Ditengah tengah taman dengan hujan lebat, berdiri seorang gadis yang tampak menatap ke langit.
Gadis itu tidak memperdulikan kesehatannya. Tidak perlu dengan suara petir yang bergemuruh.
Tidak sengaja lewat sebuah mobil mewah dengan seorang pria didalamnya. Pria itu tidak sengaja melihat kelakuan gadis itu.
"Aneh sekali. Kenapa gadis zaman sekarang bermain hujan, sudah besar tapi seperti anak anak? Apalagi ini hujannya lebat amat ditambah petir nya kencang banget lagi," gumam pria itu.
Pria itu memberanikan dirinya menghampiri si gadis dengan sebuah payung ditangannya.
"Hey Nona, apakah Anda tidak malu bermain hujan sudah dewasa?" Tanya pria itu.
Gadis itu tidak membalas si pria. Jangankan membalas menoleh saja ia tidak.
"Nona," pria itu memberanikan diri untuk menyentuh bahu si gadis.
Tiba tiba saja gadis itu menoleh dengan tatapan tajamnya yang seakan ingin menelan hidup hidup orang yang mengganggunya. Tapi si pria menghiraukan tatapan tajam gadis itu, ia lebih serius menatap mata merah gadis itu.
"Lihat itu matamu merah, sudah berapa lama kamu bermain hujan? Apa kamu tidak memikirkan orang tuamu?" Tegur pria itu.
Gadis itu hanya menatap pria tersebut dengan tatapan mata yang sulit diartikan. Baru kali ini ada seseorang yang berani menegurnya. Setelah hampir setengah tahun dia berdiri di tengah hujan. Pria inilah orang pertama yang menegur sikapnya.
"Apa peduli Anda?" Tanya gadis itu dingin.
"Nona, pulanglah. Nanti Anda bisa sakit," ucap pria itu lembut.
"Orang tua saya saja tidak memperdulikan saya, untuk apa Anda perduli," ucap gadis itu.
"Sebaiknya, Anda segera pulang atau kalau tidak orang tua Anda akan khawatir," ucap gadis itu.
Pria itu pergi dari sana masuk kedalam mobil. Tapi dia tidak menjalankan mobilnya. Ia takut jika sewaktu waktu gadis itu tiba tiba pingsan dan tidak ada yang menolongnya.
Tidak berapa lama hujan berhenti turun, gadis itu juga beranjak dari tempatnya untuk pulang. Melihat itu pria itu juga melajukan mobilnya untuk pulang setelah tak melihat gadis itu lagi.
***
Setibanya di rumah gadis itu melangkahkan kakinya menaiki tangga.
"Hey, kau. Berani sekali kau pulang larut malam begini," suara teriakan yang sangat gadi itu kenal, dia adalah Ibu tiri dari gadis tersebut.
Gadis itu menghiraukan teriakan Ibu tirinya dan tetap melanjutkan langkahnya.
"Lidya," suara bentakan seorang pria, dialah Ayah kandung gadis yang bernama Lidya itu.
"Anda memanggil saya, Om?" Tanya Lidya.
"Lidya kamu memang anak kurang ajar. Seharusnya kamu dengarkan Ibu kamu, jangan hanya membantah," bentak Ayah Lidya.
"Ibu yang mana maksud Anda, Om. Ibu saya sudah tiada," ucap Lidya.
"Lidya," bentak Ayah Lidya.
Lidya yang tak mau memperpanjang masalah segera melanjutkan langkahnya menuju kamar miliknya. Teriakan dari Ayahnya ia hiraukan.
Setelah sampai dikamar, Lidya langsung naik ke atas tempat tidur tanpa mengganti pakaiannya.
Baginya kesehatannya tidak berguna, karena tidak ada seorang pun yang peduli dengannya. Lalu untuk apa dia menjaga kesehatan, untuk siapa ia akan bertahan hidup? Untuk Ayahnya yang bahkan menikah kembali bahkan kurang dari seminggu Ibunya meninggal? Atau untuk Ibu tirinya yang hanya bisa memarahinya? Kalau untuk teman? No, no, no Lidya adalah orang yang dingin, bagaimana bisa dia memiliki teman? Bahkan untuk sekedar dekat saja, TIDAK.
***
Keesokan harinya.
Lidya sudah rapi dengan kemeja lengan panjang dan rok dibawah lutut. Tidak lupa tas ranselnya dipundak dan rambutnya yang ia kuncir kuda. Ok, siap. Lidya langsung meluncur ke bawah untuk pergi.
Saat melewati ruang makan.
"Lidya, ayo makan dulu" ajak Ibu tiri Lidya.
"Saya sudah terlambat, nanti saya akan makan di luar," ucap Lidya seraya melanjutkan langkahnya.
"Lidya dimana sopan santun mu. Apa kamu tidak ingin berpamitan sebelum pergi?" Tanya Ayah Lidya.
"Saya pergi Om, Tante," ucap Lidya.
"Lidya untuk apa kamu kuliah? Itu tidak diperlukan. Uang Ayahmu cukup untuk membiayai hidupmu," ucap Ibu tiri Lidya.
"Saya kuliah atau tidak, itu bukan urusan Anda. Saya kuliah juga tidak menggunakan uang suami Anda," ucap Lidya.
Segera saja Lidya pergi dari sana, karena memang waktunya mepet. Dia harus menghadiri panggilan dari Dekan kampusnya.
***
Tiba di kampus, Lidya langsung pergi kekantor Dekan. Setelah mendapatkan sahutan dari dalam barulah Lidya masuk.
"Silahkan duduk Lidya," ucap Dekan Uly.
Lidya duduk didepan meja kerja Dekan Uly dan di samping seseorang yang Lidya tidak terlalu memperdulikannya.
"Lidya perkenalkan ini Kelvin, anak manajemen bisnis semester 5," ucap Dekan Uly.
"Dan Kelvin, ini Lidya anak manajemen bisnis semester pertama," ucap Dekan.
"Kelvin," ucap Kelvin seraya mengulurkan tangannya.
"Lidya," balas Lidya seraya menoleh kearah Kelvin.
"Kamu," ucap Kelvin kaget melihat wajah Lidya.
"Maaf, apa Anda mengenal saya?" Tanya Lidya.
Ia merasa tak mengenal wajah manusia dihadapannya ini.
"Kita memang tidak saling kenal. Tapi kamu gadis aneh yang berdiri di tengah hujan kemarin kan?" Tanya Kelvin.
Ya, dialah pria itu, pria yang sama yang pertama kali menegur sifat aneh Lidya.
Bukannya menjawab Lidya malah menatap balik ke arah Dekan Uly.
"Dekan Uly, ada apa Anda memanggil saya?" Tanya Uly to the point.
"Begini, berhubungan dengan olimpiade yang akan dilaksanakan dua bulan lagi. Kami pihak kampus ingin kalian berdua menjadi peserta," jelas Dekan Uly.
"Maaf Dekan Uly, bukan maksud saya menolak. Tapi saya masih anak semester 1," ucap Lidya.
"Tapi potensi cukup, Lidya. Kamu anak yang cerdas dan kami pihak kampus percaya akan kemampuanmu yang akan bisa membuat kami bangga," ucap Dekan Uly.
"Jika memang Anda yakin saya bisa, akan saya usahakan," ucap Lidya dengan nada seperti biasa. Dingin tidak ada hangat hangatnya sedikit pun.
"Terima kasih Lidya," ucap Dekan Uly yang hanya dibalas Lidya dengan anggukan kepala.
"Untuk kamu Kelvin, tolong bimbing Lidya. Sama seperti Lidya kamu juga anak cerdas," ucap Dekan Uly.
"Baik, Dekan" ucap Kelvin.
"Setiap satu minggu sekali akan ada seorang Dosen yang mengajari kalian. Jadi bersiap siaplah," ucap Dekan Uly.
Dekan Uly mengambil dua buah surat dari dalam laci mejanya.
"Ini ada surat, sampaikan kepada orang tua kalian sebagai tanda bukti mereka mengijinkan kalian untuk ikut dalam kegiatan olimpiade," ucap Dekan Uly seraya mengulurkan dua buah surat itu kepada dua manusia di depannya.
"Baik, Dekan" ucap Kelvin seraya menerima surat itu.
Lidya juga menerima surat itu tanpa mengiyakan perkataan Dekan nya.
"Kalian boleh pulang sekarang. Jangan lupa untuk belajar dan kurang waktu bermain kalian," nasihat dari Dekan Uly.
"Baik, Dekan. Terima kasih telah mempercayai kami untuk membanggakan nama kampus ini," ucap Kelvin.
Sedangkan Lidya sudah keluar terlebih dahulu setelah memberikan pamitan berupa kepala menunduk.
Bagi Dekan Uly, sikap Lidya yang seperti itu sudah biasa. Karena Lidya dikenal sebagai anak cerdas namun cenderung dingin dan cuek.
Para Dosen yang mengajarinya pun sangat bingung dengan sikap Lidya. Mereka pernah mengunjungi SMA Lidya sekolah dulu. Mereka bertanya apa penyebab dari sikap Lidya yang mungkin pihak SMA tahu. Tapi jawaban mengejutkan yang mereka dapat. Mereka bilang dulu Lidya gadis ceria dan selalu menebarkan kebahagian dimana mana. Tapi sekarang, sekarang sikapnya sangat jauh berbeda. Berubah 180°.
Dulu para Dosen sempat ingin menegur sikap Lidya. Tapi saat mereka ingin melakukan hal itu, Lidya akan melakukan sesuatu yang membuat mereka kagum. Contohnya kepintaran dan sikap baiknya. Walau dia orang yang dingin dan cenderung cuek, tapi dia masih mau peduli pada sesama. Itulah Lidya, diluar dia terlihat dingin, tapi sebenarnya dia baik.
***
Lidya berjalan kaki untuk pergi dari sekolah. Bukan karena dia tidak punya uang untuk memesan taksi, tapi baginya itu adalah pemborosan. Lidya juga tidak ingin menggunakan mobil maupun motor milik Ayah dan Ibu tirinya. Karena kebenciannya kepada mereka berdua tidak mengijinkannya.
Kakinya terus berjalan tanpa lelah. Membawa Lidya menuju tempat pemakaman. Ini adalah sifat aneh kedua Lidya. Dia akan menghabiskan waktu luang di pemakaman sang Ibunda dan seseorang yang Lidya sayang dan juga penyebab sikapnya berubah.
Lidya berhenti ditengah tengah dua makam. Ia menatap makam pertama tertulis nama Leny Herdyan, dialah Ibu Lidya. Lalu Lidya menatap makam kedua, tertulis nama Kelvin Dirga. Dan ditanggal wafat Kelvin tertulis 7 Mei 2020, sedangkan di makam Ibunya tertulis tanggal 8 Mei 2020.
"Kenapa? Kenapa, Ha...? Kenapa kamu pergi? Apa salahku? Apa?" Tanya Lidya seraya duduk menghadap makam Kelvin.
"Aku sering kemari, tapi hanya berbicara pada Ibuku. Tapi sekarang tidak, aku kemari untuk berbicara denganmu. Kamu tahu, tadi ada seseorang bernama Kelvin. Sama dengan namamu. Wajahnya pun mirip denganmu. Aku sempat berpikir bahwa kamu adalah dia. Tapi itu tidak mungkin kan. Hahaha, aku memang bodoh berharap kamu masih hidup dan bersamaku," Lidya berkata dengan sedih.
"Kenapa rasanya se sesak ini? Apa salahku, kenapa aku dihukum seberat ini? Pertama kamu pergi, lalu keesokan harinya Ibu juga pergi, belum segenap seminggu Ibu pergi, Ayah sudah menikah lagi," Lidya berkata seraya memegang dadanya yang terasa amat sesak.
"Aku ingin menyusul kalian berdua. Tapi Tuhan selalu tidak mengijinkan ku. Aku memotong pergelangan tanganku, tapi aku masih selamat. Aku meminum racun, juga aku masih selamat. Kenapa Dia sangat jahat padaku. Dia sudah merebut orang orang terkasihku. Tapi saat aku ingin bersama orang orang itu, Dia tidak mengijinkan. Dia malah menginginkanku selalu kesepian. Apa aku punya salah? Kalau memang aku memiliki salah, katakan apa salahku,"
Lidya merenung di depan makam itu mengingat kejadian 6 bulan lalu.
*Flashback on
Di salah satu rooftop cafe terkenal. Dua orang anak manusia sedang merayakan hari kelulusan mereka.
"Lidya, kamu tahu hari ini kita lulus. Aku mau dihari yang bersejarah ini. Kita meresmikan hubungan kita," ucap Kelvin.
"Hubungan kita? Emang kita punya hubungan lain selain persahabatan?" Tanya Lidya pura pura tidak mengerti maksud perkataan Kelvin.
Kelvin berlutut dihadapan Lidya, lalu memegang tangan Lidya.
"Kalau kamu hanya menganggap hubungan ini sebagai persahabatan itu tidak apa apa. Tapi bolehkah aku menjadi orang yang spesial untukmu? Bolehkan aku menjadi kekasihmu? Walau hanya untuk sede-"
"Jangan lanjutkan ucapan mu lagi," ucap Lidya seraya menggeleng geleng kan kepalanya.
"Maaf jika kamu tidak nyaman dengan perkataan ku," ucap Kelvin.
Lidya tersenyum lembut.
"Kenapa hanya sedetik? Aku bahkan siap menjadi kekasihmu untuk selamanya. Karena sesungguhnya aku juga menyukaimu," ucap Lidya.
"Serius?" Tanya Kelvin.
Lidya mengangguk dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Kita resmi berpacaran?" Tanya Kelvin.
"Iya," jawab Lidya dengan menganggukkan kepalanya.
Tanpa sadar Kelvin langsung mengangkat Lidya lalu berputar putar menunjukkan betapa bahagianya dia saat ini.
"Terima kasih, terima kasih sudah menerimaku," ucap Kelvin.
"Sudah, sudah, turunkan aku," ucap Lidya.
Mendengar permintaan pertama dari kekasihnya itu, Kelvin pun menurutinya.
"Aku mau kamu janji satu hal sama aku," ucap Lidya.
"Katakan saja, My Princess" ucap Kelvin.
"Berjanjilah kamu tidak akan pernah meninggalkanku," ucap Lidya.
"Aku janji, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Lagian aku mau pergi kemana," ucap Kelvin.
Lidya hanya tersenyum.
Tiba tiba saja terdengar suara petasan. Petasan itu membentuk tulisan.
I LOVE YOU, MY PRINCESS
Lidya tersenyum bahagia melihat tulisan itu. Sungguh hari ini hari yang sangat membahagiakan baginya. Bahkan dia tidak tahu bahwa kebahagian yang dialami adalah kebahagian sesaat.
Lidya menatap kearah Kelvin dengan senyum selalu menyungging di bibirnya.
"Love you too, My Prince," balas Lidya.
***
"Cepat sekali waktu berlalu. Tiba tiba saja sudah jam 10," gerutu Lidya seraya naik ke atas motor sport milik Kelvin.
"Kenapa kamu tiba tiba menggerutu. Biasanya pun kamu selalu bahagia," ucap Kelvin seraya mulai menjalankan motornya.
"Iya ya, kok aku tiba tiba jadi gini," ucap Lidya yang mulai memikirkan sifat anehnya ini.
"Aku tahu, ini semua pasti karena kamu," ucap Lidya.
"Karena aku?" Tanya Kelvin.
"Iya karena kamu. Kamu membawa banyak dampak untuk sikapku. Kalau seandainya kamu pergi mungkin aku..."
Tiba tiba saja Kelvin mempercepat laju motornya. Membuat Lidya terkejut dan secara spontan langsung memeluk erat Kelvin.
"My Prince," Lidya langsung berteriak akibat keterkejutannya.
"Aku sudah bilang kan, aku tidak akan pergi. Jadi jangan membicarakan hal itu lagi. Berjanjilah," ucap Kelvin.
"Baiklah, aku tidak aku membicarakan hal itu lagi" ucap Lidya.
Tiba tiba saja sebuah truk melintas dengan kecepatan tinggi kearah mereka. Membuat Kelvin membelokkan motornya sehingga menabrak sebuah pembatas jalan. Kepala Kelvin terbentur dengan batu. Sedangkan Lidya terpental dan tidak sadarkan diri.
Tepat saat mereka mengalami kecelakaan, hujan turun dengan begitu derasnya. Bahkan sebelum tidak sadarkan diri, Lidya sempat merasakan hujan tersebut dan melihat Kelvin yang walaupun dia terpental, tapi dia masih bisa melihat Kelvin yang ada agak jauh darinya.
Semua orang datang berkerumunan melihat apa yang terjadi. Salah satu dari orang itu menelepon ambulans. Dan beberapa menit kemudian sebuah mobil ambulans datang dan segera membawa mereka berdua ke rumah sakit.
Satu jam kemudian, Lidya tersadar dari pingsannya. Untungnya dia tidak terluka parah. Hanya ada beberapa luka lecet.
Tanpa memperdulikan kondisinya, Lidya keluar dari kamar inapnya. Dilihatnya kedua orang tuanya di sana.
"Ibu, Ayah," ucap Lidya, lalu pandangan matanya melihat kearah sosok lain.
"Om, Tante," ucap Lidya saat melihat orang tua Kelvin yang sedang menangis tersedu sedu.
"Ke-Kelvin dimana? Apakah dia terluka parah? Apa dia baik baik saja?" Tanya Lidya.
"Bu, Yah, Om, Tan, jawab Lidya dong. Jangan diam aja," ucap Lidya yang tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
"Kamu yang sabar ya, nak. Ini semua kehendak Yang Maha Kuasa," ucap Ibu Lily.
"Ada apa sih, Bu? Jangan buat Lidya bingung deh," ucap Lidya tak mengerti.
"Ke-Kelvin, anakku," Ibunya Kelvin malah menangis.
"Apa terjadi sesuatu kepada Kelvin, Bu?" Tanya Lidya khawatir
"Ibu jawab Lidya. Jangan diam aja, Bu. Pleass, jawab Lidya," Lidya memohon kepada Ibunya, karena sesungguhnya dia sangat bingung apa yang terjadi kepada Kelvin. Dan dia juga takut jika Kelvin kenapa napa melihat dari tangisan Ibunya Kelvin.
"Kelvin sudah tiada," jawab Ayah Lidya.
Seketika lutut Lidya terasa lemas. Ia terduduk dilantai. Jantungnya seakan berhenti berdetak mendengar perkataan Ayahnya. Memori tentang janji yang diucapkan Kelvin berputar di kepalanya.
"Berjanjilah kamu tidak akan pernah meninggalkanku," ucap Lidya.
"Aku janji, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Lagian aku mau pergi kemana," ucap Kelvin.
"Tidak, Kelvin tidak boleh meninggalkanku. Tidak boleh," Lidya berteriak histeris membuatnya menjadi pusat perhatian.
"Lidya bangun nak," ucap Ibu Lidya seraya menuntun Lidya untuk berdiri dan kembali masuk ke dalam rumah.
"Ibu, aku ingin melihat Kelvin," ucap Lidya dengan tangis yang pecah.
"Kamu belum pulih total, nak. Istirahatlah dulu," ucap Ibu Lidya.
"Tidak, Bu. Lidya ingin melihat Kelvin. Lidya mohon, izinkan Lidya melihat Kelvin," Lidya memohon dengan memegang kaki Ibunya.
Siapapun yang melihat hal itu pasti akan merasa kasihan.
"Bangunlah, nak" ucap Ibu Lidya.
"Tolong, Bu. Izinkan Lidya melihat Kelvin untuk yang terakhir kalinya," ucap Lidya.
Ibu Lidya kembali menuntun Lidya untuk berdiri.
"Baiklah, Lidya boleh melihat Kelvin tapi sebentar saja, ya" ucap Ibu Lidya.
"Ayo, Bu" Lidya menarik tangan Ibunya, karena sesungguhnya dia tidak tahu apakah dia bisa melihat Kelvin hanya sekilas. Padahal hatinya menginginkan terus bersama Kelvin seumur hidupnya.
Tiba ditempat Kelvin.
"Kelvin," Lidya mengucapkan nama Kelvin dengan bibir bergetar. Tak kuasa matanya membendung cairan bening itu. Cairan itu mengalir tanpa bisa dihentikan.
"Kelvin, bangunlah. Lihatlah, ini aku. My Princess mu. Ayolah bangun," Lidya berusaha membangunkan Kelvin dengan menggoyang goyangkan tubuhnya.
Tubuh Kelvin berlumuran darah, terutama dibagi kepalanya. Wajahnya pun tak bisa dikenali.
"Kamu sudah berjanji kepadaku, bahwa kamu tidak akan meninggalkanku. Jadi jangan tinggalkan aku," Lidya kembali menangis sambil menatap kondisi Kelvin yang memprihatinkan.
"Sudah lama aku menunggu momen momen disaat aku resmi menjadi pacarmu. Kamu bilang ini hari bersejarah bukan? Karena dihari ini kita lulus SMA. Dan hari ini kita juga resmi berpacaran. Tapi bagiku ini hari paling buruk, palinggggg buruk," ucap Lidya.
"Kalau memang kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Maka aku tidak masalah kita menjadi teman. Kalau aku tahu kamu akan mengalami hal seperti ini. Pasti aku akan menolak ajakan mu untuk ke cafe itu," Lidya terus berucap kepada tubuh tanpa jiwa dihadapannya itu.
"Tolong bangunlah. Kalau tidak demi ku, bangunlah demi orang tuamu. Apa kamu tidak menyayangi mereka?" Tanya Lidya.
"Saat aku mengatakan tentang dampak kepergian mu bagiku. Kamu menyuruhku untuk tidak mengatakan hal itu, karena kamu sudah janji tidak akan meninggalkanku," Lidya berucap dengan tangan memegang erat tangan Kelvin.
"Aku janji, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Lagian aku mau pergi kemana. Itukan yang kamu katakan. Difilm film pun selalu ada kata seperti itu tapi lihat orang itu malah meninggalkannya sama seperti di novel novel. Aku benci kata kata itu," Lidya terus saja berucap.
"Kamu itu jahat, kamu egois, kamu gak mikirin keadaan aku gimana kamu tinggalkan," Lidya berkata seperti itu hanya dengan tujuan Kelvin bangun dan menyangkal omongannya.
"Kenapa kamu gak bangun juga? Kamu gak kasian sama aku. Kamu gak mau menyangkal perkataan ku? Ayo bangun," Lidya memeluk tubuh Kelvin erat erat, seolah olah tidak ingin berpisah dari pria tercintanya itu.
"Lidya sudah, nak. Ayo kita kembali ke ruangan kamu," ucap Ibu Lidya.
"Tidak, Bu. Lidya mau disini nemanin Kelvin," ucap Lidya.
"Istirahatlah sebentar, nak" ucap Ibu Lidya.
"Kelvin sudah beristirahat untuk selamanya, Ibu. Dan aku tidak memerlukan istirahat seperti yang Ibu maksud. Aku memerlukan istirahat dengan melihat Kelvin untuk yang terakhir kalinya," ucap Lidya dengan suara lirih dan mata tetap fokus kepada Kelvin.
Ibu Lidya yang tidak ingin menganggu putrinya, keluar dari sana dan duduk didepan ruangan Kelvin. Memberikan waktu kepada putrinya untuk mengikhlaskan kepergian pacarnya, Kelvin. Yang Ibu Lidya baru tahu tadi dari ucapan anaknya yang mengatakan mereka baru jadian.
Untuk beberapa lama, Lidya hanya menatap raga tanpa jiwa dihadapannya. Dengan tatapan dan raut muka yang sulit untuk ditebak, apakah dia sedang sedih. Mukanya datar tanpa ekspresi.
Pikirannya menampakkan awal mula mereka bertemu. Mulai dekat, menjadi sahabat, menjadi perhatian dan saling percaya. Bahkan mulai menyimpan rasa satu sama lain.
Lidya sudah lelah untuk berusaha membangunkan Kelvin. Yang bisa dilakukan hanyalah diam dengan mata menatap kearah Kelvin. Memuaskan penglihatannya, karena tidak sampai 24 jam, Ia tidak akan dapat melihat sosok dihadapannya lagi.
***
Keesokan harinya.
Lidya menatap makam yang bertuliskan nama Kelvin Dirga. Lahir tanggal 09 Juli 20.. dan meninggal tanggal 07 Mei 20...
Tanpa terasa air mata Lidya kembali turun menatap makam itu. Rasa sesak yang amat dalam dirasakannya di dadanya. Ingin sekali rasanya dia berteriak sekuat kuatnya. Menunjukkan betapa sedihnya dia.
"Lidya," panggil seseorang yang tidak Lidya kenal.
"Ibumu sudah tiada," ucap orang itu yang mengejutkan Lidya.
"Bagaimana mungkin? Ibuku bahkan masih sehat kemarin?" Lidya bertanya dengan nada panik.
"Ibumu ada di rumahmu. Lihatlah dia untuk yang terakhir kalinya," ucap pria itu.
Segera saja Lidya langsung berlari pergi pulang kerumahnya.
***
Rumah Lidya.
Lidya menatap Ibunya yang sudah terbaring tak berdaya. Menatap bibir Ibunya yang memucat.
Lagi lagi air mata Lidya tumpah.
Untuk yang kedua kalinya dalam sehari Lidya mengikuti pemakaman.
Setelah selesai dari tempat pemakaman, Lidya langsung masuk ke kamar dan mengunci dirinya. Karena tidak makan sejak pagi, akhirnya Lidya pingsan sampai pagi.
Empat hari kemudian.
Ayah Lidya membawa seorang wanita ke rumah mereka.
"Lidya, perkenalkan ini Ibu baru kamu," ucap Ayah Lidya.
"Ayah tidak salah bicara? Ibu baru? Yah, Ibu baru meninggal empat hari lalu. Dan sekarang Ayah bawa wanita gak jelas ini ke rumah. Wanita murahan begini?" Emosi Lidya tak dapat dikontrol karena tak terima sikap Ayahnya.
Plak...
Tamparan yang sangat keras dan menyakitkan didapatkan oleh Lidya dari Ayahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!