Pengenalan tokoh
Ren seorang pembalap liar, dia memiliki seorang ibu dan seorang kakak laki-laki bernama Saka. Ayahnya sudah meninggal 2 tahun lalu, saat Ren berusia 20th, dan dia membeli sebuah motor dari uang warisan sang ayah yang dia gunakan untuk balapan liar.
Fayre adalah seorang mahasiswi, dia juga memiliki cafe sendiri, padahal dia berasal dari keluarga kaya raya.
Karena hubungannya dengan sang Ayah yang keras kepala, dia memilih tinggal bersama kedua temannya yaitu Ivy dan Myla di sebuah apartemen.
.
.
.
Ren sedang meratapi nasib yang menurutnya sangat menyedihkan, di saat teman-teman seusianya kuliah, sedang dia hanya seorang pengangguran, dan hanya jadi bahan cemoohan para tetangga di sekitar rumahnya.
Untungnya dia memiliki seorang ibu yang sangat berhati baik, yang selalu menyayanginya walaupun dia sendiri sering membuat masalah.
Ibu Ren yang bernama Ayu memiliki usaha warung makan d rumahnya, dia hanya di bantu anak sulungnya, yaitu kakak Ren yang bernama Saka, hubungan Ren dan Saka pun tidak pernah akur selayaknya saudara kandung, menurut Saka, Ren hanya menyusahkan keluarga mereka saja.
Itulah yang membuat mereka jarang akur, setiap kali berbincang akan berakhir dengan perdebatan, seperti sekarang ini...
"Dari mana lu jam segini baru balik, mabok? balapan liar?" Tanya Saka dengan tatapan sinis.
"Bukan urusan lu, urus aja idup lu sendiri, lu pikir apa yang udah lu buat keluarga ini juga tambah ancur, bukan karna kelakuan gua doang," Jawab Ren sambil meniup asap rokok ke wajah kakaknya.
"Sudah-sudah, kalian ini kenapa kalau bertemu selalu saja bertengkar." Lerai sang Ibu.
"Ren apa kamu udah makan nak? " Tanya Ibu.
"Udah bu, aku lelah mau tidur," jawab Ren enggan.
"Enak banget lu, pulang cuma buat makan ma tidur, ngga liat lu, bentar lagi kita mau buka warung." omel Saka.
"Udah saka biarin adikmu istirahat," bela Ibu.
"ibu selalu membelanya, makanya jadi tambah berandal aja tuh anak, memalukan!" umpat Saka.
Ren yang sedang berjalan di tangga menuju kamarnya seketika berbalik dan menghajar kakaknya.
Saka yang belum siap menerima tinju dari adiknya pun, terjengkang ke belakang, dan ibu segera berlari melerai perkelahian anaknya.
"Jaga mulut lu brengsek!! lu pikir apa yang udah lu kasih buat keluarga ini? lu juga buat malu, gara-gara lu sama pacar brengsek lu, kita harus jual tanah buat ngebebasin lu dari penjara, lu yang bego mau aja di tipu pacar lu, bangsat!! " maki Ren.
Dengan terus di peluk sang ibu, Ren mengucapkan rasa sakit hatinya kepada sang kakak.
Saka yang merasa bersalah pun hanya tertunduk, menyadari kalau dia pun sama brengseknya dengan sang adik, tapi dia berusaha berubah, tidak seperti sang adik yang makin lama malah semakin liar dan selalu membuat sang ibu terus memikirkannya.
"Gue emang pernah salah, tapi gua coba perbaiki kesalahan gua ... tapi lu? semakin hari semakin liar!" Saka membela diri.
"Udah-sudah, Ibu mohon jangan bertengkar lagi, cuma kalian yang ibu punya sekarang," ucapnya dengan air mata yang sudah mengalir deras.
Sedang di luar warung makannya, tetangga yang melihat hanya berbisik-bisik membicarakan mereka.
Ren yang melihat sontak berteriak. "Mau apa liat-liat? Ngga ada kerjaan kalian?"
Saat mau mendekat ke arah kerumunan tetangga tadi, Ibu menahan, dan melarangnya.
Para CCTV hidup alias mulut tetangga pun akhirnya membubarkan diri.
Saat ada seorang pelanggan datang bertanya apa warungnya sudah buka, dan di jawab saka dengan bentakan kalau warungnya belum buka, pelanggan yang ketakutan akhirnya memilih pergi. Karena tahu Ren juga salah satu ketua geng yang di takuti.
Setelahnya Ren memilih pergi dari rumah, karena merasa jengah dengan situasi saat itu.
Walaupun sang ibu mencegahnya, tapi Ren memaksa tetap pergi dari rumah menuju bengkel tempat dia dan teman-teman gengnya biasa berkumpul.
Rooftop menjadi tujuannya, tempat di mana biasa Ren dan teman-temannya yaitu Taksa si humoris yang bekerja sebagai driver ojek Online.
Liam si pemalu seorang mahasiswa yang diam-diam menyukai Nuna.
Sedang Nuna satu-satunya perempuan di genk mereka yang sangat tergila gila dengan Ren, tapi Ren masih cuek dengan Nuna. Padahal Nuna gadis paling cantik di wilayah mereka, dan keponakan dari pemilik bengkel tempat mereka bekerja dan berkumpul.
.
.
.
Ada cerita menarik dari perkenalan mereka, yang pertama Taksa.
Awal pertama perkenalan mereka yaitu saat Ren sedang menunggu ojek di jalan, tapi tak kunjung ada ojek yang lewat, lalu Taksa menghampiri dan menawarkan jasanya.
Ren yang memang sedang menunggu pun langsung mengiyakan tawaran Taksa, tapi dia bilang tidak bisa pesan lewat aplikasi karena HP-nya mati, dan Taksa pun tak mempermasalahkannya.
Singkat cerita Taksa yang memang orang yang ramah lantas mengajak Ren berbincang di perjalanan, padahal Ren sangat enggan menjawab pertanyaan Taksa, dan berpikir kenapa ada lelaki secerewet Taksa ini.
Saat mereka sampai di belokan daerah yang lumayan sepi, motor mereka di hadang segerombolan preman yang biasa memungut uang para driver ojek yang melintas.
Dengan gemetar Taksa hendak membuka dompetnya, tapi keburu Ren turun dari motornya lalu mendatangi para preman yang berjumlah 3 orang itu.
Ren mengatakan pada mereka untuk segera menyingkir karena dia sedang buru-buru, lalu para preman hanya tertawa terbahak-bahak menanggapi ucapan Ren.
"Heh bocah!! Lu mau lewat kasih duit dulu sini, tuh kang ojek aja dah tau kalo lewat sini kudu ngasih duit, " ucap sang ketua preman.
Dan mereka kembali tertawa terbahak-bahak.
Taksa yang ketakutan mengatakan kalau hari ini dia belum mendapatkan uang, karena tadi bannya bocor.
Dan anak buah preman yang dekat dengan Taksa mencengkeram baju Taksa sambil mengatakan kalau mereka tidak peduli.
Ren yang benar-benar jengah dengan situasi ini akhirnya menghajar anak buah preman yang sempat mencekik Taksa juga.
Perkelahian pun tak dapat di hindari, Ren yang melawan 3 orang sedikit kewalahan.
Taksa yang ketakutan dan bingung, dia takut jika melawan para preman, tapi dia juga tidak tega melihat Ren yang sepertinya sudah kewalahan.
Akhirnya dengan sedikit keberanian dia memukulkan helmnya ke preman yang hendak memukul Ren dengan sebatang kayu di tangannya.
Perkelahian terjadi semakin sengit, Ren yang sedikit mendapat bantuan dari Taksa akhirnya bisa memukul mundur para preman yang sudah babak belur, Ren dan Taksa tertawa sambil bertos ria.
"Thanks broo!! dah bantuin gw. Ngomong2 nama gw Taksa, lu?"
"Ren."
Taksa menghela napas, "biarpun nanti gua pasti di bales sama mereka lagi, tapi gw seneng se'enggaknya gw berani ngelawan tadi."
"Mereka biasa malakin para driver?"
"Lu, emang mereka sering minta jatah."
Taksa melihat sepertinya Ren tengah memikirkan sesuatu, entah apa itu.
Lalu mereka bangkit untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Di jalan, Taksa mengajak Ren untuk makan di warung langganannya, yang menurut Taksa rasanya enak dan harganya murah.
Ren hanya bergumam untuk menjawab Taksa, di perjalanan Taksa kembali mengajak Ren berbicara yang hanya di jawab iya atau gumaman Ren saja.
Akhirnya mereka sampai di warung tujuan Taksa itu, yang tak lain rumah Ren sendiri, ya warung makan yang di maksud Taksa adalah warung makan ibunya Ren.
Dengan malas Ren mendekat ke arah ibunya, dan menyalaminya.
Taksa hanya terkejut karena ternyata Ren adalah anak pemilik warung, sebab dia tidak pernah melihat Ren di sana, hanya mengenal Saka.
"Heh lu, berapa ongkosnya?" ucap Ren sebelum memasuki rumahnya.
"Ngga usah broo ... itung-itung ucapan makasih gue dah di tolong tadi."
Taksa menawari Ren untuk makan, tapi Ren hanya berlalu saja dari mereka semua menuju kamarnya.
Ibu Ren akhirnya bertanya kepada Taksa, "Nak Taksa kenal dengan anak ibu, Ren?"
"Baru kenal tadi bu, dia nolongin saya tadi menghajar para pemalak," jelas Taksa.
"Cari masalah aja, kalo ntar mereka bales dendam gimana lu pada? Apa-apa tuh di pikirin dulu jangan maen asal adu jotos aja!!" sela Saka.
Dan ibu hanya menghela nafas, menyuruh Taksa untuk makan, dan mengucapkan terima kasih karena sudah mengantar Ren pulang.
Taksa juga sebenarnya takut, kalau-kalau nanti para preman akan balas dendam. Tapi mau bagaimana lagi semua sudah terjadi.
Di sini lah awal mereka akhirnya dekat. Saat itu Taksa yang tiba-tiba di keroyok oleh segerombolan preman yang mau balas dendam, meminta tolong pada teman-teman drivernya untuk memanggil Ren di bengkel langganan Ren.
Singkat cerita, walaupun Ren ini terkesan cuek tapi entah kenapa dia ke pikiran dengan orang yang baru beberapa hari bertemu dengannya itu. Ren mengakui dia bisa sedikit tertawa atas kekonyolan teman barunya itu.
Akhirnya Ren pun pergi bersama para driver ke tempat Taksa di hadang, mereka bekerja sama menyelamatkan teman mereka, akhirnya mereka memenangkan perkelahian.
Karena para driver sebenarnya sudah sangat geram pada para pemalak yang selalu memalak mereka.
Setelah membuat para preman berjanji untuk tidak memungut di daerah mereka lagi, mereka semua tertawa di pinggir jalan dengan luka lebam pada wajah mereka, tapi mereka bangga akhirnya merek bisa lepas dari para pereman itu.
"Gue dah yakin lu pasti dateng bro! gua tau lu orang baik. Boleh gua jadi temen lu?" ucap Taksa sambil mengacungkan kepalan tinju ala lelaki.
Ren menjawab dengan seringai an khasnya, dan juga mengulurkan kepalan tinjunya ke arah Taksa, itu lah awal mereka akhirnya berteman.
"Dunia gw keras, gw butuh temen yang juga siap nerima gw sama dunia gw, lu sanggup? " ucap Ren dengan pandangan menyelidik menatap calon temannya.
Taksa menjawab dengan mantap kalo dia yakin berteman dengan Ren, karena menurut Taksa, Ren adalah lelaki yang baik. Dan dia yakin kalau Ren pun setia kawan.
"Gue akan selalu di samping lu broo!" balas Taksa yakin.
Dan pandangan mereka menerawang ke depan dengan pikiran masing-masing.
Akhirnya Taksa di perkenalkan dengan dunia Ren yaitu balap liar.
Taksa yang sedikit takut karena ayahnya itu sangat melarang dirinya untuk ikut hal-hal seperti ini akhirnya memantapkan diri, bahwa Ren tidak mungkin melewati batas norma yang ada.
Dia yakin karena mengenal Ibu Ren dan bisa melihat jika Ren adalah anak yang baik hanya saja mungkin sedikit kesepian.
Lambat laun mereka semakin akrab, meskipun ayah Taksa tak menyukai Ren karena beliau menganggap Ren itu berandalan, tapi melihat anaknya yang tak berperilaku aneh ia lantas membiarkannya saja.
Balapan demi balapan Ren kerjakan dan Taksa dengan setia mendampinginya.
Taksa yang sedikit banyak tahu tentang mesin motor selalu setia mengecek kendaraan Ren saat akan bertarung. Dan mengajarkan beberapa trik pada Ren kapan saat yang tepat untuk menarik gasnya.
Saat selesai balapan Ren selalu menyisihkan uangnya untuk Taksa, awalnya Taksa menolak, tapi Ren memaksa jika uang itu untuk keperluan sekolah adik Taksa.
Ren tahu Taksa menjadi tulang punggung di keluarganya, sama seperti dirinya, kehidupan Taksa tak lebih baik dari dirinya, hanya Taksa masih memiliki orang tua yang lengkap saja perbedaannya.
Ayah Taksa bekerja sebagai sopir angkutan yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari hari.
Taksa memiliki adik perempuan yang masih bersekolah, walaupun Ren sedikit jengah melihat adik Taksa yang sedikit genit terhadapnya, tapi dia tetap menyayangi adik Taksa.
Taksa selalu mengingatkan adiknya agar tidak bersikap berlebihan terhadap Ren, bagaimana pun Taksa tahu Ren tidak nyaman jika di dekati adiknya itu.
.
.
.
"La, lu jangan gitu ngapa kalo ada Ren, kecentilan banget sih, malah ilfil tuh si Ren pasti ngeliat lu," ucap Taksa kepada adiknya Lala
"Issh apaan sih Bang, Lala tuh berterima kasih aja sama bang Ren. Kata Abang kan bang Ren yang sering kasih uang ke Abang buat ongkos jajan Lala sehari-hari," jawab Lala sambil menyengir.
"Ya ngga gitu juga dodol, kan dia bantuin gw, bukan secara langsung ngasih ke lu bego," Sambil toyor kepala adiknya itu.
Lala yang kesal karena abangnya seperti tidak merestui ia dekat dengan Ren berlalu kesal, sambil mengentak-entakkan kakinya. Taksa hanya menggeleng melihat kelakuan sang adik.
Ibu Taksa yang datang lantas bertanya kepada Taksa kenapa anaknya itu tertawa sendiri dan Taksa hanya menggeleng saja bahwa tidak ada apa-apa.
Di kamar Lala mencoba menghubungi nomor Ren yang dia ambil dari ponsel kakaknya itu.
Dering pertama tidak di angkat, dering kedua kali masih belum di angkat, baru dering ketiga teleponnya di angkat oleh Ren.
Dengan berdecak sebal, dia ingin memprotes kepada Ren kenapa lama sekali mengangkat telepon darinya. Tapi ia urungkan, Lala takut seperti kata sang kakak jika itu malah akan membuat Ren muak padanya.
Lala yang biasa di gandrungi teman-teman lelakinya, merasa tertantang saat melihat Ren yang cuek terhadapnya.
Saat teleponnya di angkat, dia berusaha semanis mungkin berbicara dengan Ren.
"Halo ... sapa nih?" jawab Ren sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Lala tergagap menjawabnya " Ha ... halo Bang Ren, ini Lala," sambil menggigit bibir bawahnya gugup.
Ren yang terkejut kenapa tiba tiba adik temannya itu menelepon bertanya ada perlu apa.
Tapi saking gugupnya Lala dia bingung harus bicara apa, jadi dia hanya menanyakan apakah Ren sudah sampai di rumah dan Ren hanya menjawab singkat pertanyaannya sambil mematikan Hp nya dan melemparnya ke kasur.
Lala masih gugup memegang erat dadanya yang berdebar sangat kencang, hingga dia memutuskan untuk tidur dan berharap memimpikan Ren.
.
.
Next.
Sekarang kita memperkenalkan teman Ren yang lain yaitu Liam yang biasa di panggil Li.
Awal perkenalan mereka pun hampir sama seperti Taksa, bedanya Taksa berurusan dengan para preman sedangkan Liam dengan para pembuli.
Ren yang saat itu sedang berjalan menuju bengkel tempat tongkrongannya bersama Taksa, mendadak berhenti di tengah jalan karena melihat ada seseorang yang sedang di hajar oleh temannya sendiri. Karena Ren melihat mereka memakai Almamater yang sama.
Ren berteriak menghentikan perkelahian itu sesaat, dia meminta mereka untuk menyingkir dari jalan sebab menghalanginya berjalan.
Berkata dengan sikap cuek sambil menenggak air mineral di tangannya.
Melihat ada orang lain melintas, Liam lekas bangun dan berlari menghampiri Ren dan bersembunyi di belakang punggung Ren bermaksud meminta tolong.
" Hei— " bentak Ren.
" Ngapain lu lari kemari? " lanjutnya sambil menoleh ke belakang melihat Liam yang babak belur di hajar 2 orang teman kampusnya sendiri.
" Bang tolong Bang ... gua janji Bang, nanti gua bayar Bang " Dengan gemetaran, Liam pun meminta tolong.
"Bang ... Bang ... lu pikir gw kang somay, paling gue tua setaun dua taun ma lu ******!" sungutnya merasa tersinggung di panggil Abang.
" Kan gw kagak kenal lu bang, makanya panggil Abang biar sopan. Apa Abang mau di panggil Oppa? " Tanyanya sedikit bingung.
Dan itu malah membuat Ren terpancing emosi, dan berbalik menatap Liam, Ren yang tidak mengerti bahasa "OPPA" merasa tersinggung dengan panggilan itu. Abang saja dia tak sudi, apa lagi di panggil Kakek.
" Lu panggil apa? " sambil mencengkeram kerah kemeja Liam. " Emang gw keliatan kakek-kakek ha! " bentak Ren.
Liam mengangkat kedua tangannya diatas bermaksud menyerah, "ng ... ngga Bang, bukan gitu Bang eh Mas, oppa itu panggilan Korea, gue salah aturan Hyung, maaf Bang ... ampun."
"Korea ... Korea, pala lu! abis Abang, Oppa, sekarang mas, panggil gue Ren, ngerti lu!"
Liam hanya mengangguk dan memperkenalkan dirinya, namun Ren tetap cuek tak memedulikan lelaki yang sudah membuatnya emosi sesaat tadi.
Ren lantas bertanya berapa Liam berani membayarnya untuk menghajar kedua orang yang membulinya tadi.
"Lu mau bayar gw berapa?" tanya Ren sambil menyeringai meremehkan.
"Gue cuma punya duit 100rb, tp gue belum makan Bang eh Ren, sisa in buat makan siang ya? " jawab Liam mencoba bernegosiasi
"Heh bocah lu kira gw kang dagang maen nawar." Sungut Ren.
Para pembully akhirnya mendekat, dan memandang remeh Ren. Mereka menilai penampilan Ren yang urakan, kaus hitam, celana robek-robek, mereka berpikir jika Ren hanya berandalan kampung.
Dengan arogan salah satu pembuly berkata kepada Ren untuk menyerahkan Liam. Karena Liam perlu di beri pelajaran agar tunduk pada aturan.
Ren bertanya, bukannya yang harusnya menghukum mahasiswa itu adalah dosen atau rektor mereka. Apa hubungannya dengan mereka yang sesama mahasiswa.
Para mahasiswa tadi tertawa melihat kebodohan Ren, mereka berkata di kampus juga harus bisa menghormati senior.
"Emang dia ngelakuin apa sampe kalian pada ngehajar dia?" Ren bertanya dengan mengedikan kepalanya ke belakang menunjuk Liam.
"Lu kagak usah ikut campur, kasih aja tuh anak ke kita."
"Lu berani bayar gw berapa buat ngasih nih anak? " Tantang Ren.
Liam yang merasa ketakutan semakin ketakutan, karena upayanya meminta tolong kepada Ren ternyata gagal. Ternyata Ren bahkan akan menyerahkan dirinya, jika para pembullynya memberi dia uang.
Semakin ciut saja nyalinya.
"Heh Ren bukan tadi lu dah janji mau nolong gw? Napa sekarang lu nego ma mereka? " sungutnya tak terima.
"Klo mereka bayar lebih dari lu gw kagak peduli urusan lu."
"Banyak bacot lu pake nawar segala, kasih kagak tuh bocah tengik!! Apa lu mau kita hajar juga?" Menyeringai dan mulai mengarahkan tinjunya ke Ren.
Namun serangan mereka bisa di tangkis oleh Ren yang langsung memelintir tangannya ke belakang dan membuat pembully berlutut menahan sakit.
"Klo gue nanya jawab!! Jangan asal jotos, gue bukan orang yang gampang kalian hajar!! " Sambil terus menginjak punggung si pembully, si pembully pun merasakan sakit yang teramat sangat.
"Ampun Bang ... ampun ... lepas in Bang, gw kagak bakal ganggu si culun lagi," mohon si pembully sambil menahan sakit, seperti merasakan tangannya yang di rasa hampir lepas itu.
"Belajar yang bener, karena ngga semua orang seberuntung kalian." Bisik Ren ke pembully sambil melepaskannya.
Para pembully lari menjauh dan ketakutan melihat aura yang sangat gelap dari Ren selayaknya melihat monster.
Liam yang merasa selamat memeluk Ren hingga mereka berdua jatuh terjengkang ke belakang.
Ren yang kesal menyingkirkan tubuh Liam dari atas tubuhnya lalu duduk.
Liam yang masih berbaring mengucapkan terima kasih kepada teman yang baru menyelamatkannya tadi.
Ren yang kesal lantas segera bangkit berlalu dan terus di ikuti oleh Liam di belakangnya.
Ren pun berbalik dan menghadang Liam yang selalu membuntutinya itu sambil terus menendang Liam, namun Liam hanya diam saja bahkan dia terus tertawa yang membuat Ren bergidik ngeri. Dia berpikir apa Liam ini gegar otak gara-gara sering di bully teman-temannya.
Akhirnya sampailah Ren dan Liam di bengkel yang sudah di tunggu oleh Taksa. Dengan tatapan heran, Taksa bertanya siapa yang di bawa oleh Ren. Ren hanya berkata orang sinting. Liam lalu memperkenalkan dirinya kepada Taksa dan Paman pemilik bengkel.
Liam langsung menjabat tangan Taksa "gue Liam, panggil aja Li temennya Ren," Sambil terus tersenyum lebar.
Ren yang merasa tidak pernah mengajak Liam berteman melempar air mineral botolnya ke kepala Liam, yang di ambil oleh Liam dan diminumnya.
Ren hanya melongo, namun Liam merasa senang karena Ren memberinya minum.
Dan Taksa yang pada dasarnya orang yang ramah membalas dengan tertawaan yang sama dan dia bisa melihat sekilas kalau Ren pun sedikit tersenyum.
Taksa bersyukur akhirnya kelompok mereka bertambah walaupun Taksa tak yakin melihat tubuh lelaki di hadapannya ini mampu berteman dengan dunia Ren yang keras.
Liam bersalaman dengan Paman pemilik bengkel yang sedang mengecek mesin motor Ren dan bertanya ini itu.
Sedangkan Taksa akhirnya menghampiri Ren dan duduk di sebelahnya. Yang kala itu Ren tengah meletakan kepalanya ke sandaran kursi sambil memejamkan matanya.
"Mungut di mana tuh bocah?" tanya Taksa penasaran.
Ren kembali duduk biasa tanpa bersandar dan membuka kembali air mineral yang baru, lalu menjawab pertanyaan Taksa.
"Mungut di jalan tadi takut di gondol si Tince, dia kan suka tuh berondong model begitu," Sambil tertawa terbahak-bahak membayangkan Liam akan habis di cium oleh keturunan tulang lunak tersebut.
Taksa yang mendengarkan pun ikut tertawa terbahak-bahak membayangkan seperti yang Ren bayangkan.
Tapi tidak dengan Liam yang bingung kenapa mereka semua tiba-tiba tertawa terbahak-bahak seperti itu, lalu bertanya kepada Paman bengkel.
"Om, Tince siapa sih?" Tanya Liam dengan ekspresi bingung.
Dan belum juga Paman pemilik bengkel menjawab, tiba-tiba orang yang di bicarakan pun muncul, dengan hot pants yang di padu-padankan dengan stoking merah dan high hillsnya.
Dan baju yang menyerupai jala ikan berwarna kuning, tidak ketinggalan make up menornya. Suaranya yang dibuat manja, tapi ketika marah maka suara jantannya lah yang keluar.
"Halo abang-abang ganteng. Duh ... sapose ini? calon cem-ceman baru eyke ini " ujar Tince sambil mengedip-ngedipkan mata ke arah Liam.
Liam yang kaget sekaligus ngeri langsung berlari ke arah Ren dan Taksa. Tince berusaha mengejar mereka, akhirnya malah mereka bertiga berlari keluar bengkel menghindari Tince yang masih mengikuti.
Mereka berlari dan bersembunyi di taman, sambil duduk dan dengan nafas terengah-engah mereka tertawa bersama sambil memukul Liam yang jadi korbannya.
Karena sebenarnya Ren dan Taksa bingung, mengapa mereka berdua ikut berlari.
"Gue kagak pernah punya temen karna gw culun dan lemah, gue selalu di bully ma temen-temen gue, akhirnya sekarang gue ngerasain punya teman!" ucap Liam sambil merangkul Ren dan Taksa.
Ren hanya berdecih dan berkata kalo dia tidak menganggap Liam itu temannya, Taksa yang tahu Liam bersedih lantas menepuk bahu Liam berulang-ulang, seolah menyemangati teman barunya itu dari penolakan Ren.
"Dunia main gue keras ngga bakal cocok ma lu, mending lu kuliah yang bener jangan mau lagi di tindas, lawan kalo emang lu kagak salah, lu bego kalo diem aja." Ren menasehati Liam dan menjelaskan kalo dunia mereka pasti berbeda jauh.
"Gue cuma mau bertemen ma kalian, gue bisa nerima kalian, kita ada di bumi dan langit yang sama, apa bedanya? " sergah Liam menatap penuh harap ke arah Ren.
Ren bangkit di susul oleh keduanya, sambil berkata kalo Liam ngga akan bisa cocok dengan dunia mereka, lalu berlalu begitu aja.
"Ren bener dunia pergaulan kita ngga bakal cocok dengan lu. Mending lu kuliah yang bener, gw yakin nanti pasti ada yang mau bertemen ma lu," ucap Taksa sambil menepuk pundak Liam sekali lagi dan ikut menyusul Ren.
Tapi Liam tidak menyerah, dia akan tetap berjuang agar di terima menjadi teman oleh Ren dan Taksa.
Karena hari juga telah sore Liam memutuskan untuk pulang dan memikirkan cara mendekati Ren.
Ren juga kembali ke rumah dan di sambut oleh kakak beserta Ibunya. Seperti biasa Ibunya selalu menyambutnya dengan senyum hangat yang malah mengiris hati kecil Ren. Dia merasa tak pantas di perlakukan begitu oleh Ibunya.
Dia yang selalu acuh pada Ibunya, toh wanita itu tak pernah sekali pun berkata kasar padanya atau pun kakaknya.
Jauh di lubuk hatinya dia bersyukur memiliki Ibu yang seperti malaikat itu.
"Sudah pulang, Nak? Ayo makan " tanya sang Ibu dengan tersenyum dan segera mengambilkan makan dengan lauk yang ada di warungnya.
Ren pun duduk di depan meja kasir, di seberang ibunya. Ibunya meletakan makanan Ren di depannya, sambil berkata itu adalah lauk favorit Ren, hari ini sengaja ibu memasak lauk itu untuk Ren.
Ren tersenyum, dan mengucapkan terima kasih, sang Kakak Saka hanya mendengarkan saja percakapan Ibu dan Adiknya sambil terus mengelap piring yang telah ia cuci itu.
"Bagaimana harimu Nak?" tanya Ibu sambil menulis catatan untuk belanja esok hari.
" Biasa aja " jawab Ren enggan.
"Tumben kamu ngga ngajak Taksa kemari?"
Menanyakan kabar teman Ren, yang biasa mampir ke warungnya, namun hari ini tak tampak sama sekali.
" Ya jangan sering-sering ke sini juga Bu, percuma makan di sini juga ngga mau bayar, mending ngga usah kesini sekalian," sela Saka.
Ren yang kesal lantas menghentikan makannya lalu menarik kerah baju Kakaknya sambil berkata apa maksud dari perkataan Saka itu, sang Ibu yang lelah selalu melihat pertengkaran anaknya datang dan memohon kepada Ren untuk melepaskan cengkeramannya. Ren melepaskan sambil mendorong kasar sang Kakak.
"Temen gw makan disini selalu mau bayar, tapi Ibu yang nolak, maksud lu ngomong begitu apaan ha! " bentak Ren dengan nada amarah yang tak tertahan.
"Saka, Ren benar, Ibu sudah anggap Taksa anak ibu juga, lagian semenjak Ren berteman dengan Taksa, Ren selalu menyempatkan makan di rumah, ngga baik kamu bicara begitu terhadap teman Adikmu " bela sang Ibu.
Saka yang merasa pasti kalah berdebat dengan Ibunya memilih ke dapur untuk mengambil sayuran yang akan di masak esok hari.
"Ren maafkan Kakakmu, Ibu tahu kalau Kakakmu sangat perhatian sama kamu, dia cuma khawatir, sudah sebaiknya kamu mandi dan istirahat." perintah Ibu.
Ren hanya mendengus mendengar perkataan Ibunya tentang Saka yang mengkhawatirkannya.
Ren segera menaiki tangga menuju kamarnya yang di tempati bersama Saka, karena di rumah ini hanya ada 2 kamar terpaksa Ren harus berbagi kamar dengan kakaknya itu.
Ruang bawah sudah di sulap untuk warung makan ibunya dan dapur. Rumah yang amat sangat jauh berbeda ketika Ayah mereka masih ada. Walaupun rumah mereka dulu tidak mewah setidaknya lebih luas dari rumah sekarang, jauh lebih luas.
Ren berbaring menatap langit kamarnya, dan teringat kenangan terakhirnya bersama Kakak, dan sang Ayah. Mereka memancing bersama dengan perahu kecil, dan Ibu mereka menunggu di tepi dengan segala makanan buatannya.
Hidupnya langsung berubah 180 derajat, roda benar-benar berputar ke bawah, dia yang tadinya hidup berkecukupan sekarang bahkan harus meringis ketika melihat dompetnya yang sangat tipis.
Ibunya yang dulunya hanya ibu rumah tangga, sekarang harus banting tulang berjualan nasi untuk mencukupi kebutuhan ia dan sang Kakak.
Bahkan sekarang tak pernah sekali pun ia melihat sang Ibu berpakaian rapih dan berdandan. Walaupun dia merasa Ibunya tetaplah cantik tanpa harus berdandan.
Ren merasa tak berguna, di usia Ibunya yang sudah senja, seharusnya ia dan Kakaknya lah yang menghidupi sang Ibu. Ini malah sang ibu yang masih harus menghidupi ia dan Kakaknya. Hatinya meringis tak terasa bulir bening mengalir dari sudut matanya, membayangkan wajah sang Ibu.
"Napa lu, kesambet? " tukas Saka sambil berlalu mengambil handuk menuju kamar mandi.
Ren mengangkat ponselnya yang berdering, tertera nama seseorang di sana yang di panggil King.
"Halo bang? " Ren mendengarkan.
"Ren malem minggu ada yang mau ngajak lu tarung siap kagak lu? Taruhannya 20jt," ucap King sambil menghisap rokoknya.
Ren keluar kamar berdiri di balkon rumahnya sambil menyalakan rokok " Siapa lawannya bang, orang baru kah?"
"Anak buahnya si Deon "
"Dia tau motor gw kan? " Tanyanya, dia tau anak buah Deon rata2 memiliki motor yang jauh di atasnya.
Ren lantas mematikan panggilannya setelah orang yang di panggil King itu menjawab pertanyaannya.
Ren berpikir tidak biasanya Deon dan anak buahnya mau melirik balapan dengan geng motornya. Tapi dia tidak ambil pusing yang dia butuh kan hanya uang taruhannya yang lumayan besar.
.
.
.
Next.
Lanjut ke anggota terakhir Ren yaitu Nuna....
Saat itu malam hari, Ren, Taksa dan Liam sedang menyantap makan malam dengan menu nasi goreng pinggir jalan.
Ren memang tidak pernah menerima Liam jadi bagian teman atau kelompoknya, entah apa mereka ini sebuah kelompok, gumamnya dalam hati.
Tapi ia juga tidak menolak keberadaan Liam di dekatnya, walau pun terkadang dia sendiri heran kenapa dia tidak menolak Liam seperti awal pertemuan mereka dulu.
Seperti sekarang mereka selalu pergi bertiga, dan Liam yang selalu berceloteh tentang apa saja yang terjadi dengan dirinya setiap hari. Ren dan Taksa hanya mendengarkan saja ocehan anak itu.
Rasanya tak pernah habis bahan obrolan jika ada Liam.
Taksa pun senang karena kelompok mereka tak pernah sepi dari canda an Liam, walau kadang dia sendiri apes terkena pukulan atau pun bentakan dari Ren yang menurutnya sangat berisik itu.
.
.
" Sa, gw mo ikutan di tindik dong, kek kalian biar keliatan keren " Ucap Liam Sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Taksa langsung menoyor kepalanya sambil berujar "kagak usah aneh-aneh lu, mau di D.O dari kampus lu! "
Liam pun berpikir dan menjawab ketakutannya " Sebelum di D.O kayaknya bakalan di pasung duluan ma bokap gw dah "
Seketika nyalinya pun menciut membayangkan kemurkaan Ayahnya itu.
" Tau takut masih ngeyel lu " jawab Taksa sambil menyendok sisa nasi goreng di piringnya.
Ren yang diam saja mendengarkan obrolan keduanya pun mendadak seperti mendengar suara seorang perempuan yang sedang menangis.
" Heh! lu pada denger kagak ada suara cewek nangis? " tanya Ren sembari memasang lebih tajam Indera pendengarannya itu.
Liam yang ketakutan langsung memeluk erat lengan Taksa yang duduk di sebelahnya, sedangkan Ren duduk di hadapan mereka berdua.
Karena Liam berpikir ada hal mistis, dan Ia sendiri belum mendengar suara yang di dengar oleh Ren.
" Mba Kun kali nangis, ini kan malem Jum'at " seloroh Taksa sambil menenggak habis teh tawar di gelasnya.
Dan itu malah semakin membuat Liam yang sudah ketakutan semakin ketakutan, dan ia pun membenamkan wajahnya di bahu Taksa, dan Taksa yang merasa risi berusaha melepaskan pelukan Liam.
" Eh ogeb lepasin, ilah ini anak cemen banget dah ahh " ucap Taksa sedikit kesal atas kelakuan Liam.
" Abisnya lu ngomong begituan gw jadi tambah takut lah, ntar anter gw balik ya? " pintanya kepada Taksa, yang di balas toyoran di kepalanya.
Taksa pun menjawab " Dih ogah, balik ndiri sono, ati-ati, sering-sering tengok spion kali dia ngikut bonceng lu" Sambil tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Liam yang hampir menangis itu.
.
.
Tiba....tiba.....
Taksa dan Liam pun akhirnya mendengar suara seperti yang Ren dengar.
" Eh iya ada suara cewek nangis, suaranya kayak kagak jauh dari sini " Taksa sambil mengedarkan pandangannya di luar tenda itu.
Liam yang memang penakut sambil memegang tengkuknya pun bergidik ngeri " Hiiii.....tiba-tiba merinding nih gw."
" Liat yuk broo?.... Takut ada apa-apa ma tuh cewek " Ajak Taksa, karena Taksa yang mendengar suara tangis itu menerka jika suara itu tidak jauh dari tempat mereka.
" Lah kalo cewek, kalo mba Kun gimana? " sela Liam masih dengan khayalan mistisnya.
" Ntar gw suruh ngawinin lu! " ucap Taksa sambil menoyor lagi kepalanya.
Ren pun bangkit berjalan keluar di ikuti oleh mereka berdua, mereka berusaha menemukan asal suara perempuan itu.
Tibalah mereka di tempat asal suara tadi, mereka melihat ada seorang gadis dengan pakaian minimnya duduk di depan perapian di depan sebuah bangunan sedang menangis terisak.
Bangunan itu tak nampak seperti tempat tinggal, karena banyak ban-ban bekas dan coretan di seluruh dindingnya.
Saat mereka memperhatikan dengan seksama, di dalam bangunan tersebut ternyata ramai orang, bukan hanya gadis itu seorang diri.
" Tuh cewek apa kagak dingin ya? Pake baju begituan doang, gw aja yg pake jaket begini masih kedinginan " Liam merasa aneh melihat gadis dengan pakaian minim itu.
" Gw baru inget itu bukannya si Nuna, ponakannya Om Tisna? " Taksa merasa kenal dengan gadis itu.
Liam yang memang tidak tahu nama asli pemilik bengkel tempat tongkrongan mereka pun bingung " Siapa Om Tisna? " tanyanya.
" Elah, Om bengkel namanya Tisna " jawab Taksa sambil menggeseknya kedua telapak tangannya agar sedikit hangat. Dan Liam hanya ber oh ria.
Ren yang memasukkan kedua tangan kesaku jaketnya, seperti sedang mengingat-ingat gadis itu.
Dia memang pernah bertemu gadis itu saat di bengkel, hanya sekilas saja, Tidak pernah bertegur sapa dengannya.
Gadis yang selalu berpakaian seksi itu, terkadang memang datang ke bengkel sekedar memberi rantang yang berisi makanan dari rumahnya untuk sang Paman.
Tiba-tiba Taksa ingat bangunan apa ini" Ini markasnya si Deon kan? Tuh cewek kan, ceweknya si Deon."
Ren hanya menjawab dengan bergumam saja.
" Cantik " celetuk Liam, dan langsung mendapat tatapan sadis dari Ren dan Taksa.
" Why? Emang tuh cewek cantik kan? " Belanya yang memang merasa gadis di depan mereka memang cantik.
Ren dan Taksa kembali menatap bangunan itu, tak memedulikan celetukan Liam tadi. Dengan pikiran mereka masing-masing.
" Ngapa tuh cewek nangis ya? " gumam Liam.
Dan ia berniat hendak menghampiri gadis itu, memberinya jaket, karena menurut Liam gadis itu sepertinya juga kedinginan, terlihat dari dia yang menggosokkan kedua lengannya itu.
Taksa yang tahu jika Liam hendak menghampiri gadis itu pun meletakan telapak tangannya di dada Liam berusaha menghentikan langkah Liam " Mo ngapain lu! Cari mati dateng ke markas orang? Pa lagi mo deketin cewek ketua gengnya!!"
Liam yang memang tidak tahu menahu dengan genk Deon pun hanya pasrah mengikuti keinginan Taksa.
Walaupun hati kecilnya ia ingin sekali mendekati gadis itu, yang sepertinya sedang sedih dan kedinginan, Ia tak memungkiri hatinya berdegup saat menatap gadis itu.
Ren yang akan berbalik pergi meninggalkan markas Deon di buat terkejut oleh teriakan gadis itu.
" Ampun sayang, aku mohon, maaf in aku " Jeritnya sambil menahan sakit karena rambut panjangnya di jambak oleh kekasihnya itu.
Liam yang tak tega pun, akhirnya segera berlari menghampiri gadis itu dan kekasihnya.
Ren dan Taksa yang terkejut atas keberanian Liam itu masih mematung, dan memperhatikan dari tempat mereka saja.
" Bang lepas in bang kasihan ceweknya " ucap Liam sambil memegang tangan Deon yang menjambak gadis itu.
Deon yang kaget atas kehadiran Liam pun melepaskan cengkeramannya pada kekasihnya itu, dan menyeret tubuh kekasihnya ke belakang punggungnya " sapa lu? ada urusan apa lu kesini? Mo ganggu cewek gw ha! " menatap Liam dengan bengisnya.
Liam yang dasarnya memang penakut, makin ciut saja nyalinya mendengar bentakan Deon.
Sambil tergagap Liam pun menjawab " Ng—ngga Bang, gw cuma tadi liat cewek abang nangis, ngga tega aja bang, sumpah bang" sambil membentuk angka V dengan kedua jarinya.
" Halah banyak bacot lu! " Deon langsung menendang perut Liam.
Dan Liam pun jatuh terpental ke belakang, Nuna pun menjerit sambil berusaha menenangkan kekasihnya itu " Udah sayang ngga usah di ladeni, ayo kita masuk aja ke dalam " Rayunya.
Nuna berusaha memberi kode ke arah Liam agar segera pergi dari di sini dengan isyarat matanya.
Deon yang memang sedang emosi pun tak mengindahkan permohonan kekasihnya itu, dan malah menunjuk-nunjuk wajah Nuna dan kembali menjambaknya " Sapa dia? Selingkuhan lu kan! " berteriak.
Nuna yang merasa kekasihnya itu salah paham, berusaha menjelaskan, " Aku ngga kenal sayang, ampun, sakit, tolong lepas in" Sambil berusaha melepaskan tangan Deon dari rambutnya.
Liam yang melihat Nuna yang sangat kesakitan itu pun kembali mendekati sepasang kekasih itu dan memohon untuk melepaskan gadis itu.
" Bang, abang ini kan pacarnya, ngga kasihan apa bang, cewek abang udah kesakitan itu bang, rontok nanti rambutnya bang." Mohon Liam.
Deon yang murka pun kembali menghajar Liam, Liam yang memang tidak jago bela diri hanya berusaha melindungi wajahnya dari pukulan dan tendangan Deon.
Sedangkan Ren dan Taksa hanya melihat dari jauh kejadian itu. Taksa sebenarnya merasa tak tega melihat Liam yang di hajar oleh Deon tanpa bisa melawan itu.
Taksa pun melihat ke arah sahabatnya itu dan sepertinya Ren seakan tidak peduli dengan nasib teman mereka yang di hajar di depan mereka.
Dengan sedikit keberanian Taksa pun berujar " Ren, kita tolong in tuh bocah yuk, klo kagak, bisa mampus tuh bocah di hajar Deon." Dengan nada yang khawatir.
" Lu siap lawan anak buah Deon? gw kagak tau ada berapa orang di dalem sana " Menunjuk dengan dagunya.
" Bisa jadi kita semua mampus di habis in mereka, siap lu? "
menatap temannya dengan tatapan kelamnya.
Taksa pun berusaha menelan salivanya, Ia sendiri sebenarnya pun agak sedikit takut, dia tahu Deon dan anak buahnya itu sering berbuat onar di wilayah mereka, tapi Ia sendiri tak tega melihat rekan mereka di hajar, dan Ia hanya diam saja.
Akhirnya dengan mantap Taksa pun mengangguk menjawab pertanyaan Ren.
Di benaknya "Bagaimana nanti lah yang penting usaha dulu."
Dalam hati Ia pun berdoa agar Ia dan kawannya-kawannya bisa selamat malam ini.
Mereka akhirnya datang menghampiri Deon yang masih menghajar Liam.
Deon yang terkejut melihat Ren dan Taksa pun berhenti, dan menatap mereka berdua.
Taksa langsung menolong Liam yang tergeletak di tanah dan segera memapahnya.
Deon dengan tawanya " Lu Ren kan!" dengan seringainya.
"hemm...." jawab Ren.
" Jadi si culun ini anak buah lu? " menunjuk dengan dagunya.
dengan santai Ren menjawab " Gw kagak punya anak buah, dia temen gw."
Liam yang menahan sakit di perutnya, tersenyum bahagia, akhirnya Ren mengakui Ia sebagai temannya.
Walaupun Ia juga menggerutu di dalam hati kenapa mereka lama sekali menolongnya, setelah Ia merasa badannya remuk semua dan serasa hampir mati.
" Minggir lu, sini in tuh bocah, dia dah ganggu cewek gw."
" Lu yakin temen gw ganggu cewek lu? " sambil menyeringai.
" He! lu kira gw kagak tau, kalian itu biasa nongkrong di bengkel om cewek gw, apa lagi klo kagak ada rasa ma cewek gw " Tuduhnya.
Sambil berbalik dan menyeret Nuna agar merapat ke dirinya, dan menatap tamunya itu.
" Gw kagak ada urusan lagi di sini" Ren berbalik dan mendekat ke arah Taksa dan Liam.
Dan.....
Deon yang merasa tersinggung lantas menendang punggung Ren, Ren pun jatuh tersungkur ke depan, dan Nuna hanya menjerit sambil menutup mulutnya.
Ren segera bangkit dan balas menghajar Deon, saat mereka sedang bergulat, muncul lah anak buah Deon yang mendengar keributan di luar markas mereka.
Tapi belum sempat mereka menolong Bos mereka, sudah ada beberapa polisi yang menodongkan pistol ke arah mereka.
Mereka pun pasrah dan mengangkat tangan, dan para polisi pun menggiring mereka untuk naik dan di bawa ke kantor polisi.
Di kantor polisi mereka masih saling menendang, dan menyalahkan, hingga pak polisi menggebrak meja menyuruh mereka diam.
Satu persatu dari mereka di beri pertanyaan, untungnya mereka hanya di dakwa membuat keributan dan mengganggu warga sekitar.
Tapi malam ini mereka tetap harus tidur di kantor polisi, mereka boleh bebas setelah orang tua atau wali mereka menjemput esok hari.
Di dalam sel Liam pun ketakutan, Ia tidak bisa memejamkan mata. " Mati gw di hajar bokap gw besok " padahal badannya masih terasa sakit akibat pukulan Deon, dan Ia harus bersiap di hajar lagi oleh Ayahnya karena berurusan dengan pihak berwajib.
" Lagian lu sok-sokan, ini juga gegara lu vangke!!" Taksa sambil menoyor kepalnya.
Di seberang mereka, kelompok Deon pun tertawa sinis.
" Kalian selamat malem ini, gw pasti in bakal hajar kalian lagi nanti " ancamnya ke Ren dan kawan-kawannya.
" Kalian ini bisa diam ngga, dari tadi berisik saja, napi yang lain juga mau tidur, diam atau kalian menginap di sini lagi besok " Ancam polisi penjaga.
Dan mereka pun serentak menjawab tidak mau.
Ren memandang atap sel, membayangkan wajah sang ibu, yang pasti akan sangat khawatir, masih memikirkan wajah sang Ibu, Polisi penjaga tadi pun kembali ke sel mereka dan bertanya siapa yang bernama Ren, karena ada seorang ibu yang sedang mencarinya.
" Saya pak " Ren menjawab dengan mengangkat tangannya.
" Cepat, ibumu sudah menunggu." Sambil menutup pintu sel kembali.
" Wajah ibu kamu yang teduh bisa ya punya anak seberandal kamu " sinis Pak Polisi ke pada Ren.
Ren tak menjawab Ia hanya mengepalkan tinjunya saja.
Benar di ruang terima tamu tahanan sudah ada Ibu dan Kakaknya. Kakaknya seperti sedang menyemangati sang Ibu yang sedikit terisak itu.
Saat tatapan mereka bertemu mereka segera bangkit dan sang Ibu segera memegang tangan Ren." Kamu ngga papa Nak?" sambil terus mengelus pipi anaknya itu, matanya sudah berkaca kaca lagi.
Ren yang tahu Ibunya mengkhawatirkan dirinya itu pun segera memegang tangan ibunya " Aku baik-baik aja bu " sambil terus tersenyum.
" Ada apa sebenarnya Nak, kenapa mukamu lebam semua, apa kamu tawuran? " tanya ibunya sambil menangis.
" Aku cuma bantu temen bu, besok juga boleh pulang kan." Masih berusaha menenangkan sang Ibu.
" Bisa ngga sih sekali aja lu ngga buat kita khawatir!" Saka murka melihat begitu santainya sang Adik menjawab kekhawatiran sang Ibu.
Ia masih ingat betapa tergesa-gesanya sang Ibu untuk segera datang ke kantor polisi, setelah di beritahu jika Adiknya itu ditangkap pihak berwajib karena berbuat onar.
" Saka, harusnya kamu tanya kabar Adikmu!" bentak sang Ibu.
" Cih, bukanya dah biasa dia begini bu."
" Gw kagak nyuruh lu kemari" tantang Ren.
" Lu pikir gw bakal biarin ibu malem malem kesini sendirian!" Saka tak kalah garang menjawab Adiknya itu.
Mereka berdua pun bangkit, Ren yang di cengkeram kaosnya oleh Saka pun seperti pasrah jika akan di hajar oleh Kakaknya itu.
Tapi Polisi yang berjaga di situ pun melerai dan menyuruh Ibu dan Saka untuk pulang, dan menjemput esok pagi.
Ren pun kembali ke selnya.
.
.
.
Next
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!