NovelToon NovelToon

Pendekar Dewa Abadi

Sejarah

Sudah bukan rahasia lagi perseteruan antara aliran hitam dan putih, bahkan sampai harus mengorbankan manusia biasa dan desa-desa kecil.

Sejarah pernah mencatat, sebuah tragedi di mana kekacauan besar terjadi, kala itu sekte aliran hitam bergerak secara besar-besaran, mereka gabungan semua aliran hitam dari yang besar sampai yang kecil.

Menaklukkan setiap sekte aliran netral dan putih, kecil serta menengah. Mereka akan diberi penawaran terlebih dahulu, jika mereka menyerah dan mau bergabung mereka akan selamat. Namun sebaliknya kalau mereka menolak maka akan dimusnahkan.

Tidak sedikit yang menyatakan untuk bergabung, sehingga kekuatan aliran hitam semakin besar.

Kekuatan gabungan aliran hitam sudah sangat besar, dan akhirnya mereka melakukan penyerangan terhadap sekte besar aliran putih. Satu demi satu sekte-sekte besar aliran putih binasa, setiap desa dan kota yang mereka lewati akan dihancurkan tanpa peduli orang tua, anak-anak, ibu hamil, bahkan bayi yang baru lahir juga dibunuh.

Akhirnya sekte aliran putih binasa dan sekte aliran hitam yang berkuasa.

Para pendekar sekte aliran putih yang selamat memilih menyelamatkan diri dan bergerak secara diam-diam demi mendidik dan mencari generasi selanjutnya.

Harapannya agar suatu hari masih ada yang bisa membangun kembali aliran putih dan menjadi penerus dari sekte aliran putih yang sudah binasa.

Di dalam hutan ada sebuah sekte kecil yang masih berdiri. Sekte ini adalah sekte aliran netral tapi lebih condong ke aliran putih.

Sangking kecilnya sekte ini sampai tidak ada di daftar sekte-sekte kecil lainnya.

Datanglah anggota mata-mata musuh mengetahui keberadaan mereka, dan menyampaikan terhadap pemimpin sekte hitam.

Para pemimpin yang mengetahui itu hanya mengirim lima sekte kecil untuk menaklukkan sekte itu.

Setelah tiga minggu, kelima sekte yang dikirim musnah tak tersisa, akhirnya mereka semua bergerak menuju ke lokasi.

Mereka menggempur sekte kecil tersebut sampai hampir musnah.

“Hem...! Kalian sekte aliran hitam berani mengusik tempat yang sudah aku bangun selama ribuan tahun!"

Seruan suara yang terdengar berwibawa namun memberikan tekanan yang amat kuat hingga hampir 800.000 pasukan itu mati, dan hanya tersisa dua puluh sembilan pemimpin dan jagoan terkuat.

“Suara siapa itu? Kenapa auranya begitu kuat!" seru salah satu jagoan.

“Heh..! Omong kosong! Ribuan tahun tapi masih jadi sekte kecil!" seru yang lain.

Seketika itu muncul dari langit seorang yang sepuh dengan memancarkan kekuatan yang sangat besar.

“Aaa..a..apa ap..an orang itu..!" sambil menahan tekanan mereka berseru, tapi nafas mereka semua sesak dan hampir tak dapat bicara.

Pria sepuh itu turun secara perlahan, namun begitu dia menginjakkan kakinya ke tanah serasa bumi berguncang, dia memandang semua musuhnya dengan tatapan dingin.

“Kalian sudah menghancurkan tempatku, jadi jangan bermimpi untuk pulang..!" Suara yang menekan membuat mereka berkeringat.

“Ini.. ini nyata? Kekuatan Alam Dewa sungguh ada?" seru salah satu pemimpin.

“Pemimpin, apa itu kekuatan Alam Dewa?" tanya pria di sampingnya kemudian tetua itu menjelaskannya.

Kekuatan Alam Dewa adalah kekuatan terkuat saat ini, tapi itu hanya legenda. Dikatakan siapa saja yang memiliki kekuatan Alam Dewa, maka dialah yang akan menjadi pendekar nomor satu.

Akan tetapi untuk menjadi pendekar Alam Dewa butuh latihan yang tidak sebentar, setidaknya 700 atau 1000 tahun untuk bisa menjadi pendekar Alam Dewa.

“Jadi di atas puncak pendekar Alam Tingkat 3 masih ada lagi?" tanya salah satu dari mereka, semua jelas tidak percaya, namun kenyataannya mereka sudah melihatnya.

“Sepertinya sulit bagi kita untuk kembali, mau tidak mau kita harus mengalahkannya. Kita semua sudah berada di pendekar Alam. Dia tidak mungkin sanggup menahan kita seorang diri. Seorang pendekar Alam Dewa melawan 29 pendekar Alam," kata pemimpin itu walaupun agak ragu.

“Pemimpin, benar kalau kita lari dan dia masih hidup, besar kemungkinan dia akan mencari kita...!" orang paling samping menggelengkan kepala.

“Pendekar Alam Dewa, aku rasa pantas mampu menghabisi hampir 800.000 pasukan hanya dengan aura dan suara, kekuatan yang mengerikan. Ayo kita serang!" mereka semua maju ke depan, biar pun merasa kecil kemungkinan untuk menang.

Di satu sisi pria sepuh menggelengkan kepala. Dia menatap langit lalu teringat saat melakukan latihan tertutup.

“Manusia kamu sudah mencapai kekuatan Alam Dewa, tapi kamu tidak akan mampu menembus kekuatan yang berikutnya," seru salah satu bayangan yang sangat terang menyilaukan.

Saat melakukan latihan tertutup, pria sepuh itu kedatangan sosok yang sangat bercahaya, tapi dia tidak merasakan aura kekuatannya seakan-akan itu cuma tubuh bayangannya saja.

“Eh, masih ada kekuatan di atas alam dewa..?" pria sepuh itu kaget setelah mengetahui itu.

Tidak dibayangkan sebelumnya bahwa kekuatan alam dewa sangat dahsyat, dia tidak menduga masih ada yang lebih tinggi.

“Benar..!" sosok itu membenarkannya.

“Suatu saat akan ada dari satu manusia yang akan mencapai tingkat itu. Maka disaat itu kamu harus meninggalkan seluruh pengetahuanmu ke dalam sebuah catatan," gumam sosok tersebut.

Pria sepuh itu bingung. “Catatan...? Apa maksudnya saya tidak mengerti?"

“Catatlah dalam sebuah buku, tentang bagaimana cara untuk mencapai tingkatan menuju Alam Dewa, dan jelaskan bahwa ada kekuatan setelah kekuatan Alam Dewa, yaitu kekuatan Dewa Abadi. Saat itu, aku akan menjaga buku itu agar nanti bisa langsung jatuh ke tangan orang yang dimaksud, entah butuh berapa puluh ribu tahun lagi aku bisa menemukan orang itu."

Pria sepuh mendengarkan dengan detail, dan melakukan apa yang sudah dikatakan oleh sosok itu. Dia sadar kalau sosok itu berkata demikian berarti dirinya kemungkinan akan meninggal.

Pria sepuh itu kembali menatap 29 pendekar yang menyerangnya. “Setidaknya aku sudah meninggalkan catatan untuk masa depan,"

Sambil tersenyum, lalu dia mengalirkan seluruh energinya, sehingga langit menjadi gelap dan petir menyambar ke berbagai arah, bumi bergetar, angin sangat kencang seakan akan bakal ada bencana besar.

“Apa..! Jadi seperti ini kekuatan Alam dewa..!" mereka sulit menerima tekanan aura yang dipancarkan.

Dan akhirnya pertempuran pun terjadi sangat sengit. Biarpun lawan mereka hanya satu orang, namun mereka 29 orang berkekuatan pendekar Alam, dan sangat sulit untuk mengalahkannya.

Pertarungan yang sangat sengit terjadi hingga 17 hari. Satu persatu dari 29 pendekar aliran hitam tewas hingga tersisa 2 orang saja. Mereka pemimpin yang berkekuatan pendekar Alam puncak 3.

Tempat yang tadinya hijau dan banyak tumpukan mayat dari pasukan, kini sudah tidak ada. Yang ada hanya tanah yang gusar dan kering serta penuh dengan lubang lubang besar berbentuk kawah.

Pria sepuh itu terluka cukup parah dan hampir tumbang. Begitu juga dengan 2 orang musuhnya.

“Heh! Hari ini kita akhiri semuanya!" seru pria itu yang nampak kehabisan tenaga.

Dia merentangkan kedua tangannya dan mengarahkan ke depan dan muncul cahaya kecil yang mulai terpancar dari kedua telapak tangannya, dan cahaya itu hanya sebesar buah anggur.

Pria sepuh itu sudah berpikir, dengan kondisinya saat ini, dia yakin bakal kalah dengan 2 orang yang ada di hadapannya.

Begitu pula 2 orang di depannya mereka hampir kehabisan energi, dan berencana untuk menyerang menggunakan senjata rahasia.

Saat tinggal 3 langkah lagi hampir sampai, mereka kaget saat melihat bola cahaya kecil di telapak tangan pria sepuh itu.

“Gawat!" mereka panik bukan main, namun mau menghindar sudah terlambat.

“Mari kita bersama-sama meninggalkan dunia ini! Hahahaha...!" seru pria itu sambil tertawa.

"Teknik Matahari - Ledakan Sembilan Matahari."

Saat itu juga cahaya kecil itu mengeluarkan cahaya yang menyilaukan, dan dalam waktu 5 tarikan nafas, bola cahaya kecil itu meledak sangat dahsyat. Ledakannya mencapai lebih dari 100 km, dan membentuk kawah yang sangat dalam. Pertempuran pun selesai dan tidak ada yang selamat satu pun.

Beberapa bulan kemudian semua sekte aliran besar dan kecil, hitam, netral, dan putih yang tersisa di sekte mereka masing-masing menjadi heboh.

Itu karena sakte kecil mampu memusnahkan pasukan aliansi aliran hitam yang mencapai lebih 800.000 pasukan. Belum lagi jagoan jagoan terkuat yang ikut lenyap.

Sekte hitam yang awalnya unggul sekarang jadi tidak berdaya, dan bahkan ada yang memindahkan sekte mereka.

Mereka takut aliran putih atau netral yang tersisa berniat membalas menyerang sekte mereka.

Karena kejadian itu, mereka mencatat sebagai sejarah dan menceritakan kepada seluruh dunia.

Sudah beberapa ribu tahun sejak kejadian itu. Akhirnya sejarah itu mulai menghilang dari waktu ke waktu.

Ho Chen

Di sebuah desa kecil, ada seorang pria paruh baya sedang membelah kayu dengan kapak di tangannya, pria itu mengayunkan kapak itu sekuat tenaga.

“Kraakkkk.....!" suara kayu terbelah karena hantaman kapak.

“Hufff..! Panas sekali!" seru pria itu sambil menyeka keringat di dahinya, dia melihat seorang anak laki-laki kecil yang sedang bermain dengan riangnya.

“Chen'er kemarilah!" pria itu memanggil anak tersebut dengan tersenyum lembut.

Anak kecil itu bernama Ho Chen. dia baru berumur 7 tahun. Sedang pria itu adalah ayahnya bernama Ho Jun.

“Baik Ayah,"  Ho Chen berlari ke arah sang ayah dengan riang.

“Chen'er, berikan air ini kepada ayahmu!" seorang wanita cantik keluar dari pintu, wanita itu bernama Wei Shuan, Ibu Ho Chen.

“Emm, baik Ibu." Ho chen memberikan air untuk ayahnya, setelah itu dia berdiri memandang sang Ayah yang terlihat letih dan berkeringat.

“Kenapa nak? Apa ada yang salah dari Ayah?" Ho Jun memandangi tubuhnya sendiri karena ditatap oleh sang anak seperti ada yang aneh padai tubuhnya.

“Tidak ada!" Ho Chen menggelengkan kepala, kemudian duduk di samping sang Ayah.

“Apa Ayah capek? Apa perlu saya membantu ayah mengumpulkan kayu yang sudah dibelah?" Ho Chen bertanya sambil melihat pecahan kayu di depannya.

“Anak baik, tapi tidak usah! Ayah masih kuat kok," Ho Jun mengusap kepala anaknya disertai senyuman yang lembut.

“Ayah masih harus mengumpulkan pecahan kayu dulu. Ini sudah sore, lebih baik kamu pergi mandi!" Ho Jun beranjak bangun dan berjalan menuju pecahan kayu.

Setelah malam tiba mereka semua berkumpul untuk makan malam. Hubungan satu keluarga itu terlihat sangat bahagia, hidup damai walau hidup sederhana. Kasih sayang antar satu keluarga membuat suasana harmonis yang jarang dimiliki keluarga lain.

Selesai makan malam, mereka duduk di ruangan depan, sambil berbincang-bincang.

“Ayah, besok Ayah mau mancing di sungai? Apa saya boleh ikut?" Tanya Ho Chen penuh harap.

“Boleh," Jawab Ho Jun lembut.

“Horeeee! Terima kasih Ayah," Ho Chen melompat kegirangan.

“Chen'er, apa yang ingin kamu harapkan saat kamu sudah besar nanti  nak?" Wei Shuan bertanya sambil mendekap anaknya.

Ho Chen merasa hangat di dalam dekapan ibunya, rasa damai yang menembus hatinya.

“Kalau saya sudah besar nanti, saya ingin jadi kuat, supaya saya bisa membantu Ayah," Ho Chen menyampaikan tekadnya dengan semangat.

"Hahaha! Tekad yang bagus nak. Tapi kamu tidak berharap untuk menjadi tukang pembelah kayu bukan?" tanya Ho Jun.

"Ah sayang, apa yang kamu bicarakan?" tanya Wei Shuan sambil melirik suaminya.

“Takdir seseorang tidak ada yang tau. Chen'er, intinya kalau kamu sudah kuat nanti, ingat jangan sombong! Lindungilah orang orang yang kamu sayangi!" Ho Jun menasehati anaknya, agar anaknya tidak salah jalan.

"Em, saya mengerti Ayah!" jawab Ho Chen disertai anggukan.

“Bagus anak Ibu memang pintar," puji Wei Shuan sambil mengelus rambut Ho Chen dengan lembut.

Ho Chen melirik keluar, samar-samar dia melihat cahaya merah redup, kadang menyala kadang menghilang. "Apa itu tadi?" gumam batin Ho Chen. “Ah sudahlah mungkin cuma perasaanku saja," Ho Chen memalingkan wajahnya.

“Sudah-sudah! Chen'er sudah waktunya tidur, biar besok bangun pagi-pagi dan pergi bersama ayahmu!" Wei Shuan mengantarkan Ho Chen ke tempat tidurnya.

“Selamat malam Ibu!"

“Selamat malam nak, tidurlah yang nyenyak! Saat kamu bangun nanti, jangan pernah ada kesedihan di wajahmu!" Wei Shuan mencium kening anaknya. Dia bangun dan berjalan keluar, lalu dia menoleh lagi ke Ho Chen dengan tersenyum lembut dan melangkah keluar.

“Apa maksud Ibu? Apa aku terlihat sedih?" Ho Chen tidak mengerti maksud ibunya, namun secara sayup-sayup matanya tertutup dan tertidur dengan lelap.

***

Di tempat yang tidak terlalu jauh dari desa Air Bukit tempat Ho Chen berada, terlihat sekitar 50 orang. Mereka dari tadi mengamati desa itu dari waktu ke waktu.

“Bagaimana situasinya?" tanya seorang pria yang terlihat sedikit muda sekitar berumur 27 tahunan.

“Tidak salah tuan, desa itu tidak memiliki pendekar sama sekali," salah seorang menjelaskan dengan memberi hormat.

“Bagus, perbekalan kita hampir habis, kita akan menjarah habis desa kecil itu, dan usahakan habisi semua penduduknya! Segera beritahu yang lain dan berikan tanda untuk segera menyerang!" pria itu memberi perintah agar anggotanya bergerak untuk merampok desa Air Bukit tersebut.

“Baik tuan,“ orang yang sedang menunduk segera memberi tanda.

Dia menyalakan api lalu menggoyang-goyangkan api itu, pertanda segara untuk menyerang. Seketika itu juga mereka semua keluar menyerang desa tersebut, mereka berjumlah hampir 100 orang.

*****

Di desa Air Bukit.

“Eh, kenapa perasaanku tidak enak ya?” tanya orang itu pada teman-temannya. Mereka ada sekitar 7 orang yang sedang berkumpul.

“Ah perasaanmu saja mungkin," kata orang di sebelahnya. Mereka melanjutkan kembali acara mereka, ada yang main catur, ada yang hanya bercerita.

“Sreeeet..!" 

"Blukk..!" 

Tiba-tiba kepala salah satu pemain terjatuh di atas papan catur. “Apa-apaan?" temannya terperanjat kaget. Dia melihat kepala temannya yang jatuh.

Sontak semuanya terkejut dan tiba-tiba muncul orang orang yang tidak dikenal membawa pedang. Mereka semua memakai baju merah, dan wajah mereka memakai topeng yang sangat seram.

“Kita diseranng...!" mereka langsung panik dan berusaha lari, ada yang berteriak minta tolong. Namun semua sia-sia, mereka semua dibunuh dengan kejam.

Penyerangan Desa Air Bukit

“Suara apa itu...?" Ho Jun bangun saat mendengar teriakan di luar rumah.

Saat dia berniat keluar untuk memeriksa asal suara itu dan sebelum sempat melangkah, terlihat 5 orang masuk kedalam rumah.

“Sayang ada ap...!?" suara Wei Shuan terhenti ketika sebuah pedang mengarah padanya.

“Jangan sakiti dia!" seru Ho Jun  saat menyadari istrinya dalam bahaya.

“Tidak perlu khawatir, kalian semua akan kami bunuh..!" salah seorang berbicara sambil menatap ke arah pintu kamar.

Dia berjalan ke arah pintu kamar untuk memeriksa ke dalam. Sebelum dia sampai ke pintu kamar, Wei Shuan langsung berlari dan mendorong orang itu sekuat tenaganya sehingga orang itu yang belum siap langsung terdorong mundur dan menabrak sudut meja.

“Kau..!" pria itu bersuara geram.

Tentu Wei Shuan tidak akan membiarkan orang itu masuk ke kamar, karena Ho Chen ada di dalamnya.

Demi melindungi anaknya, Wei Shuan akan melakukan apapun, biarpun nyawanya sebagai taruhannya.

Tanpa basa basi pria bertopeng yang didorong tadi mengayunkan pedangnya ke leher Wei Shuan. Seketika itu darah segar menyembur keluar dengan deras, bahkan Wei Shuan belum sempat menghindar atau berteriak.

“Matilah kamu wanita ******...!"

tidak puas dengan menebas leher Wei Shuan, pria itu menebas ke seluruh tubuh Wei Shuan, sehingga tubuhnya koyak dan berlumuran darah. Wei Shuan jatuh dan tewas seketika itu juga.

“Tidaak..!" Ho Jun yang melihat semua itu berteriak histeris.

Ho Jun mengamuk kehilangan akal sehatnya, dan menyerang secara membabibuta. Dan mereka segera berusaha melenyapkan Ho Jun.

Dengan kondisi Ho Jun yang seperti kesurupan, dia berhasil membunuh salah satu yang paling dekat dengannya.

Siapa sangka Ho Jun akan mengamuk sehingga orang yang paling dekat tidak siap dengan pergerakan Ho Jun yang menyerang secara tiba-tiba.

“Kurang ajar..!" pria yang membunuh Wei Shuan segera maju dan menyerang Ho Jun dan diikuti oleh ketiga temannya.

Perbedaan sangat jelas terlihat. Ho Jun hanyalah orang biasa, sedangkan mereka adalah pendekar. Dalam waktu singkat, Ho Jun mendapatkan luka tebasan yang sangat banyak, salah satu kakinya terpotong. Ho Jun pun tumbang karena kehabisan darah dan rasa sakit akibat lukanya.

“Kakak kenapa kamu membunuh wanita itu? Wanita itu sangat cantik, kalau kita bawa dan memberikan kepada ketua pasti ketua sangat senang," salah seorang melihat kembali tubuh Wei Shuan yang sudah tidak bernyawa.

“Kamu pikir Darah Iblis seperti ketua suka sama wanita murahan seperti itu," pria yang membunuh Wei Shuan membantah omongan rekannya.

“Kalau ketua tidak mau, kan masih ada kita-kita yang bisa menikmatinya! Hihihihi," yang lain juga berseru.

“Sudah-sudah, ayo kita pergi! Sepertinya rumah ini tidak memiliki apa apa untuk di ambil. Jangan lupa sekalian bakar rumah ini!." pria itu meninggalkan Ho Jun yang masih hidup namun sangat kritis.

Mereka membakar rumah Ho Jun dan bergegas pergi untuk mencari rumah-rumah yang lebih besar.

Dalam kondisi kritis, Ho Jun berusaha merayap mendekati jenazah istrinya, dengan sekuat sisa tenaganya.

“Kenapa tiba-tiba rasanya panas?" Ho Chen yang tidur di kamar merasakan hawa panas. dia segera membuka mata dan bangun.

Dia masih bingung menatap dinding kamarnya yang terbakar. Beberapa detik kemudian dia baru tersadar dan kaget. “Oh tidak rumahku kebakaran,"

Ho Chen segera bangkit dari tempat tidurnya, dan berlari keluar sambil memanggil ayah dan ibunya.

 “Ayah...!! Ibu....!! Kalian di mana..?" Ho Chen membuka pintu dan berlari keluar kamar. Karena api belum terlalu besar Ho Chen masih bisa bergerak dengan leluasa.

Dia berlari keluar dari pintu menoleh ke kamar orang tuanya, baru beberapa langka, dia tersandung benda lembut. Ho Chen langsung terjatuh dan wajahnya jatuh tepat di samping muka ibunya yang sudah tidak bernyawa.

“Ibu....!?" Ho Chen diam beberapa saat sambil menatap wajah ibunya yang sudah tidak bernyawa, sebelum memanggil ibunya kembali.

“Ibu...! Bangun bu...! Ibu...!" Ho Chen mengguncang-guncang tubuh Wei Shuan, berharap ibunya agar bangun, walaupun itu tidak mungkin terjadi. Ho Chen tahu kalau ibunya sudah meninggal, namun dia belum siap untuk melihat kenyataan secepat itu.

“Chen..'er..!" Ho Jun dengan susah payah baru bisa sampai ke samping istrinya, dia melihat anaknya yang memegang tubuh Wei Shuan.

“Ayah...!" belum selesai Ho Chen menerima kenyataan atas kematian ibunya, kini dia melihat ayahnya juga mengalami hal serupa.

“Chen..'er.. maaf kan..Ayah tidak.. bisa menemani mu... lebih.. lama.. lagi," suara Ho Jun terputus putus, namun masih berusaha untuk berbicara kepada anaknya.

Ho Jun merasa sedih. Sebab setelah ini, Ho Chen yang masih anak anak dan membutuhkan bimbingan kedua orang tuanya untuk hidup, kini harus menjalani hidupnya seorang diri.

Ho Jun mengambil kalung yang ada dijubah Wei Shuan. Kalung itu adalah kalung mahar saat melamar Wei Shuan.

“Chen..'er bawa.. lah kalung ini..! Ini.. seba... gai pengganti.. Ayah dan Ibu,"  

Ho Jun meraih wajah anaknya sekali lagi, dia tidak rela meninggalkan anaknya seorang diri.

"Ayah.... Ayah akan baik baik saja, bertahan lah!" Ho Chen meneteskan air mata, berusaha memberi semangat kepada ayahnya agar tetap hidup.

“Pergilah.. chen'er, jangan sam.. pai anggota.. darah iblis.. mem.. bunuh mu!"

“Tidak Ayah, aku.. aku.. aku tidak akan meninggalkan Ayah...!" Ho Chen tidak mau berpisah, biar maut menjemputnya sekalipun.

“Uhuk.. uhuk.. uhuk," Ho Jun batuk dan mengeluarkan banyak darah dari mulutnya, nafasnya semakin lemah, dia memegang tangan Ho Chen.

 “Chen'er.... kami.. menya.. yangi.. m...!" genggaman Ho Jun terlepas, tangannya terjatuh, dan matanya tertutup. Terlihat air mata mengalir dimatanya saat tertutup,

"Ayah!!!" Ho Chen berusaha membangunkan ayahnya kembali.

"Ayah bangun Ayah..! hik.. hiiik.. Ayah bangun. ayah berjanji mau pergi memancing denganku besok, bangun Ayah...!" Ho Chen berusaha membangunkan ayahnya dengan mengatakan janji yang ayahnya katakan. Namun seperti apapun usaha yang dilakukannya tidak ada perubahan.

Situasi jadi hening. Ho Chen duduk melihat wajah kedua orang tuanya. Dia mengingat kembali kenangan beberapa saat ketika bercanda.

Saat sang Ayah membelah kayu, saat bertanya cita-cita masa depan, dan saat ingin berangkat pergi memancing bersama ke sungai. semua sungguh indah.

Terlintas kembali bayangan ibunya yang tersenyum lembut, dimana saat sang Ibu mengelus rambutnya, memeluk hangat dan penuh kasih sayang yang diberikan ibunya, sampai Ho Chen tersadar ucapan ibunya.

“Selamat malam nak, tidur yang nyenyak, saat kamu bangun nanti jangan pernah ada kesedihan diwajahmu," tidak Ho Chen duga kalau itu kata-kata terakhir yang akan dia dengar dari ibunya.

Ho Chen merasa dadanya sangat sakit, rasa sakit yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Hatinya terasa hancur bagai di sayat-sayat oleh ratusan pedang. Ho Chen tidak peduli dengan api yang semakin membesar.

“Aaaaaaaaa.......!" Ho Chen berteriak sekuat tenaga untuk mengeluarkan semua rasa sedihnya. Dia menangis sangat keras, sampai terdengar oleh para pembunuh bertopeng.

“Hei..! Kenapa masih ada yang hidup? Cepat kalian periksa, kalau memang ada yang masih hidup segera bunuh..!" perintah salah satu orang yang terlihat seperti ketua rombongan.

“Biar saya saja tuan yang memeriksanya." salah satu menawarkan diri untuk pergi.

“Hem.. pergilah dan selesaikan dengan cepat!" pria itu mengibaskan tangannya.    

Segera orang yang diperintahkan pergi meninggalkan kelompok itu, dia bergerak cepat menuju rumah yang sedang terbakar sebagian.

“Ternyata hanya seorang bocah kecil," begitu sampai di dalam, dia melihat Ho Chen yang duduk sambil memegang wajah kedua mayat yang terbaring.

“Tidak perlu bersedih bocah kecil, kamu akan segera menyusul mereka," Pria itu mengangkat pedangnya dan berniat menebas leher Ho Chen, sedangkan Ho Chen tidak peduli terhadap situasi yang dihadapinya.

“Matilah kau bocah! Hahahaha," pria itu tertawa lantang, dan dengan cepat dia mengayunkan pedang itu ke leher Ho Chen.

Namun sebelum pedang itu sampai dileher Ho Chen, pandangan pria itu menjadi gelap, dan tubuhnya jatuh, sedangkan kepalanya terlepas. Terlihat jelas dari matanya kalau dia bingung apa yang terjadi terhadap dirinya.

Seorang pria sepuh, janggut putih sedikit panjang, memakai jubah putih dan 3 garis warna hijau tipis dilenganya sedang berdiri di belakang mayat pria bertopeng.

Dia melirik anak laki-laki yang sedang duduk menangis. Tidak lama anak itu tidak sadarkan diri akibat asap dan kelelahan mental.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!