"Jeni ! tunggu aku donk ! bisa pelan ga sih jalannya !" teriakku pada lelaki yang dari tadi berjalan didepanku tanpa sedikitpun menolehku.
"Hai, apa kau tidak mendengar ucapanku !" teriakku kembali bernada lebih tinggi. Kali ini disertai ayunan tepukan tangan kananku yang keras menuju pundaknya, tanda kekesalanku yang memuncak karena dari tadi diacuhkan.
"Aduh !" jeritnya. Seketika langkahnya pun terhenti, sambil meringis dia mengelus-elus pundaknya yang sakit.
"Akhirnya kau berhenti juga, beruang kutub." Bentakku sedikit melotot.
"Barusan kau bilang apa?"
"Apakah kau tidak mendengarkan teriakanku, Jeni ?" Ocehku dengan napas yang naik turun karena didera rasa cape setelah mengejarnya.
"Aku tidak mendengarnya." Balasnya sambil membersihkan telinga kanannya dengan telunjuk tangannya. Sikapnya itu membuat Frisilia merasa dipermainkan.
"Aku tidak menyangka kedua telingamu itu benar-benar sudah tuli bukankah lebih baik kau buang saja benda tak berguna itu !" teriak frisilia sambil memperlihatkan wajah penuh kesal.
"Ya Tuhan ingin rasanya diriku hidup tenang tanda ada kegaduhan dan gangguan bising dari mulut gadis ini. Lagian yah, punya kaki tuh banyak dilatih ! lamban banget. Kau memang pantas kupanggil putri siput. Lebih baik jalan yang cepat ! bukannya bikin keributan yang buat orang terganggu sama kicauanmu itu." Balasnya sambil membuang wajah kesal dan menghempas napas dengan kasar.
"Jadi selama ini kamu merasa terganggu olehku ?" protesku tidak mau mengalah.
"Kalau iya bagaimana ?'' sambil pasang muka datar.
Nyebelin banget nih anak.
Awas yah kalo Dateng ke rumah !
Aku jamin pintu ga akan terbuka untukmu.
Tahu rasa kamu.
"Baiklah mulai sekarang dan seterusnya kita berangkat masing-masing, ok !" gerutuku dan berjalan cepat meninggalkannya.
Jenipun berjalan pelan mengikutiku tanpa berkomentar sedikitpun atas ucapanku tadi. akupun meliriknya dengan tatapan sinis sambil mulut cemberut namun malah dibalas dengan sunggingan senyuman dari bibirnya.
Dasar kau lelaki menyebalkan. Gerutu ku.
"Kau bilang barusan kalo aku mengganggumu. Bukankah kau tak seharusnya mengikutiku ? dasar kau ini yah, beruang kutub. Pantas saja cuma aku saja cewek yang dekat sama kamu. Kamu itu udah suka bikin jengkel dan enek. Berhati dingin juga sangat menyebalkan tau !" gerutuku kembali sambil berjalan dan menggelengkan kepalaku.
"Hai putri siput ! apa kamu lupa atau pura pura lupa ? kamu tau sendiri kan jalan menuju sekolah cuma lewat jalan ini." Belanya.
Benar juga yang dia katakan, aduh aku salah memilih kata makian. bodoh banget sih kamu, Frisilia .
" Barusan kau bilang cuma kamu cewek satu-satunya yang deket sama aku. Jelaslah, gak ada satu cewekpun yang mau mendekat. Apakah kamu selama ini sama sekali tidak menyadarinya ? bukankah kamu tuh nempel terus sama aku, mirip bodyguarku saja. Sudah jelas kan gak bakalan ada cewek yang mau deket denganku." Belanya kembali sambil tertawa kecil.
Akhirnya kuputuskan untuk meneruskan langkahku tanpa menghiraukan ocehannya itu. Dengan semangat ku percepat langkahku, boleh dibilang setengah berlari itu menurut perasaanku. Dengan tujuan agar jarak antara kamu berjauhan.
Dengan langkah yang kurasa seolah 2x lipat dari langkah normalku yang serasa menguras seluruh tenagaku. Namun, kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Kulihat Jeni berjalan dengan santai bahkan jaraknya sangat dekat tepat dibelakangku.
Ini sungguh membuatku prustasi.
"Aduhh !" Jeritku keras. Saat tubuhku roboh terjatuh karena kaki kananku menginjak lubang besar ditrotoar yang kulewati.
Kejadian yang menimpaku sekarang karena kecerobohanku yang tak fokus melihat jalan didepanku. Mataku terus terfokus pada sosok lelaki dibelakangku.
"Kau tidak Apa-apa ?" dengan cepat, Jeni menghampiriku dan membantuku agar terbangun. Kemudian, membopongku menuju kursi ditepi jalan.
"Coba kulihat kakimu !" dengan cekatan, ia membuka kaos kaki dan sepatu kaki kananku. Karena bagian itu yang menjadi biang dari robohnya tubuhku. Jeni dengan teliti memeriksa jari-jari kakiku.
Aku hanya terdiam sambil melihatnya. Sikapnya itu seketika meluluhkan hatiku yang sedang marah. Dia hanya seorang sahabat lelakiku, yang terjalin semasa kami masih kecil. Jeni selalu memberi perhatian seperti kakak kandungku sendiri.
"Untunglah kakimu tidak apa-apa. Lain kali kalau jalan hati-hati ! bagaimana pergelangan kakimu ? apakah sakit ?" diapun sedikit memutar kaki kananku itu.
"Sakit..... !" jeritku manja.
Padahal, sebenarnya tidak sakit sedikitpun. Aku sengaja melakukannya dengan niat ingin mengerjainnya.
"Kalo sakit lebih baik kita pulang saja !'' Pintanya dengan memperlihatkan wajah cemas.
"Nggak ! lagian hari ini ada ulangan ." Tolakku.
"Apakah kau kuat berjalan ?" tanyanya sambil memandangku. Pandangannya yang tajam, seakan menusuk hatiku seperti sebuah anak panah yang terlempar dari busurnya tepat menikam ulu hatiku
Akupun menjawabnya dengan menggelengkan kepala.
"Baiklah aku akan menggendongmu."
Jeni memakaikan kembali kaos kaki dan sepatuku. Kemudian dia memunggungiku dan berjongkok, mempersilahkanku untuk naik ke punggungnya. Dengan bibir menyeringai penuh jail akupun menaiki punggungnya untuk digendong olehnya.
"Putri siput ! apakah selama ini kau kurang makan ?" celotehnya setelah melanjutkan langkahnya sambil menggendongku.
"Memangnya kenapa ?"
"Seingatku, tiap ku gendong. Berat badanmu masih segini aja." Ocehnya sambil menimbang- nimbang tubuhku dengan menaik turunkan tubuhku dalam gendongannya.
"Kau ini yah !( kupukul pelan dada kanannya ) Apakah kau tidak merasa bersalah padaku ? denger baik-baik dengan telingamu yang normal ini yah ! aku kurus karenamu. Tiap hari kau sering makan di rumahku dan selalu habiskan jatah makanku." Balasku dan kembali merangkulkan kedua lenganku diantara lehernya.
deg deg deg deg
Tiba-tiba, hawa panas menjalar ke seluruh tubuhku. Saat dadaku merapat dipunggung nya dan memicu jantungku berdetak keras dan berirama tak teratur.
Wahai jantungku yang sehat dan penunjang kehidupanku.
Berkompromilah denganku !
Aku mohon, jangan berdetak seperti ini !
Akupun langsung menegakkan tubuhku agar dadaku menjauh dari punggungnya. Karena merasa takut dia akan merasakannya.
"Salah sendiri kau selalu bukain pintu." Oceh baliknya polos, dia tidak menyadari diriku yang sedang dibuat takaruan karena bersentuhan dengannya.
"Lagian kamu itu kenapa sih? doyan banget makan di rumahku. Padahal kau memiliki seorang pembantu." Gerutuku, sambil memandang ke depan dan sedikit merenggangkan dadaku dari punggungnya. Aku menetralkan sikapku agar Jeni tidak mengetahui kecanggungan ku saat berada dalam gendongannya.
Tak lama terlihat dari kejauhan gerbang sekolah. Jeni masih memiliki tenaga tanpa mengeluh dia menggendongku.
"Aku menyukai makanan buatan ibumu." Jawabnya.
"Alasan. Bilang saja mau bikin keluargaku bangkrut. Kamu tuh harusnya tahu ! dengan bertambahnya satu perut di meja makan rumahku, itu akan mengakibatkan bertambah pula jatah dapur yang harus dikeluarkan ibuku." Candaku.
kamipun tertawa.
Akhirnya sang gerbang sekolah sudah didepan mata kami dan aku memutuskan untuk mengakhiri sandiwara ku.
"Tunggu sebentar ! turunkan aku disini saja !" pintaku dan menghentikan langkahnya. Namun, aku masih berada digendongannya karena dia tidak berniat menurunkanku.
"Kau bilang kakimu sakit. Apakah kau benar-benar sudah merasa baikkan ?" tanyanya masih berdiri tegak menggendongku.
"Kalau kau gendong aku sampai kelas, bisa-bisa seluruh murid disini menyoraki kita." Jawabku , akhirnya Jeni menurunkanku. Akupun berdiri tegap setelah kedua kakiku merapat dengan tanah sambil tersenyum licik.
satu dua tiga
"Aku tunggu di kelas, ya !" akupun berlari sambil melambaikan tangan yang mengacung di atas kepalaku menuju kelas. Membuat Jeni terperangah dan kaget sekaligus menyadari kalau dia telah dijahili olehku.
"Dasar kau putri siput jail. Ternyata kau mengerjainku. Awas ya !" diapun mengejarku yang berlari cepat dengan diiringi tawa riang.
Itu sepenggal cerita tentang kami. Cerita sepasang kaula muda yang berbeda genre terikat oleh sebuah jalinan persahabatan.
Aku bernama Frisilia Calista dan sahabat lelakiku Jeni Anggoro. Namun aku lebih senang memanggilnya dengan nama JENI.
Kami memiliki nama panggilan sendiri. Jeni selalu memanggilku putri siput, karena dia menilai diriku terlalu lamban. Lamban berjalan, lamban berlari dan lamban dari segalanya. Ia sih, aku mengakuinya bukan Jeni saja yang dibuat kesal oleh kelambananku terutama saat akan berpergian. Ibupun selalu dibuat kesal.
Akupun memanggil Jeni dengan panggilan beruang kutub. Karena sikapnya yang super dingin. Dia sangat susah untuk dekat dengan orang lain. Teramat cuek dan kaku. Sebenarnya banyak siswi yang menyukainya. Selain dia siswa berprestasi, wajah yang dia miliki sangat tampan.
Namun setiap siswi yang menyukainya, tidak pernah satupun mendapatkan balasan darinya. Kadang akupun selalu dibuat jengkel olehnya, karena akupun sering dicuekin olehnya. Namun, akulah gadis satu-satunya yang bertahan dengan semua sifatnya itu.
Kami mulai saling kenal saat usia kami 9 tahun. Saat itu, kami masih bersekolah tingkat dasar. Dia datang ke sekolah sebagai siswa pindahan. Tak banyak yang menjadi temannya, bahkan bisa dibilang gak ada. Dia selalu menutup diri dan senang menyendiri. Akulah, salah satu siswi yang berani dan tidak menyerah. Walaupun berkali-kali menerima penolakan darinya. Saat ku coba berusaha untuk lebih dekat dengannya.
Jalanku, dipermudah karena rumah kami berdekatan. Hingga kami sering pulang bareng. Lama-lama hati yang beku itu luluh, diapun mulai menerimaku. Menjadi sahabatnya, sampai saat ini.
Hanya sahabat nya saja.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya🤗
simak terus ya kelanjutannya😊
Jangan lupa dukung author lewat like, vote, coment terbaik dan Rate boomnya😊☺️
" Hallo cantik ... " Terdengar sapaan dari mulut Bily. Salah satu siswa yang enggak banget aku suka, dia menghampiriku dengan gaya sok nya.
Ya ampun ! coba deh sehari aja aku gak ketemu sama dia .
Bikin gak mood banget nih orang.
Akupun membalas sapaanya dengan senyuman memaksa. Kalau saja dia bukan anak pemilik perusahaan tempat ayahku bekerja, tak sudi rasanya memasang wajah manis walaupun hanya sekali.
"Dimana bodyguarmu itu ? tumben nggak ngekorin ." Celanya sambil menengok ke arah kanan kiri untuk mencari satu sosok lelaki yang tak lain Jeni.
Akupun menjawabnya dengan mengangkat kedua bahuku. Rasa malas menghampiriku untuk meladeninya, membelenguku semenjak dia berdiri tepat didepanku. Sejujurnya, aku tidak menyukainya karena sifat sombong dan playboynya.
Dia sangat populer karena memiliki wajah yang tampan didukung pula terlahir sebagai anak orang kaya. Cewek belahan bumi mana yang akan menolaknya. Sepertinya, hanya aku saja yang selalu menghindarinya dan kurang simpati padanya.
"Hai.... !" sapa temannya yang dari tadi berjalan dibelakangnya, sambil melambaikan tangannya so akrab.
Apa lagi ini ? mereka benar-benar nyebalin banget.
"Bos...Jadi cewek cantik ini yang sering bos ceritain ? yang meluluh lantahkan hati dan membuat bosku tergila-gila." Ceplos temannya itu. Kulihat Bily menyikut perutnya.
"Aduh ! sakit bos !" jeritnya pelan sambil meringis dan memegang perutnya.
"Sejak bertemu di acara garden party 3 bulan yang lalu, di acara kantor ayahku. Dan ku tau, kau putri Pak Darma. Direktur kepercayaan ayahku. Aku mulai tertarik dan selalu memperhatikanmu." Rayunya dan semakin mendekatiku.
Aku memundurkan badan berharap dia mengerti untuk tidak terlalu dekat denganku. Iapun menghentikan langkahnya, kemudian membuang muka sambil tersenyum kesal. Mungkin ia mengerti atau dia merasa kecewa akan sikapku yang kurang baik padanya.
"Kau terlalu berlebihan Bily. Aku tidak pantas mendapatkan perhatian lebih darimu. Aku rasa kau salah memilih. Lihat baik-baik diriku ! tidak ada satupun yang istimewa dariku. Bahkan, kalo dibandingkan dengan para gadismu. Sangat jauh berbeda. Aku tidak memiliki salah satu tipe dari semua cewek yang pernah jadi kekasihmu." Elakku sambil tersenyum kecut.
Bily tiba-tiba tertawa dan akupun semakin geram dibuatnya.
"Itulah yang aku suka darimu. Kau harus tahu ! selain kau memiliki wajah yang cantik. Kau salah satu wanita yang selama ini aku cari. Kau harus tau ! sejak pertama aku berjumpa denganmu. Dimataku kau wanita istimewa, berbeda, menarik dan membuatku penasaran. Aku berharap dimasa depan memilikimu sebagai pendamping hidupku." Ucapnya kembali.
Kulihat temannya spontan menutup mulutnya. Entah ia tak percaya mendengarnya. Entah mengagumi gombalannya yang sering ia dengar sebagai kacungnya selama ini.
Ya ampun rasanya aku ingin muntah mendengarnya. Ingin rasanya ku membuang muntahanku tepat kemukanya. Untuk kesekian kalinya aku dibuat mual mendengarnya.
"Mengingat beberapa bulan lagi kita akan keluar dari sini dan besar kemungkinan melanjutkan ke kampus pilihan masing-masing. Aku yakin, akan banyak lagi wanita cantik yang kau temui. Aku tidak yakin kau akan ingat kata-katamu barusan." Celotehku, sambil membuang muka menahan rasa kesal mendengar rayuan gombalnya yang terlalu basi.
"Frisilia Calista. Kau harus ingat ! mulai sekarang, aku menandaimu dan kau milikku hanya untukku. Aku akan buktikan perkataanku." Bisiknya tiba-tiba, tepat di telinga kiriku kemudian dia melangkah pergi meninggalkanku.
"Apa-apaan sihh..!?" jeritku sambil menggebrak kaki kananku dan berbalik melihatnya dengan tatapan kesal.
Bily berjalan tanpa menolehku dan tersenyum puas. Tepat dihadapannya, Jeni berjalan menuju ke arahku. Mereka sama-sama menghentikan langkah dan saling memandang. Bilypun diikuti temannya melanjutkan langkahnya dengan melempar senyuman sinis. Dan Jenipun menghampiriku dengan wajah tak suka.
"Apa lelaki brengsek itu mengganggumu lagi? " tanyanya dan menyodorkan se-cup jus stowberi dingin kesukaanku.
Akupun dengan cepat menerimanya dan langsung menyedotnya. Rasa hausku begitu kuat setelah bertegur sapa dengan Bily, lelaki perayu itu.
"Apakah dia mengganggumu?" tanyanya lagi.
" Hmmm.. ." Jawabku sambil mengangguk masih tidak rela melepaskan mulutku untuk menyedot sampai habis jus itu.
Jeni berdiri dengan sabar menunggu jawabanku dan sekarang terlihat ada kekesalan diwajahnya.
"Aah, akhirnya lenyap sudah rasa hausku." Celotehku, setelah mengakhiri sedotanku hingga titik air penghabisan. Akupun tersenyum manis, sambil melihat wajah kesal yang sekarang berada dihadapanku. Berharap sikapku itu bisa mencairkan suasana.
"Sebenarnya, aku malas untuk membahasnya." Gerutuku sambil memasang bibir yang cemberut.
"Katakan apa yang ia ucapkan tanpa sedikitpun yang terlewat ! " perintahnya, sangat serius diiringi tatapan tajam dan menusuk.
Ya ampun kau sahabatku apa pacarku sih ?reaksinya gitu banget.
"Seperti biasa dia merayuku. Kaupun tahu bukan playboy macam dia ?"
Jeni masih terdiam dan menatapku dengan tatapan tajam. Dia belum puas dengan penjelasanku, tatapannya masih sangat tajam. Mengisyaratkan agar aku menceritakannya dengan terperinci.
"Baiklah akan aku ceritakan. Dia merayuku, katanya aku wanita istimewa, berbeda, menarik dan membuat dia penasaran. Bagiku rayuannya itu sangat menyebalkan. Perayu itu bahkan mengatakan bahwa dimasa depan, dia akan menjadikanku sebagai pendampingnya. Siapa lagi yang mau sama dia, amit-amit deh !" ceritaku sambil bergidik.
Jenipun, melangkah meninggalkanku tanpa komentar sepatah katapun seusai mendengar penjelasanku.
"lagi-lagi suka marah tanpa alasan. Memangnya aku yang nyamperin lelaki berengsek itu. Jelas-jelas lelaki itu yang menghampiriku dan merayuku." Gerutuku pelan, sambil memasang bibir cemberut mengikuti langkahnya dari belakang.
"Makanya, kalau udah liat dia. Menghindar kek..! gitu saja ga bisa ." Ocehnya sambil tetap berjalan mengacuhkanku.
Aku kaget ternyata dia mendengarnya.
"Memangnya, salah apa aku harus menghindar darinya ?" protesku tak terima masih memasang bibir cemberut.
Langkah Jeni, tiba-tiba berhenti dan akupun yang berjalan sambil menunduk mengikutinya tak mampu menghentikan langkahku, kamipun bertabrakan.
Karena Jeni berhenti dan langsung memutar tubuhnya ke arahku, bukan tubuh kami saja yang bertabrakan. Tapi dahiku pun berhasil tercium oleh bibirnya. Namun ciuman yang menyakitkan.
"Aduh sakit ! kenapa sih berhenti tiba-tiba ?" protesku sambil mengelus dahiku yang terasa sakit.
"Jidatmu itu yang kepedean. Pake bilang salah apa harus menghindarinya. Apakah diotak kecilmu itu, memang berharap disapa dan dirayu si berengsek itu ?" celanya dan menekan pelan dahiku yang memerah karena benturan itu.
"Asal kau tahu, ya ! kau memang beruang kutub yang super menyebalkan. Kalau boleh memilih, jangankan berbicara dengannya. Bertegur sapapun, aku tak sudi. Kalo saja ayahku tidak bekerja di perusahaan ayahnya, dari dulu sudah ku maki-maki habis dia. Saat terlontar rayuan basi dari mulutnya itu. Bila perlu ku robek sekalian mulutnya.'' Terangku dengan nada tinggi, sebagai ungkapan tak terima dari ucapannya sambil memandangnya penuh amarah.
Jeni masih diam membisu dan memandangku datar. Namun tatapan penuh kesal itu seakan sirna. Aku mengenalnya dengan baik saat dia marah, jengkel, kesal dan bahagia.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu, spontan ku raih kedua pipinya dan kutarik dengan kedua telapak tanganku. Hingga wajah kami sangat dekat. mata kamipun beradu tatap dengan jarak hanya berapa cm.
"Coba perhatikan wajahku dengan seksama Jeni ! aku bertanya padamu karena kau sudah mengenalku sejak kecil. Aku harap kau tidak berbohong ! apakah benar ? aku terlihat cantik dan istimewa ?"
kamipun saling menatap, semakin lama rasanya semakin menusuk. Hingga memicu jantungku untuk berdetak sangat cepat dan memberi reaksi getaran yang berbeda ke tubuhku. Sepertinya ada hawa panas yang membakar wajahku.
Perasaan apa ini ?
Perasaan aneh dan tak bisa aku bendung saat menatap matanya.
Jeni dengan cepat membuang muka dan melepaskan tarikan pipinya dari tanganku. Kamipun tiba-tiba bertingkah serba salah.
"Wajahmu merah seperti kepiting rebus. Mana bisa dibilang cantik ." Selanya sambil tersenyum dan pergi meninggalkanku.
"Hai.... ! Dasar kau !" jeritku, namun tak dia hiraukan.
Apakah wajahku benar-benar merah seperti yang ia katakan ? habislah aku.
Akupun berlari ke toilet karena hanya disanalah ku temukan cermin.
"Aah, tidak ! ternyata dia berkata benar." Jeritku, sambil melihat wajahku yang masih memerah.
Sebenarnya perasaan apa ini ?
Tidak mungkin aku menyukainya. Itu mustahil. Dia sudah ku anggap sebagai sahabatku, tak lebih.
"Tidakk ! sadarlah, Frisilia !
aku tidak boleh memiliki perasaan lain padanya !'' ocehku dan menepuk-nepuk kedua pipiku.
Benih-benih cinta mulai tumbuh berkembang dihati, Frisilia nih.
Bagaimana dengan JENI ?
Habis baca jangan lupa like and votenya yah😊
"Sebenarnya apa yang sedang menimpa hatiku ?" gumamku, sambil memandang gambaran diri di cermin.
Kemudian, kulanjutkan menyisir rambutku dengan fikiran yang tidak karuan. Akupun larut dalam lamunan.
Aku bingung dengan perasaan ini.
Apakah aku mulai menyukainya ?
Akhir-akhir ini aku merasa canggung saat bertemu dengannya.
Akupun selalu merasakan debaran jantungku yang tak menentu saat kami saling bertatapan.
Tidak Frisilia !
Jangan begitu !
Dia lelaki yang sudah ku anggap sebagai sahabatku, hubungan kami tak lebih dari ikatan itu.
Aku tidak ingin perasaan aneh ini akan merubah segalanya.
Keakraban kami yang selama ini terjalin dan begitu menyenangkan akan hancur seketika hanya karena perasaan yang aneh ini
Tanpa kusadari, saat ku terlena dalam pandangan kosong dan lamunan yang tak karuan dengan cermin didepanku dan sisir yang mengait berkali-kali meluruskan rambutku. Tak sadar pula aku berkicau sendirian didepan cermin itu, kemudian meletakkan kedua tanganku didada sebagai bentuk perwujudan expresi dalam hatiku disertai peragaan dari bibir dan mata. Namun, tiba - tiba pintu kamar terbuka. Jeni melongo dan tampak wajahnya sambil tersenyum, dia melihat tingkahku itu. Kedatangannya membuatku kaget sekaligus malu.
"Aah ! Kau benar-benar mengagetkanku, Jeni !" Jeritku sambil terperanjat.
"Sikapmu hari ini terlihat sangat aneh ?'' Kicaunya sambil cuek memasuki kamar.
"Dasar kau ini lelaki yang tidak peka. Harusnya, sebelum masuk ketuk pintu dulu !Kedatanganmu tanpa permisi bikin aku kaget saja." Gerutuku kesal.
"Kau tampak aneh ? aku jadi curiga. Jangan-jangan ada yang kau sembunyikan ?tidak biasanya kau bereaksi berlebihan seperti ini." Elaknya.
Jeni menengok ke arah kanan dan kiri, kemudian memutarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar dengan teliti.
"Apaan sih ? lagian orang yang berani masuk tanpa permisi tuh kamu. Hilangkan semua sangkaan burukmu itu ! kau tau sendiri, bukankah pemilik kamar ini seorang gadis ? coba kau bayangkan ! seandainya kau masuk dan aku sedang berganti pakaian. Apa yang akan terjadi ? rasanya tidak mengenakan kalo hal itu terjadi. Kau harus ingat bahwa kau seorang lelaki." Terangku penuh penekanan.
''Baiklah, mulai sekarang aku akan mengetuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar ini." Jawabnya kemudian duduk dikasurku yang bersih, rapih dan suci.
Lagi dan lagi kasur kesayanganku ternodai oleh lelaki itu.
Malang sekali kau.
Akupun membuang napasku pasrah sambil meliriknya. Dia dengan cuek merebahkan tubuhnya, kedua tangannya dia jadikan bantal. Terlihat dia mulai memejamkan matanya. Itu yang sering dia lakukan saat berada di kamarku. Malangnya diriku, belum bersuami tapi seluruh isi kamar ini ternodai olehnya.
"Rasa ngantuk selalu datang saat tubuhku merebah dikasur ini. Sangat nyaman sekali." Gumamnya, sambil menggeliat nyaman dengan tetap memejamkan matanya.
"Kau ini yah ! kenyamananmu merupakan ancaman bagiku. Ayo cepat bangun ! aku tidak ingin terusir dari kamarku malam ini. Karena kau tertidur pulas." Elakku sambil duduk disampingnya kemudian menepuk-nepuk pelan pahanya. Agar ia bangkit dari kasurku.
"Berbaik hatilah, nona ! biarkan aku terlelap untuk sesaat saja !" pintanya dengan mata masih terpejam.
Akupun terdiam, kemudian perlahan memandangi wajahnya sangat dekat. Kini baru ku sadari ternyata dia memiliki wajah tampan. Selama bersamanya, aku tidak menyadarinya. Garis mukanya yang sempurna mempertampan wajahnya, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang menggoda.
Setelah ku memandangnya lebih dalam, dia seperti makhluk sempurna yang Tuhan ciptakan. Namun, pemandangan yang mengenakan itu berakhir. Saat dia membuka matanya, mata kami saling beradu sangat lama. Saat ku tersadar dengan terburu-buru aku berdiri, kemudian melangkah pergi untuk melarikan diri dari rasa malu. Ku raih kursi meja belajarku dan duduk disana dengan posisi membelakanginya.
"Aku baru ingat. Kenapa kau tadi pulang sekolah meninggalkanku ? kau pulang sendirian begitu saja tanpa memberitahuku. Aku kira kau diculik." Tanyanya. Kulihat dari cermin dia terbangun memandang ke arahku yang memunggunginya.
Aku sengaja duduk di kursi itu, agar tidak bertatap muka dengannya. Akupun berpura-pura sibuk, merapikan meja belajar. Padahal sebetulnya sudah rapih. Ku lakukan itu, agar dia tidak curiga kalau aku sekarang sedang merasa canggung bila berhadapan dengannya.
"Maaf, tadi aku terburu-buru pulang. Karena ada urusan yang mendesak yang hanya wanita alami. Kaupun pasti tau."
"Ini sangat aneh. Tak seperti biasanya, mengingat kau tak sungkan menyuruhku untuk membeli pembalut wanita. Padahal itu sangat memalukan.'' Celotehnya.
Diapun terdiam sesaat seperti sedang membayangkan dirinya saat membeli alat kebutuhan bulanan wanitaku itu. Hingga dia hapal merk dan jenisnya.
Aku baru menyadari selama ini selalu menyuruhnya untuk membeli pembalut. Aku tidak pernah berfikir atau peduli akan perasaannya. Padahal, tidak semua barang layak lelaki beli seorang diri. Sialnya, pada saat datang bulanku tiba dan dalam keadaan mendesak pasti sedang bersamanya. Awalnya dia menolak, tapi karena keseringan dia seolah terbiasa. Padahal dipastikan dia cukup mengerahkan hati dan perasaannya untuk membuang rasa malu dan canggung. Pada saat membawa barang itu ke meja kasir.
"Kau ini. Bisakah sekali ini kau biarkan aku menjadi temanmu yang tidak membuatmu malu ! lagian akhir-akhir ini aku berfikir, aku sudah keterlaluan menyuruhmu untuk membeli itu.'' Belaku dengan kesal. Kemudian memutar badan mengarah padanya.
Dia malah membalas ucapanku dengan tatapan tajam. Tatapan kamipun kembali saling beradu. Dan untuk kesekian kalinya jantungku berdebar kencang, seakan aliran listrik datang menyerang tubuhku. Akupun spontan membuang muka untuk mengalihkan pandangannya.
" Aah ! aku ingin meluruskan kecanggungan ini !'' teriakku prustasi.
"Sudah kuduga .'' Responnya. Sambil tersenyum dan terdiam, seperti menunggu penjelasanku. Sikapnya itu semakin membuatku jadi serba salah.
"Kau...kau ! Jangan berfikir aneh !" Ucapku sedikit terbata-bata.
" Maksudmu? aku tidak mengerti ?" responnya kembali, sambil mengelus-elus dagunya seperti biasa dia selalu mempermainkanku dengan tujuan memancing kejujuranku.
Kenapa saat ini dia terlihat makin tampan ?
Kau makin tampak mempesona Jeni.
Frisilia sadarlah !
Jangan terbuai oleh tatapan matamu !Pandangan hasil pesonanya akan memporak-porandakkan kewarasanmu !
Akupun menyadarkan diri sambil menggeleng-gelengkan kepala berkali-kali. Tanpa ku sadari aku meneguk air liurku sendiri sebagai reaksi kecanggunganku. Dia malah tidak lepas menatapku. Keadaan ini sangat membuatku semakin prustasi.
"Baiklah ! Ini tentang kejadian tadi siang disekolah." Terangku lantang tanpa melihatnya.
"Maksudmu? kepiting rebus?" celanya tiba-tiba dengan diiringi senyuman jail.
"Hentikan ! kau jangan pernah lagi mengatakan itu dihadapanku ! aku tidak suka mendengarnya ! " jeritku sambil mengambil boneka yang tergeletak dimeja. Kemudian melemparkannya ke arah Jeni, namun lelaki itu berhasil mengelak.
"Jadi karena itu kau meninggalkanku ? karena itu juga kau mengacuhkanku dari tadi ?" tebaknya.
Aku terdiam karena tak bisa memberi jawaban. Kulihat Jeni berjalan ke arahku, dia jongkok tepat di hadapanku. Kemudian memandangku dalam dan seksama. Tatapan kami lagi-lagi beradu.
"Dengar, putri siput ! sejak kapan fikiran aneh itu hinggap diotakmu ? " sambil menyentil pelan dahiku yang tadi terkena tragedi.
" Sakit, tau !" jeritku sambil memegang dahiku yang tak berdosa ini.
" Ingatlah ! dimataku, kau wanita satu-satunya yang selalu ku rindukan. Aku akan selalu berusaha melindungimu. Aku menyayangimu melebihi dari adikku sendiri. Walaupun aku tak memiliki adik kandung." Lanjutnya pelan dan salah satu tangannya mengusap pipi kananku.
Seketika hatiku serasa terhempas. Ternyata selama ini diriku terbawa oleh perasaan. Aku terlalu percaya diri, dan salah sangka kalau Jeni bisa manganggap diriku sebagai seorang wanita yang bisa dia jadikan kekasihnya. Rasa suka yang tiba-tiba datang menghampiriku, mungkin karena ketergantunganku padanya.
Aku tidak bisa seharipun tak bertemu dirinya. Kebersamaan kami sejak lama membuatku tidak bisa jauh darinya. Akhirnya rasa sukaku bertepuk sebelah tangan, tanpa mengungkapkan pun sudah mendapatkan penolakan.
Betapa malangnya nasib cinta pertamaku.
"Kalo begitu aku pulang sekarang. Sudah malam dan tidurlah! Jangan bergadang!" Diapun berdiri dan melangkahkan kaki menuju pintu.
"Jeni. Terimakasih kau selalu menemaniku selama ini. Maafkan aku selalu menyusahkanmu! Harus ku akui, kau memang sahabatku yang terbaik." Celotehku sambil mengacungkan jempol dengan diiringi senyuman.
Diapun membalasnya dengan senyuman pula. Kemudian pergi keluar meninggalkanku yang tiba-tiba merasa hampa.
"Baiklah, Frisilia ! kini sudah terjawab. Aku harus mengubur perasaan ini. Dan mengembalikan keadaan seperti semula. Itu akan lebih baik bagiku dan dia." Gumamku.
Cinta pertamaku yang tak tepat sasaran. Aku telah salah memilih orang yang kusuka. Tak seharusnya ku menodai persahabatan kami dengan perasaan itu.
Mungkin tiba waktunya, akan ku dapatkan lelaki pujaanku, yang akan menjadi kekasih hatiku. Tiba-tiba aku merasa sedikit, tak rela rasanya. Kelak Jeni memiliki kekasih pula.
Jeni melangkahkan kakinya keluar rumahku, setelah berpamitan pada ayah dan ibuku. Dia kembali memandang sebuah jendela yang tak lain jendela kamarku. Dia tersenyum, entah apa yang ia fikirkan ?
Diapun mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor.
Putri siput cantikku
Diapun mengetik,
Hai..kepiting rebus !
Jangan lupa cuci mukamu agar besok-besok aku tidak melihatnya lagi
Tak lama setelah dia mengirimkan pesan itu. Terdengar jeritan serta makian yang ia sangat kenali.
"Dasar kau, beruang kutub sialan ! awas kau!"
Jenipun tertawa kecil, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya. Jarak rumah kami berdekatan. Diapun berjalan sambil menunduk, rasa sepi dan hampa tiba-tiba menghampiri. Iapun memiliki perasaan yang sama, perasaan yang membuatnya tidak mengerti. Iapun menggeleng-gelengkan kepala untuk menyadarkannya dari fikiran yang aneh.
Saat langkahnya sampai didepan pagar rumahnya. Dia melihat seseorang berdiri menyambutnya. Seseorang yang ia kenal dan jarang ia temui.
'' Ibu ?'' Ucapnya pelan.
Benarkah cinta pertamanya salah sasaran?
Jangan lupa like,vote, coment terbaik and boom rate nya yahh🤗🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!