NovelToon NovelToon

Rumah Pohon

Opening

Jakarta, 14 November 2012

Namaku Tias Puspita Ayu, umurku 23 tahun, dan aku anak terakhir dari dua bersaudara, itu berarti aku memiliki satu orang kakak, dan dia adalah abang ku Saputra Wijaya yang sudah menikah dan memiliki dua orang anak.

Sudah satu tahun ini aku tidak bekerja alias menganggur, dikarenakan faktor pengangguran yang semakin banyak, semakin susah pula peluang untuk mencari pekerjaan, karena pesaing yang lebih banyak, dari pada lowongan pekerjaan yang dibutuhkan, maka dengan itu untuk mengisi waktu yang lebih banyak berdiam dari pada bergerak, ku habiskan untuk menulis sambil mencari pekerjaan lewat media online.

Menulis adalah hobi yang sejak SMA aku geluti, sudah banyak karya yang sudah aku terbitkan di platform media online, salah satunya karyaku yang berjudul Rumah Pohon, karyaku yang bergandrekan horor ini memiliki pembaca yang cukup lumayan banyak, dibandingkan dengan karyaku yang lain, karena karyaku yang satu ini, adalah karya yang aku ambil dari pengalaman hidupku sendiri, di mana kejadian dan peristiwa 5 tahun lalu itu terjadi.

Walau pada kenyataannya, pengalaman itu sangat memilukan ku dan membuatku trauma, tetapi aku ingin membagikan pengalamanku itu untuk mengingatkan, bahwa ada makhluk lain yang hidup berdampingan dengan kita manusia, makhluk Tuhan yang tak terlihat namun nyata adanya, dan itu sudah dikatakan dalam kitab suci Al-Quran, namun perlu kita ketahui, mereka ada untuk diyakini bukan untuk dikatakan tahayul, mereka hidup dan mereka bisa mendengar apa yang kita katakan,  namun ada satu hal yang membuatku tak menduga-duga akan hal ini, tentang arwah yang hidup, untuk mengusik kehidupan manusia yang jelas berbeda alam, tetapi hal itu benar-benar nyata, seperti halnya yang dialami olehku dan keluarga kecil abang ku.

*selamat datang di cerita ini, dan selamat berjelajah di dunia yang penuh misteri.

dukung cerita ini dengan, like, vote dan komen untuk author supaya lebih semangat lagi menyajikan karyanya.

add friends ig : @marysiti14

Prolog

5 Tahun yang lalu.

Pagi itu.

“Apa tidak sebaiknya kamu selesaikan dulu kuliah mu yas,” ucap mamah seraya membereskan piring yang ada di meja makan.

“Tapi akan lebih baik kalau aku mencari pekerjaan dari sekarang mah,” ujar Tias seraya menuangkan air minum.

“Lagi pula kamu kan sudah mau masuk semester akhir, lebih baik fokus saja membuat skripsi,” sahut mamah yang hendak akan mencuci piring.

“Justru itu mah, pasti setelah lulus nanti, banyak sekali pesaing yang baru saja lulus berbondong-bondong mencari pekerjaan, dan itu akan semakin menyulitkan ku untuk mendapatkan pekerjaan, bang Putra saja dulu kuliah sambil bekerja, apa boleh buat, kenapa tidak aku coba?” ujar Tias yang masih duduk di depan meja makan.

“Ya mamah sih hanya memberikan mu saran, selebihnya ya terserah kamu, mamah cuma ingin kamu fokus dulu pada kuliah mu," ucap mamah memberi saran.

“Iya, aku paham apa yang mamah maksud, tapi sekali ini saja mamah bantu aku untuk bicarakan ini sama papah, papah pasti tidak akan setuju," ujar Tias meringis.

“Iya, nanti mamah coba bicarakan ini sama papah," sahut mamah yang masih sibuk mencuci piring.

Ada satu alasan mengapa aku selalu membujuk mamah untuk bicara pada papah, agar membiarkan ku mencari pekerjaan sebelum aku lulus, bukan karena aku menginginkan untuk segera bekerja, melainkan ada satu pembicaraan yang aku dengar antara papah dengan temannya om Galih, yaitu menjodohkan ku dengan anaknya setelah lulus kuliah nanti. Dan itulah kekhawatiran yang membuatku tidak bisa tidur, sekali pun ku pejamkan mata ini, namun sampai saat ini aku masih pura-pura tidak tahu, dan seolah-olah keinginanku sendiri yang ingin segera bekerja sebelum lulus kuliah.

***

Keesokan harinya.

Pukul 07.00 wib.

“Tok tok tok, Tias bangun?” seru mamah mengetok pintu.

“Kebiasaan, anak gadis kok bangunnya siang-siang begini sih,” gerutu papah yang sudah santai di depan meja makan seraya menyantap kopi dan roti gandum kesukaannya.

“Iya mah ini sudah bangun kok!” ujar Tias dengan nada suara yang masih mengantuk.

10 menit kemudian, Tias pun menghampiri mereka.

“Kamu tuh anak gadis, harus bisa bangun lebih awal, jangan selalu harus dibangunkan, bagaimana kalau sudah punya suami nanti,” ucap papah yang pagi-pagi sudah membicarakan kekhawatiran itu.

“Iya pah, semalam aku tidur kemalaman, jadinya telat deh,” timpal Tias seraya menggeser kursi yang berada di sebelah Anton papahnya.

“Makanya jangan di biasakan gadang,” ujar papah yang mulai mengomel.

“Iya pah,” singkat Tias.

“Terus yang mamah mu bilang itu, kenapa kamu ingin bekerja sebelum kuliah mu selesai?” lanjut papah bertanya.

“Iya supaya lulus nanti Tias tidak perlu susah lagi mencari pekerjaan pah,” jawab  Tias seraya mengoleskan roti dengan selai kacang favoritnya.

“Ya kalau papah sih terserah kamu saja, selagi kamu bisa memprioritaskan kuliah mu hingga lulus nanti, ya oke oke saja, tapi ingat jangan terlalu berlebihan,” ujar papah.

“Yang benar pah,” ucap Tias kegirangan.

“Iya, tapi ingat pesan papah, kamu harus bisa konsisten,” ujar papah kembali memberi nasihat.

“Siap pah,” ucap Tias seraya mengangkat kedua jempolnya yang disertai senyum bahagia”

Entah apa yang membuat papah berkata seperti itu, yang jelas aku benar-benar terkejut, papah mengizinkanku untuk bekerja sambil kuliah, dan itu membuatku semangat untuk mencari pekerjaan, sehingga akhirnya aku mendapatkan panggilan interview di sebuah perusahaan.

Beberapa bulan kemudian.

Dengan izin kedua orang tuaku, akhirnya aku bisa menjalani aktivitas ku bukan hanya sebagai mahasiswi, melainkan sebagai karyawan di perusahaan tempatku bekerja, ya memang sulit untuk menjalani ini dengan keadaan waktu yang harus aku bagi, tetapi aku harus menepati dan membuktikan pada mereka, bahwa aku bisa melakukan ini dengan baik, sampai aku lulus di universitas.

Waktu Yang Singkat

Hari itu.

Waktu ibarat roda yang berputar, melaju tanpa henti, seperti kehidupanku yang terus bergulir dari waktu ke waktu, sudah hampir satu tahun aku bekerja di sini, tidak hanya teman, rekan kerja, atau bahkan pengalaman aku dapat, namun semua itu harus aku tinggalkan sebagai kenangan yang tidak akan pernah aku lupakan, itu semua terlepas karena sesuatu yang membuatku sempat depresi, tidak ada kehidupan untukku setelah orang yang aku cintai meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Kring kring kring, suara panggilan masuk dari tante Dinar.

“Halo tante, ada apa?” seru Tias.

“Halo Tias, apa kamu bisa ke rumah sakit Sejahtera sekarang?” ujar tante Dinar panik.

“Rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit tan?" ucap Tias.

“Mamah mu masuk rumah sakit,” sahut tante Dinar.

“Apa!" ucap Tias terkejut.

"Mamah masuk rumah sakit, kok bisa? Ya sudah aku segera ke sana,” lanjutnya panik.

Beberapa menit kemudian.

Setibanya.

Namun sesampainya di rumah sakit, aku melihat air mata mereka terjatuh, entah apa yang ku lihat itu nyata atau hanya sekedar mimpi, namun harus kah ku terima kepahitan ini, kenyataan bahwa mamah telah pergi meninggalkan ku.

“Pah, apa yang terjadi,” ucap Tias seraya menghampiri papah yang sedang tersedu menangis.

Namun tarikan tangan bang Putra yang serentak memelukku seraya menangis, membuatku semakin sakit.

“Mamah sudah pergi,” lirih Putra.

Ucapan yang terdengar di telingaku, membuat hatiku sakit bak ditusuk pedang yang tajam.

“Tidak! Tidak mungkin, mamah baik-baik saja, tidak mungkin mamah meninggal!” ucap Tias seraya menepis pelukan Putra.

Ucapan ku dipungkiri setelah dokter keluar dari kamar mamah berada, memang benar mamah telah meninggalkan ku, dan itu membuat kesadaran ku hilang.

Blug! Tias terjatuh.

“Yas, Tias bangun nak,” seru papah seraya membangunkan Tias yang terjatuh pingsan.

Setelah beberapa menit kemudian.

Bagaimana aku bisa menerima ini, sedangkan aku saja masih bergantung pada mamah, bahkan aku tidak tahu, apa aku bisa melanjutkan hidupku tanpa mamah di sampingku.

“Sekarang anak mamah sudah besar, dan sebentar lagi akan menikah, kalau pun mamah pergi, kamu tidak akan kesepian lagi, karena ada suami kamu yang menemani mu,” ucap mamah seraya mengelus rambut Tias.

“Aku tidak ingin menikah mah, hidupku sudah cukup bahagia berada di samping mamah, bang Putra bilang kalau mamah akan pergi meninggalkan aku, itu tidak benarkan mah?” ujar Tias seraya memeluk mamah dengan air mata yang berlinang.

“Mamah memang akan pergi, mamah di sini karena mamah ingin melihat mu dan memeluk mu untuk yang terakhir kalinya, karena tadi pas sarapan pagi, kamu langsung pergi ke kantor,” ucap mamah yang masih mengelus rambut Tias.

“Mamah jangan pergi, bagaimana aku bisa tanpa mamah,” lirih Tias menangis.

“Kita akan bertemu dan berkumpul lagi nanti, kamu jaga diri kamu baik-baik, dan kamu harus janji sama mamah, jangan biarkan kesedihan mengurung diri kamu, karena mamah tidak ingin itu terjadi sayang, mamah di sini sudah bahagia, jadi mamah harap kamu pun bisa bahagia, ya nak!” ucap mamah seraya mencium kening Tias.

“Sekarang mamah harus pergi, ingat jangan biarkan kesedihan mengurung mu,” lanjutnya seraya melepaskan pelukannya dari Tias.

“Tidak mah, jangan tinggalkan aku, mamah!” teriak Tias.

Dengan nafas tergesa-gesa, aku kembali sadar dari mimpi yang menyayat hati, aku tidak percaya mamah meninggalkan ku dengan begitu cepat.

“Tias, nak kamu sudah sadar,” seru papah yang sudah berada di samping Tias.

“Pah!” rintih Tias seraya memeluk.

“Tias, papah tahu apa yang kamu rasakan, dan papah pun juga merasakan hal yang sama, tapi semua ini sudah ke hendak Tuhan, kita tidak bisa menghalangi ini semua,” ujar papah dengan mata yang berkaca-kaca.

“Tapi mengapa mamah pergi begitu cepat pah, tidak bisakah Tuhan membiarkan mamah hidup hingga aku menikah dan memiliki anak nanti,” ucap Tias seraya tersedu-sedu menangis.

“Kematian itu tidak ada yang tahu, kita tidak bisa menawar kapan kita harus mati sayang, kamu harus bisa mengikhlaskannya,” ujar papah.

“Sekarang kita antar mamah ke pengistirahatan terakhirnya yah, papah mau siap-siap dulu, kamu juga yah nak,” lanjutnya seraya menolehkan pandangan kesedihannya dari Tias.

5 menit kemudian.

Entah mengapa hati ini masih tidak percaya akan apa yang sedang terjadi, namun haruskan aku mengantarkan mamah yang jelas-jelas untuk terakhir kalinya.

“Tias, nak apa kamu sudah siap?” ujar papah dibalik pintu kamar Tias.

“Iya pah,” sahut Tias.

Setibanya di pemakaman.

Selamat jalan mah, semoga mamah bahagia di sana, walau aku tidak bisa berjanji apa aku bisa bahagia setelah mamah pergi, namun aku senang mamah mengatakan kalau mamah bahagia di sana, walau hanya dalam mimpi, tetapi bagaimana aku bisa menjalani ini semua, dan apa kesedihan itu benar-benar akan mengurungku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!