NovelToon NovelToon

Love Single Parent

Chapter 1

Ini adalah karya pertamaku.... Happy reading !!

***************************************

"Baik-baik sekolah ya, sayang! " Rania mencium pucuk kepala anaknya bergantian. Kedua anak kecil lucu itu balas mencium tangan mamanya,

"daaa.... mama !" kemudian berlari kecil melewati gerbang sekolah. Seperti biasanya setelah mengantar kedua anaknya ke sekolah dan memastikan aman sampai masuk gerbang, Rania melajukan motornya menuju ke tempat kerjanya.

Perempuan bertubuh mungil dengan kulit putih bersih itu bekerja sebagai staf salah satu perusahaan swasta di kotanya. Diusianya yang masih terbilang muda, baru menginjak 24 tahun itu, Rania harus memikul tanggung jawab yang besar, menjadi tulang punggung keluarganya.

Perjalanan ke kantor Rania membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam. Perusahaan yang tidak terlalu besar, gaji Rania hanya sekedar cukup untuk membiayai kehidupan keluarga kecilnya, ibu dan dua anaknya.

Rania baru saja duduk di kursi kerjanya, tiba-tiba ponselnya berdering, "Hallo, dengan saudari Rania? sapa suara di seberang sana.

"Iya, saya sendiri", jawab Rania.

"Kami dari PT. Internusa, mengucapkan selamat saudari Rania, anda diterima di perusahaan kami......Jadwal wawancara dan info lengkapnya akan kami share lewat email", suara di seberang sana menjelaskan.

"Oh.... iya pak, terima kasih! " balas Rania

Sambungan telepon terputus.

"Yesss ......aku diterima di perusahaan besar itu ", Rania berseru heboh sampai mengepalkan kedua tangannya ke udara.

Beberapa hari yang lalu Rania mencoba mengirimkan lamaran via email ke PT. Internusa, Perusahaan terbesar di Surabaya. Rania sengaja memilih perusahaan itu karena pernah mengetahui profilnya sewaktu kuliah di Surabaya tiga tahun yang lalu. Perusahaan itu punya prospek yang bagus dan juga menawarkan gaji yang lumayan besar.

Dulu, setelah lulus kuliah, ia harus harus kembali ke kotanya dan bekerja di sana karena tanggung jawab untuk menjaga duo kembarnya yang waktu itu masih berusia 2 tahun.

"tapi gimana sama duo comel ? " Rania bergumam. Raut wajahnya berubah sedih. Duo comel, ia berikan untuk panggilan pada anak kembarnya yang lucu itu.

Rania harus menguatkan hatinya, karena dengan menerima panggilan kerja di perusahaan itu berarti dia harus siap berjauhan dengan kedua anaknya.

Apa dia bisa?

Dia pasti akan merindukan dua bocah kecil yang imut dan lucu itu.

"Ada apa, kok kayak sedih gitu? " Mina teman di sebelah kubikelnya yang baru datang, menyapanya.

Mina adalah teman Rania dari mulai SD sampai SMA. Pada saat kuliah saja mereka terpisah, Mina tetap kuliah di kotanya dan Rania kuliah di Surabaya. Semasa sekolah Rania memang lebih cerdas dari Mina, sehingga ia bisa diterima kuliah di Unversitas kenamaan di Surabaya. Mereka juga tetanggaan, cuma beda gang saja.

" aku dapat panggilan kerja Min, lamaran yang aku kirim beberapa hari yang lalu", jawab Rania lemas. Beberapa hari lalu Rania sempat bercerita perihal lamaran itu kepada Mina.

"loh bukannya kamu senang ketrima di perusahaan besar gitu? " Mina mengeryitkan dahinya. "udah lama kan kamu pengen kerja di perusahaan bonafit itu ?"

Rania mengedikkan bahunya.

"Aku mikir duo comel? " bibir Rania mengerucut.

"aku yakin mereka akan baik-baik saja , ada ibu kamu dan lagi..... mereka anak-anak yang mandiri", Mina menyemangati.

" Tetap semangat, sebagai teman aku tetap dukung kamu! " , Mina berdiri menepuk bahu Rania.

Mina tahu betul bagaimana keadaan keluarga Rani. Untung Rania cerdas, dengan kecerdasannya Mina yakin Rania akan mampu bekerja dengan baik di perusahaan besar itu. Kariernya akan lebih bagus di sana.

"Kapan rencana wawancara? " Mina kembali duduk di kursinya. Rania membuka email di ponselnya. " tiga hari lagi ", katanya kemudian.

"Masih cukup waktu buat ngurus pengunduran diri kamu, terus..... kasih pengertian ke anak-anak ", balas Mina.

"Hemm, lihat ntar aja, Min.... moga aja anak-anak bisa ngerti ", Rania mulai membuka file pekerjaan di komputernya.

Waktu berlalu cepat, hingga saat istirahat tiba. Rania dan Mina segera melakukan sholat dhuhur dan makan siang. Masih di kantin, seusai makan siang Rania segera melakukan video call pada duo comelnya. Ia selalu menyempatkan diri untuk menghubungi anaknya.

"Assalamu'alaikum sayang, udah di rumah?", sapa Rania.

"Wa'alaikum salam, ma !", jawab kedua anak itu kompak. Tampak dua anak berumur 5 tahun itu saling berebut agar berada di depan kamera. Rania hanya menggelengkan kepala tersenyum kecil, "Jangan berebutan, mama lihat kok!".

"Kami udah pulang ma ", seru keduanya hampir bersamaan. "baru makan siang sama uti ", lanjut si gadis kecil Anggia. Uti panggilan untuk ibu Rania. Anggio si cowok kecil mendekatkan perutnya ke kamera, " nih perut Gio udah kenyang, Ma", tunjuknya.

Si gadis kecil juga ikut-ikutan menunjukkan perutnya. "Gia juga ma ."

" ya udah, abis ini istirahat tidur siang ya, sayang! ", Rania terkekeh melihat tingkah kedua anaknya. " Assiaaap, Ma! " Seru keduanya sambil memasang sikap siap. Rania mengacungkan jempolnya. Mina yang duduk di sampingnya ikut terkekeh. "cium mama dulu! ", Rania memonyongkan bibirnya ke kamera di balas duo comelnya.

" mmmuuuuaach..... daaa Mama, Assalamu'alaikum !"

"Wa'alaikum salam, sayang! ", balas Rania sebelum mematikan video callnya.

"lucu ya mereka, Ran, gemesin banget ", Mina terkekeh lucu.

"mereka kebahagiaan aku, Min", Rania tersenyum.

Mereka masih TK, tapi begitu mandiri. Mereka pulang sekolah setengah satu siang dan diantar angkutan dari sekolah. Sampai di rumah ada Ibu Rania yang menjaga dan mengurus keduanya. Cuma saat berangkat saja bareng sama Rania.

***************************************

Jam 4 sore Rania pulang kerja. Setelah sampai rumah, ia parkirkan motornya dan melangkah masuk. Di depan pintu disambut oleh duo comelnya.

"Assalamu'alaikum, mama pulang! " Seru Rania sambil merentangkan kedua tangannya. Duo comelnya berlari kecil menghambur ke pelukan Rania.

" Wa'alaikum salam.... mama! " balas kedua anak kecil itu heboh.

Tampak binar kegembiraan setiap melihat Rania pulang.

"Udah mandi comelnya mama? " Rania berjongkok membelai kepala kedua putranya.

"udah dong, ma", Anggia mengecup pipi mamanya. " Gio cium juga ma! " rajuk Anggio lalu melakukan hal yang sama. Rania membalas mengecup pipi kedua anak itu bergantian.

"mama mandi dulu ya, sayang! ", Rania beranjak dan menggandeng kedua anaknya. "main sama uti sana! ", katanya melepaskan tangan keduanya dan mencium tangan ibunya.

"sini sama uti !", Bu Murti, ibu Rania membawa kedua bocah itu ke ruang tengah.

Rania bergegas mandi. Dia ingin segera mengatakan kabar tentang panggilan kerja tadi siang pada ibunya. Entah kabar itu sesuatu yang gembira atau sedih menurutnya, dia masih bingung. Ia dalam dilema, dan ibunya akan menjadi curahan hati untuknya bercerita.

Lima belas menit kemudian Rania keluar dari kamar mandi. Perempuan cantik dengan bibir merah ranum itu melangkahkan kakinya ke dapur, mengambil sebotol air mineral dari kulkas. Lalu dia berjalan ke ruang tengah dan duduk di sebelah ibunya, sementara duo comel sedang asyik bermain. Rania meneguk minumannya dan menaruhnya di atas meja.

"Bu, Rania akan pindah kerja ke Surabaya", Rania menoleh ke arah ibunya.

"tadi Rania dapat panggilan kerja dari PT. Internusa,

"Gimana menurut, Ibu? " tangan Rania menyentuh tangan ibunya. " anak-anak? " matanya menatap ibu Murti sendu.

"Mereka akan baik-baik saja sama ibu, kamu tenang aja! " Menyentuh balik tangan Rania dengan sebelah tangannya dan tersenyum tulus.

"kamu udah lama kan pengen kerja di perusahaan itu?" - Bu Murti menjeda kalimatnya -" seingat ibu setelah kamu lulus kuliah dulu ", kenang Bu Murti.

Rania mengangguk setuju pada ucapan ibunya.

" Kamu juga harus mikirin kebahagiaan kamu", Bu Murti menyentuh bahu Rania.

" yang penting jaga diri kamu baik-baik! " nasehat Bu Murti. Rania masih terdiam, mendengar nasehat bu Murti.

"Anak-anak bertambah besar, mereka akan butuh biaya yang lebih besar untuk sekolahnya nanti..... ekonomi keluarga kita tergantung pada kamu, nak! ", tangan bu Murti bergerak ke atas menyentuh pipi mulus Rania.

Mata Rania berkaca-kaca, tak butuh waktu lama manik mata coklat yang cantik itu meneteskan air bening yang kemudian jatuh ke pipinya. Sebentar kemudian menghambur memeluk ibunya.

"Rania sayang ibu dan anak-anak, doakan Ran ya, Bu! ", gumam Rania dalam pelukan itu. Ibu Murti menepuk bahu Rania pelan, mengelus kepala belakangnya dengan penuh sayang.

"Doa ibu akan selalu menyertai setiap langkah kamu dan cucu-cucu ibu," Bu Murti menjauhkan tubuh anaknya dan dihapusnya air mata di pipi Rania.

"Udah jangan nangis, malu kalo di lihat anak-anak! "

"Gia dan Gio, sini nak !" Bu Murti melambaikan tangan memanggil dua cucunya supaya mendekat dan membiarkan mereka duduk di tengah-tengahnya dan Rania.

"Ada apa, uti?" Anggia berpindah duduk ke pangkuan utinya.

"Mama nangis? " Anggio juga berpindah duduk di pangkuan mamanya. Disentuhnya pipi mamanya.

"Enggak, cuma kemasukan debu aja", Rania tersenyum memandang kedua putranya.

"Cucu uti seneng nggak kalo mama punya banyak uang? " Bu Murti memandangi kedua cucunya.

"Suka uti !", keduanya berseru heboh.

"Kita bisa kaya dong, uti !", Anggio berseru beranjak dari pangkuan Rania dan merentangkan tangannya.

"eh... eh.., bentar, dengerin uti dulu", Rania meraih tubuh kecil Anggio untuk duduk kembali dipangkuannya.

"Gimana caranya, uti? " Anggia menggelayutkan tangan mungilnya ke leher utinya.

" Gimana ya....? " Bu Murti pura-pura berpikir. "....kasih tahu nggak ya? " Bu Murti menaruh tangan di dagunya sedikit meledek Anggia.

" Utiiiii.... " rengek Anggia manja sambil bersidekap. Bibir mungilnya mengerucut lucu. Rania dan Anggio tergelak di sebelahnya.

" iya.... iya, jangan ngambek dong sayang! ", bujuk utinya sambil menoel bibir Anggia gemas.

" Mama mau pindah kerja di perusahaan yang lebih besar, yang gajinya buuannyak sayang, di Surabaya ", Bu Murti menjelaskan.

Raut kesedihan seketika nampak di wajah kedua anak kecil itu. Anggio beranjak dari pangkuan Rania dan melipat tangannya di depan dada.

"ogah, Gio nggk mau ditinggal mama ! " serunya seraya melengoskan wajahnya. Anggia berdiri dari pangkuan Bu Murti menghambur memeluk mamanya. Rania mengerjapkan matanya penuh tanya.

"Gia ngijinin mama kerja di Surabaya, tapi ada syaratnya." Ia lepaskan pelukannya,

"Mama harus janji !" Anggia menjulurkan jari kelingkingnya dan menautkan ke jari kelingking Rania.

"Seminggu sekali mama harus pulang..... terus - " Anggia melepaskan tautan jarinya dan bersidekap.

"- bawa papa ganteng pulang! " Anggia menyenggolkan sikunya ke siku Anggio yang bersidekap disebelahnya seraya mengedip-ngedipkan matanya. Rania tercenggang, terkejut dengan apa yang dikatakan bocah kecilnya.

Ha.... Apa??? papa ganteng??

Woww... dasar kids jaman now !!

Begitu jauh pemikirannya.

Rania hanya bisa menggelengkan kepala dan memijit pangkal hidungnya pelan.

"Cucu uti kok mintanya aneh-aneh gitu sih! " Bu Murti menyahuti.

Gio yang semula cemberut, berseru heboh dan bersorak riang.

" Gio suka papa ganteng! "

" Horeee... berarti aku akan dapat teman cowok, biar nemenin aku main bola ", katanya dengan mata berbinar.

"Janji ya , ma! " Gio meraih kelingking Rania dan menautkan dengan jari kecilnya. Bu Murti hanya terkekeh pelan. Rania juga ikut terkekeh dan akhirnya mengangguk setuju.

"Iya, mama janji. "

Rania tahu kalo duo comelnya itu memang merindukan sosok seorang ayah. Sejak lahir mereka belum pernah ketemu ayah mereka, karena ayahnya telah lebih dulu di panggil oleh Yang Maha Kuasa.

Chapter 2

Malam hari di Kota Surabaya. Di sebuah club terbesar di kota itu, tepatnya di VIP room, tiga lelaki muda dan tampan sedang menikmati alunan musik yang memekakkan telinga. Sesekali mereka menenggak minuman yang berjejer di meja.

Sebentar kemudian datang seorang wanita cantik dengan pakaian seksi. Bahkan bisa dibilang teramat seksi, karena menampilkan separuh bagian atas tubuhnya.

Wanita itu menghampiri lelaki paling jangkung dengan manik mata coklat.

"Hai Rey, kok nggak ngajakin aku sih tadi!" sapanya genit dan manja.

Bukannya menjawab lelaki muda itu malah menarik pinggang si wanita hingga tubuh mereka berdekatan,

"aku tahu kamu pasti nyusulin aku", katanya berbisik dan meniupkan nafasnya ke telinga wanita itu. Yang dibalas dengan senyum menggoda dari si wanita.

Ya, lelaki muda itu adalah Reymond Aditya Mahendra. Putra kedua pasangan konglomerat ternama di Surabaya, Wisnu Mahendra dan Risa Amelia.

Wanita yang dipeluknya adalah Stella, teman kencannya beberapa bulan terakhir ini.

"Woiii Stel, makin seksi aja kamu! " teriak pemuda yang duduk tidak jauh dari Rey. Dia adalah Andra, teman Rey. Lelaki muda tampan berkulit kuning dan manis itu memang suka menggoda cewek-cewek dengan penampilan seksi macam Stella.

"Bisa aja kamu, Ndra! " Stella menoleh ke arah Andra.

"sendirian? " tanyanya seraya duduk di pangkuan Rey.

" Ya enggaklah, Dave aja bawa gebetan, masa aku kagak? " Andra menyengir.

"Woii Dave, gebetan kamu udah dat - "

Andra menghentikan kalimatnya, saat menolah ke arah Dave.

"Bussyeet... udah ***-*** aja kamu! "

Andra mendelik konyol melihat teman di sebelahnya sudah pangku-pangkuan dengan seorang wanita seksi. Mereka berciuman.

"Ngapain? " Dave menjauhkan wajahnya dari si wanita, menyeringai ke arah Andra.

" Gebetan baru lagi?" Andra melebarkan bola matanya. Di balas anggukan kepala oleh Dave. Temannya yang satu ini memang paling suka main-main sama cewek. Tiap clubbing sama Andra dan Rey, selalu bawa gebetan baru.

"Kagak ada gebetan, kamu?" Dave tergelak meledek Andra.

" Tadi nggak pesen aku, sih!"

" Sialan kamu, Dave! " Sungut Andra.

Tak berselang lama datang seorang wanita dengan penampilan tak kalah seksi dari wanita Rey dan Andra.

"Hai, sayang! " Sapa wanita itu ke Andra.

"Kok lama sih kamu? " Rajuk Andre seraya menarik tubuh wanita itu, hingga tubuh mereka menempel. Wanita itu Angela, teman kencan Andra.

"Aku takut ketahuan papa, jadi harus buat drama dulu biar dibolehin keluar", Wanita itu mencebikkan bibirnya.

" Ya udah, yang penting udah datang ke sini! " Andra memeluk pinggang wanitanya. Kemudian menoleh ke arah Rey dan Dave,

"Nggak turun, bro?" Ajak Andra.

"Boleh, c'mon babe! " Rey menimpali. Stella beranjak dari pangkuan Rey.

"Dave, 'c'mon! " teriak Rey.

"Kita nggak turun bro, langsung cabut aja! " Dave mengedipkan sebelah matanya.

Dasar maniak keburu on fire aja.

" Anjirr, udah kagak tahan ya kamu, buruan sana! " Rey tergelak. Dave menyeringai dan mengacungkan jempolnya ke udara.

Andra hanya menggelengkan kepalanya.

Kedua pasangan itu segera turun ke dance floor. Menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan musik.

"Bener kata Andra, kamu makin seksi! " Bisik Rey di telinga Stella. Tangannya nakal menyentuh bagian atas tubuh Stella yang terbuka . Wanita itu mendesah pelan.

" tapi belum bisa jatuhin kamu! " Bisik Stella ke telinga Rey. Dibalas kekehan oleh Rey.

"Gimana kalo malam ini? " Stella menyentuh dada bidang Rey. Menunjukkan senyum menggodanya.

" Boleh, kamu yang minta ya? " Rey mengerling nakal.

Tidak membuang kesempatan, Stella segera menarik tangan Rey menjauh dari dance floor. Sementara Andra dan Angela sudah pergi entah kemana.

Saat keduanya bergegas untuk menuju private room, tiba-tiba dihadang dua orang lelaki berbadan tinggi besar. Mereka tak lain adalah pengawal pribadi Wisnu Mahendra.

"Maaf Tuan Muda, Tuan Wisnu menyuruh anda pulang sekarang! " Kata salah satu pria tinggi besar itu.

Seketika Rey mengumpat.

Shitt !!

Papa nggak asyik banget, sih!!

Nggak tahu anaknya mau ***-*** apa?

" Ngapain?" Sungut Rey.

" Kami disuruh Tuan Wisnu membawa anda pulang! " Jawab lelaki berbadan besar itu.

Bukannya Rey takut pada mereka, Rey juga sanggup melawan kedua pengawal itu. Rey nggak akan kalah, dia jago beladiri.

Sejak SD Rey sudah Aktif ikut kegiatan bela diri, sehingga membentuk tubuhnya yang sekarang, tinggi atletis plus perut dengan roti sobeknya.

Rey mengalah karena nggak mau melawan papanya. Selalu begitu, Rey sudah hafal betul setiap kali dia ke club malam dan akan bersenang-senang dengan wanita pasti digagalkan oleh papanya.

Pak Wisnu memang menugaskan pengawal khusus untuk mengawasi tingkah laku anaknya di luar sana, terutama ketika Rey sedang ke club atau pergi bersama wanita-wanita teman kencannya. Pak Wisnu tidak ingin anaknya terjerumus pergaulan bebas. Cara ini juga beliau lakukan untuk putra pertamanya dulu, kakak Rey dan itu berhasil.

Mendesah pelan, biarpun kesal akhirnya Rey menuruti perintah papanya. Ia raih pinggang stella, kemudian berbisik ke telinganya,

" Lain kali pastiin nggak akan gagal !"

Stella hanya tersenyum kecut. " Aku tunggu saat itu, Rey! " Ganti berbisik ke telinga Rey. Ia lepas tangannya yang bergelayut di tangan Rey.

Rey melangkah meninggalkan Stella diikuti dua pengawal di belakangnya.

Stella mengumpat kesal.

Brengsekk!!

Si tua Wisnu selalu gagalin rencana aku.

" Awas aja nanti, aku akan naklukin kamu Rey! " gumam Stella mengepalkan tangannya.

Setibanya di rumah Rey langsung menyeruak masuk ke ruang kerja papanya, masih di ekori dua pengawal yang tadi menjemputnya. Dengan gerakan sedikit kasar, ia buka pintu jati besar itu,

" Ya elah Pa, nggak tahu banget anaknya lagi seneng-seneng. Ngapain sih disuruh pulang ?" Rey bersungut-sungut.

Pak Wisnu memberi tanda agar kedua pengawalnya itu meninggalkan mereka berdua.

"Sampai kapan kamu akan seperti itu? -

Pak Wisnu menghela pelan -" kamu harus berhenti Rey, nggak baik untuk masa depan kamu."

Rey masih berdiri dengan tampang kesal. Ia berjalan mondar-mandir untuk meredakan hatinya yang kesal.

"Aku masih muda Pa, masih pengen seneng-seneng !" teriak Rey.

" Seneng nggak harus dengan cara kayak gitu. Kamu udah mau 28 tahun, mulai pikirin masalah perusahaan. Udah waktunya kamu berubah, kamu yang bakal gantiin papa mimpin perusahaan." Papa Wisnu berucap dengan tenang.

Ketenangan dan kewibawaan yang terpancar dari sikapnya membuat Rey terdiam. Tidak bisa membantah papanya. Papa Wisnu selalu sabar dan tenang dalam menghadapi kenakalan anak keduanya itu. Berulang kali pengawal Papa Wisnu yang disuruh mengawasi Rey, memergoki anaknya itu dengan seorang wanita.

" Serius sama satu cewek yang bener, nikahi dia. Jangan main-main terus kayak gini ", Papa Wisnu menasehati.

Rey yang semula berdiri dengan wajah kesal, berangsur tenang lalu melangkah mendekati papanya. Ia sandarkan tubuhnya di kursi depan papanya,

"Rey belum siap, Pa! " menatap papanya dengan sorot memohon.

"Lagian kan ada kak Roman! " bela Rey.

Hanya alasan. Papa Wisnu tahu anaknya hanya menghindari tanggung jawab memimpin perusahaan karena belum serius saja. Rey anak yang cerdas.

"Kakak kamu biar pegang perusahaan yang di Jakarta.

Udahlah, Papa yakin kamu pasti bisa !" Papa Wisnu beranjak dari duduknya, berjalan ke samping Rey. Menepuk bahu anaknya pelan.

"Yang penting kamu harus nikah dulu, pasti pikiran kamu akan terbuka nanti! " katanya kemudian.

Rey masih terdiam duduk di kursinya, ia garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Apa perlu Papa bantuin cari istri buat kamu?" Papa Wisnu tersenyum licik.

Rey mendongak, menoleh ke arah papa Wisnu yang berdiri di samping kursinya.

"Ogahlah Pa, Rey masih bisa ya cari sendiri ", tolak Rey.

"Buktiin sama, Papa! " tantang papa wisnu.

"Papa kasih waktu satu bulan! "

Papa Wisnu melangkah keluar ruang kerjanya, meninggalkan Rey yang masih bengong di tempatnya.

What ??? Satu bulan.

Rey melongo tak percaya.

Pilihan macam apa yang di kasih Papa ini ??

Bikin pusing aja.

Calon istri dimana kamu???

**********************************

Rania baru saja menidurkan kedua anaknya. Kemudian ikut berbaring di sebelah mereka. Sebuah notifikasi pesan masuk. Ia raih ponselnya di meja kecil sebelah ranjangnya.

Pesan dari Mina.

Mina : " gimana anak - anak kamu, udah di kasih tau? "

Sambil tiduran Rania membalas chat Mina.

Rania : " Iya udah, Alhamdulillah Min, mereka mau ngerti "

Mina : " Nah, apa aku bilang, bener kan?"

Rania menggeleng pelan dan tersenyum. Kemudian menuliskan kembali balasan.

Rania : " Iya, syukurlah mereka nggak rewel, nggak minta macem-macem. Cuma satu macam yang bikin aku pusing "

Mina : " minta apa mereka? "

Rania : " Papa ganteng"

Lama Mina tidak membalas chat terakhir Rania. Rania meletakkan ponselnya di meja lagi, tetap sambil berbaring.

Ia hendak memejamkan mata, ketika tiba-tiba ponselnya berdering, panggilan dari Mina. Ia raih ponsel itu, dan bangkit dari baringannya bersandar di dasbord ranjang.

" Anjirrr Ran, permintaan anak kamu keren banget!" terdengar gelak tawa Mina di seberang sana. Rania sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga.

"nggak lucu tau, bikin aku pusing malah" , keluh Rania.

"Terus apa rencana kamu selanjutnya? " tanya Mina di seberang sana.

" Besok mau ngurus surat pengunduran diri aku, Min !" Rania membenahi selimut anak nya yang menyingkap dengan tangan kanannya.

"iya, semoga lancar ya, Ran ! "

"Makasih, Min". Mereka mengakhiri sambungan telponnya.

Rania hendak menaruh ponselnya, tiba-tiba mengingat sesuatu.

"Kayaknya aku harus hubungi teman aku di Surabaya deh " gumamnya pelan.

Ia cari kontak nomor di ponselnya. Ardi, teman karibnya dulu sewaktu di Surabaya.

"Semoga belum ganti nomer dia", gumamnya sebelum menekan nomer Ardi.

Sesaat panggilannya tersambung.

" Hallo, Assalamu'alaikum, Ra - Rania?" terdengar sapaan dari seberang sana. Ada nada keraguan di sana.

" Wa'alaikum salam, ya ni aku. Ni Ardi kan ? beneran kamu , Ardi? "

Rania meyakinkan dirinya.

Terdengar suara lelaki itu terkekeh di sana.

" Ya, iyalah emang siapa lagi?" suara di seberang sana masih terkekeh.

"Aku nggak nyangka kamu masih simpen nomer aku, kirain udah lupa".

"Enggaklah, aku kira kamu yang lupa, masih nyimpen nomer aku juga ya? " Rania juga terkekeh geli.

Lama sekali mereka nggak kontak. Hampir 3 tahun Rania sudah neninggalkan Surabaya.

Ternyata nomer temannya itu masih sama. Rania juga nggak mengganti nomernya selama ini, takutnya bisa loss contact sama teman-temannya kalo ganti nomer baru.

"Gimana kabar kamu, Ran?

Kangen banget sama kamu", Ardi selalu lebay.

"Alhamdulillah Ar, baik.... kamu gimana? " Rania ganti tanya.

" Nggak terlalu baik sih, abisnya di tinggal pulang kampung sama kamu ", Suara Ardi di seberang sana sedikit mendengkus.

"Aku mau balik lagi ke Surabaya, Ar", Rania beranjak dari ranjang, melangkahkan kakinya untuk duduk di kursi kayu yang ada di kamarnya.

"Beneran? kapan? " Ardi berseru heboh dari balik telepon.

" Lusa, aku dapat panggilan kerja", Rania menyahuti.

"Asyik ..... aku tunggu ya?" ntar sampe Surabaya, jangan lupa hubungin aku".

"Ok..! " balas Rania.

"

Chapter 3

Keesokan harinya, seperti biasa Rania bangun pagi-pagi sekali. Setelah sholat shubuh, ia segera menyiapkan semua keperluan duo comel dan juga dirinya.

Bu Surti membantu menyiapkan sarapan di dapur.

"Ayo bangun, sayangnya mama! " disingkapnya selimut yang menutupi tubuh kedua anaknya. Menepuk-nepuk bokong keduanya bergantian, sehingga mereka menggeliat.

Anggio mengucek-ucek matanya,

"pagi mama ! " sapanya masih dengan mengucek matanya. Anggia yang terbaring di sampingnya, beranjak duduk dan mengerjapkan matanya " Udah pagi, ma? " sambil menguap kecil.

" Iya, ayo buruan mandi, ntar kesiangan!" Rania yang berdiri di samping ranjang mambantu kedua anaknya untuk segera beranjak dari baringnya.

"jangan lupa rapikan dulu tempat tidurnya! " ingat Rania sambil mengelus kepala keduanya.

Kemudian ia langkahkan kakinya ke kamar mandi, menyiapkan perlengkapan mandi anaknya.

Rania memang melatih kedua anaknya agar membiasakan untuk merapikan tempat tidurnya setelah bangun. Memang tidak rapi, tapi ia biasakan itu agar anaknya belajar untuk bertanggung jawab sejak kecil.

"Udah, gitu aja biar nanti mama yang benerin!"

Rania kembali lagi ke kamar dan menghampiri kedua anaknya.

"Gio yang mandi dulu, ma!" Anggio keluar dari kamar. Rania dan Anggia mengekorinya.

"Nggak barengan aja biar cepet !" Rania menyahuti.

"Enggak ma, Gio sendiri aja!" Gio segera masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya. Rania tersenyum kecil dan menggeleng.

"Emang kenapa Gio kok pengen mandi sendiri sayang, biasanya berdua kan? " Rania bertanya pada Anggia.

"itu ma ......kemarin Ust. bilang kalo kita harus menjaga anggota tubuh, tidak boleh di lihat orang lain", terang Anggia.

Ust. adalah panggilan untuk guru mereka.

Rania mendengarkan dengan seksama. Sebentar kemudian menganggukkan kepalanya. "Jadi begitu ya?" Rania bergumam.

Cepat belajar sekali anaknya ini.

Dalam hati Rania merasa bangga pada duo comelnya itu. Ia juga merasa bersyukur, karena mereka bisa mandiri secepat ini.

"Emang bener begitu, Ma? " Anggia mendongak ke atas menatap mamanya. Rania segera meraih tubuh kecil itu ke gendongannya. Ia cium pipi cubbynya.

"Iya sayang, Ust. bener .... memang ada bagian tubuh yang harus ditutupi, tidak boleh dibuka sembarangan di depan orang lain", Rania menjelaskan.

Sebentar kemudian pintu kamar mandi terbuka. Gio keluar dengan memakai handuknya.

"Awww......!" Anggia berteriak menutup matanya saat handuk yang dipakai Anggio merosot.

Rania munurunkan Anggia dari gendongannya. Bergegas meraih tubuh Anggio dan memakaikan handuknya.

"Udah sayang, sekarang gantian kamu mandi sana !" Rania meraih tangan Anggia yang masih menutupi matanya, sedang tangan satunya memegangi Anggio di gendongannya.

"Tapi mandinya sama mama ya?" Anggia mencebikkan bibirnya.

" Eh .... nggak bisa, kamu nggak dengerin kata Ust. kemarin! " protes Anggio.

"Kita sama-sama cewek, kan nggak papa kata Ust.?" Anggia menjulurkan lidahnya meledek Anggio.

Rania terkekeh pelan. Lalu menurunkan Anggio dari gendongannya.

"Iya, Gia masuk kamar mandi dulu, mama gantiin baju Gio bentar ", pinta Rania.

Anggia segera masuk kamar mandi.

Rania membawa Anggio ke kamar. Mengambil baju sekolah yang sudah dia siapkan tadi. Anggio memegangi handuknya erat, ketika mamanya bersiap mau memakaikan bajunya.

"Loh kenapa, sini mama bantu ganti baju! " Rania meraih tubuh Anggio.

"Malu Ma, Anggio ganti baju sendiri aja!" rengeknya.

"Nggak papa, kan sama mama sayang.....nggak boleh itu kalo di lihat orang lain, kayak temen cewek kamu misalnya", terang Rania.

Anggio nampak terdiam sejenak, namun akhirnya mengangguk mengerti dan membiarkan mamanya membantu memakaikan bajunya. Setelah mengganti baju Anggio, Rania bergegas ke kamar mandi membantu Anggia.

Lima belas menit kemudian, mereka sudah siap. Melangkah menuju meja makan, Rania membawakan 2 piring kecil berisi roti dengan selai coklat yang sudah disiapkan ibunya. Kedua anaknya sudah duduk manis di sana. Dua gelas susu sudah siap di depan kedua anak itu. Anggio suka susu putih, sedang Anggia suka susu coklat.

"Kamu sekalian sarapan juga, Ran! " Ibunya menghampiri Rania dan membawakan sepiring roti yang sama. " Ibu udah sarapan duluan tadi! " lanjut Bu Murti.

" Iya bu, makasih. Biar susunya Ran ambil sendiri, Bu! " Rania melangkah ke dapur, sebentar kembali dengan segelas susu di tangannya.

Mereka sarapan dengan tenang, sepuluh menit kemudian mereka bersiap berangkat. Bu Murti membawakan tas kedua cucunya sampai depan pintu, sementara Rania membantu keduanya menggenakan sepatu.

"Berangkat dulu, Bu! " pamit Rania sambil mencium tangan ibunya, diikuti duo comelnya.

Bu Murti tersenyum, kemudian memasangkan tas di punggung kedua cucunya. " Hati-hati di jalan", katanya kemudian.

"Assalamu'alaikum ! " ketiganya serempak. "Wa'alaikum salam! " Jawab Bu Surti.

Rania segera melajukan motornya. Seperti biasanya, mengantar duo comelnya ke sekolah, setelah itu baru dia menuju ke tempat kerjanya. Dua hari lagi Rania berangkat ke Surabaya.

Hari ini sesuai rencana Rania akan mengajukan pengunduran diri.

Beberapa menit setelah sampai di kantornya, dengan langkah pasti Rania menuju ruangan Direktur. Ia ketuk pintu kaca di depannya, lalu perlahan digesernya dan melangkahkan kakinya masuk.

"Permisi, Pak!" Rania berucap ketika sampai di depan meja Pak Hadi, Direkturnya. Beliau mempersilahkan Rania duduk.

Rania menyampaikan maksudnya kepada Pak Hadi, yang ditanggapi beliau dengan ramah. Pak Hadi memang terkenal sebagai pemimpin yang ramah, supel dan juga baik hati.

"Jadi kamu mau pindah kerja ?" Pak Hadi setelah mendengar penjelasan Rania.

"Iya, Pak! " Jawab Rania.

"Kinerja kamu bagus, sayang banget sebenarnya perusahaan ini melepas karyawan seperti kamu !" Pak Hadi mendesah pelan. "Tapi mau gimana lagi, masa depan kamu akan lebih baik di perusahaan besar itu", lanjut laki-laki paruh baya itu.

"Terima kasih atas dedikasi kamu selama di perusahaan ini, semoga kamu sukses di perusahaan yang baru", Pak Hadi berucap tulus.

"Terima kasih, Pak! " Rania mohon diri.

Dari ruangan Direktur Rania kembali ke meja kerjanya.

"Gimana, udah beres?" tanya Mia ketika Rania sudah duduk.

"Alhamdulillah Min, udah kelar", Rania menoleh ke arah Mina dan tersenyum. "Sebelum pulang kerja disuruh ngambil surat sama pesanggonnya di HRD", lanjut Rania.

"Syukurlah! " sahut Mina.

"Aku pasti akan kangen kamu", Raut wajah Mina berubah sendu.

"Alay kamu Min, kita kan tetanggaan, kapanpun bisa ketemu ", Rania berdiri mengacak rambut Mina. Keduanya tergelak.

"Eh, Ran...... bisa nggak aku ikutan request bawain papa ganteng? " celetuk Mina.

"Kayak duo comel kamu", lanjutnya sambil menyengir.

Rania terdiam. Mengeryitkan keningnya.

Memang lagu pake request???

"Boleh!" sahut Rania akhirnya.

Rania merasa lega karena masalahnya sudah kelar. Kedua anaknya setuju ia bekerja di Surabaya, itu sudah cukup baginya. Rania bisa tenang bekerja di tempat yang baru nanti.

*******************************************

Di pagi yang sama di Surabaya, di rumah besar berlokasi di perumahan elit di pusat kota. Di kamar besar yang mewah di dominasi warna grey, seorang laki-laki muda tampan, Rey Aditya Mahendra nampak sedang menghubungi seseorang.

"Ndra, kamu handle urusan kantor dulu, aku mampir ke perusahaan papa!", ucap Rey pada orang di seberang sana seraya melangkah menuju sofa dan duduk di sana.

"Siap, bos! " sahut suara di seberang sana.

"Gimana semalam, gagal ***-***?" Suara di seberang sana tergelak kencang.

"Kampret kamu, Ndra! " Rey mendengus kesal. Suara di seberang sana adalah Andra teman kerja Rey, juga sahabatnya.

"Ck, sialan emang pengawal papa", Rey menggerutu.

"Itu tandanya Pak Wisnu sayang sama kamu", Andra terkekeh. " Coba kalo enggak, mana mungkin selalu kasih pengawal pribadi buat ngawasin kamu?", Andra tergelak lagi.

"Emang bocah harus diawasi !" Rey menjepit ponsel di antara bahu dan telinga, tangannya bergerak mengambil sepatu dan memakainya.

"Loh kan emang masih bocah kamu tuh.... Andra menjeda kalimatnya -" bocah gemblung", Andra tergelak kencang di seberang sana.

"Sialan kamu !" Umpat Rey kesal.

Mengangkat kepalanya yang menempel di bahunya, ia pegang ponselnya di tangan.

"Eh... tunggu deh, dari tadi kamu ngledekin aku, happy banget kayaknya lihat temen menderita ...... emang udah jebol gawang semalam?", Rey ganti meledek Andra.

Andra terdiam di seberang sana.

"Eh... itu... anu.... ", tiba - tiba Andra gugup.

Rey tergelak kencang sambil memukul-mukul pahanya. " Anu.... anu apaan? " katanya kemudian.

"Anjirrr ...... gercep juga kamu, Ndra. Pantesan puas banget ngledekin aku, sialan emang !" Rey kembali tergelak.

"Bukan gitu Rey, maksud aku - " ..... tuuut, belum selesai Andra berucap di seberang sana, Rey mematikan sambungan telepon.

Rey meletakkan ponselnya di meja, melanjutkan memakai sepatunya.

"Andra kampretttt.....berani-beraninya kamu ngeduluin aku jebolin gawang cewek", gerutu Rey sambil terkekeh.

"Loh , Rey kok belum berangkat, udah jam sepuluh nih !" Suara wanita di depan pintu kamar, membuat Rey menolehkan kepalanya.

Wanita paruh baya dengan penampilan sosialita yang masih terlihat cantik dan elegan. Mama Risa, Mama Rey melangkah masuk dan menghampiri Rey di sofa.

"Barusan kelar nih, Ma !" Rey meraih ponsel dan kunci mobil di meja.

"Papa tadi pesen sama mama, kamu disuruh segera nyusul ke kantor ", Mama Risa duduk di sebelah Rey. Melipat kakinya dengan anggun.

"Ada kak Roman juga " lanjut Mama.

Roman kakak Rey yang mengelola perusahaan di Jakarta.

"Kak Roman? " Rey mengeryitkan dahinya.

"Iya, tadi bilang dari bandara langsung ke kantor papa .... ada sedikit urusan di sini katanya", terang mama Risa.

"Buruan berangkat sana anak ganteng, Mama !" Mama Risa menepuk bahu Rey.

"Dari lahir ya, Ma aku ganteng", Rey membusungkan dadanya.

Mama Risa melipat tangannya di bawah dada. "Eh ....masa sih, tapi kok belum laku ya?", ledeknya.

Rey yang sudah mau beranjak, mengurungkan niatnya lalu mendelik konyol ke arah mamanya.

"Enak aja, banyak cewek yang naksir sama Rey, ya Ma !", belanya.

"Mana buktinya coba? " Mama Risa mencebikkan bibirnya.

"Buktiin sama Mama, bawa calon mantu mama pulang !" tantang Mama Risa.

Rey tiba - tiba jadi gelagapan mendengar ucapan Mamanya.

Busyettt ...... !!!

Nggak papa, nggak mama, kok gini banget sih mintanya???

Rey makin pusing nih...

"Tenang ma, besok Rey bawa pulang mantu Mama !" Rey mengedipkan satu matanya.

Rey beranjak dari sofa, dikecupnya cepat pipi mamanya lalu melangkah keluar kamarnya.

Mama Risa hanya terkekeh geli.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!