. Melihat kedekatan dan kemesraan mereka seperti pasangan kekasih yang di mabuk asmara.

Beberapa saat kemudian, Ana melepaskan pelukannya, menyapu air matanya, karena merasa sudah tenang. Dia berjalan melangkah tanpa pamit dan melihat wajah Arley lagi. Dengan sempoyongan Ana mendekati Risma dan Ririn. Meninggalkan Arley di lantai dansa yang menatap kepergiannya dengan bingung dengan pikiran yang di liputi berbagai pertanyaan.

"An__lo gak apa-apa?" Ririn memegang kedua lengannya.

"Aku mau ke kamar, aku ingin istirahat! Kepalaku pusing." kata Ana terbata bata sambil memegang kepalanya.

"Lebih baik lo istirahat saja." kata Risma.

"Apa lo masih bisa berjalan? Aku antar ya ?" sela Ririn.

Ana geleng geleng kepala.

"Nggak perlu. Aku masih mampu, kalian di sini saja temani pak Riko." jawab anak sambil berjalan.

"Biar aku antar kamu." kata Roy.

"Gak usah."

"Tapi keadaan mu......!"

"Aku baik Roy, hanya sedikit pusing. Tak perlu mengantarku. Kamu di sini saja." tolak Ana terus melangkah. Roy batal mengantar. Dia menatap kepergian Ana. Berharap gadis itu baik baik saja.

"Roy, kamu di panggil pak Riko." kata Ririn.

Roy segera berbalik dan mendekat pada Riko dan Risma.

Ana segera keluar dari ballroom. Dia melepas sepatu dan mengangkatnya. Melangkah dengan sempoyongan menelusuri koridor hotel menuju kamar tidurnya. Sala satu tangannya menyentuh dinding koridor untuk menjaga agar tubuhnya tidak terjatuh.

Semakin jauh dari ballroom, sebuah tangan kasar menarik tubuhnya dan menekan kuat kedinding.

Ana terkejut.

Di antara rasa pusing dan setengah kesadarannya, Ana berusaha mengenali wajah orang yang menarik tubuhnya.

...Bersambung....

Jangan lupa dukung Author ya. Beri like, vote, kopi dan yang Rate bintang lima. Terima kasih

Episode 3

Ana tertawa setelah melihat jelas sosok di depannya

"Pria gendut? kau lagi rupanya." kata sambil menunjuk nunjuk dahi Bram kuat.

Bram menangkap tanganya.

"Iya sayang, aku Bram. Kau sangat cantik dan menggairahkan ! aku tidak tahan melihat tubuh indahmu yang sangat seksi menggoda "

Bram semakin menekan kuat tubuh Ana ke dinding, dengan nafsu yang menguasai dirinya.

Matanya semakin liar memandangi semua bagian wajah Ana.

Dia mendekatkan wajahnya hendak mencium bibir Ana.

Tapi belum sempat keinginan nya itu tercapai, sebuah pegangan kuat menyentuh pundaknya.

Bram gendut itu menoleh, dia terkejut saat sebuah tinju datang tiba-tiba melayang keras di rahangnya " BUGH "

Bram tidak sempat menghindar, tubuhnya terjungkal jatuh ke lantai, bibirnya pecah dan berdarah.

"Tu tuan Arley." ucapnya terbata bata, wajahnya berubah pias, melihat wajah Arley yang memerah menatap tajam penuh kemarahan kepadanya.

Bram langsung bangun dan segera melarikan diri sambil memegangi pinggulnya yang sakit.

"Ha-ha-ha ! dia lari ... dasar pria gendut pengecut." di antara rasa pusing Ana tertawa kecil melihat Bram melarikan diri seperti maling kedapatan mencuri.

"Pria tampan, kau keterlaluan. Tega sekali kau memukulnya, kalau dia keguguran bagaimana ?" menunjuk nunjuk dahi Arley.

Arley tak memperdulikan racauannya. Dia menangkap tangan Ana, lalu segera menggendong tubuh Ana memapahnya di atas bahunya.

Membawanya masuk kedalam lift.

Jarinya menekan angka teratas dari gedung megah ini, di mana terdapat kamar presidential suite miliknya.

Setelah pintu lift tertutup, Arley menurunkan tubuh Ana, lalu menarik lengan Ana hingga tubuh Ana melekat pada tubuhnya.

Dia menatap wajah Ana lekat, lalu memegangi dengan lembut.

Untung saja dia cepat menyusul Ana karena hatinya merasa tidak enak melihat Ana pergi meninggalkan ballroom tadi yang masih belum sadar sepenuhnya.

Ana yang masih setengah sadar karena pengaruh alkohol dengan bibir meracau terus,

tanpa henti.

Arley mendekatkan wajahnya sangat dekat hingga hidung mereka bersentuhan.

Ana tertawa kecil dan menggesek gesekkan hidungnya di hidung Arley.

Perlahan Arley mengecup bibirnya lembut.

Ana terdiam, mata bulat menatap mata Arley.

Arley masih menekan bibirnya di bibir Ana dan ikut menatap pupil mata Ana.

Lalu mengecup kembali, dan lagi ...

Mata Ana semakin terbuka lebar, Tubuhnya terasa kaku.

Arley menyingkap rambut Ana kebelakang.

Lalu mencium leher Ana dengan lembut, menyesap wangi dari bagian tubuh wanita itu dan memberi kecupan kecupan lembut.

Terdengar lenguhan dari bibir Ana .

kedua tangannya memegang jas bagian dada Arley, tubuhnya merinding merasakan

kecupan dan ciuman di tengkuk dan lehernya.

Dia mendesah pelan.

Arley menarik wajahnya dan menatap mata Ana yang terpejam, dengan mulut terbuka sedikit .

Arley langsung m*****t bibir gadis itu atas dan bawah bergantian. Menghisap dan mengulum lembut. Lalu memasukkan lidahnya memb***t lidah Ana, menyapu rongga Ana, mengabsensi setiap sudut mulut gadis ini.

Ana semakin kuat memegang jas Arley, tubuh menegang dan bergetar hebat seketika seperti terkena sengatan listrik yang menjalar di sekujur tubuhnya.Tubuhnya di rasakan lemas, nafasnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Perlahan Arley menarik penyatuan bibir mereka

"Sekarang kau sudah tau dan merasakan nikmatnya kesetrum karena ciuman di bibir ?" bisik Arley menatap pupil matanya. Dadanya juga turun naik tak beraturan, jantungnya berdegup kencang.

Ana tak menjawab, matanya menatap pupil mata Arley.

meski masih pusing, dia dapat merasakan nikmatnya ciuman yang di rasakan pada bibirnya.

Mata Ana kembali terbelalak saat pria tampan yang belum di kenalnya ini menarik rahangnya dan memangut bibirnya yang terbuka dengan lembut, Ana Kembali merasakan tubuhnya tegang dan bergetar. Tangannya berpindah ke leher Arley dan meremas kuat.

Pintu lift terbuka. Arley mengangkat tubuh Ana dalam pangkuannya. Dan keluar dari lift menuju kamar presidential suite miliknya.

Satu satunya kamar yang berada di lantai atas bangunan ini.

Dengan cepat Arley membuka pintu kamar nya tanpa melepas panguntannya. Dia langsung membawa tubuh Ana ke ranjang king sizenya,

membaringkan dan menindihnya.

Gejolak birahinya memenuhi otak dan pikirannya. Dia melepaskan jas dan kemejanya dengan satu tangannya.

Sementara satu tangannya menekan tubuh Ana ketempat tidur dengan kuat karena Ana mulai berontak mendorong tubuhnya dan berusaha bangun.

Arley kembali mencium bibir Ana dengan lembut, tapi lama-lama makin panas .

menjelajahi setiap rongga mulutnya , menyesap dan merenguk manisnya bibir mungil Ana.

Ana mulai lemah merasakan permainan lidah Arley, kepalanya pening dan semakin pusing.

Dia mulai terbawa arus dan membalas ciuman Arley.

Arley tersenyum merasakan ciumannya yang berantakan.

"Sepertinya ini memang pertama kalinya dia berciuman bibir." batin Arley.

Dia mengecup lembut kening Ana karena senang dan bahagia merasakan dirinya yang pertama menyentuh tubuh gadis ini.

Lalu kembali memangut benda kenyal merah alami milik wanita yang baru di kenalnya ini.

Merasa tak ada perlawanan lagi, Arley segera melepaskan pegangannya pada tangan Ana.

Dia melabuhkan wajahnya di leher Ana, memainkan bibir dan lidahnya menyesap dan memberi kecupan kecupan lembut, meninggalkan banyak tanda di sana .

Telinga Ana pun tak luput dari j***tan lidahnya.

Ana semakin mendesah, mengerang keras sambil meremas rambut Arley. Ana meraih leher Arley dan menciumnya dengan penuh kehangatan, mereka saling berciuman dengan gairah yang semakin menggelora.

Arley mulai melepaskan pakaian Ana.

Dengan mudah dress putih gading itu terlepas dari tubuh Ana. Jari jari Arley menjalar di punggung Ana mencari pengait bra dan segera membukanya.

Matanya terpukau menatap dua keindahan yang berada di dada Ana, Arley segera melabuhkan wajahnya dan menyentuhnya dengan penuh birahi. Tangan dan mulutnya bergantian bermain di dada Ana, terutama pada bagian nipelnya, mulutnya tak berhenti bermain pada benda bulat kecil itu.

Ana kembali mendesah dan mengerang. Dia meremas kuat rambut Arley.

Arley membuka celana panjangnya hingga tersisa celana boxernya saja.

Lalu melanjutkan ciumannya yang merambah turun di perut, pusat Ana. Terus ke paha hingga ke jari jemari kaki tak luput dari kecupan lembutnya.

Tubuh Ana semakin lemah menegang dan pasrah dengan apa yang di lakukan oleh pria yang bahkan namanya dia tidak tahu.

Puas menikmati indahnya jenjang kaki Ana, Arley bangkit dan menatap milik pribadi Ana yang tertutup sehelai kain tipis berenda hitam.

Arley menelan salivanya, lalu beralih menatap wajah Ana yang terpejam menggigit bibirnya,

kedua tangannya meremas sprei, pasrah.

Arley mendekatkan wajahnya pada wajah Ana , mengecup lembut kening kedua mata dan bibir Ana dengan lembut.

"Kamu milikku nona Attilah Nasha Ardillah .

mulai saat ini kamu hanya milikku." bisiknya pelan, dan Kembali mengecup kening Ana lembut penuh kasih sayang.

Lalu perlahan dia melepaskan Cdi Ana, membuka kedua paha mulus gadis itu .

Kembali dia terpukau memandang takjub tak berkedip melihat keindahan milik pribadi Ana.

Sementara milik pribadinya semakin menegang keras di balik boxernya, yang sudah tahan ingin masuk ke sarangnya.

Tanpa berpikir lama lagi, Arley langsung membenamkan wajahnya di dalam sana .

mencium, mengecup, menyesap dan mempermainkan l****nya dengan lembut.

Ana mengerang keras, tubuhnya semakin tegang dan menggelinjang.

Tubuh bagian atasnya sampai terangkat setengah. Kedua tangannya meremas kuat rambut Arley, menekan wajah Arley di dalam sana.

Arley semakin lincah dan cepat mempermainkan l***hnya.

Hingga akhirnya terdengar erangan keras dari mulut Ana, tubuhnya bergetar, mengejang merasakan sesuatu yang keluar dari dalam miliknya.

Dia meremas kuat rambut Arley.

dadanya bergemuruh kuat nafasnya memburu cepat dengan keringat membasahi tubuhnya.

Arley menelan c*i**n yang keluar dari milik Ana tanpa jijik. Dia tersenyum puas dapat membuat Ana mencapai pelepasan dengan tidak membutuhkan waktu lama.

Perlahan dia melepaskan boxernya, dia juga sudah tidak tahan untuk segera menyalurkan hasratnya. Dia segera memposisikan lututnya di antara kedua paha Ana, melebarkan kedua paha gadis itu.

Tiba tiba saja Ana bangun dari tidurnya, memeluk tubuh Arley .

"Jangan di teruskan, jangan di teruskan !

aku mohon tuan ! Jangan renggut kehormatan. Aku masih suci, aku masih perawan ! ini milikku satu satunya yang paling berharga. Aku hanya akan memberikan ini pada suamiku nanti ! jika anda merenggutnya, apalagi yang dapat ku banggakan pada suamiku nanti ?" ucap Ana sedih.

"Aku tidak mengenal anda, anda pun baru mengenal aku malam ini ! kita berdua tidak saling mengenal ! jangan di teruskan ....aku mohon." pintanya semakin memeluk tubuh Arley kuat memohon dan mulai menangis.

Arley terhenyak mendengar ucapan dari mulut Ana, ucapan jujur dan polos.

Arley menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan kuat. Dia jadi tak tega untuk melanjutkan apalagi sampai memaksa, meskipun saat ini dia sangat tersiksa.

Segera dia membalas memeluk tubuh Ana. mengecup ngecup puncak kepala gadis itu.

Dia mendesah tertahan merasakan miliknya menyentuh milik sensitif Ana.

Pikirnya mungkin hanya dengan sekali hentakan kuat dan keras bisa membuatnya masuk ke bagian dalam gadis ini. Sungguh dia sangat tersiksa dengan keadaan ini, tapi dia tidak tega melakukannya, dia berusaha menahan hasratnya.

Dia memang baru melihat Ana hari ini,

sewaktu melihat Ana di pesawat tadi, melihat kesedihan di wajahnya, mendengar tangisannya dalam doanya.

Hatinya bergetar, dia langsung terpikat dan jatuh hati.

Dan dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Ana di ballroom.

Dia juga tidak tahu Ana bekerja sebagai manager Arsitektur di perusahaan cabang dua miliknya dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada perusahaannya dengan ide dan kerja kerasnya hingga memenangkan proyek pembangunan menara X.

Perlahan dia menangkup wajah Ana, menatap wajah Ana dengan lembut, mengecup keningnya lembut.

"Aku tidak akan melakukannya, aku tidak akan menodai mu dan merenggut kehormatan mu." bisiknya pelan, lalu membaringkan tubuh Ana dan menutupi tubuhnya dengan selimut .

Dia ikut membaringkan tubuhnya di samping Ana, menatapi wajah cantik yang sudah terpejam dengan mulut yang meracau.

********

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!