NovelToon NovelToon

EL (EN)Dless Love

Mimpi Buruk

Halooo gaisss makasih udah mampir.

ini tulisan pertama aku dengan mengusung genre yang bukan fanfiction.

semoga suka yah? maaf juga kalo masih banyak kekurangannya. Aku tunggu masukkannya.

enjoy🥰

...----------------...

"Semua akan baik-baik saja El, smua pasti akan segera membaik"

Gadis itu menatap langit sore lewat kaca ruang*V*VIP salah satu rumah sakit terkenal di kota ini. Semua terjadi begitu cepat, seperti sebuah kedipan mata.

Kejadian menyakitkan secara beruntun terjadi dalam kehidupannya, membuat hidup gadis itu yang awalnya begitu tenang sepanjang karirnya sebagai aktris papan atas negeri ini mendadak jungkir balik membuatnya babak belur.

El bangkit menekuk kedua kaki, meletakkan dagunya diatas lutut. Alena sang manejer menyuruhnya untuk berisitirahat total tanpa memikirkan apapun dan tanpa ada gadget untuk sementara.

Gadis itu menghembuskan nafas, ya.. mungkin ini adalah keputusan yang paling terbaik setelah semua kejadian menyakitkan yang terjadi.

...****************...

"Lo siapa? Apa yang lo lakuin didalam mobil gue?"

"Namaku Armon ka El, aku penggemar berat kaka. Maaf aku masuk diam-diam, aku sudah lama membayangkan hal ini duduk begitu dekat dengan kak El, menghirup satu udara diruang yang sama"

pria itu menutup mata, sambil menghirup udara dengan begitu tenang "sudah aku duga, wangi tubuh ka El itu memabukkan bisa membuat orang jadi gila"

"Jangan sentuh gue!!" El berteriak ketakutan saat pria itu mendekat kearahnya, mencoba menyentuhnya.

"Tenang ka El, aku nggak akan menyakiti kakak. Aku sayang kakak lebih dari apapun, termasuk nyawaku sendiri"

Tangan itu meraih rambut hitam bergelombang El, membawa rambut panjang itu kedalam genggamannya kemudian menghindunya seperti sedang menghirup nafas terakhirnya disana.

El ketakutan setengah mati. tidak ada yang lebih menyeramkan dari pada ini, terjebak dalam satu ruang sempit dengan seorang penggemar fanatik yang sudah menjurus pada kegilaan.

"Gue bilang jangan sentuh!!!"El menjerit sambil sesekali melirik pria itu lewat spion tengah mobil, mencoba mengantisipasi sentuhan tak terduga.

Pria itu tertawa terbahak-bahak sambil memegang perut, punggungnya menabrak sandaran jok.

"Ka El nyetir aja yang benar, kalo nggak kita bisa kecelakaan lho. Aku niatnya cuma mau nganterin ka El sampe rumah kok, sekarang udah jomblo kan? "

"terbukti kalo Si brengsek itu mata duitan. Aku sudah tau lho, sejak ka El konfirmasi dating sama si brengsek itu. Sudah coba bilang juga sama kakak, tapi kak El sibuk pacaran melulu sih, lihat kan akibatnya? dia udah nggak ada lagi buat ka El, dia nyatanya lebih milih mama ka El yang udah kaya raya karena baru jadi janda dengan warisan melimpah dari pengusaha kaya yang nggak punya anak"

El berusaha untuk tetap fokus menyetir walau tangannya gemetar, jantung gadis itu berdebar keras, dia ketakutan.

Nada, gaya bicara bahkan raut wajah pria yang sedang duduk di jok belakang mobilnya ini benar-benar tidak seperti manusia normal. terasa mengerikan sampai membuatnya merinding.

Gadis itu mengutuk rasa ngantuk yang mulai menyerang, El merasa seperti habis direcoki obat tidur.

Dan seharusnya dia tidak terkejut atau bertanya- tanya siapa pelaku yang bisa melakukan hal itu padanya, sekarang sudah terlalu jelas.

Tapi demi Tuhan El harus tetap sadar kalau ingin selamat, gadis itu berusaha menemukan kantor polisi terdekat supaya bisa menyelamatkan dirinya dari penggemar gila ini

El memajukan badannya, menghindari sebuah kecupan tiba-tiba dari pria yang sekarang sedang tersenyum sambil menatapnya.

"Jangan sentuh gue, brengs....."

gadis itu tiba-tiba membanting setir saat pria yang duduk dibelakangnya mencoba memeluknya, sesaat kemudian teriakkan dan bunyi benturan memekakkan telinga terdengar.

Mata El membelalak saat tepat didepan matanya walau terpisah dengan kaca depan mobil sebuah tubuh berbalut gaun putih pernikahan yang mulai berubah warna menjadi merah tergeletak dan kemudian menghilang bersama dengan kesadarannya.

El membuka mata dengan nafas memburu, gadis itu merasa seperti habis tenggelam dan baru bisa bernafas saat kesadarannya kembali. Dia mengedarkan pandangan dan segera mengenali ruangan *V*VIP rumah sakit ini. El menyeka keringat yang bercucuran dengan punggung tangannya. Mimpi buruk itu entah kenapa seperti sebuah kenyataan.

Gadis itu kembali mengedarkan pandangan, berusaha mencari remote tv, Handpone nya atau apapun yang bisa membuat dia menemukan jawaban atas pertanyaan yang terus menerus menganggu seminggu belakangan ini. Apa sebenarnya yang sudah terjadi kenapa dia merasa 'diasingkan' setelah katanya jatuh pingsan karena over dosis minuman keras.

Memang harus diakui, El berubah drastis karena kejadian pengkhianatan itu. Hal baru yang mulai dia gandrungi setelah bertahun-tahun hidup lurus, demi menjaga image manis yang sudah melekat padanya adalah mulai aktif mengunjungi club-club malam.

Menghabiskan sepanjang malam dengan bergelas-gelas minuman keras yang awalnya tidak pernah dia sentuh kecuali Wine untuk acara-acara besar tertentu.

Mulai menyukai suasana bising di Club, yang setidaknya bisa membuatnya lupa walau tidak bisa terlalu lama, karena keesokkan harinya setelah selesai dengan sakit kepala plus perut yang berputar akibat mabuk, kenyataan itu akan kembali datang menyakitinya lagi dan lagi.

Dan pada malam terakhir-- sebelum dinyatakan over dosis --sebelum jatuh tertidur di meja Club,-- El melihat sosok itu, sosok brengsek yang demi Tuhan masih saja membuatnya berdebar sampai detik ini.

Apa Marco punya andil saat dia dinyatakan over dosis minuman keras? El membatin.

Entahlah semuanya masih begitu samar dalam pikirannya. tapi dia sangat yakin itu Marco, El tidak mungkin tidak mengenali pria yang sudah bersamanya selama hampir 11 tahun bukan? dia tidak sepicik itu.

Apa sebenarnya yang pria itu inginkan? Apakah tidak puas menyakitinya dan masih terus berkeliaran di sekitarnya? apakah status baru sebagai ayah tiri membuat pria itu jadi lupa diri?

Setelah hampir satu jam mengobservasi ruangan tempat dia dirawat ini, akhirnya El menemukan remote TV yang seperti sengaja di masukkan di kolong sofa.

Dengan sedikit perjuangan El berhasil memegang benda berwarna hitam itu, dia dengan tidak sabar segera menyalakan TV dan sedetik kemudian langsung jatuh terduduk dilantai.

Kepalanya berdenyut hebat, nafasnya memburu seperti ada sebuah tangan yang mencekik sehingga dia kesulitan menarik nafas. Suara dari TV yang diputar membuatnya semakin tersiksa

"Aktris papan atas Indonesia, Eleasha Halim menjadi korban penculikan oleh penggemar fanatiknya yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di depan katredal. Diduga sang aktris mencoba melompat dari mobil, sehingga sang penggemar fanatik tidak bisa mengontrol kemudi, mobil menerobos pekarangan dan menabrak 7 orang yang saat itu sedang berdiri didepan katredral"

"Apa sebenarnya yang sudah terjadi?" Gumam El dengan air mata, dan kepala yang berdenyut hebat.

...----------------...

"Omong kosong macam apa ini? Jelas ada saksi yang mengatakan kalau yang mengemudikan mobil adalah perempuan!! Bagaimana bisa yang ditahan adalah seorang pria?"

Kayden meremas kertas putih ditangannya, merasa begitu marah sampai ingin membunuh orang.

"Saksi itu sudah mengubah pernyataannya, semua sepakat yang mengemudi adalah seorang pria, dan si aktris itu duduk di kursi penumpang."Jelas Jerome yang adalah sepupu merangkap pengacara pria itu.

"Ini jelas pernyataan palsu, bagaimana bisa dia segera merubah pernyataannya hanya dalam waktu beberapa jam?"

Jerome menghembuskan nafas "pernyataan mereka sama dengan pengakuan tersangka. Lagipula dalam hasil tes darah si aktris ada kandungan obat tidur, ada kemungkinan dia memang dibius oleh si tersangka yang terobsesi pada si aktris sejak lama"

Pria dengan kacamata itu, menunjukkan beberapa foto yang diambil di kamar si tersangka yang dari sudut ke sudut dipenuhi dengan foto maupun poster dari si aktris.

"Maaf harus mengatakan ini, En. Tapi tersangka dilindungi dengan UU perlindungan anak, dia masih dibawah umur. Kemungkinan dia akan dikembalikan kembali pada orangtuanya, jadi tahanan lepas atau hanya akan dihukum penjara dengan waktu yang singkat"

"Brengsek!!!!!" Kayden meninju lemari kaca didekatnya membuat tangan kanannya terluka, mengotori keramik putih dengan tetesan-tetesan darah segar.

"En please, tangan kiri lo bahkan belum sembuh. Lo pikir Lana bakalan senang ngeliat lo begini?"

"Gw bersumpah akan membuat mereka terutama gadis itu membayar harga yang sesuai dengan nyawa Lana, dan penghinaan atas kompensasi untuk nyawa Lana. Mereka pikir Siapa mereka yang bisa memberi harga untuk sebuah nyawa?"

...----------------...

"El, semua akan baik-baik aja"

"Tapi diingatan gue, yang nyetir itu gue, Ed. Gimana bisa yang jadi tersangkanya...."

"Nggak usah inget yang nggak perlu El. Ini udah yang paling terbaik. Lagipula dia yang mau tanpa ada paksaan"

Pria bernama Ed itu mengusap punggung El lembut. Berharap pelukannya dan usapan teraturnya bisa membuat gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil ini merasa nyaman.

"Nilai kompensasinya nggak sedikit, korban luka sudah menerima dengan ikhlas. Mungkin tinggal korban meninggalnya yang agak berat, tapi..."

Jantung El berdegup kencang, gadis itu sampai memegang dadanya yang bergemuruh hebat takut kalau jantungnya mungkin bisa lepas dari tempatnya.

El mengurai pelukan mereka,

"ada korban meninggal? Apa yang meninggal itu seseorang yang memakai gaun pengantin?"

El meremas kedua tangannya yang bergetar saat melihat anggukan kepala Ed, ternyata hal itu bukanlah sebuah mimpi buruk.

...----------------...

"Kamu mau kemana Eleasha?!"

El menatap wanita yang melahirkannya dengan wajah basah dengan air mata.

Gadis itu masih memakai baju pasien rumah sakit, tangannya masih dipasang infus. Kondisinya belum benar-benar pulih. Dan wanita yang dia panggil mama itu datang dengan perkataan omong kosong.

"Aku tersiksa tiap malam, aku nggak bisa diam aja seakan-akan semua baik-baik aja. Seakan nggak ada apa-apa, ma"

"Terus apa? Kamu mau mengakui semua? Kamu mau buat mama dan papa malu? Kamu pikir papa nggak berusaha keras menutup semua kekacauan yang kamu buat?"

Air mata semakin deras mengalir membasahi wajah cantik itu, "papa..." gadis itu bergumam pelan.

"Papaku sudah meninggal waktu aku kecil. Aku nggak punya papa. Itu yang mama bilang kan? Sejak kapan aku punya papa? Dia selamanya bukan papaku!!" Gadis itu menjerit sambil memegang kepalanya yang mulai berdenging.

"Bersikap dewasalah El, kamu sudah 27 tahun. Kamu bukan anak kecil lagi. Hubungan yang terjalin lama nggak selamanya berakhir satu. Kalau akhirnya Marco lebih memilih menikah dengan mama, itu sudah takdir"

"Takdir? " El tertawa mendengar satu kata itu. Takdir mana yang harus dia percayai? Takdir karena memiliki seorang ibu yang hanya berbeda 12 tahun darinya? Atau takdir kekasih hati yang tahun lalu baru saja mengikat janji pertunangan dengannya dan sudah bersama selama hampir 11 tahun malah memilih menikah dengan mamanya sendiri?

Atau takdir terbarunya yang merenggut nyawa seseorang walau dengan tidak keinginannya? Yang mana harus dia percaya?

"Kamu harus duduk tenang di sini sampai semuanya mereda, kamu harus tutup mulut tentang kejadian ini sampai selamanya. Ini semata-mata bukan hanya tentang kamu sendiri, tapi juga menyangkut banyak pihak."

"Pikirkan tentang reputasi mama dan papa, pikirkan tentang orang-orang kamu juga dan tentu saja pikirkan tentang oma dan opa yang selalu anggap kamu gadis yang bahkan nggak bisa membunuh semut sekalipun"

tubuh El merosot perlahan, kedua kakinya tidak lagi kuat menopang bobot tubuh.

Gadis itu jatuh terduduk di lantai yang dingin, hatinya begitu sakit seperti sedang di sayat dengan pisau paling tajam.

Apa yang harus dia lakukan sekarang? Apakah dengan diam seperti yang dikatakan mamanya semua akan baik-baik saja?

Bagaimana dengan rasa bersalahnya?

"Jangan berpikir untuk mati, kamu harus ingat dengan nama baik keluarga. Bertahan dan diam itu yang harus kau lakukan saat ini"

Setelah mengatakan hal itu, wanita diawal 40 tahunan yang masih mempesona dan cantik itu berjalan meninggalkan ruangan.

Meninggalkan anak semata wayangnya yang sejak dia lahirkan selalu saja dia anggap sebagai adik perempuannya sendiri.

...----------------...

"Nggak bisa, Na. gue nggak bisa hidup tenang dengan bayang-bayang kalau kenyataannya gue udah ngerebut nyawa seseorang. gue takut, gue ngerasa bersalah, tiap malam gue nggak bisa tidur, bahkan untuk pejamin mata 3 detik aja."

El berkata dengan pipi yang basah dengan air mata.

Masih dengan seragam pasien dan selang infus yang menempel ditangannya, gadis itu memohon mencoba membujuk sang manajer untuk berubah pikiran dan membantunya untuk mengakhiri perasaan bersalah yang menggerogotinya sejak dia tahu kenyataan yang sebenarnya.

Dia harus mengakui kebenarannya.

Alena sang manajer yang sudah bersama El sejak masa debutnya sebagi aktris hanya bisa mendesah dan menggigit bibir, menatap El dengan tatapan kalau dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

semuanya terjadi begitu cepat, kabar buruk itu terdengar di sabtu sore saat Dia sedang meeting bersama klien untuk pekerjaan sang aktris, dia tidak bisa langsung ke lokasi kejadian karena kemacetan parah dan akhirnya langsung menuju rumah sakit ini tempat El di rujuk.

Dia tidak tahu apapun tentang penangan kasus itu. Dia hanya di emban tugas untuk menjaga El dan memastikan gadis itu tidak bertindak gegabah dan merugikan karir atau hidup sang Aktris, karena kasus tersebut sudah diatasi dengan baik oleh pihak management dan Marco, sang mantan tunangan yang juga adalah ayah tiri El yang turut andil dalam penutupan kasus ini.

"El kamu harus tenang... Everthing is gonna be okay"

"Nggak!!!!" gadis itu menjerit "Nggak ada yang baik-baik aja, gue udah bunuh orang dan gue nggak bisa pura-pura semuanya baik-baik aja!!"

"ini yang terbaik El, untuk semuanya. untuk karir kamu yang kamu bangun dari awal, untuk masa depan kamu juga"

Alena mengigit bibirnya, suaranya bergetar, dia sama sekali tidak ingin menjadi orang yang berdiri menentang El. Dia ingin berdiri dipihak gadis yang sudah bersamanya bertahun-tahun ini, dia ingin mendukung El dengan semua keputusan gadis itu.

Tapi untuk kali ini dia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.

Masa depan gadis itu, masa depan perusahaan dan juga masa depannya dan orang-oranfg dibelakang gadis itu tergantung semua pada sikap diam El dan seluruh yang terlibat pada kasus ini.

"Builshit nggak ada masa depan untuk pembunuh yang pura-pura semua baik-baik aja. Lo tolong kasih tau gue gimana cara gue bisa hidup tenang, disaat kenyataan buruk itu nggak bisa gue keluarin dari kepala?!!" El menjerit, meraung terlihat begitu tersiksa.

Alena menghampiri El, meraih gadis itu kedalam pelukkannya, mencoba membuatnya tenang.

Karena hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang, untuk melindungi gadis itu juga.

"lupain semuanya El, kamu pasti bisa. Butuh waktu memang, tapi kita akan selalu ada buat kamu, El."

"Tolong pikirin juga para penggemar, opa sama oma, kamu nggak boleh jatuh, kamu tau persis siapa yang ada dibelakang kamu, yang menatap kamu dengan bangga selama ini."

"I'm sorry to say that, tapi kali ini kamu maupun aku nggak bisa berbuat apa-apa, selain melupakan kenyataan yang sebenarnya"

Tangisan El semakin keras, dia menangisi ketidakberdayaannya kali ini. perkataan Alena menamparnya, membuatnya sadar kalau dia tidak hanya seorang diri di dunia ini.

Dia punya orang-orang yang harus dia lindungi juga, meskipun itu harus dia bayar dengan penderitaan karena rasa bersalah seumur hidupnya.

Sementara itu, dibalik pintu ruang rawat *V*VIP El, sosok pria dengan kacamata dan jas dokter berdiri dengan tangan yang gemetar saat memegang kenop pintu.

Pria itu memutuskan menarik pintu itu perlahan, supaya tertutup agar suara tangisan memilukan milik El tidak terdengar siapapun.

Biar Rahasia ini hanya jadi milik mereka orang-orang terdekat gadis itu saja.

...........

Next chapter>>>>>>

Senyuman pertama di tahun penuh luka

..........

"Lo bilang apa?"

"Eleasha ke sana lagi, kali ini dia basah kuyup, dan cedera di pelipis karena terkena ember dari air yang disiram Leo"

Kayden mengepalkan tangannya, ini laporan ke sekian di bulan ini.

Apa gadis itu sebegitu tidak ada kegiatannya? Sampai-sampai dalam sebulan ini dia terus mencari gara-gara dengan keluarga Lana.

Jangankan Leo atau tante Sonia mama-- Lana dan Leo -- , pria ini sendiri ingin sekali mencekik leher gadis itu sampai patah. Suasana masih begitu panas dan gadis tidak tau diri itu seperti sengaja mencari gara-gara.

"Dia datang untuk minta maaf, lagi" Jerome terlihat berhati-hati menyampaikan informasi.

Sama sekali tidak ingin memprovokasi Kayden lebih jauh.

Kayden mendengus, menyeruput kopinya menatap keluar lewat dinding kaca.

"Dan Leo dilaporkan" lanjut Jerome memberi informasi

Dengan cepat kepala Kayden berputar menatap Jerome, sepupu sekaligus orang kepercayaannya.

"Bukan oleh gadis itu, tapi dari penggemarnya."

"Medsos heboh barusan dengan video amatir tentang kejadian itu, tapi tim IT kita sedang berusaha take down video yang sudah terlanjur menyebar" Jerome menjawab dengan cepat, dia tahu betul arti tatapan tajam itu.

"Seperti yang lo tau, pelipisnya cedera, robek, dan itu fatal untuk aktris papan atas seperti dia. Yang You know, penampilan adalah segalanya."

Pria tinggi dengan kulit kuning langsat itu menunjuk pelipisnya saat bicara, mencoba memberikan gambaran yang sebenarnya tentang cedera yang di dapatkan El kali ini.

Kayden tertawa mendengar ucapan Jerome, dalam hati dia berharap gadis itu mendapat sesuatu yang lebih dari itu, minimal patah tulang atau buta sekalian.

Kenapa Leo begitu murah hati dengan hanya membuat pelipisnya sobek?

"Tapi sudah Lo atasin kan?"

Jerome mengangguk "tanpa lo suruh pun gue pasti nggak akan biarin Leo masuk penjara, lagipula pihak dari El nggak ada laporan jadi semua bisa diatasi secara kekeluargaan"

Kayden mengangguk, dalam hati bertanya-tanya sampai kapan gadis itu akan kembali dirumah keluarga Lana.

Sampai dimana usahanya mencuci tangan atas dosa yang dia buat dengan cara merebut hati keluarga dari orang yang dia hilangkan nyawanya?

Sampai dimana dia akan berpura-pura sebagai korban juga?

"Dia akan bayar lunas semuanya sayang, cepat atau lambat" gumam Kayden dengan tatapan yang tertuju ke langit biru diatasnya.

.....

"Selesai" Ed meletakkan peralatan medis yang dia gunakan untuk membersihkan juga mengobati luka di pelipis gadis yang masih menutup mata dan terlihat berantakkan dengan keadaan pakaian cukup basah, tapi masih saja tetap terlihat cantik.

"gue berani jamin nggak akan ada bekas apapun, karena gue ngobatin dengan cinta, soalnya"

Mata itu terbuka, langsung tertuju pada sepasang mata Ed yang terhalang kacamata bening.

Dan gadis ini sangat tau kalau kacamata itu hanyalah untuk gaya-gayaan pria itu saja saja.

El mendengus kemudian bangkit berdiri, meraih handuk yang dia dapatkan tadi dari rumah Lana, hatinya menghangat ketika mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

Siapa akan menyangka kalau perjuangan untuk mendapatkan kata maaf dari keluarga Lana selama hampir dua bulan ini berbuah manis, mungkin belum terlalu manis karena adik dari korban masih belum bisa memaafkannya,

dan dia sangat mengerti hal itu.

Tadi saat tante Sonia menghampirinya, melilitkan handuk dipundaknya, menyentuh pelipisnya yang berdarah karena tergores pinggiran ember dengan tatapan khawatir dan meminta pengertian atas perbuatan Leo sang putra bungsu.

El bisa merasakan sedikit rasa lega di hatinya yang selama ini sesak dan tersiksa dari hari ke hari.

Itu saja cukup. cukup melapangkan sedikit dadanya yang tertimbun perasaan bersalah sejak kejadian tabrakkan itu.

Yang terhimpit oleh kenyataan pahit kalau dia sama sekali tidak memiliki daya untuk mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya.

Kalau ternyata dia bukanlah korban seperti yang selama ini diketahui publik.

"Jangan kesana lagi" ucapan Ed terdengar seperti sebuah permintaan ketimbangan larangan.

El membalasnya dengan senyuman lebar.

"Makasih" katanya masih dengan senyuman yang sama.

kening Ed berkerut "Lho kok makasih?" tanyanya binggung.

El menunjuk pelipisnya yang sudah berbalut perban

"karena udah ngobatin gue dengan cinta" lanjutnya dengan kedipan mata.

"Dihh.... centil"

El tertawa dan langsung menularkan senyum pada sahabatnya sejak masih memakai popok, Ed meraih tubuh kurus El memelukknya erat penuh sayang.

Dia bersyukur akhirnya gadis ini sudah bisa tersenyum bahkan tertawa.

Dan itu sudah lebih dari cukup. Sangat lebih dari cukup.

Pria ini ingin kebahagiaan juga datang pada El setelah semua peristiwa berdarah menyakitkan yang secara bertubi -tubi menghampiri dan merenggut keceriaannya beberapa bulan terakhir ini.

.............

"Okh my God baby, are you oke? Ini gimana gue mau makeup in kalo begini tampang lo?"

Alda sang MUA merangkap fashion stylish Pribadi El menjerit histeris saat gadis itu masuk ke ruangan ganti.

"lo kan tau ada syuting, kenapa bisa luka sihhh?" cecar Alda panik.

"Bisa di tutupin pake rambut nggak sih ini, Da? atau mungkin topi?"

El memperhatikan wajahnya di cermin besar didepan mereka.

"Bisa-bisanya lo tenang begini saat muka milyaran lo ini sobek? Aduhhhh..... Gustiii"

El baru ingin membalas kepanikkan Alda saat Alena masuk dan langsung menghampirinya dengan raut wajah khawatir.

Bertambah lagi orang yang akan panik sekarang.

"Kamu yakin nggak akan lapor polisi? Dia udah bikin kamu luka lho? Di bagian muka lagi. Terus yang lain nggak apa-apa kan? Kok kamu bisa nekat pergi kesana sendirian sih?!" Nada bicara Alena naik satu oktaf. Sejak video El viral di media sosial beberapa jam yang lalu, Alena sudah mendapat semprotan dari banyak pihak.

Tapi bukan hal itu yang membuatnya kesal, karena Alena juga menyadari kalau dia juga bersalah sudah membiarkan El sendirian disaat gadis itu masih begitu keukeuh dengan pendiriannya minta maaf pada keluarga korban.

Untuk yang satu itu -- rutinitas mengunjungi rumah Lana-- Alena tidak bisa lagi melarang, karena sebelumnya sudah ada perjanjian diantara mereka berdua bahwa sampai kapanpun El tidak akan pernah mengakui bahwa dialah yang ternyata duduk dibalik kemudi, kepada siapapun, demi apapun. Untuk kebaikkan semuanya.

Dan selama hampir dua bulan ini, dengan begitu keras kepala El selalu mengunjungi rumah Lana tidak peduli larangan, tidak peduli pemberitaan media, dan tidak peduli dengan reaksi keluarga itu yang saat melihatnya pertama kali terlihat ingin menguburnya hidup-hidup.

Apalagi adik laki-laki korban yang kali ini bahkan berhasil membuat luka di wajah El, setelah sebelum-sebelumnya meneriaki, menyumpahi, bahkan berani melemparkan benda yang masih tergolong lumayan aman, seperti telur atau tepung.

"Gue udah bilang nggak akan ada laporan apapun, gue udah telponan juga sama Pak Wijaya. Leo nggak sengaja Na, dia aja kaget dan langsung pergi pas tahu gue berdarah, niat awalnya cuma mau nyiram gue tapi embernya malah lepas dari tangan dan kena pelipis gue. But i'm fine. Jangan khawatir"

El tersenyum lebar.

Melihat senyuman selebar itu, membuat Alena tidak lagi berniat memperpanjang masalah. Karena ini merupakan senyuman lebar pertama El sejak kejadian naas itu.

Sebuah senyum yang benar-benar senyuman bukan sekedar akting senyum yang dibuat-buat.

"Kalian tau nggak siapa yang anterin gue ke Rs?" El bertanya kepada dua orang terdekatnya.

"Tante Sonia, beliau bilang udah melepaskan pengampunan buat gue dan anak itu"

El tidak bisa mencegah air mata lolos dari kedua matanya.

"Gue akan hidup lebih baik lagi sekarang. Gue akan menghargai semua yang udah gue punya, termasuk karir yang udah gue jalanin dari nol ini, "

"Nggak akan buat pelarian ke alkohol atau sesuatu yang negativ lagi." Janji El dengan nada penuh kelegaan

Dengan senyuman tulus pertama di tahun yang penuh luka.

..............

Next Chaptet>>>>

mohon dukungan buat Author

dengan like, vote dan komen

Welcome to the (H)EL(L)

........

Beberapa bulan kemudian

Sejak insiden pelipis robek, El sudah benar-benar kembali pada aktivitasnya sebagai seorang aktris.

Sibuk melakukan pemotretan, syuting iklan bahkan menerima tawaran untuk sinetron striping yang beberapa tahun terakhir sudah tidak pernah dia jalani karena merasa terlalu lelah jika harus syuting tiap hari. Tapi memang tidak ada yang bisa membuat manusia cepat lupa selain menyibukkan diri sendiri.

Metode ini pernah dia lakukan beberapa waktu yang lalu, saat dia harus melupakan pengkhianatan dan kehancuran hati yang menimpanya akibat perbuatan sang mantan tunangan. Menjadi sibuk memang tidak pernah mengecewakan.

"Jadwal hari ini padat lho El, kamu mau aku cancel beberapa nggak supaya kamu bisa istirahat?"

Gadis yang sedang menatap cermin itu menggeleng sambil berusaha tersenyum. Dia tidak ingin mengatakan pada sang manajer apa yang sebenarnya dia rasakan, tubuhnya memang kelelahan tapi hati dan pikirannya menolak untuk berhenti.

"Mata panda kamu makin parah lho" ucap Alena khawatir.

"Bisa diakalin pake concelear kok, tenang aja"

"Trus tubuh kamu gimana? Aku takut kamunya jatuh sakit. Istirahat sebentar nggak apa-apa, El"

"It's ok, lagipula gue harus kerja keras kan. Tanggungan banyak sekarang"

Alena menepuk pundak gadis itu "semuanya bukan sepenuhnya salah kamu, "

El mengangguk. Dia mengerti, dia memang yang berinisiatif untuk mengharuskan dirinya bekerja keras, karena sekarang banyak yang harus dia perhatikan.

Dia tidak boleh menutup mata pada para korban dan keluarganya karena biar bagaimanapun dialah yang berada di balik kemudi pada saat itu, meski keajaiban telah membuatnya bebas walau bukan dalam arti yang sebenarnya.

...........

Tidak adil, seakan gadis itu adalah pusat bumi ini. Seakan semua akan maklum dengan yang gadis itu lakukan.

Segala usaha menjatuhkan gadis itu tidak ada yang berhasil. Semua artikel tentang skandal penabrakan beberapa bulan yang lalu, tenggelam dengan artikel positif atau kabar terbaru gadis itu.

Ada beberapa yang menanggapi, ada segelintir yang peduli tapi berhasil tertutupi dengan para kaum yang memaklumi, sebagian besar membela dengan komentar-komentar yang seakan-akan mereka berada di lokasi kejadian, melihat dengan mata kepala sendiri dan dengan begitu gampangnya mengatakan 'El tidak bersalah'

Lantas siapa yang bersalah? Anak dibawah umur yang menggantikan diri sebagai tersangka untuk gadis itu atau salahnya karena menggelar pernikahan di hari naas itu?

"Brengsek!!!!!" Tinju Kayden mendarat dengan keras di lemari kaca tempat beberapa furnitur dari keramik berada, membuat beberapa furnitur rusak dan juga melukai tangannya yang entah sudah kali keberapa terluka karena hal seperti ini.

"Brengsek!!! Kenapa mama Lana gampang sekali kasih dia maaf? Dan kenapa bahkan nggak mau dengerin gue ataupun Leo? Apa nyawa Lana sebegitu nggak berharganya buat dia? Bisa-bisanya mama kasih perempuan itu maaf secepat ini"

Kayden meremas tangannya yang sudah mengeluarkan darah segar, pria ini tidak lagi merasa sakit dari luka baru diatas luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

"Kalau dia pikir selamanya hal ini akan terkubur, dia salah besar. Gue akan pastikan dia membayar lunas semuanya tanpa terkecuali"

"Lo mau ngapain lagi? Dan demi Tuhan tangan lo bisa cacat En, baru mau sembuh udah luka lagi"

"Lo cari cela management tuh cewek, cari cara apapun supaya kita bisa ambil alih. Kita lihat nanti gimana dia bisa bereaksi kalo dibawah naungan gue"

...........

Kayden menatap tajam pada sosok yang sedang sibuk mengikuti arahan fotografer didepannya.

Gadis yang masih bebas berkeliaran sesuka hati setelah merenggut nyawa tunangannya.

Calon istri yang seharusnya hanya dalam hitungan menit sudah sah menyandang sebutan mrs. Abraham. Tangan pria itu terkepal dikedua sisi tubuh.

Selama bulan- bulan yang menyiksa ini, dia berusaha mencari bukti untuk menjerat gadis itu tapi seakan Tuhan juga memihak El, tidak ada yang tersisa selain pernyataan seorang anak kecil berusia 9 tahun yang pada saat kejadian sedang berada tidak jauh dari tempat itu.

"Orang tua anak itu minta gue untuk nggak melibatkan anak mereka, lagipula pernyataan anak kecil nggak akan bisa jadi sesuatu yang kuat. Dan seperti yang lainnya, pernyataan anak itu berubah sama seperti yang lainnya hanya dalam beberapa jam"

Ucapan Jerome kembali terngiang, membuat pria itu semakin dipenuhi dengan api kebencian yang membara, bagaimana bisa hukum negara ini 'diperkosa' oleh oknum yang memiliki banyak uang?

Dimana letak keadilan itu bersembunyi sekarang? Kenapa begitu sulit menemukannya?

"Aku bersumpah akan membuat dia membayar semua perbuatannya Lana, kalau perlu dengan nyawanya"

................

"Lo liat pria dengan setelan jas itu nggak sih? Gue perhatiin yah, udah hampir seminggu ini dia selalu ada disekitar lo, dan liatin lo mulu dengan tatapan super hot itu"

Alda si pria kemayu berucap sambil merapikan kembali outfit yang sedang dipakai El untuk acara live di salah satu stasiun tv sebagai bintang tamu acara talkshow yang settingnya memang diluar ruangan.

"Dia juga kelihatan pas kita pemotretan di kawasan kota tua kemarin, terus pas lo syuting iklan di stasiun MRT, dan dia juga ada di seluruh lokasi syuting sinetron elo, penggemar kali yah? Ganteng lho El. Body nya itu lho buat eike nggak kuat aihhhh...." lanjut Alda dengan gerakan tangan yang menjadi ciri khasnya.

El mengikuti arah pandang Alda, gadis itu menyipitkan mata, berusaha mengenali pria yang berdiri beberapa meter darinya yang saat ini secara terang-terangan sedang menatapnya tajam.

Gadis ini merinding kemudian segera membuang muka. Dia menggeleng setelah beberapa saat mengais ingatannya tentang lelaki itu, tapi sama sekali tidak dia temukan.

"Nggak kenal" El berbisik pelan kemudian berbalik membelakangi si pria misterius itu.

"Penggemar kali El, dari style nya sih orang berduit yah. Dari ujung kepala sampe kaki barangnya branded semua booow. Nahhh yang begindang cocok sama lo, bukan yang cuma morotin doang ngakunya kaya tapi malah nikung sama mak sendiri"

Alda nyerocos dengan semangat 45, sebagai salah satu saksi hidup El dia tahu betul perjalanan cinta sang aktris dengan mantan tunangan yang beberapa bulan yang lalu sudah berganti status sebagai ayah tiri El.

"Gue nggak mau berurusan sama dia" El menghembuskan nafas,

"tatapan mata itu ngingetin gue, sama si fans fanatik kemarin. Itu jelas sebuah tanda bahaya"

Gadis itu segera berjalan menjauh dengan langkah cepat membuat Alda kewalahan mengikuti dari belakang dengan gerutuan ciri khasnya.

...........

"Dapat bunga lagi?"

Alena mengangguk, meletakkan bucket bunga di meja dalam ruang ganti El ini. Hari ini syuting berakhir lumayan cepat untuk bagian El.

Gadis itu akhirnya boleh pulang kerumah di jam yang masih lumayan normal. Setidaknya jam 9 malam untuk jadwal padatnya adalah sebuah hal normal tersendiri.

"Kali ini mau pulang kemana? Nyokab kamu nelpon terus. Undangan makan malam masih berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan, katanya"

El tersenyum miris, menatap buket bunga yang terletak di meja melalui kaca besar didepannya.

"Kadang-kadang gue mikir, mama itu pura-pura nggak tahu atau memang sengaja ngelakuin itu ke gue? Bisa-bisanya dia bersikap seakan-akan semuanya baik-baik aja. Bisa-bisanya dia lupa kalo posisi gue itu mantan tunangannya Marco, suaminya sekarang. Dan mama menuntut sebuah keluarga yang utuh dan bahagia. I'ts so funny"

Alena menghembuskan nafas berat, prihatin dengan posisi El sekarang yang hanya dalam sekejab dunia gadis itu terbalik.

Kejadian demi kejadian tidak menyenangkan dan cenderung menyakitkan secara beruntun menghampiri, menariknya jatuh, membuatnya terluka parah tapi untunglah tidak sampai membuatnya terpuruk terlalu lama.

Alena sangat tahu El gadis yang cerdas, gampang memahami situasi, pekerja keras, walau juga rapuh disaat yang sama.

"Bunga dari siapa, Na?" El tiba-tiba mengganti topik, dia tidak ingin berlama-lama terpuruk di situasi menyedihkan.

Dia sudah berjanji untuk menjalani hidup, dengan baik. Menghargai apa yang dia punya dan mempertahankan apa yang harus dia pertahankan.

"Dari Elluv yah?" Tebaknya walau sebenarnya kurang yakin.

Karena beberapa tahun terakhir El sudah melarang para Elluv -- sebutan fans club resmi El-- untuk memberikannya hadiah dalam bentuk apapun.

Gadis ini sudah merasa cukup dengan semua hadiah dan cinta yang para penggemarnya berikan sepanjang karir, sekarang dia sudah bisa membeli hadiah untuk dirinya sendiri.

Mereka tidak perlu membuang uang untuknya, hanya cukup dengan mendukung dan mendoakannya itu hadiah yang nggak akan bisa di beli dengan apapun atau siapapun.

"Masih suka bandel yah anak-anak gue itu, kan udah dibilangin di tiap kesempatan kalo sekarang gantian, mereka beli sesuatu yang perlu untuk diri mereka sendiri, hadiah untuk diri sendiri."

El mengeluarkan ponsel dari dalam mini tasnya, dia ingin menulis di fanspage Elluv tentang peraturan baru ini, kali aja ada penggemar yang masih baru dan belum tau.

"Ini bukan dari Elluv" Alena bersuara akhirnya, membuat jempol tangan El yang sedang sibuk menari diatas tombol keyboard handphone langsung terhenti diudara.

"Lha terus?"

"Dia ini termasuk Elluv nggak sih? Arthur Xavier?"

"WHATS? "

..................

"Artur siapa?"

"Arthur Xavier, lo nggak tau?" Jerome balik bertanya dengan kening berkerut.

Kayden terlihat berpikir "terkenal?"

Jerome hanya bisa menahan nafas, kemudian menghembuskannya dengan sadis saat mendengar jawaban bossnya itu.

"Buat apa handphone lo canggih kalo sekelas Arthur aja nggak tau"

"Penting yah, buat tau Arthur-Arthur itu?"

Jerome mati-matian menahan tangannya agar tidak meraih benda didekatnya dan melemparkan pada pria yang sekarang malah asyik dengan gadget ditangannya.

"Ya.. kalo nggak penting nggak usah nanyalah. Dengan begitu gue bisa menghemat suara" Jawab Jerome kemudian berjalan kembali ke ruangannya.

"Tapi palingan cepat atau lambat juga lo bakalan taulah. Bentar lagi pasti masuk akun gosip, masuk infoteiment di tv dan tranding di twitter." lanjut Jerome lagi sebelum keluar dari ruangan besar sang CEO.

Kayden berhenti mengutak-atik situs saham di smartphonenya. Dia memutuskan untuk membuka Google dan mencari tau nama yang tadi baru saja disebutkan Jerome.

Arthur Xavier, aktor sekaligus penyanyi berkebangsaan Thailand. Mulai Terkenal karena perannya sebagai khun Nam di series terpopuler Thailand. Forever love you......

****

Xavier membuat gempar para penggemarnya saat menjawab pertanyaan salah satu followers lewat live di instagram yang bertanya siapa tipe idealnya. Dengan wajah merah dan nampak malu-malu aktor multitalenta itu menyebut Eleasha Halim sebagai tipe idealnya......

***

Nitizen berhasil mendapatkan bukti digital kalau Arthur Xavier sudah lama menaruh perhatian kepada aktris Indonesia, Eleasha Halim. Arthur Xavier ternyata sudah lama memfollow akun istagram dan twitter Eleasha, bahkan di tahun 2016 sempat meninggalkan komentar di postingan aktris cantik berdarah indonesia itu.......

Kayden menutup aplikasi google, memutuskan untuk berhenti kepo dengan Arthur Arthur itu.

Sepertinya dia harus bergerak cepat, sebelum gadis itu semakin lupa dengan dosa yang dia pernah buat.

Terlalu banyak kebahagiaan yang mulai mendekati Eleasha dan hal itu harus segera dia hentikan dengan segala cara.

.....

2 month later

"Pengambil alihan perusahaan sudah selesai pak, mulai sekarang agensi yang menaungi aktris Eleasha Halim sudah resmi menjadi milik bapak"

Sebuah senyuman terukir diwajah, wajah dengan perpaduan Spanyol, Chiness dan Indonesia itu semakin terlihat tampan dengan senyuman yang menampilkan sebuah lesung pipi tunggal di pipi kiri.

"Welcome to the Hell, Eleasha Halim. Kalau hukum tidak bisa menjerat kamu, maka akan Aku pastikan hukum karma yang akan bekerja untuk membuatmu ingin mati tapi tidak bisa, ingin hidup tapi juga tidak bisa"

...........

Next chapter>>>>

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!