Api, mayat, darah, kematian itu yang selalu teringat dalam benakku, sudah hampir 5 tahun kejadian memilukan itu terjadi. Aku benar-benar tak bisa melupakannya. Mimpi buruk yang selalu menghantui ku di setiap malam. Membuat deru nafasku semakin kencang kadang rasanya dadaku tertindih beban yang begitu berat, sulit bernafas. Untungnya takdir baik berpihak padaku, Enrick sang putra mahkota malam itu menyelamatkan hidupku. Aku begitu berterimakasih dan memilih untuk menjadikannya tuanku. Sebuah balasan atas pertolongannya. Beberapa tahun waktuku ku gunakan untuk mempelajari segala hal yang berhubungan dengan kerajaan, hingga satu tahun yang lalu aku resmi menjadi pelayan pribadi sang putra mahkota. Pelayan sebenar-benarnya pelayan, pelayan “seutuhnya” disaat umurku baru genap 17 tahun. Kalian pasti tau.
“ bukankah aku sudah menyelamatkan hidupmu,?,” lirihnya.
Aku hanya bisa diam, disaat tubuhku sudah terpojokkan. Terhimpit diantara tubuh besarnya dan dinding kamarnya. Dengan lembut tangannya membelai pipiku, sedang tangan lainnya merangkul pinggang aku.
“ jadi,, berikan hal berharga itu” bisikanya tepat di telingaku.
Ya, aku tau maksud ucapannya. Apakah ini setimpal dengan pertolongannya. Kurasa hanya ini yang bisa ku berikan. Dengan lemah akhirnya aku mengangguk. Mau bagaimana lagi aku juga takut, dia tidak sebaik yanga ku lihat dulu. Selama 5 tahun bersamanya aku tau benar bagaimana temperamennya.
“ pilihan bagus zen..” lanjutnya. Pelukannya semakin erat mendekap ku.
Aku ingin lari. Keluar dari kamar ini. Batinku
Perlahan tersingkap bajuku. Bahu dan bagian atas tubuhku sudah tak tertutup lagi. Tanpa sadar aku mendorongnya pelan, mencoba melepaskan pelukannya dan menghentikan aksinya.
“ssstt,,,jangan takut, aku tidak akan menyakiti gadisku” tenangnya.
Nafasnya memburu dan mengenai wajahku, aku pun menaikkan pandanganku. Mata kami saling bertemu. Aku bisa melihat ada hal lain di matanya. matanya berkabut menatapku begitu dalam dan hal itu menakuti ku.
Setelah malam itu aku benar-benar menjadi pelayannya diberbagai kondisi, bahkan di tempat tidurnya. Semua ini kulakukan demi menebus kebaikannya padaku. Jika bukan karena pertolongannya hidupku mungkin bisa lebih buruk lagi.
Namun ternyata semua hanya kamuflase. rahasia terbesarnya terbongkar. Dalang dari semua hal buruk yang terjadi padaku bahkan 5 tahun yang lalu adalah dia, Enrick sang putra mahkota. Mengetahui kebenaran itu aku benar-benar marah dan kecewa. Marah akan kebohongannya dan kecewa pada diriku yang begitu bodohnya mau menjadi “jalang nya”. aku ingin menangis tapi aku tau itu takkan berarti apa-apa.
Dengan cepat aku mengambil sebuah pedang yang selalu berada di ruang kerjanya. Tanpa rasa takut aku berjalan ke arahnya, ya aku akan membunuhnya.
“kau pikir dengan tangan kecilmu bisa membunuhku, Zen?” setelah berhasil menangkal serangan ku. Kini dia mengunci pergerakan ku,
“ kau sudah tau kebenaranya, bagaimana perasaanmu?”
Aku terus mencoba melepaskan kuncian nya. Aku benar-benar ingin merobek mulutnya. Bagaimana dia begitu santai menanggapi serangan ku.
“ kau sudah membunuh ibuku, aku akan membalas perbuatan mu” teriakku. Aku sudah tidak bisa menahan amarah ini. Aku bahkan tak sadar jika kini tengah menangis.
“ kau sudah berani padaku, Zen. Mana panggilan kehormatan ku?”
Setelah itu dia langsung melempar tubuhku ke dinding. Tubuhku rasanya remuk, semua tulang ku rasanya patah. Aku sudah tidak bisa bergerak lagi.
Tiba-tiba pandanganku kabur, aku terbatuk dan mengeluarkan darah. Sakit sekali, apakah aku akan mati. Dia berjalan mendekatiku. Berjongkok dan menarik wajahku. Tangannya mencekram pipiku.
“kau benar-benar tidak tau apa-apa”.
Itu adalah hal terakhir yang aku ingat. Pandanganku gelap dan aku tidak merasakan apa-apa lagi.
...Chapter 1...
... ...
Buram. Padangku masih buram perlahan kepalaku terasa sakit. Aku mencoba menggerakkan tanganku, tapi rasanya jauh lebih sakit.
“ emm”.
Aku tak bisa menggerakkan tubuhku. Mencoba melihat sekelilingku, aku berada di kamar, ya aku mengenal kamar ini. Beberapa malam aku selalu menghabiskannya di sini.
“ nona sudah bangun, apakah ada yang anda inginkan?”
Aku menoleh ke asal suara. Pandanganku mulai jelas. Aku mengenalnya, dia adalah pelayan harian Enrick.
“ badanku sakit dan tak bisa di gerakkan” lirihku. Bahkan untuk berbicara saja aku tak kuat.
“ saya akan memanggil tabib” setelah itu aku mendengar suara pintu tertutup.
Aku mencoba meneliti tubuhku, apa yang terjadi padaku dan membuatku seperti ini. Aku masih bingung dengan keadaan ini. Hal ini mengingatkanku pada kejadian disaat Enrick meniduriku pertama kalinya. Ya , keadaan itu tak jauh beda dengan ku sekarang. Semua tubuhku terasa remuk dan tak berdaya diatas tempat tidurnya.
Aku lega ternyata kali ini aku masih memakai baju. Perlahan aku memperluas arah pandangku. Aku melihat beberapa perban dan sebuah handuk basah di nakas sudut ruangan. Hal itu membuatku teringat dengan kejadian sebelumnya.
Tiba-tiba rasa amarah kembali melingkupiku. Aku harus bangkit dan membunuh bajingan itu. Enrick.
Klek
Aku mengenalnya, dia tabib kerajaan dan tentu saja datang bersama suki, pelayan itu.
“ permisi nona, saya akan memeriksa tubuh anda” dia mengambil tanganku. Sebenarnya aku ingin menolaknya, namun aku benar-benar tak punya tenaga.
`Aku harus menunggu hingga tubuhku pulih`
Setelah beberapa lama, suki memberikan sebuah ramuan padaku. Entah apa yang ada didalamnya aku sedari tadi sibuk dengan pikiranku. Dia membantuku duduk dan meminum ramuan itu. Setelah selesai mereka meninggalkan ku sendiri. Perlahan rasa ngantuk melandaku mungkin efek dari ramuan itu. Tubuhku memang masih lemah dan butuh banyak istirahat.
Kulihat hamparan api, suara teriakan. Aku berlari, secepat yang aku bisa.
“ ibuu,,” begitu aku membuka pintu rumahku.
Darah, semua berantakan. Aku tak menemukan ibu. Rumah ini telah kosong.
Aku kembali berlari keluar berharap mungkin ibuku berada di luar. Nafasku sudah tak beraturan. Semua hanya hamparan api, semua mati.
Sayup-sayup aku mendengar suara kuda mendekatiku. Aku takut dan berlari untuk bersembunyi.
“ tidakk”.. aku terjatuh. Kakiku berdarah membuat langkahku semakin lambat.
Tepat dibelakangku kuda itu berhenti. Aku membalikkan badanku. Seseorang bertopeng dengan pedang ditanganya. Bahkan pedang itu masih berairkan darah.
Aku berjalan mundur dan jatuh terduduk.
“ si..si apa kamu, “ dia semakin mendekatiku dan mengayunkan pedangnya.
Aku tau dia akan membunuhku sekarang. Aku takut tanpa sadar menutu mataku. Namun,
“ hey,, hentikan” aku membuka mataku. Lelaki itu, dia Enrick.
Dia membunuh orang bertopeng itu dan membawaku pergi.
“ jangan takut aku sudah menyelamatkanmu..”
“ te terimakasih paman,,”
“siapa namamu?”
“ Zen,, Zenia”
“ baik Zenia sekarang kamu aman..”
Dia terlihat baik, namun tiba-tiba dia tertawa. Tertawa terbahak-bahak.
“ kau akan aman” ucapnya tepat didepan wajahku.
Ada sesuatu dibalik punggungnya, ituu,, seseorang yang terbaring.
Sepertinya aku tau siapa wanita itu.
“ tidak, tidak mungkin..ibu,,”
Aku ingin berlari kearah ibuku, tapi tubuhku terasa berat. Aku tak bisa bergerak.
“ ibuu,,”
Aku tersadar dan melihat sekelilingku. Masih sama. Aku masih berada di kamar si berengsek itu. Perlahan aku mencoba menggerakkan kakiku. Dan menuruni ranjang besar ini. Meskipun aku begitu kesusahan menggerakkan tubuhku, namun aku harus keluar.
Setelah berhasil berdiri di sisi ranjang, aku mulai melangkah. Rasa pusing kembali mengerjabku. aku merasakan ada perban di kepalaku, sejenak aku melihat pantulan diriku di cermin, sunnguh mengenaskan. Kepala terpeban, di area tanganku terlihat rona kebiruan, sudut mataku juga kemerahan serta bibirku benar-benar kering. Berapa lama aku tak sadar. Kenapa wajahku begitu mengerikan.
KLEK
Suara pintu terbuka, hal itu sempat membuatku kaget.
“bagaimana kondisimu?”
Suara itu, kini aku begitu membenci suara itu. Aku benar-benar tak ingin melihat wajahnya.
Aku mendengar langkah kakinya semakin mendekat. Aku mulai waspada. Indra pendengaranku menjadi lebih tajam, takut jika lelaki itu berniat macam-macam padaku.
“aku tidak tau jika lemparaku hampir membuatmu terbunuh” dia berniat mengejekku atau apa. sudah pastilah itu. Lelaki dewasa melempar gadis bertubuh kecil, apalagi dia bukan manusia biasa, melawan puluhan musuh sendirian saja terlalu mudah baginya.
Aku mulai berjalan menjauh, aku tak mau berdekatan dengannya. Namun tiba-tiba tubuhku terasa melayang, entah bagaimana caranya kini aku sudah duduk diatas pangkuannya. Kedua tangannya melangkul pinggangku.
“lepaskan aku,,” sambil mendorong tubuhnya.
“ jangan terlalu banyak bergerak, kepalamu akan semakin sakit, Zen”
“ aku tak peduli,”
“cepatlah sembuh, 5 hari lagi puncak bulan mati. Kau taukan maksudku?”
Aku terdiam sejenak, ku tatap matanya tajam
“ jangan bermimpi menyentuhku lagi, bajingan”
Dia menarik sudut bibirnya, seringainya sedikit membuatku gentar.
“aku tak bisa diperintah, kau tau benar itu Zen.” dia semakin mendekatkan wajahnya, bisa ku rasakan hembusan nafarnya di leherku.
“ aku merindukan caramu memanggilku, panggil aku seperti dulu”
“ brengsek, menjauh dariku,,” satu kecupan ku rasakan tepat di pundakku.
Aku baru menyadari jika gaunku sudah terbuka.
“5 hari lagi, ingat itu Zen”
Setelah kepergiannya aku tetap berada didalam kamarnya, setiap harinya tabib selalu memeriksa kondisiku. Hampir 2 hari aku terbaring atau lebih tepatnya terkurung dikamarnya. Malam ini adalah malam bulan mati. Jika mengingat kehidupanku dulu, ada 2 malam yang aku harus “patuh” dengan Enrick. Entah kenapa, pada saat itu terasa begitu aneh. Meskipun sudah hampir 5 tahun aku bersamanya, namun khusus dimalam itu mataku akan selalu di tutup. Entah apa alasanya.
“ nona,..”
“ ah,, ya” aku tersadar dari lamunanku.
“ ramuannya sudah siap, anda bisa meminumnya”
“ letakkan saja disana, aku akan meminumnya nanti” kembali aku menatap cendela kamar. Tampaknya sore ini agak mendung, tak ada kilau senja yang aku nantikan.
“ kalian bisa meninggalkan tempat ini” sejak perbincangan terakhir Enrick tak pernah lagi menemuiku, hanya suki dan tabib istana yang rutin kemari.
“yang mulia putra mahkota menyuruh kami memastikan anda meminum ramuannya” jawan suki dengan sedikit menundukkan kepalanya.
Aku mendengus kesal, kenapa semua harus sesuai perintah dan berhububgan dengannya.
“ berikan padaku” dengan kesal aku menarik cawan itu. Hanya butuh 2 detik untukku menghabiskan ramuan.
“ puas? Sekarang pergilah” sambil ku hempaskan tanganku.
“ kami pamit undur diri nona”
Aku kembali melamun, berusaha memikirkan bagaimana caranya untuk membalas dendamku. Aku akui tidak mudah untuk membunuh sang putra mahkota. Karena jika iya, kurasa dia takkan bisa hidup sampai sekarang. Banyak sekali musuhnya. Dia begitu terampil dalam beladiri dan mengenali racun, bahkan tenaga dalamnya mampu membunuh seseorang tanpa harus menyentuhnya. Sejauh ini hanya itu yang ku tau. Rencanaku harus matang.
`aku harus mencari tau kelemahannya`
Ya, benar aku harus sedikit bersabar untuk membuatnya terbunuh. Selama ini aku tak tau apa sebanarnya kelemahan bajingan itu.
Malam mulai datang, setelah menghabiskan makan malamku. Para pelayan tidak langsung pergi, mereka mulai mempersiapkan segalanya. Mesti aku sudah terbiasa dengan rutinitas ini, kali ini aku sedikit was-was. Melayani seseorang yang jelas-jelas pembunuh kedua orang tuaku membuatku ingin mencaci takdir ini.
Aku menyibukan diriku dengan duduk balkon kamar sembari menenangkan pikiran serta hatiku. Kurasa malam ini akan terasa panjang. Apa ini takdir yang hidupku. Ini begitu menyakitkan daripada kematian. Kalau aku bisa mengulang kembali aku akan memilih untuk mati, setidaknya aku bisa bersama dengan ibu dan ayahku. Setidaknya aku tidak perlu memberikan hidupku pada pembunuh ini.
`apa sebaiknya aku bunuh diri saja?`
`tidak, aku akan mati setelah dendam ini terbalas`
“ ternyata kau disini” aku tersentak. Kenapa aku tidak merasakan kehadirannya.
“ aku memutuskan untuk memajukan acara kita” ku rasakan tangannya menarik pingangku. Beberapa saat kemudian sebuah kain sudah menutupi mataku. Ya, memang seperti ini biasanya. Setiap bulan mati dan bulan merah mataku akan tertutup saat melayaninya.
“sepertinya kondisimu sudah jauh lebih baik”
Aku masih diam, tak ada niatan untuk berbincang dengannya malam ini.
“ ada yang ingin kamu sampaikan sebelum kita mulai acaranya?”
Belaian lembut tangannya mengenai pipiku, semakin kebawah dan turun keleherku. Kurasakan gaunku ditariknya turun. Aku benar-benar membencinya, terlebih diriku sendiri. Aku membenci takdir ini, aku membenci segalanya yang berhubungan dengan bajingan ini.
“ lebih baik kita masuk aku sudah menunggu untuk berdua denganmu”
Tak ada yang bisa menolongku, bahkan dengan mencacai taupun memberontak. Semuanya akan terjadi sesuai dengan keinginannya. Aku tahu pasti tentang itu. Dia menggendong tubuhku dan tak berapa lama kurasakan hamparan empuk mengenai punggungku.
“kau mendiamkan aku, jadi kamu masih marah”
`tidak hanya marah, aku benar-benar membencimu` batinku
“setelah ini aku pastikan kamu akan bersuara”
`dasar brengsek, aku akan membunuhmu’
Perlahan aku merasakan sesuatu yang basah sudah menempel pada bibirku, semakin lama menjadi ******* dan semakin kuat. Aku berusahan mendorong tubuhnya, meskipun tidak akan ada pengaruhnya, tapi aku ingin dia tau bahwa aku tidak mau melakukan ini. Aku merasa hina dan kotor. Bagaimana aku diam saja, hatiku benar-benar hancur, harga diriku sudah hilang di depan pembunuh orang tuaku.
`kumohon hentikan`
“ aku tau batasanku Zen, dan kau masih begitu berharga bagiku”
“bisakah kau hentikan semua ini, bunuh saja aku”
“kemana Zen ku yang bersemangat? Bukankah kau ingin membunuhku?
Tak ku sangka dia menarik tubuhnya. Kini aku sudah terduduk di ranjang. Namun penutup mataku tak kunjung dilepas. Beberapa kali aku mencoba mencari tahu alasan ya. Banyak dari pelayan mengatakan jika pada “malam itu” ada sesuatu yang terjadi pada tubuh pangeran. Warna kulitnya akan berubah memerah seolah terbakar. Bahkan jika ada yang mencoba menyentuhnya maka akan musnah terbakar seketika. Putra mahkota akan menjerit kesakitan dan tak ada yang bisa menyembuhkannya.
Awalnya aku tidak langsung mempercayainya. Namun rumor itu semakin kuat ketika beberapa saksi memang menyaksikan hal itu. Bagaimana mungkin, jika benar bukankah seharusnya aku sudah lama mati terbakar. Aku berusaha menyangkal rumor itu, Lucien juga tak pernah menjelaskan hal itu.
“jadi kau bersedia mengabulkan keinginanku?” Entah dia ada dimana. Bahkan suara langkah kakinya tak terdengar lagi
“hahahaha” aku tau dia berada disampingku. Dari suaranya seharusnya saat ini dia tengah duduk di kursi samping ranjang ini.
“Zezen, kau memang begitu berharga bagiku. Tapi.. Tidak. Keinginanmu kali ini kau akan menyesalinya nanti” timpalnya.
“Membunuhmu akan menjadi penghargaan bagiku. “
“bagaimana jika kukatakan bahwa ibumu yang mencoba membunuhku?”
“omong kosong, kau pikir aku akan percaya?” meski mataku tertutup aku bisa membaca dari nada suaranya jika dia sedang mempermainkanku.
“kau tak perlu mempercayainya. Kau hanya perlu mengingatnya baik-baik”
Langkah kakinya semakin menjauh. Ada rasa lega dihatiku. Kurasa dia tau tersiksanya hatiku jika dia masih meneruskan aksinya. Meskipun aku tau dia tak pernah melewati batasan. Memang benar aku berharga baginya. Tak pernah meneruskan sampai ke hubungan layaknya suami istri. Meski aku harus menanggalkan gauku, dia selalu menyisakan satu lembar kain terakhir yang menutupi tubuhku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!