Bau tanah saat hujan membuat rasa nyaman itu hadir. Teh dan suara gemuruh hujan saling menemani. Menatap hujan membuat pikiran nyaman itu hadir untuk menceritakan sebuah kisah. Tentang seseorang yang mencari jati diri. Mencari apa yang diinginkan untuk dirinya sendiri. Tentang Cinta, Cita dan Mimpi.
Sapa saja dia Mila, Aksara Mila. Cewek jutek, galak namun baik hati. Cewek yang berusaha mengejar apa yang diinginkannya. Mimpinya menjadi seorang penulis selalu terlintas dalam benaknya. Namun karna lain hal, dia harus mengurungkan cita-citanya itu. Menguburnya dalam-dalam dan sejenak melupakan.
Mila dan Ibu berada di ruang tamu. Mereka terlihat serius membicarakan sesuatu, seperti terjadi perdebatan antara mereka. Entah masalah apa yang mereka debatkan. Setelah perdebatan panjang, Mila bergegas pergi ke kamar dengan wajah kesal. Sedangkan Ibu terlihat sedih setelah beradu argumen dengan Mila.
Di kamar, Mila menutup wajah dengan bantal dan berteriak sekuat-kuatnya. Mengungkapkan semua kekesalan yang ada di hati. Dia mencari ponsel berniat menelepon seseorang tapi sepertinya tidak ada jawaban dari sana. Dia lalu melempar ponsel itu ke kasur. Mila meremas gemas jemarinya. Dia merasa mengapa tidak ada satu orang pun yang mengertinya saat ini.
🌻
Pagi menjelang...
Mila melangkah dengan tenang menyusuri koridor sekolah yang tampak sepi pagi ini. Mila melihat jam ditangan dan ternyata dia datang kepagian. Mila menghela nafas panjang, seolah ada beban di pikirannya. Tiba-tiba dari belakang dia di kagetkan oleh Yana. Sahabat yang kebetulan satu kelas dan satu tempat duduk dengannya.
“Lusuh banget sih, Mil.” tegur Yana sambil menepuk bahu Mila.
Mila hanya menarik senyum tipis, lalu kemudian Yana merangkul Mila dan berjalan masuk ke dalam kelas bersama.
Ternyata kelas masih tampak sepi dan hanya ada beberapa siswa di sana. Mila menaruh tas di meja, dia duduk lalu mendaratkan kepalanya di atas meja, seperti ingin melanjutkan tidur. Yana menatap bingung ke arah Mila. Melihat sahabatnya lesu seperti belum sarapan, Yana berniat mengajaknya keluar.
“Mil, sarapan yuk! Laper nih gue. Lu pasti juga belum sarapan kan,,,?” kata Yana yang sudah berdiri di sampingnya.
“Males ah, Yan. Lu aja gih,,,!” ucap Mila dengan mata terpejam. Namun tanpa basa-basi, Yana langsung menarik tangan Mila yang hendak menutup kepalanya dengan tas. “Lu rese banget sih, Yan. Males tau gue!” dumelnya kesal.
“Udah lah, ayo! Temenin gue sebentar.” Yana berusaha membangunkan Mila dari duduknya.
Dengan lesu akhirnya Mila mengikuti keinginan sahabatnya. Mereka bergegas keluar sekolah untuk makan
di warung nasi uduk langganan mereka. Yana duduk di kursi panjang yang menghadap etalase warung dan memesan sarapan untuk mereka berdua. Mila hanya diam dan membiarkan Yana yang memesankan makanan untuknya.
“Bu, nasi uduknya dua ya, pake sayur tahu.” kata Yana dengan sedikit berteriak.
“Bu, Mila kuahnya aja ya. Gak usah pake tahu.” sambung Mila.
Si ibu hanya mengangguk. Tak butuh waktu lama, dua piring nasi uduk pesanan datang ke hadapan mereka. Yana menerima piring itu dan tersenyum melihat isi piringnya. Dia lalu memberikan satu piringnya pada Mila.
Mila menerima dengan wajah cemberut sambil berdecak kesal. “Bu, Mila kan tadi bilang kuahnya aja.”
Namun Ibu penjual nasi uduk itu tidak mendengar apa yang Mila katakan dan kembali sibuk melayani anak-anak
yang lain.
“Ya lu juga sih, Mil. Udah tau si ibu kurang denger. Ngomongnya kecil banget, mana kedengeran?” kata Yana
sambil tertawa melihat Mila yang terlihat kesal.
Tanpa memperpanjang lagi yang hanya akan membuat dirinya makin kesal, Mila lalu memindahkan tahu itu ke piring Yana. Ibu penjual nasi uduk itu namanya Bu Wiwit. Bu Wiwit memang sedikit kurang pendengarannya. Jadi kalau mau beli harus sedikit berteriak agar dia bisa mendengar dengan jelas. Bukannya enggak sopan, tapi emang harus gitu konsepnya.
Dengan lahap Yana menghabiskan makanannya lebih dulu. “Cepet kenapa, Mil. Buset lama banget makannya.” katanya sambil menenggak segelas teh tawar hangat, mengakhiri makannya.
“Sabar!” teriak Mila dengan ketus.
“Nah gitu dong, Galak! Itu baru Mila,,,” kata Yana dengan tawa.
Yana menggoda Mila yang keluar sifat aslinya. Yana sangat tau bagaimana sifat asli sahabatnya itu, galak dan juga jutek. Jadi jika melihat sahabatnya itu lesu, tidak ceria apalagi banyak diam. Malah membuatnya heran dan merasa tidak asik. Dia pasti akan mencari cara agar Mila kembali ke setelan awalnya.
Setelah membayar makanan Yana berniat mengajak Mila untuk nongkrong sebentar di warung tongkrongan mereka. Untuk sekedar membakar sebatang rokok, aktivitasnya setelah makan.
“Mil, nongkrong dulu bentar.” menggerakkan tangannya seolah sedang merokok.
“Lu aja deh, Yan. Gue males, gue ke kelas aja ya,,,” ucap Mila sambil menggeloyor pergi meninggalkan Yana.
Melihat sahabatnya pergi begitu saja. Yana langsung merangkul dan memaksanya untuk ikut. Tidak ada kata menolak sebelum senyum itu kembali di wajah Mila, prinsip Yana. Dengan ukuran badan yang 2x lipat lebih besar dari badannya. Mila hanya bisa pasrah dan tidak dapat menolak lagi. Mila bisa saja memberontak tapi dia malas membuang energinya hari ini.
🌻
Di tempat tongkrongan sudah ada Seno, Tian, Wahyu dan Amar. Mereka adalah sahabat Yana dan Mila. Mila
menjadi satu-satunya cewek di antara mereka. Sebenarnya mereka adalah sahabat Yana dari kelas 10. Nah karna kebetulan di kelas 11 mereka semua satu kelas. Jadi Mila ikut bergabung dan ikut bermain bersama mereka.
Oke, gue kenalin dulu sama 6 sekawan ini,,,
Yana, dia cowok yang postur tubuhnya paling tinggi di antara mereka. Jago futsal dan jago berantem. Suaranya paling didengar ketika mereka harus mengambil keputusan. Ya bisa di bilang, di segani karna sikapnya yang berani. Sangat dekat dengan Mila. Sahabat, tetangga, tukang ojek sekaligus pelindungnya Mila.
Tian, cowok yang sikapnya paling dingin di antara yang lain. Penampilannya yang lembut dan teduh selalu membuat hati wanita terpikat dan nyaman bila dekat dengannya. Partner futsal yang jago bagi Yana dan dia diam-diam menyukai Mila. Sebenarnya teman-temannya sudah mengetahui hal itu. Meski dia hanya menyukai Mila dalam diam tapi sorot matanya saat menatap Mila yang berbicara.
Amar, si pencinta olahraga, terutama renang. Kita sering sebut dia, manusia air. Dia juga jago bowling. Paling keren dan modis di antara yang lain, tapi kalau urusan percintaan, dia paling payah. Alias gak pernah pacaran. Ya, bisa di bilang 11-12 dengan Tian.
Wahyu, si pencipta tawa yang mempunyai badan tinggi besar macem pelatih gym. Dia juga berwajah lucu dan berkumis tipis. Tingkahnya yang kocak, selalu saja mengundang tawa. Apa pun akan terlihat lucu jika dia yang melakukannya. Meski di awal badannya di bilang mirip pelatih gym tapi dia cowok yang paling males kalau urusan
olahraga. Yang dia suka itu Cuma makan dan main PS aja, ya begitu aja kerjaannya. Kalau di paksa main futsal, paling ujung-ujungnya paling jadi kiper, gak mau jadi pemain. Nafasnya terbatas katanya. Ya, banyaklah alasannya tapi yang jelas dia penghibur kita semua.
Seno, nah cowok yang terakhir ini adalah si pembuat onar. Kecil-kecil ngeselin. Tinggi badannya paling pendek di antara teman-temannya. Si manusia emosian, tukang ribut, dan partner berantem setianya adalah Wahyu, tapi paling dekat juga dengannya. Seno sering perang dingin dengan Wahyu karna dia selalu nyolong cemilannya. Manusia narsis dengan segudang gombalan dan puisi absurdnya.
Dan yang spesial di antara semuanya, dia adalah...
Mila, cewek satu-satunya di antara cowok-cowok ini. Paling galak, paling cerewet, paling jago bikin mereka merinding disko kalau udah ngamuk. Nah karna dia cewek sendiri, dia yang paling perhatian dan selalu memikirkan keadaan teman-temannya. Hobinya baca novel sampai lupa waktu. Dia yang selalu diandalkan kalau soal pelajaran. Ya otaknya sangat berguna untuk teman-temannya. Sedikit manja tapi bukan pengeluh. Pendiriannya yang teguh kadang membuatnya sedikit keras kepala.
Oke segitu aja perkenalan singkat dari mereka.
🌻
“Dari mana aja lu, Yan? Baru nongol.” kata Seno melihat kedatangan Yana dan Mila.
“Ini abis sarapan sama Mila.” Yana menghampiri mereka sambil membakar rokoknya.
Mila yang tak suka dengan asap rokok langsung menjauh darinya dan duduk di antara Seno dan Tian.
“Abis sarapan, tapi kok si Mila lemes gitu? Tadi makan apa sih, Mil?” tanya Seno dengan nada menggoda sambil menyenggol tangan Mila.
“Makan Ati,,,!" jawab Mila ketus dan langsung disambut tawa oleh teman-temannya.
“Galak banget sih, Mil? Masih pagi kali.” kata Seno dengan bete melihat Mila pagi-pagi udah jutek
padanya.
“Udah lu diem aja.
Lagi PMS dia.” saut Yana yang duduk di motor dan memperhatikan teman-temannya sedang bergurau.
“Ooooohhhh, pantes,,,!” tutur Seno mengerti maksud Yana tapi kemudian berucap lagi.“Eh, tapi PMS kok tiap hari?” ujar Seno lagi dengan sok bingung.
“Tiap hari,,,?” kata Tian yang kali ini bersuara.
“Galaknya,,,!” dijawab cepat oleh Seno dengan menaikkan satu alisnya.
Tawa Seno terdengar sangat puas setelah berhasil menggoda Mila lagi. Mila memincingkan mata karna Seno terus saja mengejeknya. Yana tersenyum kecil melihat sahabatnya di goda oleh Seno dan yang lain.
“BERISIK!” teriak Mila kesal di telinga Seno.
“Hah, lu. Ngamukkan,,,! Lu gangguin mulu sih, Sen!” kata Yana dengan tertawa lalu mematikan rokoknya yang sudah selesai dia hisap habis.
Seno terlihat menggoyangkan daun telinganya yang berdengung karna teriakan Mila. “Canda sih, Mil. Gitu aja ngambek. Aku kan godain kamu biar kamu gak bete.” ucap Seno dengan sok manis sambil bibirnya monyong hendak mencium Mila, tapi gagal karna di tangkis oleh tangan Mila. Yana yang melihat hal itu juga buru-buru menarik rambut Seno. “Sakit napa, Yan! Etdah,,,! Lu maen jambak aeeee.“ rintih Seno dengan logat betawinya. Mila pun tersenyum kecil melihat tingkah kedua temannya itu yang sedikit mengusir gundahnya. “Tuh kan, dia senyum.” menunjuk wajah Mila. Dengan mimik wajah senang Seno hendak merangkul Mila tapi lagi-lagi terbantahkan karna Mila langsung buru-buru menyandarkan kepalanya di pundak Tian. Hatinya terpatahkan dan langsung meninju kecil dinding di sebelahnya. “Mil, Mil. Lu mah tega banget sama gue.” Seno cemburu dengan kemesraan mereka berdua.
“Udah lu terima nasib aja sih, Sen. Gombalan lu gak bakal mempan sama Mila.” kata Amar menepuk-nepuk pundak Seno sambil tertawa melihat temannya patah hati.
Tian hanya tersenyum melihat tingkah Seno. Dia mengelus lembut rambut Mila dan bertanya padanya. “Kenapa sih, Mil? Lagi Berantem?” Suaranya terdengar lembut dan Mila hanya mengangguk lesu.
🌻
Terlalu asik dengan candaan mereka sampai tak sadar dengan waktu yang sudah berlalu. Tanpa mereka sadari
gerbang sekolah akan segera ditutup. Mila yang melihat hal itu langsung berdiri dan berlari. Yana yang melihat Mila berlari menuju sekolah menyusul bersama dengan yang lain. Untung jaraknya tidak terlalu jauh. Jadi mereka sampai tepat sebelum penjaga sekolah mengunci gerbang sekolah. Mas Dedi, panggilan dari anak-anak untuknya karna dia terlihat masih muda dan juga belum menikah. Mas Dedi hendak mengunci gerbang sekolah tapi Mila datang dan menahannya. Dengan nafas yang terengah-engah sehabis lari dari warung sampai ke sekolah.
“Mas Dedi, maaf tadi Mila ke warung dulu beli obat.” ucapnya bohong. “Mila boleh masuk ya, Mas. Please,,,,,” Mila memohon.
Dengan rasa iba Mas Dedi pun membukakan gerbang untuk Mila. “Besok jangan telat lagi,,,”
“Mila gak telat, Mas! Buktinya Mila gak bawa tas.” menunjukkan tangannya yang kosong.
“Bukan Mila, tapi mereka.” mengarahkan pandangannya ke arah anak-anak yang ada di belakang Mila.
“Oke, Mas Dedi. Siap,,,,,!!!” teriak mereka bersamaan.
Mereka pun segera berlari menuju kelas, tapi ternyata teman-teman sekelas mereka sedang dijemur di lapangan oleh wali kelas, Pak Hamzah. Dia wali kelas galak yang hobinya suka bicara dengan teriak-teriak. Entah nada bicaranya yang tinggi atau emang kupingnya yang kurang pendengaran. Yang jelas belum ada yang berani menanyakan hal itu padanya secara langsung sampai detik ini.
Mereka yang ada di lapangan sedang dihukum karna tidak mengumpulkan tugas yang seharusnya dikumpulkan hari ini. Lalu dengan mengendap-endap dan tanpa bersuara sedikit pun Mila juga yang lain masuk ke dalam kelas. Namun sebelum mereka melangkah masuk ke dalam, sudah lebih dulu ketahuan oleh Pak Hamzah.
“Mau kemana kalian? Baris di sini,,,!” teriak Pak Hamzah. Jelas membuat mereka semua kaget dan gagal masuk ke dalam kelas. Mila dan teman-temannya saling berpandangan dan ikut bergabung bersama dengan yang lain di lapangan. “Kalian ini tidak ada kapoknya. Setiap hari selalu saja terlambat!” emosinya makin naik melihat ulah
murid-muridnya yang baru saja datang. “Ini lagi Mila,,,! Kamu itu perempuan. Kenapa mainnya sama laki-laki? Kenapa juga kamu bisa bareng mereka?” suara Pak Hamzah terasa menggema di telinga mereka semua. Padahal mereka sedang berada di lapangan. Bisa bayanginkan kalau lagi di kelas bagaimana?
“Mila cuma keluar untuk beli obat, Pak.” kata Tian membela Mila. Dia mendengar alasan Mila dengan Mas Dedi di depan gerbang tadi.
“Lalu mana obatnya? Kenapa kamu tidak ke UKS atau ke ruang guru untuk minta obat?” Pak Hamzah seolah tak percaya dengan alasan mereka.
“Tadi sekalian sarapan, Pak.” giliran Yana yang membela Mila.
“Ini lagi,,,! Saya tanya ke Mila,,,! Kenapa kalian yang jawab?” mata Pak Hamzah membelalak seakan ingin memakan mereka semua yang terlambat.
Dari barisan belakang ada seseorang sedang menatap Mila sambil tertawa sinis padanya. Dia terlihat sangat senang karna Mila akan segera di hukum karna sudah membuat ulah.
“Maaf, Pak.” ucap Mila yang kali ini menjawab. “Tadi memang sarapan dulu bareng Yana. Terus ke warung beli obat dan ketemu sama mereka.” Mila membenarkan perkataan Yana dan Tian untuk makin meyakinkan Pak Hamzah tentang kebohongan yang sudah dia karang dari gerbang tadi.
“Baik kalau begitu. Bapak akan tanyakan langsung dengan pemilik warung. Apa benar seperti itu ceritanya?” seolah tak langsung yakin begitu saja dengan alasan mereka.
Dengan perasaan was-was Mila dan teman-temannya saling berpandangan. Jika ketahuan berbohong
pasti Mila dan teman-temannya akan dihukum, jalan jongkok keliling lapangan. Mampus aja dehhhh. Yang ada makin rusak aja hari Mila. Namun Mila berusaha meyakinkan Pak Hamzah dengan menatapnya tanpa ragu. Merasa sedikit terpojok, Yana lekas berpikir keras mencari alasan yang masuk di akal, tapi untungnya keberuntungan datang secepat mungkin. Mereka terselamatkan oleh kedatangan Bu Yanti. Guru Bahasa Indonesia mereka yang berjalan menghampiri Pak Hamzah.
“Pak Hamzah, maaf di panggil Bapak kepala sekolah. Ada rapat dadakan sepertinya.” suara Bu Yanti
terdengar.
“Baik, Bu." jawab Pak Hamzah dengan cepat.
Pak Hamzah langsung bergegas pergi bersama Bu Yanti menuju ruang kepala sekolah. Pak Hamzah dikenal
sangat taat dengan kepala sekolah. Sangking taatnya sampai melupakan murid-muridnya yang sedang dijemur di lapangan. Sampai muridnya harus berteriak untuk mengingatkannya.
“Pak, ini kita masih dijemur?” teriak Gani ketua kelas.
“BUBARKAN! Masuk ke kelas!” teriak balik Pak Hamzah.
Dengan senang hati mereka semua membubarkan diri dan masuk ke dalam kelas. Betapa leganya Mila dan
kawan-kawan. Akhirnya mereka terbebas dari hukuman hari ini. Sedari tadi ada yang memperhatikan Mila tanpa berpaling sedikit pun. Dia adalah Bian, Sebastian Prakasa. Cowok pintar versi 2 on the spot. Hahaha canda. Mila menyadari bahwa ada yang memperhatikannya namun ia enggan berpaling sedikit pun.
🌻
Pelajaran kedua dimulai.
Bu Yanti masuk ke kelas untuk memberikan pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Yanti adalah guru favorit Mila. Mila menyukai Sastra Indonesia sejak duduk di akhir semester kelas 9. Saat itu dia membaca satu novel yang di temukannya di perpustakaan sekolah. Mila benar-benar jatuh cinta saat membaca ceritanya. Sejak saat itulah
Mila mulai mengoleksi novel-novel cinta remaja dan selalu meluangkan waktu saat libur sekolah untuk datang ke toko buku. Mila akan memilih spot paling pojok untuk diam-diam membuka novel yang ingin dia baca tanpa dia akan membelinya. Kalian pasti pernah kan ngelakuin hal itu juga kan, atau cuma Mila doang? Hahaha maaf ya untuk toko buku yang Mila datangi untuk sekedar membaca tanpa membeli. Maklumlah kantong anak SMP kala itu hanya cukup untuk jajan sehari-hari.
Mila bisa menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan atau pun toko buku untuk membaca novel yang sangat menyita perhatiannya, ataupun hanya sekedar membaca kutipan di belakang novel. Yang paling parahnya lagi. Mila gak bisa diganggu gugat kalau sudah urusan membaca novel. Pernah sekali waktu, dia dilempar penghapus papan
tulis oleh gurunya. Gara-gara dia asik baca novel di jam pelajaran. Sosoan serius nyimak dengan pura-pura baca buku padahal aslinya dia baca novel yang dibalut dengan buku pelajaran. Hah, itulah Mila.
Balik lagi dengan Bu Yanti. Selain karna Bu Yanti ini guru perempuan, beliau juga masih muda, cantik, baik banget, dan ramah. Namun dibalik kelembutan hatinya, beliau tetap punya sisi tegas dan juga adil. Yang paling disukai Mila adalah Bu Yanti ini asik. Bisa menjadi guru sekaligus temannya bercerita. Beliau selalu membuatnya nyaman untuk menerima pelajaran. Bu yanti adalah guru pengganti karna guru sebelumnya berhenti bertugas setelah melahirkan.
Bu Yanti menerangkan pelajaran seperti biasanya dengan pembawaan yang lembut, dan menyenangkan. Murid-murid memperhatikan dengan seksama. Sangking cantiknya Bu Yanti, anak-anak yang nakal aja mau nurut kalo pelajaran beliau. Mau belajar dan juga mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Beliau sangat menginspirasi bagi Mila. Mila bercita-cita ingin menjadi sepertinya kelak. Menjadi guru bahasa yang baik hati dan disukai oleh murid-muridnya.
Bu Yanti menerangkan pelajaran sambil sesekali memperhatikan murid-murid. Perhatiannya terfokus pada Mila yang sejak awal pelajaran dimulai, hanya sibuk dengan kertas. Sepertinya beliau tau jika Mila sedang tidak fokus. Bu Yanti mengira pasti Mila sedang ada masalah. Mila termasuk salah satu anak murid yang dianggap sangat menyukai pelajarannya tapi entah mengapa tidak dengan hari ini. Sampai selesai menerangkan pelajaran pun Mila masih fokus mencoret-coret kertas.
“Baik, Anak-anak. Sekarang kerjakan tugas di halaman berikutnya.” ucap Bu Yanti dan menutup bukunya. “Mila, kamu tulis apa? Ibu perhatikan kamu fokus sekali menulis sesuatu? Bisa Ibu lihat hasil tulisan kamu?” tegur Bu Yanti dari depan kelas.
Mila tidak menjawab. Dia bahkan tidak mendengar Bu Yanti memanggilnya. Yana yang duduk di samping Mila menepuk pundaknya.
“Dipanggil tuh sama Bu Yanti. Kenapa sih, Mil?” tanya Yana heran dengan Mila yang terlihat berbeda hari ini.
“Hah?” jawab Mila kaget. Dia tidak menyadari hal itu. Yana menunjukkan pandangannya ke arah Bu Yanti. Dengan
tertunduk lesu Mila berjalan menghampiri Bu Yanti. Mila menyadari kesalahannya. Bian memperhatikan Mila dengan cemas. Dia merasa Mila sedang ada masalah dan menyesal tak menjawab teleponnya tadi malam. “Maaf, Bu. Mila gak fokus hari ini. Mila cuma coret-coret buku tadi.”
“Kamu sakit?” Bu Yanti memeriksa kening Mila. Beliau tidak memarahinya melainkan memberikan perhatian padanya. Ini salah satu alasan, kenapa Mila sangat menyukainya. Tidak hanya pada Mila dengan murid-murid lain pun beliau memperlakukannya dengan sama. “Tidak demam? Lalu apa yang membuat kamu lesu dan tidak memperhatikan pelajaran Ibu hari ini?”
Pandangan Mila terus menatap ke bawah lantai. Dia tak berani menatap langsung Bu Yanti. Seperti tak ingin beliau membaca matanya yang sedang runyam. “Maaf, Bu.” Ujarnya getir.
Mila tak mau bicara dan hanya meminta maaf. MiIa enggan menceritakan masalahnya di depan kelas. Lalu tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Bu Yanti yang sedang memperhatikan Mila langsung mengerti dengan keadaannya. Bu Yanti lalu segera menyuruh Mila pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
“Ya sudah, kamu sekarang ke kamar mandi dan cuci mukamu.” perintahnya.
Dengan cepat Mila bergegas ke kamar mandi. Air matanya tak dapat terbendung lagi. Saat seseorang yang cukup dekat dengannya mengetahui keadaannya. Ya, Mila tau pasti Bu Yanti mengerti tentang keadaannya. Mila berlari ke toilet dan membasuh wajahnya dengan rasa kesal yang terpendam. Ponsel di sakunya berdering dan Mila membuka pesan itu, dari Bu Yanti.
“Menangislah Mila, jika itu sedikit membuat kamu lebih tenang.”
Akhirnya air mata yang semalaman ditahan mengalir juga dengan deras di pipinya. Di kamar mandi Mila menangis tersedu-sedu. Mengeluarkan semua kesedihannya. Hatinya terasa sesak mengingat kejadian semalam. Mila mendekap mulutnya karna tangis yang mulai tak tertahankan. Dia takut suara tangisnya terdengar sampai keluar.
Ada apa Mila ? Tampaknya ada yang serius sampai membuatmu menangis pilu hari ini.
Sudah20 menit berlalu namun Mila tak kunjung kembali ke kelas. Membuat Seno bertanya-tanya, kemana perginya Mila?
“Ssssstttt, Ssssttttttt. Yana! Yan,,,” panggil Seno dengan setengah berbisik. Tempat duduknya tepat berada di belakang Yana.
“Haa, apaaa?” jawab Yana dengan malas karna sedang asik tertidur di meja.
“Mila mana? ke kamar mandi lama amat?” tanyanya yang terlihat gelisah karna tak bisa mengerjakan soal.
“Sakit perut kali,,,!” ucap Yana dengan ketus karna kesal tidurnya diganggu oleh ocehan Seno.
“Cek sanaa,,,” perintahnya dengan menarik-narik baju Yana.
“Gue laki, Nyet! Ya kali masuk ke toilet cewek.” teriak Yana yang makin kesal. Seno semakin saja menganggu
tidurnya.
Merasa terganggu dengan suara berisik Seno dan Yana di belakang. Bu Yanti menegur mereka berdua. “Seno, kamu sudah selesai?”
“Aaaa anu, Bu. Belum, Bu.” kata Seno dengan terbata-bata dan menggaruk kepalanya.
“Lalu kenapa gelisah dan berisik? Ada yang kesulitan?” tanya Bu Yanti dengan lembut.
“Ah enggak kok, Bu.” Seno pura-pura kembali mengerjakan tugasnya.
“Lalu ada apa? Kamu mau ke toilet?” tanya Bu Yanti lagi.
Ketika Seno ingin menjawab, Ya. Tiba-tiba ada tangan yang lebih dulu mengacung.
“Saya, Bu. Saya yang mau izin ke toilet.” Bian langsung berdiri.
“Ya sudah, silahkan. Jangan ditahan.” Bu Yanti mempersilahkan Bian untuk segera pergi ke toilet.
“Lah,,, kok jadi dia sih?” gerutu Seno. Kesal melihat Bian main nyerobot begitu saja.
“Tadi Ibu tawarkan kamu tidak mau, Seno?” tegur Bu Yanti mendengar Seno ngedumel kesal sendiri.
“Ih bukan ke Ibu kok ngomongnya.” katanya mengelak.
“Lalu ke siapa?”
“Yana, Bu. Yana.” Seno melempar alasannya pada Yana.
Mendengar temannya membuat gaduh kelas. Yana menaruh kepalanya lagi di meja. Mengisyaratkan pada Seno
untuk tidur saja. Daripada dia hanya membuat kelas menjadi berisik. Itulah contoh kecil dari Seno. Si pembuat gaduh kelas karna ocehannya. Yang sering kena hukuman karna mulutnya yang berisik bak knalpot racing.
Di luar kelas Bian mencari Mila. Dia bergegas ke toilet cewek yang letaknya berseberangan dengan toilet pria. Bian menunggu Mila di depan pintu dan tak sengaja mendengar isak tangisnya dari dalam toilet. Tak selang waktu lama. Mila keluar dari toilet sambil menyeka air matanya yang masih tersisa. Mila tak menyadari bahwa ada yang menunggunya di depan pintu. Bian memegang lengan Mila dan membuatnya terkejut. Bian ingin menanyakan, apakah dia baik-baik saja? Tapi sebelum berucap, Mila sudah melepaskan lebih dulu genggaman tangannya dan pergi begitu saja kembali ke kelas. Bian heran dengan sikap Mila yang tiba-tiba acuh padanya. Mengapa dia tiba-tiba mendadak cuek dan menghindarinya? Apa karna marah soal semalam?
🌻
“Sudah, Mila?” tanya Bu Yanti saat melihat Mila kembali dari toilet.
Mila mengangguk sambil berjalan kembali ke tempat duduknya. Dia tak menjawab karna tak ingin teman-temannya mendengar suaranya sehabis menangis.
“Ke toilet apa ke pasar? Lama banget!” saut Cila memancing konflik. Dia adalah Ketua Genk Kampak sebutan dari Mila.
Mila melirik tajam ke arahnya. “Iya. Abis beli CABE!” balas Mila menohok sambil berjalan acuh ke kursinya.
Anak-anak tertawa mendengar celotehan Mila yang sengaja menyindir keras Cila.
“Sudah-sudah jangan berisik. Shila dan Mila jaga ucapannya.” Bu Yanti menegur mereka berdua.
Cila adalah musuh bebuyutan Mila. Mereka sering berseteru, beradu argumen tapi gak sampai jambak-jambakan.
Ya, tepatnya belum sih. Cila adalah Ketua Genk AxePink. Dia menyebut dirinya paling cantik dan imut di kelas. Padahal tetot,,!
Ada 5 personil Genk Axepink. Mereka adalah Ayana, Netha, Diana, Aqila, dan Cila. Sebenarnya nama aslinya itu Shila tapi karna emang ngarep di bilang imut, dia menyebutnya jadi Cila . Padahal bagusan juga nama aslinya. Gue kenalin sedikit pribadi mereka.
Ayana, dia yang paling tidak banyak bicara di antara teman-temannya. Penurut sekaligus pesuruh mereka.
Netha, tangan kanannya Cila. Selalu ingin bersaing dengannya soal berat badan yang ideal, tapi paling setia dan selalu menjadi support sistem bagi Cila.
Diana, nah kalau ini tangan kirinya Cila. Si kompor yang selalu menciptakan percikan api pada teman-temannya. Alias tukang gosip. Gak bisa denger berita panas sedikit, langsung jiwanya meronta-ronta untuk menyebarkannya secara luas ke pelosok sekolah.
Aqila, singkatnya panggil aja Qila. Lebih dekat dengan Ayana daripada yang lain karna dia juga gak banyak bicara seperti Ayana, tapi banyak pacar iya. Diam-diam tapi busuk juga hatinya. Serigala berbulu domba.
Shila, biasa di panggil Cila. Nah ini biang keroknya. Si ketua yang selalu tampil cetar. Tajir, langsing, modis dan royal. Gak mau kalah saing dengan siapa pun. Tidak suka pengkhianat. Jika ada yang melakukannya, apalagi teman dekatnya sendiri. Dia tak segan-segan untuk mendepaknya langsung.
Oke segitu aja.
🌻
Bel istirahat berbunyi dan pelajaran pun berakhir. Seluruh anak-anak berhamburan keluar kelas dan memadatkan kantin sekolah. Menyerbu warung mie ayam dan bakso langganan mereka. Hanya Mila yang tidak meninggalkan kelas. Dia berdiam diri di kelas memendamkan kepalanya di atas meja dan kembali tidur. Yana mengajaknya keluar sekolah tapi dia menolak dengan alasan nanti menyusul. Mila enggan untuk beranjak kemana pun. Dia hanya ingin tidur agar suasana hatinya membaik dan moodnya kembali.
Di kantin Cila dan teman-temannya berkumpul membicarakan Mila.
“Cil, tadi lu lihat gak sih matanya si Mila?” Diana memulai pembicaraan saat mereka sedang asik makan.
“Engga, ngapain banget! Kerajinan, lihatin mata dia. Iyuwh,,,,,!” katanya dengan menunjukkan mimik wajah jijik.
“Serius, Cil. Tadi tuh gue lihat, kek sembab-sembab gitu matanya. Kaya abis nangis deh.” Diana makin serius dengan obrolannya.
“Masa?” Cila menghentikan makannya. Dia mulai terpancing dengan ucapan Diana dan sementara memikirkannya.
Namun,,, “Ihhhh tau ahhh! Mau makan ajaaa. Bahas itu nanti.” Cila lanjut makan dengan lahap.
“Lu gak diet?” tanya Netha termenung melihat Cila. Dia heran melihat cara makannya yang seperti orang kelaparan dan tumben banget lupa dengan dietnya.
“Gak ah, bosen!” Cila menjawab dengan mulut penuh makanan.
Lalu mereka tertawa melihat Cila yang hari ini absen dengan dietnya. Biasanya Cila hanya memakan sepotong roti dan yogurt. Mungkin efek dijemur di lapangan tadi. Di tambah lagi dengan tugas-tugas yang menumpuk. Jadi mungkin nafsu makannya memuncak dan mengaku kalah dengan perutnya kali ini.
🌻
Di warung tongkrongan.
Seno mendekati Bian yang baru saja datang. Seno kesal dengan tingkahnya di kelas tadi yang main nyerobot
begitu aja ke toilet. Tau kan kalau Seno orangnya panasan. Macem knalpot. Jadi ya begitu deh.
“Eh, Bi! Lu kok tadi maen nyerobot aja sih. Udah tau gue mau ke toilet duluan.” tegur Seno kesal sambil menatap tajam Bian.
“Yang kebelet kan bukan lu doang.” jawabnya dengan santai.
“Yeeeeeee! Selow dong lu,,,!” Seno makin memanas melihat respon Bian.
“Lah yang ngegas juga elu.” Bian sedikit terpancing emosi mendengar nada suara Seno meninggi.
“Udahlah, Sen. Gak usah di ributin. Gituan doang,” lerai Yana.
Bian mengurungkan niatnya untuk duduk. Dia memilih meninggalkan tongkrongan dan kembali ke dalam sekolah.
dia malas harus beradu argumen lagi dengan Seno bila tidak pergi dari sana. Sebelum kembali ke kelas, dia mampir sebentar ke kantin untuk membeli minuman matcha kesukaan Mila. Sekalian dia mencari Mila di kantin tapi tidak terlihat. Setelah mendapatkan minumannya, dia bergegas langsung ke kelas untuk mencari Mila dan memberikan itu padanya. Sebagai permintaan maaf karna tak mengangkat teleponnya semalam tapi ternyata di dalam kelas Mila tidak sendiri. Sudah ada Tian yang menghampirinya lebih dulu.
“Mil, bangun. Milaaaa,,,” ucap Tian sambil menggoyang-goyangkan tubuh Mila yang tertidur.
“Apaan sih, Tiannnn? Ganggu deh ah. Ngantukkkkkk!” rengek Mila dengan mata yang masih terpejam.
“Bangun. Ini minum dulu,,,” paksa Tian sambil menyodorkan minuman yang dia bawa khusus untuknya.
Mila membuka mata dan senyum langsung mengambang di bibir begitu tau apa yang Tian bawa untuknya.
“Thank’s, Tiannnn. Tau aja balikin mood gue.” Mila menerima minuman yang Tian berikan.
Dibalik tembok depan kelas Bian mendengarkan percakapan mereka berdua. Dengan hati kesal karna tak berhasil memberikan minumannya lebih dulu dari Tian. Sampai-sampai tangannya tak sadar meremas botol minuman yang di genggamnya. Arsya yang melihat sahabatnya melamun di depan kelas lalu menegurnya.
“Lah lu kenapa, Bi? Bukannya diminum malah di pegangin doang. Sini buat gue,” tegur Arsya menyenggol bahu Bian.
Arsya adalah satu-satunya teman Bian di sekolah. Sebenarnya Bian juga dekat dengan Mila tapi dia lebih dari sekedar teman baginya. Cuma aja Bian juga belum bilang itu langsung ke Mila. Mereka dekat sejak Bian menjadi Ketua Osis dan Mila bendaharanya tapi saat itu Bian tak fokus pada perasaannya karna kesibukan di Osis terlalu menyita waktu. Padahal Mila juga punya perasaan yang sama denganya. Alasan itulah yang membuat mereka saling diam dan tak menggubris perasaan masing-masing. Akhirnya Mila tak terlalu memikirkan perasaannya terlalu
mendalam. Namun perasaan itu masih ada sampai sekarang di hati keduanya. Ditambah lagi sekarang mereka juga sekelas.
Bian memberikan minumannya pada Arsya dan langsung pergi begitu saja. “Lu mau kemana, Bi?” teriak Arsya melihat Bian pergi meninggalkannya tanpa berucap apa-apa. Arsya hanya menggeleng bingung. Dia pun masuk ke dalam kelas dan menyapa Mila yang ada di sana. “Hallo Mila, are you okey?”
“I’am good, Sya." sapa balik Mila pada Arsya.
“Ih, kita samaan minumannya. Kamu coklat, aku matcha.” ucapnya centil sambil menunjukkan minuman
di tangannya.
Mila menaikkan satu sisi bibirnya melihat ekspresi Arsya yang macam cowok lentur. “Tumben minum gituan?” tanya Mila heran.
“Ini dari Bian. Tadi dikasih di depan pintu.” menunjuk keluar kelas.
Mila mengerutkan dahi, menelaah keadaan dan segera menyadari. Jika, Bian telah mendengar perbincangan
dia dengan Tian sedari tadi dan pasti sudah salah sangka. Mila mengira, Bian cemburu dengan Tian. Dia pun tersungkur lesu lagi. Tubuhnya lemas seketika. Pikirannya sudah aneh-aneh lagi aja. Kenapa hari ini begitu menyebalkan?
“Yah, Mil. Diminum kali, masa tidur lagi?” protes Tian yang kecewa melihatnya tersungkur lagi di mejanya.
🌻
Yana dan yang lain kembali masuk ke dalam sekolah. Seno masih kepikiran dengan apa yang terjadi dengan Mila di toilet tadi. Seno mendengar Mila menangis di sana dari adik kelas yang sedang dekat dengannya. Seno pun menceritakan itu pada Yana.
“Yan, Mila kenapa sih? Kayanya hari ini jutek banget. Gak asik lah sumpah kalau dia kaya gitu. Terus katanya juga ya, di nangis tadi di toilet.” cerocosnya tanpa henti.
Yana tertegun heran mendengar ucapan Seno yang bilang Mila menangis di toilet. “Belom cerita dia.” tutur Yana sambil menggeleng. “Nanti juga baik lagi. Udah biarin dulu aja. Lagi ada masalah sama nyokapnya mungkin. Lu tau dari mana, dia tadi nangis?” tanyanya penasaran.
“Ya palingan juga dari korban gombalannya, Yan.” saut Wahyu dengan mulut yang asik mengunyah cemilan.
Seno meremas mulut Wahyu dan merebut cemilannya. Amar hanya tertawa melihat kucing dan tikus itu memulai pertikaian. Sampainya mereka di kelas, Seno langsung menghampiri Mila dan melihat Tian yang sudah duduk di hadapan Mila.
“Buset, Tian. Lu gercap banget sih. Udah duluan aja. Pantes tadi langsung kabur. Taunya udah di sini aja.” teriak Seno yang langsung duduk di samping Mila. “Milaaa. Milaaa,,,” panggil Seno dengan manja.
“Lu kenapa ganggu banget sih, Sen?” omel Mila yang merasa terganggu dengan suara berisik Seno. Lantas dia bangun dari tidurnya dan pergi. Mila berencana pergi ke perpustakaan agar tidak ada yang mengganggu tidurnya lagi.
“Ya ampun, Mil. Masih galak aja. Mila, mau kemanaaaa?” teriak Seno melihat Mila pergi dari kelas.
“Lu sih, Sen! Gangguin aja heran. Di bilang biarin aja dulu.” kata Yana ikut marah.
Tian pasrah melihat Mila pergi dan tak berniat mengejarnya. Tian pikir Mila tak ingin diganggu saat ini.
Saat Mila hendak ke perpustakaan. Dia melihat Bian yang sedang berbicara dengan Qila. Salah satu personil genx kampak yang sedang gencar mendekati Bian. Mila menghentikan langkahnya dan sedikit menguping pembicaraan mereka. Terlihat dari keduanya Sepertinya mereka cukup akrab. Mereka serius membicarakan tugas yang diberikan Pak Hamzah. Qila bertanya tentang yang tak dia mengerti pada Bian.
“Makasih ya, Bian. Nanti coba aku pelajarin ulang. Kalau gitu aku duluan ya.” Qila melambaikan tanganya.
“Oke,,,” kata Bian singkat. Tak membalas lambaian tangan Qila.
Melihat Mila dihadapannya membuat Qila menyapanya tapi Mila tak balik menyapa, malahan dia langsung membalikkan badan. Qila tau pasti Mila telah cemburu karna melihat Bian yang dekat dengan dirinya. Tanpa Mila mengetahui hal itu sebelumnya. Sebenarnya alasan Qila sengaja mendekati Bian hanya untuk sekedar main-main aja. Sekaligus untuk dapat membantuan saat dia tak mengerti tentang tugas-tugas sekolah. Ya bisa di bilang manfaatin otaknya Bian aja.
Sekarang Mila yang gantian salah sangka dengan Qila dan Bian. Hmm,,, sepertinya sudah ada bumbu-bumbu percintaan segi empat nih. Bian yang mendengar Qila memanggil Mila. Segera berpaling, tapi Mila sudah keburu pergi dengan cepat masuk ke kelas. Sekarang gantian dia yang heran. Mengapa Mila kabur saat melihat dia berdua dengan Qila? Apakah Mila cemburu?
🌻
Bel masuk berbunyi dan pelajaran berlanjut. Suasana sekolah menuju siang hari cukup hening. Terik matahari bersaing dengan angin yang berhembus kencang dan menyapa dengan ramah. Ada yang mulai mengantuk karna kekenyangan makan. Ada juga yang asik ngobrol dengan teman sebangkunya dan mengabaikan guru yang sedang mengajar di depan. Ada yang sedang melamun karna memikirkan sesuatu. Seperti Mila yang sedang melamun dengan menatap kosong ke arah jendela sambil bertanya dalam hati. Ada kedekatan apa Bian dan Qila? Apakah ada hubungan yang serius antara mereka berdua atau hanya ketakutannya saja?
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Bel pulang sekolah pun berdering. Anak-anak membubarkan diri dari kelas untuk kembali pulang ke rumah masing-masing. Mila masih dalam diamnya. Sepulang sekolah dia biasanya pulang bersama dengan Yana. Pokoknya dimana ada Mila di situ pasti ada Yana. Mereka terpisah hanya saat di rumah aja. Ya karna jelas mereka beda rumah dan juga saat mereka sedang bertengkar. Itu pasti karna mereka sedang berbeda pendapat atau Mila yang sedang ngambek pada Yana karna suatu hal.
Yana menjaga Mila layaknya adik dan kakak. Keluarga mereka juga saling mengenal baik karna kebetulan mereka bertetangga. Cuma beda satu komplek aja. Kedekatan mereka makin dekat karna Mila dan Yana, yang kebetulan satu sekolah di SMA yang sama. Orang tua Yana sering menitipkan Yana dan Yuna pada orang tua Mila jika mereka harus pergi untuk bekerja di luar kota. Orang tua Yana, mereka pekerja yang sangat sibuk. Jadi sering meninggalkan mereka berdua untuk waktu yang cukup lama.
Kedekatan Yana dan Mila terkadang membuat teman-temannya mengira kalau mereka berpacaran tapi nyatanya tidak. Menaruh perasaan pada satu sama lainnya aja tidak. Mereka murni hanya bersahabat saja. Jika ada yang mendekati Mila, harus bisa dekat juga dengan Yana. Ya karna pendapat Yana akan selalu didengar oleh Mila. Salah
satunya adalah Tian. Dia sekarang cukup dekat dengan Mila karna usulan dari Yana. Yana mempercayakannya untuk menjaga Mila, jika dia tidak masuk sekolah.
Pernah suatu ketika Yana tidak masuk ke sekolah karena sakit. Mila dan Cila berseteru hebat. Cila melabrak Mila karna cowok yang di taksirnya mendekati Mila. Padahal cowok itu hanya menolong Mila saat bukunya jatuh karna tertabrak olehnya. Dia lalu menolong Mila untuk membawakan bukunya. Itu pun Mila menolak bantuannya tapi cowok itu memaksa karna merasa bersalah.
Pada saat kejadian itu Cila melihat dan langsung salah paham begitu saja. Cila langsung menghampiri mereka berdua dan bilang kalau Mila sudah sok kecentilan karna menggoda gebetannya. Dari situlah awal mula mereka menjadi musuh bebuyutan. Mila tak terima dengan sikap Cila yang main kasar. Bahkan dia hampir menyiram Mila dengan air mineral. Untung saja terselamatkan oleh Tian yang tak sengaja lewat di depan mereka. Tian langsung melindungi Mila dan akhirnya dialah yang terkena siraman air itu.
Mila sungguh jengkel dan ingin sekali membalasnya tapi ditahan oleh Tian. Padahal cowok itu juga baru gebetannya belum fix pacaran. Dia bahkan langsung meninggalkan Cila begitu saja saat melihat tingkahnya pada Mila. Cila malah semakin menyangka itu karna Mila. Itulah kelakuan Cila yang tak masuk akal bagi Mila.
Lalu keesokan harinya Yana menegur Cila. Namun Cila malah semakin mengolok-olok Mila dan bilang kalau dia payah karna beraninya ngadu dan bawa-bawa bodyguard. Itu semakin membuat Mila kesal dan geram padanya. Yah seperti itulah resenya Cila. Setelah kejadian itu, Mila meminta Yana untuk tidak ikut campur. Urusan apapun antara dia dan Cila, biarkan itu menjadi urusan mereka berdua karna itu masalah cewek sama cewek. Jika ribut pun, parah-parahnya ya paling cuma jambak-jambakan aja. Yana pun berjanji untuk tidak ikut campur lagi masalah mereka. Dia tau juga jika Mila pasti bisa menyelesaikannya sendiri.
Kedekatan Tian dan Mila saat ini masih sebatas mengagumi dalam diam. Dia masih belum berani untuk mengutarakan perasaannya langsung pada Mila. Dia takut kalau itu bertepuk sebelah tangan karna dia juga tau tentang kedekatan Mila dengan Bian. Yang mana sekarang Mila juga mulai memperlihatkan lagi ketertarikannya pada Bian. Namun sepertinya ada penghalang juga antara Bian dan Mila yaitu Qila. Jadi pada siapakah mereka
akhirnya?
Apakah Tian dan Mila atau Mila dan Bian ?
Atau juga Bian dan Qila atau bisa juga Qila dan Tian?
Murid-murid berhamburan keluar dari sekolah. Ada yang bergegas untuk langsung pulang on time, ada yang melanjutkan kegiatan osis mereka dan ada juga yang nongkrong dulu di warung sekolah seperti yang dilakukan Seno dan teman-temannya. Mila hari ini berniat untuk pulang on time karna moodnya yang lagi hancur berantakan. Dia dan Yana berjalan ke arah tempat parkir motor untuk menjemput si Yellow tapi sebelum sampai ke parkiran Mila melihat Bu Yanti yang sedang menunggu angkot di depan gerbang sekolah dan berniat menemuinya.
“Mil, tunggu di warung ya. Gue ambil motor dulu.” kata Yana pergi ke parkiran sekolah.
“Iya.” katanya lalu berjalan menghampiri Bu Yanti. Dia berniat untuk meminta maaf atas kejadian di kelas tadi. “Hai, Bu.” sapa Mila.
“Eh Mila. Ada apa sayang?” sapa balik Bu Yanti.
“Mila mau minta maaf soal kejadian tadi di kelas. Maafin Mila ya, Bu.”
“Iya. Lain kali fokus ya. Kalau ada masalah cerita sama Ibu, oke?” kata Bu Yanti memberikan perhatian sambil mengusap lembut rambut Mila yang terurai.
“Oke, siap.” jawabnya dengan senyum manis di bibir yang mengembang.
“Nah gitu senyum. Jangan cemberut terus. Nanti cantiknya hilang loh.” katanya sambil mencolek hidung Mila.
Mila melihat angkot yang biasanya dinaiki oleh Bu Yanti. Dia buru-buru melambaikan tangannya pada angkot yang melintas. “Stop Bang!” teriak Mila menghentikan angkot.
“Terima kasih, Mila. Kamu langsung pulang ya.” perintah Bu Yanti dan membuka pintu depan angkot.
“Baik, Ibu. Hati-hati di jalan.” Mila melambaikan tangannya.
Setelah mobil yang membawa Bu Yanti melintas. Mila tertegun pada bayangan yang ada di belakangnya yang dia lihat dari kaca mobil. Ternyata ada Bian yang memperhatikannya sejak tadi. Bian menghampiri Mila, dia ingin membicarakan soal semalam. Memberikan alasan mengapa dia tidak mengangkat telepon dari Mila semalam. Namun sebelum Bian melangkah lebih dekat. Yana sudah datang lebih dulu dengan motornya.
“Yeh, si Mila masih di sini aja. Di bilang tunggu di warung.” melihat Mila masih di tempat yang sama.
“Tadi abis ngobrol sebentar sama Bu Yanti. Yaudah ayo pulang.” Mila dengan cepat naik ke motor Yana. Dia seperti sengaja menghindari Bian.
“Ke warung dulu bentar ambil tas gue. Dibawa Wahyu tadi.” Yana mengarahkan motor ke arah warung
“Jangan lama ya. Gue mau langsung pulang.” teriaknya sambil menepuk bahu Yana.
Bian gagal lagi bicara dengan Mila. Dia merasa aneh dengan sikap Mila yang dari pagi seakan sengaja menghindarinya. Dia pun berjalan cepat menyusul Mila ke warung. Yana turun dari motor untuk mengambil tas yang dititipkan pada Wahyu. Mila memilih menunggu di atas motor dan enggan untuk turun.
Mila melihat Yana yang malah ngobrol dengan Wahyu. “Yanaaaaa, cepetttttt!!!” teriaknya kesal.
“Mau kemana sih, Mil? Buru-buru banget. Sini dulu, turun!” kata Seno yang sedang seru main game di ponselnya.
“Gak, males!” kata Mila dengan ketus.
“Jehhhh, masih ngambek aja.” kata Seno sambil melirik ke arah Mila.
Sesampainya di warung, Bian langsung menghampiri Mila yang sedang duduk di motor Yana. Bian memegang lengan Mila. “Mil, bisa ngomong sebentar?”
Mila menoleh kaget. “Mau ngomong apa?” katanya gugup. Mila semakin kesal dengan Yana yang masih asyik ngobrol dengan Wahyu. Jadi tidak ada alasan lagi baginya untuk menghindar dari Bian.
Bian menunjuk ke ujung jalan. Meminta Mila untuk bicara agak jauh dari teman-temannya. Mila terpaksa mengikuti keinginan Bian dan pergi bersamanya. Mila berjalan dengan hati gugup tak karuan. Dari warung Tian memperhatikan mereka berdua dengan perasaan cemburu. Sedangkan Wahyu dan Yana masih sibuk dengan obrolan mereka. Amar dan Seno fokus dengan game pertarungan mereka. Hanya Tian yang melihat kepergian mereka berdua.
Bian melepaskan tangan Mila. “Sorry ya, Mil. Semalam teleponnya gak ke angkat.” kata Bian dengan nada menyesal.
“Gpp kok, lagian itu cuma salah pencet.” bual Mila.
“Tapi kok sampai dua kali?” tanya Bian bingung.
“Emh,, iya.” jawab Mila ikutan bingung harus beralasan apa.
“Mau pulang bareng gak?” tanyanya penuh harap.
Membuat Mila makin bingung untuk menjawabnya lagi. Mila melihat ke arah Yana. Berharap dia melihat ke arahnya dan segera menjemput. Bian melihat kegelisahan dari cewek yang berada di depannya. Dia bersiap dengan tindakan yang akan dia lakukan agar dapat pulang bersama dengannya atau yang akan dia dapat hanyalah penolakan.
“Yeh, si Mila kemana?” tanya Yana melihat Mila tidak ada di motornya.
“Pergi sama Bian tadi ke sana.” tunjuk Tian ke arah Mila dan Bian.
Mila masih memutar otak untuk mencari alasan menolak Bian dan dia melihat Yana mencarinya, buru-buru dia melambaikan tangan padanya. Memberitahu jika dia ada di sana. Melihat mereka sedang berduaan, Yana langsung pergi dan menyalahkan motornya. Bian meraih lengan Mila dan bersiap mengajaknya pulang bersama.
“Beh,,, bener-bener tuh si Bian.” gumam Seno dan menghentikan permainannya. Seno berniat menemui Bian tapi tidak jadi karna melihat Yana sudah naik ke motor untuk menjemput Mila.
Yana menarik kopling motor dan bergegas cepat menemui mereka. Lalu berhenti di depan Bian yang sudah meraih lengan Mila dengan erat. “Hai, Bi.” sapa Yana tegas.
“Sorry ya, Bi.” Mila melepaskan genggaman tangan Bian. “Gue pulang bareng Yana aja. Mungkin next time. Makasih ya.” kata Mila sambil menarik senyum terpaksa lalu segera naik ke motor Yana.
“Duluan ya, Bian.” ujar Yana dengan melihat sinis ke arahnya.
“Oke, hati-hati.” kata Bian dengan menyimpan perasaan kecewa karna ajakannya ditolak keras oleh Mila.
Seno yang melihat itu dari kejauhan. Tertawa sinis pada Bian yang pergi melangkah pulang dengan kecewa. “Kapan ngomong sama Mila. Keburu diserobot noh!” tutur Seno pada Tian.
Seno mengingatkan Tian untuk secepatnya mengungkapkan pada Mila soal perasaannya. Jangan sampai terlalu
lama diam dan hanya memendam perasaan saja. Sampai-sampai nanti keduluan dan direbut orang lain. Tian yang melihat dan mendengar hal itu tak bisa bicara apa-apa. Dia langsung bergegas menyalahkan motor dan pulang meninggalkan tongkrongan. Ada rasa marah di dalam diri, melihat kedekatan Bian dan Mila. Tian mengendarai motor dengan kecepatan penuh dan menghilang secepat kilat. Cowok sedingin es itu hanya bisa melampiaskan kekesalannya pada aspal jalanan.
🌻
Radit Tiandra, yang lebih sering disapa Tian. Dipanggil Tian karna Radit itu nama depan yang sama dengan nama kakaknya, Radit Kiandra. Mereka hanya beda umur 1 tahun. Untuk membedakannya, mereka dipanggil Kian dan Tian. Wajah mereka berdua juga sekilas tampak mirip seperti kembar. Keduanya sama-sama tampan hanya saja Kian lebih expresif sedangkan Tian pasif. Kian lebih banyak bicara dan Tian kebalikannya, sedikit bicara.
Tian sudah memiliki rasa dengan Mila sejak awal kelas 11. Sejak pertama kali Yana mengenalkan Mila padanya. Cewek pertama yang berani menyapanya dengan sebutan muka datar. Sedatar itulah Tian, sampai senyum saja jarang singgah di bibirnya. Sejak saat itu dia mulai sering memperhatikan Mila diam-diam. Senyumnya, tawanya,
juteknya, galaknya, manjanya, keras kepalanya, semuanya dia perhatikan dalam diam. Mila yang selalu tampak ceria dan perhatian telah menyita pikirannya. Dia adalah cewek yang gak pernah bosen mengajaknya bicara meski jarang di respon oleh Tian.
Kedekatan Yana dan Tian bermula saat mereka satu ekskul futsal dari awal kelas 10. Lalu dekat sampai mereka di satukan di kelas 11. Saat Yana mempercayakannya untuk menjaga Mila. Tian menyambutnya dengan senang hati meski tanpa mengeluarkan ekspresi di wajahnya. Tian semakin senang saat Yana bicara akan mendekatkannya dengan Mila. Yana merasa Tian dapat dipercaya untuk menjaga Mila dengan baik jika mereka bisa berpacaran. Yana juga merasa jika Mila dapat merubah Tian menjadi sedikit lebih hangat dan tak sedingin es lagi.
Tian memang tidak pandai mengekspresikan sesuatu, dia terlalu pendiam, dingin bahkan cuek. Padahal di dalam hatinya dia menyimpan semua itu rapat-rapat. Sampai menunggu waktu yang tepat untuk dia benar-benar yakin akan dirinya sendiri, akan perasaannya, akan cintanya. Yang mampu membuat Mila bahagia. Tian menunggu waktu yang baik untuk mengutarakan perasaannya pada Mila. Tian takut nantinya tidak sengaja menyakiti hati Mila jika terlalu terburu-buru. Yang akan membuat pertemanannya dengan Yana menjadi jauh karna dia tau kalau Yana sangat menyayangi Mila seperti adiknya sendiri. Hal itulah yang selalu menjadi pikiran di benaknya dan selalu ia jaga.
🌻
Di perjalanan pulang Yana menanyakan tentang apa yang tadi Mila dan Bian bicarakan.
“Tadi sama Bian mau ngapain, Mil?” tanyanya dengan nada yang terdengar posesif.
“Gak ngapa-ngapain.” jawab Mila singkat dengan nada lesu.
“Tadi gue denger, kayanya dia mau ngajak lu pulang bareng?” tanyanya lagi, mengintrogasi.
“Ahh enggak. Salah denger kali lu.” Mila mengelak.
“Gak usah bohong, Mil. Terus ngapain dia megang tangan lu segala?” Yana tak yakin dengan jawaban Mila.
“Beneran!” teriak Mila.
“Buset deh, Mil. Berisik tau. Dilihatin orang tuh!” menarik senyum paksa kepada orang-orang yang melihat ke arah mereka.
“Gue diem ditanyain. Jawab dibilang bohong. Sekarang teriak diomelin.” saut Mila kesal dengan pura-pura ngambek agar Yana tak memperpanjang introgasinya.
“Bukan gitu juga, Aksara Mila!”
“Bawel deh lu kaya Ayah!” gumam Mila sebal.
Dengan gemes tangan kirinya Yana menggoyang-goyangkan kepala Mila yang ada di belakang. Akibatnya motor
mereka oleng dan hampir menabrak pengendara di samping dan percekcokan pun terjadi di atas motor.
“Weh, Mas. Bawa motornya yang bener dong! Jangan sambil pacaran,,,!” teriak pengendara itu dengan
marah.
“Mas, juga gak lihat-lihat nyetirnya!” saut Yana lebih marah karna tak ingin kalah.
“Maaf ya, Mas.” Mila membuka kaca helmnya.
“Eh, Mba cantik. Iya gpp kok. Hati-hati Mas bawa motornya! Nanti Mbanya lecet.” tuturnya menurunkan nada bicara karna terpana melihat Mila.
“Santai dong, ngelihatnya!” Yana tak suka dia menatap Mila dengan tatapan menggoda.
“Kalau udah putus sama saya aja, Mba.” kata pengendara motor itu lagi lalu menarik gas motor dan melaju dengan cepat meninggalkan mereka.
“Jehhhhhh, Kampret!!! Lihat yang bening jadi lembut luhh!!!” teriak Yana kesal dan berniat mengejar.
“Ih udah sih, Yan.” Mila menarik baju Yana. “Orang kita juga kan yang salah.” Mila menyuruh Yana untuk tidak memperpanjang hal itu. Dia sangat takut jika ribut-ribut seperti itu di jalanan.
“Iya, sorry.” Yana mengurungkan niatnya dan kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah Mila, Yana menanyakan pada Mila. Ada apa dengannya hari ini? Mengapa Mila lesu dan kenapa sampai menangis di kamar mandi?
“Masih belum mau cerita?” Yana membukakan helm Mila.
“Nanti ya. Gue masih belum mau bahas.” Mila merapikan rambutnya.
“Baik, Nyonya Mila.” mengacak-ngacak rambut Mila lagi.
“Ihhhhhhh, Yanaaaaaaaaa. Rese Lo!” Mila mencabut kunci motor Yana dan hendak membuangnya.
“Eeeettt jangan!” Yana buru-buru merebut kuncinya dari tangan Mila. “Yaudah sana masuk. Dahhhhhhhh Jutekk!” melambaikan tangannya dan pergi.
Mila melambaikan tangannya pada Yana dan masuk ke dalam rumah.
Seperti itulah persahabatan sederhana
mereka berdua.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!