NovelToon NovelToon

Dear Angela

Ayah

Erwin berlari kecil sepanjang koridor gedung bertingkat delapan yang tepat berdiri di depan Restauran miliknya dan ketiga sahabatnya. Siang Ini Erwin sudah memiliki janji dengan Burhan Komarudin pemilik Burhan Company yang dikenalnya sebulan yang lalu ketika menangani keluhan Nyonya Burhan saat makan siang bersama dengan suaminya di Restauran milik Erwin. Kebetulan hanya Erwin dan Mario yang sedang berada di Restauran saat itu, sementara Reza dan Andi melakukan survey pembangunan cabang kelima.

Komplen membawa berkah untuk Erwin karena kejadian tersebut membuat Erwin menjadi akrab dengan Bapak dan Ibu Burhan, bukan hanya itu dengan sukarela Erwin juga dikenalkan dengan putrinya Angela yang selalu dibatasi ruang geraknya dalam memilih teman oleh Nyonya Burhan.

"Mas Erwin, silahkan lewat sini mas." sambut Hutomo, nama yang tertulis di dada kiri pemuda yang menyambut kedatangan Erwin. Erwin masuk ke dalam lift sesuai arahan pemuda tersebut.

"Saya Tomi asisten pak Burhan." katanya memperkenalkan diri ketika berada didalam lift yang sama dengan Erwin.

"Sibuk Mas Tom?" tanya Erwin berbasa basi. Tomi menggelengkan kepalanya sambil melirik jam dipergelangan tangannya.

"Telat lima menit mas. Biasanya bapak tak suka menunggu," katanya pada Erwin sambil tersenyum, membuat Erwin tak enak hati. Tadi suasana di Restauran sangat ramai, tiba-tiba saja ada rombongan pengunjung, sekumpulan anak muda sekitar dua puluh orang, ketika Erwin hendak menuju kantor pak Burhan, mereka yang sedang mengerubungi Andi meminta Erwin juga untuk berfoto bersama. Seperti selebriti saja padahal bukan.

"O iya tadi ada keriuhan sedikit." kata Erwin menjelaskan pada Tomi walaupun mungkin tak ada artinya buat Tomi.

Sampailah mereka dilantai delapan, Tomi memimpin didepan lalu mengenalkan Erwin pada Viena sekretaris pak Burhan. Baru saja Viena hendak mengetuk pintu ruangan Pak Burhan, terdengar suara dari dalam.

"Masuk win." terdengar teriakan pak Burhan, Erwin segera menganggukan kepalanya pada Viena dan melangkah masuk. Tampak pak Burhan sedang ada tamu, Hmm sepertinya Erwin kenal langsung saja ia membulatkan bola matanya.

"Papa juga disini?" tanya Erwin pada Permana ayahnya, tak menyangka Permana mengenal Burhan Komarudin.

"Ya kami baru saja tanda tangan MOU, nanti kamu ikutlah bantu papa tangani proyek ini." Kata permana pada putra sulungnya yang masih berdiri terpaku melihat ayahnya ada diruangan tersebut. Burhan terkekeh melihat reaksi Erwin.

"Duduk Win." katanya mempersilahkan Erwin duduk.

"Kita ngobrol santai, mumpung papa kamu ada disini sekalian menunggu makan siang." kata burhan lagi.

"Jadi begini Win, papa tadi ngobrol dengan Pak Burhan. Kami sepakat menjodohkan kamu dengan Enji putri pak Burhan. Papa harap kamu tak menolaknya. Seperti kata mama, kamu ribut ingin dijodohkan begitu melihat Reza dan Mario sahabatmu menikah karena perjodohan." Kata Permana apa adanya.

Erwin terdiam tak percaya, memang Erwin menyukai Enji anak pak Burhan, bahkan ajakan Enji untuk menikah saat acara resepsi Monik sabtu lalu selalu terngiang ditelinga Erwin, tapi Erwin meragukan kesungguhan Enji, mungkin saja Enji mengajaknya menikah supaya bisa bebas dari kekangan orang tuanya. Seperti yang Erwin tau, Enji tak diijinkan berteman dengan siapapun, kecuali dengan Erwin dan rombongannya.

"Gimana Win? Enji malam itu serius, dia tak pernah main-main dengan ucapannya. Kamu tau apa yang ada diotaknya langsung dikeluarkan tanpa disaring lagi. Kalau kamu setuju, satu dua bulan kedepan kalian akan menikah." Kata Burhan menatap Erwin tajam. Mimpi apa Erwin, ia dipinang oleh konglomerat ternama untuk menjadi menantunya.

"Boleh minta waktu dua minggu pak, ada beberapa hal yang harus saya bahas dengan Enji, agar kami bisa saling mengenal."

"Boleh."

"Apa boleh selama dua minggu ini saya mengajak Enji ikut saya beraktifitas, pagi saya jemput dan sore saya antar lagi kerumah." Erwin mengajukan permohonan.

"Silahkan, tapi asal kamu tau Win, pengawal selalu ada dimanapun Enji berada meskipun tak terlihat. Selama dua minggu kami akan mengawasi kalian."

"Siap pak." jawab Erwin Kaku, tiba-tiba saja lidahnya kelu untuk berbicara dengan calon mertua impiannya.

"Jangan bikin malu keluarga Win." Permana mengingatkan anaknya.

"Iya pa." katanya pelan nyaris tak terdengar.

"Santai saja Win, kamu jadi tegang begini." Burhan terkekeh melihat Erwin.

Salah satu anak muda yang ia kagumi dan juga ia pantau sudah sejak lama. Semangat Erwin dan sahabatnya Mengingatkan Burhan akan masa muda saat ia masih merintis usahanya.

"Saya tegang pak, ini seperti Mimpi, kok rasanya tak pantas saya menjadi menantu bapak." kata Erwin apa adanya sesuai dengan apa yang ia rasakan.

"Ah kamu jangan begitu Win, Saya juga manusia biasa, seorang Ayah yang ingin anaknya mendapatkan yang terbaik dan semoga pilihan saya tidak salah, Saya merasa kamu orang yang tepat buat enji." Burhan mengerjapkan matanya, pikirannya menerawang, teringat anak dan istrinya yang ada dirumah.

"Apa ada syarat untuk jadi suami Enji pak?" tanya Erwin.

"Emosi Enji mudah sekali meledak, kamu lihat kemarin dengan mudah Enji menyiram orang dengan air segayung. Padahal itu lagi di acara resepsi, tugas kamu meredam emosinya Win. Ajaklah Enji bergaul dengan temanmu dan istrinya."

"Enji anak yang mudah akrab dengan siapapun, saya rasa Enji ga akan kesulitan mencari teman atau dekat dengan orang lain."

"Iya tapi kami membatasi Enji bergaul karena selama ini belum ada orang yang tulus berteman dengannya, selalu ada maunya bahkan menjerumuskan."

"Alhamdulillah Erwin dapat teman yang tulus, Reza , Mario, Andi mereka sudah tak usah diragukan lagi. Mereka juga anak berbakti dan penurut pak Burhan. Seperti yang kita tau dua orang temannya sudah menikah karena dijodohkan." Permana ikut membanggakan sahabat Erwin.

"Bapak kenapa pilih saya, diantara berempat yang single kan saya sama Andi, Bapak juga pasti mengamati Andi."

"Iya Win, Saya merasa kamu lebih cocok karena kamu perhatian. Kamu tau saja saya mempelajari kalian berempat, sepak terjang kalian menyita perhatian saya. Bangga ya pak Permana melihat mereka ini."

"Iya Alhamdulillah saya sangat bangga dan bersyukur."

"Jangan terlalu dipuji pak, saya juga banyak kekurangan, sampai sekarang saya belum pernah pacaran loh pak, Ga berani dekati cewek, padahal kan kalau sukses cewek antri katanya."

"Hahaha saya juga tau win kamu naksir Sheila, junior kamu dikampus. Saya tau semua tentang kamu Win. Sudah saya pelajari semuanya." Burhan terkekeh

"Sejak kapan Bapak mengamati kami pak?"

"Sejak anak saya bilang mau ke club yang ga ada minuman kerasnya. Saya kira dimana ternyata didepan kantor saya."

Asik ngobrol tak lama makanan yang sudah dipesan Erwin untuk diantar sebelum jam dua belas pun datang. Salah satu pegawai Erwin mengantarkan dan menyajikannya dimeja yang sudah ditunjuk oleh Viena, piring sendok dan juga air mineral sudah ikut tertata rapi, mereka makan bersama termasuk Viena dan Hutomo.

Dua hari

"Gimana friend?" sambut Andi saat Erwin kembali dari kantor Pak Burhan. Dilihatnya wajah Erwin tampak bingung. Tak ada wajah ceria dan kocaknya.

"Ada bokap gue tadi disana."

"Hmmm tercium aroma perjodohan, sudah ketebak. Kenapa kaya orang linglung, sesuai harapan lu kan friend." Andi menanggapi dengan santai.

"Apa iya semudah ini friend, berasa terbang gue, takut kebanting aja. Lagian apa pantas gue jadi suami Enji?" Erwin menunjukkan kekhawatirannya, rasa tak percaya dirinya timbul. Membuat Andi kesal mendengarnya. Disentilnya jidat Erwin,

"Stupid!!! Doa lu dikabulkan Allah, tinggal bersyukur dan jalani. Lu pengusaha friend, umur segini belum lulus kuliah sudah punya tabungan banyak, ga semua orang seberuntung kita. Ingat, kita berhasil atas jerih payah kita sendiri, bukan karena fasilitas orang tua. Apa yang bikin lu ga percaya diri? Kalau lu ga pantas, ga mungkinlah seorang Burhan Komarudin kenalin lu sama anaknya, dan sekarang minta lu jadi menantunya. Bersyukur aja friend, jalanin prosesnya ikutin alurnya."

"Bener juga friend, gue tadi tiba-tiba mikir Sheila aja ga mau sama gue. Apa iya Enji mau."

"Sheila sudah cinta mati sama Reza friend. Nyokapnya Sheila juga berharap lebih sama Reza, bahkan sampai serang Kiki di Mal. Padahal gue lihat sih lu sama Reza tuh beda-beda tipis aja friend."

"Kita berempat kali friend yang beda tipis."

"Ga lah, gue mah beda. Gue kan lebih ganteng." Andi terbahak melihat Erwin yang menggaruk kepalanya.

"Ga ya friend, kita berempat tuh memang beda-beda tipis." Erwin meluruskan, tak mau mengakui kalau Andi lebih ganteng. Andi masih saja terbahak mendengar perkataan Erwin.

"Apa tuh friend? Lu mau liburan?" tanya Erwin saat melihat layar notebook

"Iya tiket ke KL, Sabtu habis wisuda gue langsung Kebandara friend. Anterin ya. Gerak Cepat gue, kalian sudah pada mau menikah. Gue ga mau jomblo sendiri." Andi menjulurkan lidahnya dan mulai melanjutkan aktifitasnya.

"Lu serius friend? Sabtu mau melamar Cindy?" tanya Erwin tak percaya.

"Belum melamar lah, gue mau kenalan dulu sama bokap nyokap Cindy, ya sekalian kasih tau kalau gue serius sama anaknya. Kalau dipaksa menikah cepat, ya mau ga mau deh." kata Andi berlagak acuh-acuh butuh.

"Kalau disuruh nunggu sampai Cindy lulus friend?"

"In syaa Allah gue tungguin. Ikutin alur aja friend, jodoh ga kemana kan. Yang penting gue usaha dulu." jawab Andi santai.

"Nanti lu jomblo sendiri friend. Kita nanti pada sibuk sama istri." Erwin mulai menggoda Andi.

"Ish lu masih jomblo ya jangan tengil deh. Ga papa kalau belum saatnya menikah masa gue paksain. Sementara yang gue suka sekarang Cindy. Tapi kan ga tau jodoh gue siapa nanti. Kaya lu aja friend bertahun-tahun jadi secret admire Sheila, sekarang malah mau dijodohin sama Enji. Itu rahasia Allah friend. Gue ke KL bagian dari ikhtiar, hasilnya gue serahin sama Allah." Andi berkata bijak sambil tersenyum santai kepada sahabatnya.

"Semoga lancar friend, doain gue juga. Balik yuk gue mau ketemu Enji nih. Mau ngobrol banyak, bahas masa depan."

"Janjian dimana? Anterin gue pulang friend, mobil gue dibengkel."

"Jemput Enji dulu ya. Tadi gue janji jemput dia di salon dekat sini. Setelah itu baru antar kamu pulang sayang."

"Ish geli gue." Andi mengedikkan bahunya membuat Erwin terbahak. Mereka beranjak dari ruangan menuju parkiran, tak lupa berpesan pada pegawai untuk membersihkan ruang kerja mereka.

Salon langganan Enji tak jauh dari restauran mereka, hanya beberapa blok saja. Tak perlu waktu lama mereka tiba di parkiran salon. Andi pun pindah kebangku belakang, tau diri memberi kesempatan pada Enji dan Erwin untuk lebih dekat.

"Loh ada Andi, kenapa dibelakang? mau aku temani?" Enji membuka pintu belakang dan ...

"Hei aku bukan supirmu nona." sebelum Enji duduk dibangku belakang Erwin segera mengeluarkan nada protesnya. Enji tertawa dan segera naik lalu duduk disamping Erwin.

"Hmm aku ga biasa duduk didepan, mesti latihan ya dari sekarang. Kamu tadi sudah ketemu papa kan? gimana mau jadi suami aku?" tanya Enji tak peduli ada Andi dibangku belakang.

"Kamu serius ya?"

"Memangnya menikah itu untuk main-main ya. Andi, temanmu gimana sih. Seharusnya dia yang ajak aku menikah, bukan seperti ini kan. Posisi terbalik malah dia yang tanya aku serius apa ga."

"pergerakan kamu cepat sekali Nji, Erwin sampai linglung, seperti mimpi katanya."

"Jawab aja Iya atau tidak, itu gampang kan. Orang tua sudah setuju apalagi. Pakai minta waktu dua minggu sama papaku. Memangnya mau penyesuaian apa? Dua hari cukup ya Win. Kamu tinggal jawab Yes or No. Kamu mau tau apa tentang aku? Serius? iya aku serius, apalagi? mantan pacar? aku punya satu namanya Leo dia tinggal di Perth. Hm.. teman? kamu tau aku ga punya teman, cuma kalian saat ini dan Kiki kesayanganku. Hari ini kenalkan aku sama mama papa dan adikmu." wow Erwin dan Andi terperangah mendengar Enji yang bicara langsung pada tujuan, tanpa basa-basi.

"Kita antar Andi pulang dulu, baru kerumah aku." Erwin langsung mempercepat laju kendaraannya, sepertinya dengan Enji tak bisa berlama-lama. Waktu dua minggu yang diminta Erwin dipangkasnya menjadi dua hari. Andi menggelengkan kepalanya.

"Unik." gumamnya nyaris tak terdengar.

"Kamu sudah punya calon istri, Ndi?" tanya Enji pada Andi.

"Hmm yang aku harapkan dan aku suka ada."

"Oo gerak cepat lah. Menikah memang bukan perlombaan, tapi kalau sudah mampu bukannya lebih baik menikah daripada sendiri. Mari menyempurnakan separuh ibadah." Enji tersenyum dengan manisnya.

"Jadi kamu menikah sama aku karena mau memyempurnakan ibadah?" tanya Erwin tak percaya seorang enji yang barbar membahas ibadah.

"Iya, aku mau menikah karena Allah. Apalagi kulihat mama papaku suka dan percaya sama kamu, saat mereka diboston pun kamu juga ga pernah ajak aku untuk keluar rumah. Mungkin doaku dalam sholat dijawab Allah. Aku selalu minta dikirimkan teman yang disuka mama papaku, kalau bisa sekalian yang bisa menjadi pasangan hidupku. Yang bisa menerima aku apa adanya dan mencintaiku karena Allah. Kuharap kamu orangnya dan semoga memang kamu Win. Kalau kamu ragu, istikharahlah, aku tak mau berlama-lama. Kalau kamu bilang iya, dua minggu ke depan kita menikah. Ga perlu menunggu satu atau dua bulan."

"Kenapa kamu terburu-buru sekali?"

"Menurut aku untuk ibadah lebih cepat bukannya lebih baik ya?"

"Ya sudah."

"Ya sudah apa?"

"Kita menikah."

"Aih kamu bercanda. Kapan?"

"Minggu depan gimana?"

"Tanya papa dulu ya."

"Ok."

Andi menggarukkan kepalanya mendengarkan percakapan dua sejoli didepan, tak ada romantis-romantisnya. eh mereka rencana menikah minggu depan ya barusan? cepat sekali. Andi menggaruk lagi kepalanya yang tak gatal.

Rumit

Selesai mengantar Andi sampai depan rumahnya Erwin melanjutkan laju kendaraannya, sesuai rencana mereka akan langsung ke rumah Erwin makan malam bersama Mama, Papa dan adik Erwin.

"Adik kamu orangnya asik ga Win?" tanya Enji pada Erwin beberapa saat setelah keluar dari komplek perumahan Andi.

"Kamu sudah kenal kan waktu di acara pernikahan Kiki? Mereka pernah sekelas waktu SMA. Bahkan pernah bermain bersama, tapi entah kenapa saat terpisah kelas komunikasi mereka terputus." Jawab Erwin tetap fokus mengemudi.

"Iya kemarin sempat kenalan tapi ga sempat ngobrol, cuma salaman aja kan. Lagian aku belum terpikir untuk lanjut lebih serius dengan kamu saat itu. Jadi tak berusaha mendekat dengan keluarga kamu."

"Jadi kamu mulai berpikir untuk serius dengan aku tuh kapan?"

"Saat melihat mama yang selalu bersemangat meminta kamu mengajak aku bergaul dengan teman-temanmu. Dan juga papa yang memilih meja duduk bersama dengan kalian. Biasanya mereka selalu hati-hati dalam memilih teman atau partner bisnis."

"Bukan karena wajahku yang tampan ini ya?" Erwin menyugar rambutnya, berusaha menunjukkan ketampanannya. Enji tersenyum tipis.

"Kalau sekedar mencari suami tampan mungkin yang lebih dari kamu sudah kujadikan suami dari dulu."

"Ck.. kamu belum terlalu memperhatikan aku. Yang kamu bilang lebih tampan itu ga ada apa-apanya dibanding aku. Coba lihat aku lebih lama, dekatkan wajahmu supaya kamu bisa lebih meresapinya."

"Ah akal-akalan kamu kan supaya kalau aku mendekat nanti kamu menciumku." Enji mendengus kesal, mencurigai Erwin bakal modus.

"Mana aku berani, kita sedang dalam pengawasan mama papamu."

"Begitu aja takut." Enji mendekat lalu mengecup pipi Erwin, membuat badan Erwin sedikit menegang, seperti ada sengatan listrik yang mengalir diseluruh tubuhnya, seketika jantungnya berdebar keras.

"Kamu..." Erwin tak bisa melanjutkan kata-katanya.

"Kamu belum pernah dicium wanita. Kenapa jadi tegang begitu." Enji tertawa sambil mengusap pipi Erwin yang tadi diciumnya.

"Nji, jangan macam-macam. Aku sedang menyetir." Erwin memperingati Enji. Jantungnya masih berdegup dan pasti lebih kencang dari biasanya.

"Aku membersihkan bekas ciumanku win, kamu mau kupeluk?" Enji menggoda Erwin sambil tertawa.

"Kamu agresif sekali, malu-malu lah sedikit, seperti wanita pada umumnya."

"Kamu suka yang malu-malu Win?, baiklah aku akan malu-malu."

"Bukan begitu, aku suka kamu apa adanya, tapi kalau kamu seperti ini aku khawatir akan melewati batasanku. Sabarlah sedikit, supaya aku tetap baik dimata orang tuamu."

"Hmm kamu Jaga image?" Enji terkikik melihat reaksi Erwin.

"Ya dan aku Jaga iman juga." jawab Erwin tegas.

"Ah Win aku jadi sayang sama kamu." Enji menyandarkan kepalanya dibahu Erwin. Nyesss apa ini? seperti ada hawa sejuk dihati Erwin.

"Kamu Nji." Erwin mencubit pipi Enji gemas.

"Kamu percaya sekali sama aku. Mungkin aku tak sebaik yang kamu kira." lanjutnya mengacak poni Enji dan membiarkan Enji bersandar dibahunya.

"Bagaimana perasaanmu dengan Sheila Win? apa setelah kita menikah dia akan tetap ada dihati kamu?" tanya Enji dengan posisi yang tidak berubah. Tak mengherankan jika Enji tau tentang Sheila, seperti pak Burhan, informan Enji pun dimana-mana.

"Kenapa bahas Sheila?"

"Aku ga mau ada wanita lain dihati kamu. Cukup aku saja mulai hari ini dan seterusnya.

"Dia hanya mampir dan sekarang sudah pergi."

"Mungkin aja akan datang lagi?"

"Saat itu hatiku sudah terisi penuh oleh kamu, rasanya ga akan muat lagi." jawab Erwin membuat Enji tertawa.

"Hmm bisa gombal juga kamu." Enji menarik badannya menjauh dari Erwin kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Aku ga gombal ish..." Erwin mendengus kesal.

"Yaaa.. Kita lihat aja nanti kalau dia datang. Kamu kan bertahun-tahun pengagum gelapnya, sepertinya aku khawatir."

"Ck.. kamu tuh lucu, cemburu untuk suatu hal yang belum terjadi." Erwin menghentikan kendaraannya tepat didepan rumah bertingkat dua. Tak sebesar rumah Enji tapi terlihat asri dan nyaman.

"Aku ga cemburu Win," Enji menyangkal ucapan Erwin.

"Aku cuma ga mau ada wanita lain setelah kita menikah. Kalau masih ada yang mengganjal, lebih baik kamu selesaikan dari sekarang. Karena nanti urusanku sama Leo mantanku, kamu yang akan menyelesaikan, itupun kalau dia masih menggangguku."

"Baiklah nona. Yuk turun, itu mamaku sudah menunggu." Erwin menunjuk wanita paruh baya yang sedang duduk di teras rumah.

Mereka turun dari mobil dan segera masuk menghampiri mama Erwin.

"Ma, kok sendirian disini. Papa sama Pipit mana ma?" tegur Erwin sambil menyalami mamanya diikuti Enji yang juga menyalami Wiwiek mama Erwin.

"Ini Enji ya, mama nunggu kalian dari tadi, Yuk masuk kita makan bersama, papa sama pipit sudah dimeja makan." Rupanya Wiwiek tak sabar menunggu anak dan calon menantunya.

Tadi Erwin sudah berkirim pesan bahwa ia akan mengajak Enji mampir ke rumah dan Permana juga sudah menceritakan rencana perjodohan Erwin dan Enji. Bagi Wiwiek tak masalah, selama anaknya suka dan bahagia, ia akan selalu menerima pilihan anak dan suaminya.

"Kamu sudah lama kenal Erwin, Nji?" tanya Wiwiek pada Enji saat menuju meja makan.

"Kurang lebih satu bulan tante. Om, hai pit" Enji menyalami Permana dan Pipit, lalu dengan senyum jenaka miliknya ia menjawab pertanyaan Wiwiek. Permana dan Pipit pun balas menyalami sambil tersenyum ramah sementara Wiwiek menarik bangku untuk Enji, tepat disebelah Erwin yang sudah duduk terlebih dulu.

"Tuh Pit, Enji baru kenal abangmu satu bulan, sudah berani memutuskan untuk menikah." kata Permana pada Pipit, dibalas pipit dengan mencebikan mulutnya.

"O iya Pa, Ma langsung saja lamar Enji ke Pak Burhan, sepertinya seminggu setelah aku wisuda waktu yang tepat untuk kami menikah." kata Erwin tiba-tiba membuat semua yang dimeja makan terbengong tak percaya. Enji tampak santai saja.

"Bukannya tadi kamu minta waktu untuk saling mengenal dua minggu?" tanya Permana heran.

"Dua jam rupanya cukup pa." jawab Erwin terkekeh.

"Buru-buru amat lu bang. Kaya ngejar setoran." celutuk Pipit sambil menyendokkan nasi kepiringnya. Erwin tak menanggapi celutukan adiknya.

"Pit, Enji temannya Kiki juga." katanya pada Pipit.

"Ya pastilah, Kiki kan istrinya Reza, pasti Enji akan berteman dengan Kiki."

"Kamu juga temannya kan pit?" tanya Enji

"Ya kami sempat akrab, saat terpisah kelas komunikasi pun terputus."

"Kenapa begitu?"

"Dulu pikiran kita masih kekanak-kanakan, aku berisik, Kiki pendiam, ya ga satu frekuensi jadinya."

"Teman kamu yang lain juga menghilang, Vivi dan Rina. Berarti masalahnya ada dikamu" Erwin mengolok adiknya.

"Hmmm Vivi sama Rina terlalu sering bikin masalah. Mungkin itu juga yang membuat Kiki dan Cindy menjauh." kata Pipit santai.

"Oh iya kamu kenal Cindy juga ya aku lupa, Andi sepertinya akan melamar Cindy." Erwin terkekeh menceritakan sahabatnya.

"Hmm kalian berlomba untuk menikah muda ya." kata Pipit menggelengkan kepalanya.

"Papa aku belum mau menikah. Paling ga tunggu aku tamat kuliah baru jodohkan aku dengan pria yang papa sebut tadi." Cindy bernegosiasi dengan Permana. Sebelum Erwin datang tadi, Permana menyampaikan keinginan sahabatnya untuk mengenalkan Pipit dengan putranya.

"Siapa pa?" tanya Erwin ingin tahu. Mereka mulai melahap makanan yang tersaji dimeja makan.

"Anak teman papa yang di Perth, namanya Leo." jawab Permana setelah makanan dimulutnya terkunyah dan tertelan dengan sempurna.

"Leo !!!!????" Teriak Erwin dan Enji berbarengan. Permana tertegun dibuatnya.

"Kamu kenal?" tanya Permana kemudian.

"Siapa nama sahabat Om?" tanya Enji ingin tau, berharap yang dimaksud Permana bukan Leo yang sama.

"Lusinto Wijaya." jawab Permana tegas. Enji segera meneguk air minum didepannya. Melihat gelagat Enji, Erwin sudah bisa menebak bahwa Leo yang dimaksud adalah orang yang sama, Leo mantan pacar Enji.

"Aku kenal om, dia mantan pacar aku." jawab Enji jujur apa adanya tak ingin menutupi.

"Ga masalah kan, toh kalian sudah putus. Apa kamu keberatan?" tanya Permana pada Enji.

"Kami sudah putus lama, aku ga masalah, ga tau Leo, Erwin atau Pipit. khawatir nanti mereka yang bermasalah." Enji tersenyum menatap Erwin dan Pipit bergantian.

"Sudahlah Pa, tolak aja langsung, bilang aku sudah punya calon pilihan aku sendiri." sahut Pipit yang dasarnya memang tak mau dijodohkan.

"Lusinto sudah tau tentang kamu Pit." jawab Permana terkekeh.

"Papa jangan bilang kalau aku akan menikah dengan Enji Pa, jangan bahas juga perjodohan ini." kata Erwin cepat.

"Kenapa?"

"Ah papa..." Erwin tak meneruskan kalimatnya.

"Rumit sekali, jangan ada Leo diantara kita." kata Pipit lalu meninggalkan meja makan karena piringnya sudah kosong.

"Hei Pit, Leo itu teman kecil kamu. Dia ganteng sekarang." teriak Permana membuat Pipit kembali duduk di Meja makan.

"Tapi dia mantannya Enji, nanti aku yang repot pa." sungut Pipit.

"Dia belum lihat kamu sekarang. Kamu tak kalah cantik dengan Enji." Permana terkekeh mengacak rambut putrinya, sedangkan Wiwiek hanya menyimak.

"Pipit ga lebih cantik dari masa kecilnya pa. Bahkan sepertinya dulu jauh lebih cantik." kata Erwin menggoda Pipit, langsung saja tisu dimeja makan melayang ke wajah Erwin. Permana dan Wiwiek menggelengkan kepala melihat kekisruhan yang ada.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!