NovelToon NovelToon

Pacarku Polos

prolog

"Lo mau nggak, jadi pacar gue?" tanyaku pada seorang gadis pendek di depanku.

"Haa? Pagar?" tanyanya.

"Pacar!"

"Haa? Pasar?" Aku menepuk jidatku, lalu menarik nafas sejenak.

'Ni anak budeg, atau gimane sih!' batinku.

"Pacar, Ara! Bukan pasar!" Aku menegaskan sekali lagi. Harus ku akui, gadis ini memang sangat menyebalkan, polos, dan aneh.

"Oh, pacar. Kirain pasar," ucapnya sambil menganggukkan kelapanya eh kepalanya berkali-kali.

Aku mengangguk. "Lo mau kagak?" Gadis itu tampak berfikir sejenak, lalu dengan cepat mengangguki nya.

"Yaudah, aku mau," jawab nya dengan senyum manis khasnya.

"Bagus," ucapku lalu segera berlalu pergi dari hadapan nya. Jujur saja, aku menembak gadis itu bukan karna rasa sayang, atau kemauanku, melainkan karena suruhan dari teman-temanku. Aku harus berpacaran dengan nya sampai 2 bulan kedepan! Ah menyebalkan!

***

POV Author

Azara Amora, gadis cantik, bertubuh pendek, berambut panjang, kulit putih, bibir merah ranum. Ara adalah seorang siswa pintar, yang baru kelas X SMA. Ara terkenal dengan kepolosannya, Ara juga berasal dari keluarga kaya.

Bryan Jason Willy, cowok tampan, bertubuh tinggi, berkulit putih, alis tebal, dan hidung nya yang mancung. Bryan adalah seorang siswa kelas Xll SMA. Bryan juga berasal dari keluarga kaya, sama seperti Ara.

***

"Gue udah turutin kemauan kalian," ucap ku dengan datar tanpa ekspresi.

"Lo beneran?" tanya Karell, aku pun mengangguki dengan malas.

"Bhahaha." Ketiga temanku itu tertawa lepas.

"Wah, seru nih!" ucap Vino sambil terus tertawa.

"Seru pala lu bulet!" kesalku yang kemudian menjitak kepala Vino.

"Eh, sakit jir! Lu maen jitak aja!" gerutu Vino sambil mengusap kepalanya yang ku jitak tadi, syukurin kau!

Aku pun berjalan dan duduk di bangkuku, padahal aku sudah mempunyai pacar 10 orang, selingkuhan 20 orang, dan gebetan 25 orang, banyak bukan? Ya jelas!

"Mohon bersabar ini ujian, mohon bersabar," ucap Argian seraya menepuk pundakku.

Aku masih kesal dengan trio kadal ini, wajahku saja masih cemberut.

"Ulu ulu, intan payung," Karell mencuil daguku, sambil berlagak imut seperti Fizi di film Upin dan Ipin.

Segera ku tepis tangannya. "Gue bukan Intan!" kesalku.

"Yaelah, gitu aja marah. Kita 'kan mau bantuin lo buat move on dari Lea,"

Brak! Ketiganya nampak terkejut, ketika aku memukul meja dengan cukup keras. Kesal? Itulah yang aku rasakan. Apa mereka kira move on itu mudah? Ya, memang mudah bagi mereka, tapi bukan bagiku!

"Kalian itu gak tau apa-apa tentang gue dan Lea!" bentakku disertai dengan tatapan tajam. Ketiganya hanya terdiam diri.

"Bryan! Kamu apa-apaan sih? Ngapain kamu nembak cewek lain? Kamu mau putusin aku?!" tiba-tiba saja, Laras-pacarku menghampiriku, dan melontarkan pertanyaan tentang kejadian itu.

"Kalau iya kenapa? nggak suka?sekarang kita putus! Dan jangan pernah nunjukin wajah lo lagi!" tanpa ku sadari, kata-kata itu keluar dari mulutku. Ya, begitulah, ketika aku marah, aku pasti melampiaskan pada pacar-pacarku. Terlihat jahat bukan? Tapi itulah diriku.

***

Saat bel pulang berbunyi, aku, Karell, Vino, dan Argian berjalan menuju parkiran.

"Eh, bukannya itu Ara?" Aku menoleh ke arah Ara, yang sedang berdiri di depan gerbang sekolah, sepertinya ia menunggu seseorang.

"Ho'oh, kasian beut dah, kek anak kecil yang nungguin emaknya," ucap Argian yang terus saja memperhatikan Ara.

"Lu samperin gih, kasian tau!" pinta Argian sambil menatapku. Aku memutar bola mataku malas, kemudian berjalan menghampiri gadis tuyul nan polos itu.

"Lo ngapain?" Ara menatap ke arahku, matanya beberapa kali berkedip seperti boneka.

"Lagi nungguin Kak Ari," aku menyerinyitkan dahi mendengar jawabannya.

"P-pulang bareng gue ma ...,"

"Mau!" Aku terkejut mendengar jawabannya. Belum sempat aku selesai bicara, Ara sudah memotong ucapanku.

'Nih anak bisa pacar pikiran gue?' batinku kini bertanya-tanya.

"Ayo, Abang!" Ara menarik tanganku menuju parkiran.

part 1

Disinilah aku, berada di jalanan bersama Ara, mengendarai motor seperti Dilan dan Milea. Ditambah dengan rintik-rintik kecil yang mengenai kami, dah dulu dramanya.

"Berhenti!" Aku mengentikan motorku, dengan tiba-tiba. Menatap ke arah gadis polos itu.

"Apaan sih?!" tanyaku kesal. Ara menunjuk ke arah penjual burger yang berada di tepi jalan.

"Ara laper, pen makan." Ara menatapku sambil merengek. Aku memutar bola mata malas, segera ku tolak permintaannya.

"Nggak boleh! Gue harus pulang," tolakku.

1 detik

2 detik

"Hua! Abang jahat, huaa!" Aku terkejut setengah mati, kemudian dengan cepat menutup mulut Ara, ah menyebalkan! Kini, semua sorot mata menatap ke arah kami.

"Iya dah, iya. Lu jan nangis dong!" seketika tangis Ara terhenti, kemudian mengusap hingus dan air mata yang hampir jatuh. Dasar jorok!

Terpaksa aku berhenti dan menunggu Ara memakan burger. Kalian tahu? Menunggu itu membosankan!

Ku lihat Ara yang sedang memejamkan matanya berdo'a, gadis ini terlihat sangat cantik dan imut. Selesai berdo'a Ara mengambil burger lalu, hap! Hap! Aku menganga sempurna, ketika melihat Ara makan begitu cepat dan lahap, apa begini cara gadis itu makan?

"Abang mau?" tanya Ara, walaupun mulutnya penuh dengan makanan. Aku menggeleng pelan, masih dengan keadaan menganga, kayak Udin ngangak.

'Ni gadis kek belum makan sebulan aje' aku hanya membatin melihat tingkahnya.

Setelah beberapa menit berlalu, Ara sudah selesai makan. "Alhamdulillah," Ara beranjak dari duduknya lalu berjalan kw arah motorku.

"Lo mau kemana? Bayar dulu oy!" Ara tersenyum manis ke arahku.

"Abang yang bayarin," aku menepuk jidatku. Kenapa Tuhan? Kenapa aku harus berpacaran dengan gadis monster ini? Kumenangis membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku ....

Aku dan Ara kembali menaiki motorku, kemudian melajukannya pelan.

Baru beberapa menit, Ara kembali berteriak. "Berhenti!"

"Apa lagi? Ara kembali menunjuk ke penjual ice krim. Mau tak mau aku harus menuruti.

Aku terpaksa harus membelikan ice krim untuk Ara. Ara dengan cepat memakan ice krim tersebut.

"Lo kagak kenyang? Makan banyak kek gitu?" Ara menggeleng pelan, sambil terus memakan ice krimnya, hingga belepotan disekitar bibirnya. Aku menepuk jidatku, lalu mengusap lembut bibir Ara.

Krek!

"Aaa!" Aku berteriak sekencang-kencangnya, ketika Ara mengigit tanganku. Jujur saja, rasanya sakit sekali, seperti digigit ular. Apa dia manusia setengah ular? Bisa jadi sih! Tapi, apa manusia ular secantik dan seimut dia? Ah lupakan!

***

Aku sampai di rumah Ara. Ingin rasanya langsung pergi dan terbebas, tetapi, Ara menarik tanganku dan mengajakku ke dalam rumahnya.

Dari kejauhan terlihat seorang cowok yang sedang mondar mandir di depan pintu.

"Assalamu'alaikum," cowok tersebut langsung memeluk Ara, tatkala mendengar suaranya. Siapa dia?

"Lu kemana aja sih? Lu gapapa kan?" Ara menggeleng pelan seraya tersenyum.

"Alhamdulillah ... dia siapa?" tanyanya sambil menatapku.

"Pacar Ara," deg! Mamak tolong! Kenapa gadis ini begitu polos? Sampai harus memberitahukannya. Oh Tuhan, kenapa kau beri aku cobaan berat ini.

"Haa? Pacar? Sejak kapan lu pacaran!?" tanyanya dengan raut wajah terkejut.

"Sejak tadi pagi, disekolah." Jawab Ara polos dengan senyum yang melebar.

"Selamat bro, anda menjadi calon anggota keluarga kami!" ucapnya sambil menjabat tanganku.

"Tapi, lu harus ingat! Jangan pernah sakitin adik kesayangan gue! Atau lu akan ...," Ari menggorok lehernya, dengan tangannya. Berarti memberi kode ... dia akan membunuhku! Haa mati aku! Aku kan harus pacaran dengan Ara selama 2 bulan. Tetapi, apa mungkin gadis polos ini bisa jatuh cinta padaku?

"I-iya," jawabku gugup.

"Oh iya, gue Ari, Abangnya Ara. Lu siapa?"

'Udah tau gue manusia, malah nanya lagi!' batinku tentunya. Jika berbicara langsung, mungkin aku akan mati.

"G-gue manusia, eh Gue Bryan," jawabku.

"Nama yang jelek! Baiklah, ayo masuk!" Kenapa Ari bisa berubah secepat itu? Aneh!

part 2

Aku berjalan masuk ke dalam rumah Ara yang bernuansa gold tersebut. Dindingnya dihiasi foto keluarga dan foto Ara, Ari yang masih kecil. Aku tertawa kecil ketika melihat foto Ara yang sedang memakan ice krim, dan belepotan di mana-mana.

"Silahkan duduk," Ari mempersilahkan aku duduk. Segera, ku iyakan perintahnya.

"Adek gue nyusahin lo gak, dijalan?" tanya Ari sambil menatapku.

"N-nggak kok," jawabku diiringi senyum pepsodent. Padahal dalam hatiku berkata. 'Nyusahin banget!'

"Alhamdulillah," Ari berucap syukur.

'Ting' aku melirik HP sejenak, lalu mendapati pesan dari Mamiku. Aku membulatkan mata sempurna, ketika mendapat pesan mematikan dari Mamiku sendiri. Kau tau apa isi pesannya?

[Bryan! Dimana kau?! Cepat pulang, atau Mami bunuh kamu!] begitulah pesannya. Jujur saja, Mamiku memang galak, bawel, operprotektif, dan satu lagi, sangat menakutkan.

"G-gue pulang dulu ya ... Assalamu'alaikum," Aku segera pamit pada Ari, kemudian berlari keluar dari rumah tersebut.

***

Aku mengendap-endap masuk kedalam rumahku, menatap sekeliling, waspada atas keberadaan Mami. Setelah semua terasa aman, aku mengusap dada, dan bersyukur

"Alhamdulillah ... terima kasih ya Allah, kau telah menyelamatkanku dari kemarahan monster." Baru selangkah aku menaiki anak tangga, tiba-tiba ....

"Siapa yang kamu maksud monster, sayang?!" Aku membalik tubuhku, dan mendapati sosok Mami yang sedang berdiri dan melipat tangannya. Mati aku!

"Eh, Mami. Sejak kapan disitu?" tanyaku, diiringi cengir kuda khasku. Mamiku tersenyum manis, lalu menghampiriku.

"Aaa, sakit sakit!" Aku menjerit, ketika Mami tanpa kasihan menarik telingaku.

"Ampun, Mi, ampun! Jan ditarik lagi, ntar copot telinga Bryan!" Aku terus memohon pada Mami.

"Kemana aja kamu?! Pulang jam segini! Temen-temen kamu udah pada nunggu dari tadi!" Omel Mami. Dari atas, terlihat Argian dan Karell yang tertawa lepas melihatku.

"Iye, lepasin dulu nape! Sakit tau Mi!" Mami pun segera melepasnya.

Aku terduduk sambil mengotak-atik HP ku. Tanganku, kini sudah lelah, mengetik kata 'putus' pada pacar dan selingkuhanku. Aku harus berdebat terlebih dahulu dengan mereka!

"Eh, kutu air! Tolongin gue putusin mereka dong, gue capek ngetik!" pintaku pada ketiga kutu air ini. Bagaimanapun, ini semua gara-gara mereka 'kan?

"Muka ganteng kek artis korea, dibilang kutu air! Mata lu katarak ya?" Aku mendatarkan muka, mendengar ucapan Vino.

"Tau tuh! Lagian lu yang punya pacar, kenapa kita yang repot!" balas Karell tak kalah. Dasar temen pelit!

"Udah-udah, biar gue aja yang bantuin." Argian menghampiriku. Wah, memang the best lah.

Lop lop untukmu!

"Wah, lu emang sahabat gue yang ter ter terbaik dah, gak kayak mereka." Aku memuji Argian, sambil menyodorkannya HP ku.

"Kok kasih gue HP?" Aku menyerinyitkan dahi mendengar pertanyaannya.

"Kan lo mau bantuin gue," jawabku sedikit heran.

"Iya, tapi bantuin ngelihat doang. Ya kali, gue mau ngetik!" Aku mendatarkan wajahku. Kenapa? Kenapa kau tega Roma!

"Bhahaha." Vino dan Karell tertawa lepas, sampai memegang perut dan berguling-guling.

"Tega kau Roma!" Dramaku dengan gaya lebay bin alay ala film jadul.

"Tidak Hani! Aku hanya malas ngetik Hani," Argian malah ikut memainkan drama. Wajahnya ia buat sedih, hingga membuatku menangis! Hehe.

"Sudah cukup kau beri aku harapan! Sekarang, pergi kau Roma! Aku tak mau melihat wajahmu lagi!" Drama terus berlanjut, hingga Vino menyahut.

"Roma kelapa." Sahut Vino.

"Ya Allah, kenapa gue harus punya sahabat kek mereka!" Aku berteriak lebay.

"Seharusnya, lo bersyukur punya sahabat kek kita. Walaupun gak ada akhlak, bobrok, dan nyebelin, kita gak pernah tu, ninggalin lo disaat banyak masalah." Timpal Karell sok dewasa. Tapi, ada benarnya juga, mereka selalu ada walaupun tingkah mereka seperti orang gila bin kerusupan, eh maksudnya kesurupan.

"Terima kasih ya Allah, engkau telah memberikanku sahabat seperti mereka." ucapku bersyukur.

"Nah, gitu dong."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!