NovelToon NovelToon

LAGU CINTA ELLENA

1. PROLOG

Tahun 2013, usianya baru 13 tahun. Tahun tersebut bagi Ellena adalah masa-masa sulit. Kepindahan dirinya bersama Kakek dan Neneknya dari rumah tepi hutan di daerah Banten ke rumah di Sumedang cukup membuatnya harus beradaptasi dengan situasi, kondisi dan keadaan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Apalagi Kakek dan Neneknya mulai sakit-sakitan sehingga tidak bisa mencari nafkah. Ellenapun harus bekerja keras untuk membiayai sekolahnya dan pengobatan Kakek dan Neneknya.

Untunglah Om Risman, kerabat jauh Neneknya, berbaik hati menerimanya bekerja di restorannya sebagai tukang cuci piring. Ellena bekerja dari sepulang sekolah sekitar pukul 13.30 hingga pukul 17.30.

Seperti biasa, sepulang sekolah, setelah mengganti seragam putih birunya dengan pakaian rumahan, kemudian makan siang di rumahnya, Ellenapun pamit pada Kakeknya yang tergolek lemah diranjangnya. Sedangkan Neneknya walau sakit, tapi masih dapat berjalan. Ellenapun pamit pada Neneknya. Dua nasi bungkus sudah dibelikannya untuk makan siang Kakek dan Neneknya. Walau hanya dengan tahu dan tempe, mereka bersyukur masih dapat makan.

Dengan langkah ringan, tubuh kurus dan pakaian yang agak lusuh, Ellena pergi ke restoran Om Risman. Hanya Om Rismanlah yang memperlakukannya dengan baik. Sedangkan Tante Titi dan anaknya yang bernama Siska, kerap membuatnya menangis karena diperlakukan kasar oleh mereka.

"Ellen, kau sudah makan?" tanya Om Risman.

"Sudah, Om," jawab Ellena.

"Ya, sudah. Cepatlah ke belakang. Gelas dan piring kotor sudah menumpuk," kata Om Risman.

Ellena pun pergi ke belakang, ke tempat cuci piring. Dengan sigap, ia mencuci gelas-gelas, piring - piring, sendok dan garpu yang berserakan. Karena licin, sebuah piring terlepas dari tangannya hingga pecah.

Prang!

Ellena terkejut. Ia segera memungut piring yang pecah itu untuk dibuang ke tempat sampah.

"E e ...kamu ya, kalau tiap hari nyuci piring pecah begini, bisa-bisa habis piring saya. Bisa rugi saya harus membeli lagi piring yang baru!" Tante Titi menoyor kepala Ellena.

"Ti-tidak, Tante. Saya baru kali ini memecahkan piring. Maafkan saya, Tante. Tadi piringnya licin," kata Ellena.

"Upah kamu harus dipotong! Enak aja cuma minta maaf!" kata Tante Titi sambil berlalu.

Tante Titi untunglah tidak memperpanjang ceramahnya karena pengunjung restorannya semakin ramai. Ia membantu suaminya duduk di tempat kasir. Om Risman dan Tante Titi memang turun langsung menangani pembeli yang akan bayar. Restoran mereka hanya restoran kecil, yang hanya dapat menggaji 2 tukang masak dan 2 pelayan, ditambah 2 orang tukang cuci piring. Satu orang tukang cuci piring lagi, bertugas pagi dan malam. Karena siang hari jadwalnya Ellena yang bertugas mencuci piring.

Sebenarnya bisa saja Om Risman mencari tukang cuci piring orang dewasa. Tapi karena demi untuk menolong keluarga Ellena, Om Risman mempekerjakan anak yang masih sekolah itu dengan menyesuaikan jadwal sekolahnya.

"Ellen! Sini kamu! Nih, kerjakan PR ku! Awas kalau bilang-bilang ke Papa!" ancam Siska.

Siska bersekolah di sekolah yang sama dengan Ellena. Cuma berbeda kelas. Siska karena menganggap Ellena sebagai pembantunya, sering berbuat semena-mena.

"Nanti dulu, Siska. Aku belum selesai nyuci gelas dan piringnya," jawab Ellena.

"Eh apa kamu barusan ngomong? Siska, siska! Non Siska! Awas kalau lupa lagi!" bentak Siska.

"Baik, Non Siska. Nanti sebentar lagi nyuci gelas dan piringnya," kata Ellena.

Begitulah setiap hari, Ellena sering dimaki dan dikasari oleh Tante Titi dan Siska. Hanya Om Rismanlah yang selalu baik pada Ellena.

"Nih, Ellena upahmu untuk hari ini," Om Risman memberikan uang dua puluh ribuan pada Ellena. Ellena memang dibayar harian.

"Dan ini untuk beli obat Kakek dan Nenekmu. Mereka waktunya beli obat bukan?" bisik Om Risman sambil memberikan uang seratus ribuan.

"Terimakasih Om!" Ellena menerimanya dengan gembira.

"Ingat! Tantemu jangan sampai tahu. Kalau sampai tahu, dia akan meminta kembali uang ini," pesan Om Risman.

"Baik, Om," jawab Ellena patuh.

*****

Tak terasa, Ellena sudah berusia 15 tahun. Laksana bunga yang baru mekar, kecantikannya mulai terlihat. Tubuhnya mulai berubah. Dari seorang anak yang kecil, kurus dan terlihat lusuh, menjadi seorang gadis remaja yang cantik dan bertubuh padat berisi.

Beberapa teman sekolahnya mulai meliriknya. Ia yang tadinya tidak masuk hitungan cewek-cewek cantik yang menjadi kejaran cowok-cowok, kini menjadi cewek yang diperhitungkan.

Hanya saja hatinya sudah tertambat pada seorang cowok yang merupakan cowok populer di sekolahnya. Dia bernama Marcel. Dia sama - sama kelas 3 SMP, cuma berbeda kelas.

Marcel berasal dari keluarga kaya. Dia selalu diantar jemput mobil ke sekolah oleh supirnya. Marcel juga merupakan anak band disekolahnya. Kalau dia menyanyi sambil memetik gitar, cewek-cewek banyak yang histeris. Suara dan gayanya keren sekali.

Ellena yang diam-diam menyukai Marcel, hanya bisa melihatnya dari jauh. Marcel tak pernah sekalipun memperdulikan keberadaan Ellena walau sedang berada didekatnya ketika Upacara bendera atau ada acara lainnya di sekolah.

Ellena hanyalah dianggap buih dilautan yang tidak terlihat. Tidak dikenal keberadaannya oleh Marcel, karena Ellena hanyalah gadis biasa dan juga bukan gadis yang berprestasi.

Ketika Marcel dikabarkan jadian dengan Nadia, teman sekelas Ellena, Ellena patah hati, seperti cewek - cewek lain banyak yang patah hati. Cintanya layu sebelum berkembang. Tapi Ellena menyimpan kesedihannya sendiri. Ia tidak mau ketahuan sudah berani mencintai seorang Marcel, cowok populer, pujaan para cewek disekolahnya.

Pulang sekolah Ellena turun dari angkot, berjalan dengan gontai menuju rumahnya yang masuk gang. Ia terkejut ketika melihat banyak orang dan ada bendera kuning di rumahnya. Ellenapun berlari ingin segera masuk ke rumahnya untuk melihat apa yang terjadi.

Ternyata menurut para tetangga, Kakek dan Neneknya meninggal hanya berselang satu jam. Kakek yang meninggal terlebih dahulu, satu jam kemudian Neneknya. Ternyata Kakek dan Neneknya sehidup semati. Sepanjang yang dilihat Ellena selama ini, Kakeknya setia pada Nenek. Merekapun terlihat mesra walau sudah tua.

"Kakeeek.....! Neneeek .....! hiks hiks, jangan tinggalkan Lena!" Ellena menangis histeris. Lena merupakan panggilan kesayangan Kakek dan Neneknya pada dirinya.

Tubuh Ellena limbung. Ia sedang bersedih karena patah hati, ditambah Kakek dan Neneknya meninggal. Para tetangganya membaringkan Ellena ke ranjang dikamarnya.

Ellena terisak sedih. Kini ia hidup sebatangkara. Kepada siapa lagi dirinya bersandar dan meminta perlindungan. Ibunya sudah lama tiada. Ayahnya, tidak tahu keberadaanya. Bahkan wajahnyapun tidak tahu.

Ellena tidak sanggup ikut ke makam. Tubuhnya terasa lemas. Ia tadi hanya melihat Kakek dan Neneknya untuk yang terakhir kalinya sebelum dimandikan dan di kain kafani oleh para tetangga.

Beberapa ibu-ibu ada yang masih menemaninya di rumah, ketika Om Risman datang.

Om Risman pun masuk ke kamar Ellena. Ellena sedang ditemani seorang ibu tetangga rumah Ellena. Setelah dari makam, Om Risman menemui Ellena.

"Ellen, yang sabar ya. Jangan bersedih dan jangan khawatir. Om akan menjaga Ellen. Kalau ada apa-apa, Ellen bilang aja pada Om," kata Om Risman.

Ellen bangun dan memeluk Om Risman. Hanya kepada Om Risman Ellen bisa mencurahkan kesedihannya. Ellena merasa Om Risman satu-satunya keluarganya.

Om Risman terkejut dengan apa yang dilakukan gadis itu. Gadis itu benar-benar polos, batinnya. Padahal sejak Ellena tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik, Om Risman jatuh hati pada Ellena.

Rasa sayangnya, kebaikannya, dan rasa melindungi pada gadis itu karena Om Risman menyukai gadis itu. Perasaan itu ditahannya kuat-kuat. Karena Ellena sebaya dengan Siska, anaknya. Dirinyapun masih punya istri. Lagipula dirinya yang sudah berusia 38 tahun merupakan pria dewasa yang matang yang tidak mungkin untuk mencintai gadis dibawah umur.

Tapi cinta memang datang tidak bisa ditolak dan susah ditebak. Walau hatinya menolak supaya jangan jatuh cinta pada Ellena, tapi semakin hari semakin subur saja perasaan yang tumbuh dihatinya. Karena Om Risman melihat Ellena setiap hari bekerja di restorannya.

Hingga Ellena berusia 18 tahun dan menyelesaikan SMAnya, Om Risman masih bisa menyembunyikan hatinya. Walau kadang-kadang istri dan anaknya merasa curiga dan cemburu melihat perlakuan Om Risman yang baik dan lembut pada Ellena.

Pada suatu hari, Ellena menyampaikan berita kelulusannya pada Om Risman. Om Risman ikut gembira. Restoran hari itu tutup karena Tante Titi dan Siska sedang berbelanja. Mendengar kelulusan Siska, Tante Titi mengajaknya shoping sebagai perayaan kelulusan Siska. Om Risman tidak ikut.

Restoran Om Risman berada di bagian depan rumahnya. Pintu rumahnya berada di samping. Ellena harus berjalan menyusuri teras samping restoran untuk ke rumah Om Risman. Ellena tidak tahu kalau hari itu di rumah itu cuma ada Om Risman.

"Baiklah, Ellen akan meneruskan ke mana, kuliahnya? Nanti Om yang akan membiayai," kata Om Risman dengan lembut setelah mendapat kabar kelulusan Ellen.

"Oh tidak Om. Jangan. Nanti Ellen akan cari pekerjaan. Om sudah direpotkan Ellen selama ini. Terimakasih sudah membantu kehidupan Ellen, sekolah Ellen. Kalau tidak ada Om Risman, Ellen tidak tahu harus meminta tolong pada siapa," kata Ellena tulus.

Sejurus Om Risman menatap Ellena. Ada yang aneh dengan tatapan mata Om Risman. Hati Ellena menjadi berdebar. Perlahan, Om Risman menghampiri Ellena. Om Risman memegang tangan Ellena.

"Om Mencintaimu, Ellen. Sudah sejak lama. Om sudah tidak bisa menyembunyikannya lagi," dengan tiba-tiba Om Risman memeluk Ellena dan mencoba menciumnya. Ellena kaget bukan kepalang.

Ellena memberontak dan mendorong tubuh laki-laki berusia 41 tahun itu. Ia tidak menyangka Om Risman yang sudah dianggapnya seperti keluarganya sendiri, bertindak nekat seperti itu. Seperti seorang laki-laki yang mencintai seorang wanita pada umumnya.

"Jangan Om. Ini tidak baik. Ingat anak dan istri Om," Ellena terisak. Dirinya baru menyadari, kedekatannya dengan Om Risman telah membuat laki-laki itu jatuh cinta.

"Menikahlah dengan Om. Om akan memberimu apa saja. Juga akan menguliahkan Ellen," kata Om Risman mendamba.

"Tidak Om! Ellen tidak mau!" Ellena segera berlari meraih handle pintu. Segera diputarnya dan langsung keluar. Ia berlari dan terus berlari agar Om Risman tidak dapat mengejarnya.

*

*

*

*

*

HAPPY READING

Jangan lupa vote, like dan komenmu ya!

2. NGEKOS

Ellena terpaksa harus menyewakan rumah peninggalan Kakek dan Neneknya, ia akan mendaftar kuliah di Perguruan Tinggi di kota Bandung. Ia mendapat beasiswa dari Universitas U selama 1 tahun.

Ia menyewakan rumah itu 15 juta pertahun, dan si penyewa membayar untuk sewa 2 tahun. Hasil dari menyewakan rumah itu dipakai biaya pendaftaran dan biaya-biaya lainnya di luar biaya semester. Sisanya untuk bayar kos dan untuk biaya hidup sehari-hari sebelum ia mencari pekerjaan.

Ellena mencari tempat kos yang dekat dengan kampusnya. Kampusnya berada di Jalan Dipati Ukur. Untuk itu ia mencari kosan di belakang kampus supaya ia bisa jalan kaki untuk ke kampus.

Alasan lainnya Ellena kos adalah agar ia bisa menjauh dari Om Risman. Setidaknya ia tidak berada di Sumedang lagi. Otomatis Om Risman tidak bisa menemuinya sering-sering. Apalagi kalau Ellena tidak memberitahukan tempat kos Ellena. Om Risman tentunya akan kesulitan menemuinya.

Kamar kosan pun didapat. Tempatnya cukup lumayan untuk ukuran tinggal sendiri. Fasilitasnya sudah ada kasur busa dan lemari pakaian. Kamar mandi dan dapur digunakan bersama-sama dengan penghuni kamar lain.

Kosan Ellena berada di gang sempit dengan pencahayaan matahari yang kurang. Ini hanya untuk sementara sampai ia benar-benar mengenal daerah yang baru ini dan punya banyak teman yang akan memberinya informasi tempat kosan yang bagus.

Setelah mendaftar kuliah dan mendapat tempat kos, Ellena akan memindahkan barang-barang pribadinya ke kosannya. Barang-barang milik Nenek dan Kakeknya, ia biarkan tetap disimpan di rumah Nenek dan Kakeknya dan tidak apa-apa bila dipakai oleh penyewa rumahnya.

Pada hari yang telah direncanakan, Ellena mengangkut barang-barang pribadinya dengan naik taksi. Hidup sebatangkara, membuatnya harus mandiri. Mengatasi dan menghadapi semuanya sendiri.

Hari pertama tinggal di kosan, ia habiskan dengan beres-beres, menata kamarnya agar nyaman untuk ditempati. 3 kamar lainnya dihuni oleh masing- masing satu orang. Rumah ibu kosnya berada dekat dengan kamar-kamar yang di koskan itu.

"Hai, baru pindah ya? Kenalkan, nama saya Ayu," seorang penghuni kos di sebelah kanan kamar Ellena.

"Iya nih. Nama saya, Ellena. Panggil saja Ellen. Kamu anak baru juga?" tanya Ellena.

"Ya. baru dua hari yang lalu menghuni kamar kos ini. Aku kuliah di Universitas U jurusan Teknik Informatika. Kamu?" tanya seorang gadis.

"Aku juga di Universitas U. Jurusan Akuntansi," jawab Ellena.

Lalu Dua orang lainnya nimbrung.

"Ada penghuni baru nih rupanya! Kuliah apa kerja?" tanya salah seorang.

"Kuliah. Di Universitas U," jawab Ellena.

"Kenalkan, nama saya Andin,"

"Saya Lina,"

"Ellena," kata Ellena sambil membalas uluran tangan mereka.

"Kami kuliah kelas karyawan di Universitas U sambil kerja di Cafe di Dago," kata Lina.

"Fakultas apa?" tanya Ellena.

"Ekonomi. Jurusan Manajemen," kata Lina

"Oh sama dong, cuma aku ambil jurusan Akuntansi," ucap Ellena.

Perbincangan mereka semakin membuat mereka akrab. Merekapun saling berkunjung ke kamar, beli makan ke warung bareng, atau sekedar nongkrong di warung bakso dekat kampus sambil cuci mata. Ellena merasa tidak sendiri lagi.

Ellena semakin hari semakin khawatir. Sudah berjalan enam bulan kuliahnya. Keuangannya sudah menipis. Terpaksa Ellena harus berhemat. Ia puasa senin - kamis. Agar ia cuma makan sekali sehari. Hari lainnya, ia masak nasi di rice cooker, lauknya kadang hanya krupuk dan kecap, kadang mie instan yang di bagi 2 karena untuk 2 kali makan, atau telur ceplok.

Ellena harus cepat bertindak. Ia harus mencari pekerjaan. Di carinya lowongan pekerjaan di sosmed atau internet. Ia butuh pekerjaan part time, karena harus kuliah juga. Ia juga cari-cari informasi dari teman-temannya barangkali mengetahui ada lowongan pekerjaan.

Disela - sela waktu senggangnya, Ellena melakukan hobi lamanya. Menyanyi. Menyanyi dapat membuatnya terhibur, melupakan sejenak kehidupannya yang sulit dan sebatangkara, juga dapat memberinya energi baru untuk semangat menjalani kehidupan sesulit apapun.

Banyak lagu dihapalnya. Mulai dari lagu barat, lagu Indonesia, maupun lagu India. Musiknyapun berbagai aliran, dari mulai pop, rock, sampai dangdut.

Teman-temannyapun jadi ikut-ikutan menyanyi bila Ellena menyanyi. Untung Kosannya tidak terlalu padat jarak dengan rumah bu kos atau tetangga yang lain. Lagipula suara Ellena bagus. Jadi mereka yang mendengarkannya tidak merasa terganggu, malah menikmati lagu yang dinyanyikan Ellena.

" Ellen, kamu mending ikut audisi lomba nyanyi aja. Suaramu bagus,'" kata Andin.

"Aku butuh pekerjaan, Ndin. Belum terpikirkan kalau ikut audisi. Ikut audisi itu setidaknya butuh biaya ke sana ke mari untuk daftar dan audisi awal. Aku butuhnya pekerjaan. Bisa bantu gak Ndin?" tanya Ellena.

"Kamu kan pandai menyanyi. Kebetulan di cafe tempat aku bekerja ada live musiknya. Nanti aku bilangin deh ke pemilik cafe, siapa tahu butuh penyanyi baru,"

"Wah.... terimakasih ya, Andin. Kamu memang temanku yang is the best lah!" puji Ellen.

"Udah ah jangan ngerayu. Gak dirayu juga aku tetap bantu kok!" kata Andin.

Ellena menunggu kepulangan Andin pulang dari bekerja. Ellena sudah tidak sabar mendengar kabar tentang job menyanyi di cafe tempat Andin dan Lina bekerja.

Sambil mengerjakan tugas kuliah, Andin bernyanyi-nyanyi kecil sambil diiringi musik dari ponselnya. Lagu yang dinyanyikannya lagu karoke dangdut koplo. Ia masih asyik menulis sambil menyanyi. Ketika didengarnya suara orang tertawa-tawa, barulah Ellen menghentikan menulisnya dan melihat keluar kamar. Ayu sedang tertawa melihat Nini Idah, seorang nenek, ibunya ibu kos sedang berjoget - joget didepan kamar Ellen yang langsung menghadap jalan gang.

"Tariiik niii..... semongko!" teriak Ayu.

Ellena tercengang melihatnya. Ellenapun langsung menghampiri Nini Idah. Walau tubuhnya renta, tapi urusan joget, membuatnya energik. Nini Idah lincah sekali berjoget. Ellenapun menyanyi sambil berjoget-joget dengan Nini Idah.

"Euleuh euleuh Nini idah meni hebring jogetnya," salah seorang tetangga. Suara musik koplo dari ponsel Ellenapun dikeraskan, sehingga Nini Idah semakin semangat. Sontak saja, satu persatu orang berdatangan melihat Nini Idah dan Ellena. Ayu juga ikut-ikutan berjoget agar Nini Idah semakin semangat.

Dengan menggunakan mic yang terhubung ke ponsel, jadilah pertunjukan dadakan itu sukses membuat kerumunan.

"Eta... Nini Idah, apa enggak encok ya.? Meuni lincah-- lincah teuing! Si Neng nya juga suaranya bagus, jadi enakeun yang jogetnya!" kata yang menonton berkomentar.

Tiba-tiba ibu kos datang dan langsung menghampiri Nini Idah.

"Aduh Gusti nu Agung.....! naha ari ibu gak ingat umur. Malu atuh ibu! Ayo udah jogetnya!" kata Ibu Yayah, ibu kos Ellena, sambil menarik Nini Idah.

"Ingkeun atuh Bu Yayah! Hiburan!" kata seorang pemuda sambil tertawa.

"Hiburan, hiburan! Siga topeng monyet wae jadi tontonan!" gerutu Bu Yayah.

"Udah Neng Ellena. Matikan musiknya. Nini Idah mah teu kaop denger musik, jadi suka joget-joget," kata Bu Yayah dengan bahasa yang gado-gado, Indonesia-sunda.

Musikpun dimatikan. Penonton kecewa. Merekapun bubar. Bu Kos dan Nini Idah masuk ke rumahnya.

"Kalau tadi ngedarin keropak, kayaknya tadi akan banyak dapat uang lho Ellen," kata Ayu sambil tertawa.

"Atuh kamu kenapa diam aja. Kalau ngamen kan harus kerjasama. Ada yang nyanyi, ada yang joget, ada juga yang ngedarin keropak atau kaleng buat diisi uang oleh penonton," kata Ellena meledek.

"Uh... Sorry ya. Gak level," jawab Ayu sambil tersungut sungut. Ellena tertawa melihat reaksi Ayu. Ayu pun kemudian ikut tertawa.

Ketika mereka asyik tertawa, Andin dan Lina datang.

"Lagi bahagia nih kayaknya," kata Andin.

"Wah ... kalian ketinggalan pertunjukkan. Udah keburu bubar," kata Ayu.

"Pertunjukan apa?" tanya Lina tidak mengerti.

"Udahlah. Gak penting! Ngomong-ngomong. Gimana kabarnya lamaran kerjaku?" tanya Ellena.

"Maaf, Len. Pihak Cafe belum membutuhkan penyanyi baru. Masih ada penyanyi lama yang udah dibayar tetap disana," kata Andin sedih, merasa bersalah mengabarkan berita buruk.

"Ya udah gak apa-apa. Belum rezeki. Nanti aku cari di tempat lain deh," kata Ellena tetap tersenyum supaya Andin tidak merasa bersalah.

"Tapi, tadi ada salah satu pengunjung cafe ngobrol. Aku dengar. Katanya Lounge di Hotel ***** membutuhkan 3 orang penyanyi. Itu juga kalau kamu mau ambil," kata Lina.

( Lounge adalah tempat minum di hotel berbintang. Untuk kalangan pebisnis)

"Ya udah aku ambil aja. Awal-awal kan harus cari-cari dulu," kata Ellena

"Nih, alamatnya. Tadi aku minta ke orang itu. Aku bilang, barangkali ada temanku yang mau," kata Andin.

"Terimakasih ya," ucap Ellena, "Nanti malam aku ke sana."

*

*

*

*

*

Tinggalkan jejakmu ya readers!

3. JOB PERTAMA NYANYI

Ellena bersiap pergi sehabis Isya. Lamarannya di terima kemarin malam di Lounge Hotel ****** sebagai penyanyi tidak tetap. Malam ini Ellena akan tampil untuk yang pertama kali. Beruntung, Ellena direkomendasikan oleh seorang kenalan Lina dan Andin. Sehingga Ellena dengan mudah diterima. Tanpa tes yang sulit.

Dengan berbusana anggun bak artis, Ellena melangkahkan kakinya keluar dari tempat ganti kostum. Malam itu ada meeting para pebisnis di Lounge itu. Suasana sudah ramai oleh sebagian besar laki-laki paruh baya. Ada juga beberapa yang masih muda.

Ellena naik ke panggung kecil dimana disana sudah siap keyboardist, gitaris dan pemain saxofon. Dua orang penyanyi pun sudah bersiap di kursi di panggung belakang. Ellena menyapa mereka, kemudian duduk.

Acara meeting sudah selesai 15 menit yang lalu. Acara hiburanpun dimulai.Para pebisnis mulai menikmati makanan dan minumannya.

Lagu pertama dinyanyikan oleh Rina. Lagu lama Indonesiapun sukses dinyanyikan oleh Rina. Lagu kedua oleh Meta. Meta menyanyikan lagu lama Pop Barat. Itupun sukses dengan tepuk tangan penonton. Sekarang giliran Ellena. Hati Ellena berdebar-debar karena untuk pertama kalinya.

Dengan perlahan ia duduk di kursi tinggi di depan microfon. Sebuah lagu lama milik Whitney Houston, I will always love you.

Semua tamu meeting terkesima mendengar suara Ellena. Tak terasa lagupun berakhir. Tepuk tangan terdengar membahana. Ellena lega. Penampilan pertamanya tidak mengecewakan.

"Lagi, lagi, lagi, Lagi!" terdengar suara orang-orang seperti sebuah paduan suara yang menginginkan Ellena menyanyi kembali.

Malam itu tema nya lagu-lagu lama, karena sebagian besar peserta berusia paruh baya. Masuklah intro. Dari intronya saja peserta meeting bergoyang. Apalagi Ellena mulai menyanyi.

Lagu "Pertama" milik Reza Artamevia pun meluncur dinyanyikan oleh Ellena. Dengan ekspresi tubuh yang sexy menghayati lagu, beberapa orang pria maju menghampiri Ellena memberikan setangkai bunga yang entah didapat darimana.

Ada juga yang memberikan uang. Itu menjadi hal yang diluar kebiasaan sebelumnya. Ellena mampu membuat yang hadir ditempat itu merasa kagum dengan penampilannya malam itu.

Setelah selesai, penampilan selanjutnya yaitu Rina dan Meta. Tapi respon penonton biasa saja. Hal itu membuat Rina dan Meta mempunyai rencana licik karena merasa iri pada Ellena.

Setelah menyanyikan lagu ketiga, Ellena duduk. Meta menyodorkan minuman pada Ellena.

"Kamu pasti haus. Ini minuman untukmu," kata Meta. Tapi sebelum gelas itu diterima Ellena, jus jeruk digelas itu ditumpahkan dengan sengaja pada pakaian Ellena. Ellena memekik kaget karena pakaiannya basah.

"Aw!"

"Ups! Sorry. Gak sengaja," kata Meta pura- pura.

Ellena mendengus kesal. Ia tahu Meta sengaja melakukannya. Ellena kemudian bangkit dan turun dari belakang panggung kecil itu dan mencari manager Lounge Hotel ****** itu.

"Pak, Maaf, saya tidak bisa melanjutkan menyanyi karena pakaian saya basah," kata Ellena.

"Tidak bisa seperti itu. Masih setengah jam lagi. Kamu baru boleh pergi kalau sudah menyelesaikan tugas kamu," kata Manager itu.

"Maaf. Tidak bisa, Pak. Pakaian saya basah. Saya tidak bawa pakaian ganti yang lain," kata Ellena, kemudian langsung beranjak dari tempat itu.

Manager itu memanggil-manggilnya, tapi tak dihiraukan oleh Ellena. Udara diruangan itu cukup dingin ditambah pakaian bagian depannya basah, membuat Ellena menggigil.

Beberapa orang pria menghadangnya mengajaknya berkenalan. Tapi ditolaknya dengan halus. Tapi malah pria-pria lain berdatangan mengerumuninya. Sepasang mata elang yang dari tadi memperhatikannya menghampiri dan menyeruak masuk ke kerumunan itu.

"Maaf, wanitaku akan pulang. Jadi, biarkan dia pergi," kata si mata elang sambil menggandeng Ellena pergi meninggalkan tempat itu. Pria-pria itu hanya bisa menatap kepergian gadis cantik nan sexy itu bersama prianya.

Pria itu membawa Ellena masuk ke mobil Al****d nya. Kemudian pria itu memutar, masuk ke mobilnya, duduk didepan kemudi.

"Maaf, Nona. Saya lancang membawamu dari sana. Karena kamu terlihat menggigil. Pakailah ini," pria itu memakaikan jasnya pada tubuh Ellena.

"Terimakasih," jawab Ellena.

"Kamu pulangnya kemana?" tanya pria itu.

"Ke Dipati ukur," jawab Ellena.

"Aku antar," ucap pria itu.

"Terimakasih. Maaf telah merepotkan," kata Ellena tulus

"Tidak repot. Aku sekalian pulang," jawab pria itu.

Mobilpun melaju menembus malam. Membelah jalanan kota Bandung. Tak ada percakapan lagi diantara mereka. Keduanya sama-sama diam dengan pikirannya masing-masing.

Tak terasa, mobil sudah berada di jalan Dipati Ukur. Pria mata elang itu melambatkan mobilnya.

"Disebelah mana rumahmu?" tanya pria itu.

"Di gang dekat Universitas U," jawab Ellena.

Mobilpun berhenti tepat yang ditunjukkan Ellena.

"Terimakasih tuan, telah mengantarkan saya," kata Ellena ketika sudah turun dari mobil. Ellena menyerahkan jas yang tadi dipakainya pada pria itu.

"Sama-sama," jawab pria itu.

Ellenapun melambaikan tangannya kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan mobil itu. Pria didalam mobil itu terhenyak menyadari kebodohannya.

"Sial! Aku lupa menanyakan namanya!" katanya sambil menepuk dahinya.

Ellena sudah tak terlihat lagi karena sudah masuk ke gang sempit itu. Mobil yang dikendarai pria itupun pergi melaju dengan kencang.

Esok paginya Ellena menemui Manager Lounge itu untuk meminta maaf karena telah meninggalkan tugas sebelum acara selesai. Tapi rupanya sang Manager itu tidak bisa menerima permintaan maaf Ellena, karena malam itu adalah masa percobaan. Jadi Ellena tidak bisa melanjutkan menyanyi di tempat itu.

Dengan lesu, Ellena pergi dari Lounge itu. Job nyanyi pertamanya gagal sebelum ia menerima bayarannya. Untung saweran dari penonton sejumlah 300 ribu masih ada padanya. Tidak sempat dibagikan rata pada personil lain waktu itu karena insiden ketumpahan air jus jeruk.

******

Hari itu perkuliahan pertama di semester 3. Kelaspun diacak oleh pihak kampus. Teman-teman sekelas Ellena sebagian besar dari kelas yang lain waktu semester 1 dan 2. Hanya dua orang yang masih sekelas sekarang dengan Ellena. Itupun laki-laki. Jadi Ellena tidak begitu akrab.

Belpun telah berbunyi. Tiba-tiba dua orang yang baru datang menubruk kursinya karena berlari terlalu kencang.

"Maaf, buru-buru," kata seorang pria yang kelihatannya kemayu. Ia duduk disebelah Ellena dibagian depan. karena memang hanya kursi dibagian depanlah yang tersisa. Teman-temannya yang datang lebih awal kebanyakan memilih duduk dibelakang daripada di depan. Entah mengapa seperti itu.

Seorang wanita yang baru datang tadipun duduk di sebelah pria kemayu. Merekapun mengipas-ngipas tubuhnya dengan menggunakan buku. Gerah karena telah berlari-lari mulai turun dari angkot sampai naik ke lantai atas masuk ke kelas.

Dosen pun masuk ke kelas. Seorang wanita cantik paruh baya dengan wajah yang cool. Membuat para Mahasiswa di kelas itu bersemangat mengikuti perkuliahannya. Mata kuliah Bahasa Inggris. Perkuliahanpun berjalan lancar dan menyenangkan, karena dipandu oleh dosen yang ramah dan cool. Waktu satu setengah jam tanpa terasa sudah berakhir. Mrs Yessy pun, dosen bahasa inggris itu mengakhiri kuliahnya pada hari itu.

Satu setengah jam berikutnya adalah mata kuliah Matematika bisnis. Ellena tidak tahu akan dapat dosen seperti apa. Tapi ia berdo'a mudah-mudahan dosennya di mata kuliah yang kedua ini juga baik seperti yang barusan.

Dosen pun masuk ke kelas. Seorang pria tampan dengan usia kira-kira 30 tahunan lebih berjalan sambil mengucapkan salam.

Ellena terkejut melihat dosen itu. Ia pun menutupi muka nya dengan buku ketika dosen itu mengabsen mahasiswanya di kelas itu.

"Hei, kenapa neng, mukanya ditutupi begitu? Kamu punya dosa ya pada dosen tampan itu?" celetuk pria kemayu yang belakangan baru diketahuinya bernama Doris.

"Enggak. Aku lagi baca buku kok," jawab Ellena.

"Ellena Davita!"

"Hadir Pak!" Ellenapun menurunkan bukunya dari wajahnya dengan perlahan-lahan melihat ke arah dosen, kemudian menudukkan wajahnya.

Dia masih mengenaliku tidak ya? Aduh malunya. Kalau dia masih mengenaliku. Batin Ellena.

Dosen itu beberapa detik tampak tertegun. Memandang Ellena dengan lekat. Kemudian ia pun melanjutkan mengabsen mahasiswa yang lainnya.

Dosen itu memperkenalkan dirinya. Namanya Devta Mahendra. Usia 31 tahun. Sudah punya anak satu. Hanya itu yang disampaikannnya sebagai perkenalan dosen di semester 3 ini.

Sepanjang mata kuliah dosen itu, Ellena tidak fokus ketika dosen itu menerangkan materi kuliahnya sambil bolak balik di depan Ellena. Ellena terlalu gugup melihat dosen itu.

"Kamu, Ellena! Coba kedepan. Terangkan lagi tadi yang Bapak sampaikan!" perintah dosen itu.

"Sa- saya, Pak?"

"Iya, kamu!"

*

*

*

*

*

To be continued

Jangan lupa, Vote, like dan komenmu ya!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!