NovelToon NovelToon

Surat Kontrak Menikah

Perkenalan

Larasati adalah gadis cantik berusia 25 tahun, lulusan ekonomi meskipun dari beasiswa. Sebelumnya dia tinggal di sebuah panti, dan semenjak dia kuliah. Tidak tinggal lagi di panti, tapi di sebuah kontrakan. Karena dia kuliah sambil berkerja juga. Sampai akhirnya dia lulus dengan predikat lulusan terbaik, di kampusnya.

Setelah lulus! Laras adalah panggilan sehari-harinya, dia bekerja di salah satu BANK namun hanya bertahan beberapa bulan dengan alasan tidak nyaman.

Kemudian Laras bekerja di salah satu Super market daerah Depok hingga akhirnya dia bertemu Dian, dialah istri pertama dari Malik Ibrahim seorang CEO muda. Berusia 35 tahun, namun sudah sukses memimpin beberapa perusahaan. Yang diantaranya bidang tekstil. Bahkan cabangnya hampir ada di setiap wilayah di Negeri ini guys.

Suatu hari Dian berbelanja di tempat Laras bekerja. Dian kehilangan sebuah cincin berlian miliknya, dan menuduh Laras yang mencuri berlian tersebut. Padahal Laras sama sekali tidak tau menahu soal itu. Dian meminta ganti rugi pada Laras sebesar satu M, Laras punya uang dari mana! uang sebanyak itu? pendapatannya dalam satu bulan hanya cukup untuk makan dan bayar kontrakan saja.

Dian terus mendesak Laras agar membayarnya. Jelas lah Laras tak sanggup, hingga akhirnya Dian menawarkan menikah kontrak dengan suaminya. Sampai Laras memberikan seorang anak untuk sang suami, dan tugas Laras akan selesai. Namun kalau Laras tak menyanggupi juga dengan syarat yang dia ajukan. Akan dengan mudahnya Dian menjebloskan Laras ke penjara atas tuduhan pencurian sebuah berlian mahal.

Mau tidak mau Laras harus mau, dari pada dia masuk penjara! akan kesalahan yang tidak pernah di lakukan nya.

CEO Ibra punya istri tiga! namun tak satu pun memberikan dia anak. Usia istri-istrinya masih muda juga seumuran dengan Laras, berarti kalau Laras menikah dengan sang CEO tersebut adalah istri ke empat, dasar ... sultan mah bebas mau apa juga ya guys ....

Suatu hari rencana pernikahan berjalan lancar. Dengan wali hakim Laras di nikahkan dengan seorang suami tiga istri, tambah lagi satu. Ya itu dirinya, menjadi empat.

Tak ada satu pun kerabat yang menghadiri pernikahan Laras. Sang Ibu panti pun tidak mengetahui hal tersebut. Karena memang Laras tidak memberi tahu, toh ini hanya sementara pikirnya.

Ijab kabul selesai. Laras di boyong ke sebuah rumah super mewah berlantai empat, dan di sana semua istrinya tinggal. Aneh gak tuh? tiga, empat istri satu atap? tapi ... biar satu atap, setiap ruangan sangat kedap udara jadi jika ada yang berteriak sekalipun tak akan terdengar.

Laras di tempatkan di sebuah kamar mewah di lantai empat, dan setiap mau naik ke lantai atas tidak harus capek-capek naik tangga. Karena sudah disediakan lift untuk ke setiap lantai. Waw author hanya bisa menganga.

Dian, Yulia dan Mery istri sang CEO mengantar Laras ke kamar tersebut. Sementara sang suami entah kemana perginya, tak satupun istrinya yang tahu pergi ke mana.

"Laras, ini kamar milikmu. Jaga sikapmu, dan rawatlah tubuhmu. Agar penampilan dirimu lebih menarik, jangan seperti ini. Sangat kucel, tidak enak di pandang mata," ucapnya Dian.

Yulia mengangguk dengan menatap tajam ke arah Laras yang masih mengenakan kebaya pengantin. "Kalau penampilan dirimu kurang menarik, mana mungkin tuan Ibra tertarik pada dirimu."

"Iya benar? bisa-bisa kau tidak bisa memberi kami anak, kan itu. Tujuan kami menikahkan kalian, ih siapa yang sudi berbagi suami dengan wanita lain," sambung Mery.

"I-iya baik Bu." Laras mengangguk sangat hormat.

Dian berkata. "Jangan panggil kami Ibu."

"Tapi ... panggil kami Kakak," sambung Yulia dengan seutas senyum sinis.

"Benar. Panggil kami Kakak," tambah Mery dengan angkuhnya.

"Ya sudah! kau istirahat lah," lanjut Dian lalu meninggalkan mereka semua. Namun di ikuti oleh Mery dan Yulia, ketiga wanita yang berpenampilan elegan itu meninggalkan Laras sendiri di kamar mewahnya.

Laras jalan-jalan memutari semua sudut ruangan. Melihat-lihat kamar mandi yang lengkap dengan asesorisnya. Berjalan membuka pintu, menginjakkan kaki di balkon. Laras menghirup udara di atas balkon, sampai terdengar suara helaan napas dari Laras.

Kemudian, Laras merasa capek. Tertidur dengan masih mengenakan baju kebayanya, begitu lelapnya Laras di atas kasur empuk ukuran king size. Beralaskan kain putih bersih serasa di sebuah hotel bintang lima.

Tidak jauh dari pintu, sedang berdiri seorang pria berwajah sangat tampan. Bertubuh tinggi dada bidang, perut rata. Terlihat dari penampilan pun dia suka nge-gyme. Dia berdiri dekat ranjang, yang di tempati gadis cantik yang masih berkebaya itu.

Mata pria tersebut menatap tajam pada Laras, dari kepala sampai ujung kaki tak luput dari pandanganya. Kemudian dia mengedarkan pandangan pada sebuah tas berisi pakaian, ya, itu milik Laras yang tergeletak di lantai.

Kemudian dia duduk di sofa dengan laptop di tangan, lalu dia sibuk memainkan jari jemarinya di papan laptop yang berada dalam pangkuannya.

Sesekali matanya, melirik orang yang tengah tidur pulas. "Gadis yang polos, aku tahu permainan istri yang pertamaku. Dian."

Ibra tahu kalau Laras di jebak oleh Dian agar masuk dalam perangkapnya.

Ibra sudah tahu kalau laras menandatangani sebuah surat dengan Dian, ya itu surat kontrak menikah dengan Malik Ibrahim. Agar bila nanti Laras sudah memberikan Ibra seorang anak, istri pertamanya. Dian, akan membuang Laras begitu saja. Tapi sang CEO tidak akan membiarkannya. Apa lagi kalau salah satu istrinya memberikan keturunan. Pasti akan Ibra lebih perhatikan.

"Saya akan melihat siapa yang lebih baik istriku," menyeringai, lalu matanya fokus kembali pada layar laptop miliknya.

Sore-sore Laras baru terbangun, ia mengucek matanya. "Pukul berapa nih?"

Dia melirik sebuah jam dinding, sudah menunjukkan pukul 16.40 wib, Laras buru-buru ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Karena belum melaksanakan ashar. Laras mandi dengan terburu-buru.

Selepas dari kamar mandi Laras segera mengenakan pakaian dan berdandan dengan sederhana, lantas sholat. Setelah itu dia keluar dari kamar tak lupa menutup pintu, berjalan mendekati sebuah lift. Ting ... pintu lift terbuka dan jari lentiknya menekan no dua maksudnya mau ke lantai dua.

Seingat Laras, ruang makan adanya di lantai dua. Karena lantai dasar khusus buat tamu, bila ada pertemuan. Kalau tidak salah tadi cerita Dian.

Sampai lah dia di lantai dua. Laras melihat-lihat sekitar, ada dapur tempat masak berdampingan dengan meja makan yang panjang, ada juga yang bundar. Mungkin kalau meja makan yang panjang buat menjamu tamu, dan yang bundar buat keluarga.

Waktu itu, Laras melihat pelayan tidak cuma dua tiga. Tapi sekaligus ada lima berjejer di dapur, yang satu mungkin kepala asistennya. Mengangguk dan menyapa. "Met sore Nyonya muda?"

,,,,

Hi...perkenalkan ini novel yang ke tiga ceritanya sih, hi..hi..hi.. semoga kalian suka, jangan lupa lake, komen, kasih star dan vote nya, terimakasih.

Hari pertama

Waktu itu Laras melihat pelayan tidak cuma dua atau tiga, tapi sekaligus ada lima. Berjejer di dapur, yang satu mungkin kepala asistennya. Mengangguk dan menyapa. "Met sore Nyonya muda?"

Laras membalas dengan anggukan, dan mematung di tempat. Kemudian perlahan duduk kursi meja bundar. Seketika pelayan menyuguhi Laras makanan dan Buah-buahan.

"Nyonya muda belum makan siang, silahkan?" ucap kepala pelayan berdiri dekat Laras, dan Laras hanya Diam.

"Panggil saya Bu Rika? silahkan Nyonya makan dan panggil saya kalau anda membutuhkan sesuatu."

"Terima kasih. Bu Rika," Laras menyantap makanan dengan lahap Sambil lirik-lirik masih mengamati tempat sekitar. Habis makan Laras mau mencuci bekasnya makan. Namun di cegah sama Bu Rika dengan cara memerintah anak buahnya supaya mengambil piring tersebut.

Laras bengong, lagian cuma mencuci ini. "Mbak gak apa-apa. Aku yang kerjain, aku sudah biasa kok mengerjakannya," Laras menatap wajah mbak, dan di sahut oleh Bu Rika.

"Tidak usah Nyonya muda, jangan repot-repot. Nyonya cukup duduk manis, biar kami yang melayani anda dan orang-orang di rumah ini," ucap bu Rika membungkuk hormat.

Laras menggeleng. "Ya sudah. Aku mau jalan-jalan melihat isi rumah ini, tapi ... aku sendiri. Siapa yang mau menemani aku? tuk menunjukkan ruangan apa aja yang ada di rumah sebesar ini."

Rika menoleh salah satu bawahannya yang bernama Susi. "Susi. Kau dampingi Nyonya muda, dan perkenalkan isi rumah mewah ini padanya."

Susi menghampiri dengan cepat. "Baik Bu." Susi membungkuk, kan badannya, kemudian berjalan dengan Laras, untuk menjelajahi rumah mewah tersebut.

"Kau saudah lama di sini Sus?" tanya Laras sambil berjalan.

"Em ... sekitar dua tahun Nyo-nyonya," sahut Susi bersikap agak segan.

Laras melirik kearah Susi. "Oh. Apa di sini orangnya baik-baik?"

"Baik nyonya muda," singkat. Mereka terus berbincang, Susi memperkenalkan setiap ruangan yang ada dan sudah terlewati. Laras dibuat sangat terkagum-kagum melihat isi rumah mewah tersebut. Bukan hanya barang-barang yang mewah menghiasi. Namun juga di lengkapi fasilitas yang serba mewah. Mulai dari kantor, ruang nge-gym. Kolam renang yang luas, ruang rapat, ruang karoke. Bioskop, salon kecantikan. Ruang kesehatan, dan taman yang sangat indah.

"Wah-wah wah sultan mah bebas ya?" Laras menghela napas panjang. Terpesona dengan rumah yang ia tinggali sekarang. Seakan belum percaya. Ia mencubit tangannya terasa sakit. Berarti bukan mimpi. Laras tersenyum sendiri. "Aku aja sudah capek meski cuma melihat-lihat saja. Apa lagi yang kerja ya?" Laras mengalihkan pandangan pada Susi.

"Kan pekerjanya banyak Nyonya muda, dan juga ... lagian, kan bersih-bersih pake mesin," sahut Susi sambil mengerutkan keningnya.

Laras mengangguk-angguk. Setelah puas melihat-lihat. Laras mengajak Susi kembali ke tempat semula.

"Susi. Aku capek, lain kali aja ajak aku melihat-lihat lagi tempat yang belum sempat aku ketahui. Sekarang kita kembali saja. Huuh ... rumah ini besar banget. Aku gak akan cukup 1 atau 2 hari hapal tempat-tempat yang ada di istana ini, dasar orang kaya ya? semuanya harus serba wah. Serba ada, kenapa gak sekalian ada kebun. Sawah itu dalam rumah, hehehe," akhirnya terkekeh sendiri, Susi pun ikutan tersenyum.

"Kebun, ada kok di atas. Kebun sayuran," ucap Susi.

"Ha ... yang bener Susi? kebun apa?" Laras seakan tidak percaya.

"Sayuran, dan kalau kebun buah seperti Apple, mangga dan juga jeruk. Tak ketinggalan anggur, adanya di samping rumah," sahut Susi.

Laras berdecak kagum ck ck ck "Masa sih? Aku tambah penasaran," sambil menelan saliva nya yang tersendat di tenggorokan.

"Bener nyonya, lain kali aku antar nyonya muda ke tempat-tempat tersebut." Susi meyakinkan Laras yang melongo.

"Baiklah. Sekarang balik saja," kata laras sambil berjalan.

Setelah sampai depan pintu kamarnya. Laras masuk ke dalam, dengan lunglai, duduk di sofa dan menyetel televisi. Menonton sambil baringan, saking asiknya menonton sampai dia tidak menyadari kalau ada orang di kamar tersebut.

Menyambar ponselnya di atas meja melihat jam yang sudah waktunya melaksanakan sholat magrib. Laras bangun dengan niat ke kamar mandi untuk mengambil air wudu.

Laras berjalan tanpa melihat kanan kiri ataupun depan. Hingga ia membentur benda keras namun bukan tembok. "Aw ..." pekik Laras sambil mengusap jidatnya.

Laras berdiri membatu! mulai melihat dari bawah. Sepasang kaki pria berbulu, mengenakan handuk melilit pinggangnya, terus Laras menaikan pandangan lagi terlihat jelas sebuah gambaran dada dan perut yang sixpack, badan yang sangat bagus. Sampailah pandangan Laras pada wajah yang sangat tampan. Tengah menatap dirinya dengan sangat tajam, rupanya seorang pria yang tadi siang mengucap ijab Kabul dengan walinya. Sebagai tanda pria itu adalah suaminya.

Dengan tatapan tajam Ibra membuka suara. "Apa kau tidak melihat jalan?"

"Ma--maaf Tuan, sa-saya tidak sengaja?" ucap Laras menunduk dalam. Begitupun dengan pandangannya tak berani menatap wajah itu. Jantungnya bisa-bisa loncat dari tempatnya! terbukti dengan lirikan sekilas aja membuat jantung Laras berdebar sangat kencang! dag dig dug bagai bedug yang ditabuh ketika mau takbiran.

"Haduh ... jantungku?" batin Laras, memegangi dadanya.

"Siapkan bajuku. Cepat?" titah Ibra.

"Di-di mana Tuan?" dengan masih menunduk.

Ibra menunjuk sebuah lemari besar di sebelah kanan. Dekat pintu kamar mandi.

"Baik Tuan." Laras langsung mendekati tempat tersebut. Setelah membukanya Laras bingung! harus mengambil pakaian apa? Laras melirik Ibra yang tengah duduk depan meja rias.

"Maaf Tuan, pakaian apa? yang harus aku ambil?" Laras mematung di tempat menunggu jawaban dari Ibra.

"Pakaian santai. Atau setelan tidur," sahut Ibra.

Laras mengambil pakaian santai untuk Ibra dan membawa ke hadapannya. "Ini Tuan?" Laras memberikannya sambil menunduk.

Ibra mengambilnya dari tangan Laras, dan ia letakkan di kursi yang dia duduki. "Aku mau sholat magrib dulu Tuan.?"

"Hem ... pergilah." Ibra mengibaskan tangannya di udara.

Baru beberapa langkah menuju pintu kamar mandi. "Laras?" panggil Ibra. Sontak Laras membalikkan badan dan diam di tempat.

"Iya. Tu-tuan?" sahut laras sekilas melirik Ibra yang masih belum memakai pakaiannya.

"Apa saya jangan memakai pakaian dalam?" dengan tatapan datar.

"Ma-maksud Tuan? Aku tidak mengerti?" tanya Laras dengan polosnya.

"Pakaian dalam saya mana? kau hanya membawakan setelan baju saja," sambung Ibra.

"Oh ..." Laras membulatkan mulutnya, "Ha? maksudnya aku juga harus mengambilkan nya juga?" Laras kaget.

"Iya kamu. Siapa lagi? masa saya harus suruh pelayan? apa gunanya kamu di sini?" Ibra menyeringai.

"Ta-tapi ... aku belum pernah--" Laras tak meneruskan perkataannya, lalu balik lagi ke lemari milik Ibra "Di mana?" tanya Laras.

"Cari saja di situ. Pasti ketemu," sahut Ibra dengan malasnya.

"Ck ... masa aku harus mengambil yang gituan sih? aku kan geli ..." gerutu Laras, setelah mengacak-ngacak. Akhirnya ketemu. Laras menjewer barang tersebut, dan menutup mata dengan jari tangan kirinya. Membawa ke hadapan Ibra.

Sontak Ibra terkekeh. Melihat tingkah Laras yang membawa pakaian dalamnya di jewer dan setengah menutup mata. Usai memberikan pada Ibra Laras bergidik. Ibra mengenakannya dan membuka handuknya. "Tolong pakaikan bajuku?"

"Haa ...aku?" Laras menunjuk hidungnya.

"Iya kamu?"

Dengan sangat terpaksa Laras memakaikan pakaian Ibra mulai dari celana panjangnya. Laras berjongkok sambil memalingkan muka bahkan memejamkan mata agar tak melihat sesuatu yang ada depan matanya. "Gila nih orang. Masa aku harus melayaninya seperti ini?" terus saja Laras menggerutu, saking kesalnya dia ....

,,,,

Hi ... perkenalkan ini novel yang ke tiga ceritanya sih hi..hi..hi.. semoga kalian suka, jangan lupa like, komen, kasih star dan vote nya plis-plis, terima kasih.

Belum siap

Dengan sangat terpaksa. Laras memakaikan pakaian Ibra mulai dari celana panjangnya. Laras berjongkok sambil memalingkan muka, bahkan memejamkan mata agar tak melihat sesuatu yang ada depan matanya. "Gila nih orang, masa aku harus melayaninya seperti ini?" terus saja Laras menggerutu, saking kesalnya dia.

Sampai semuanya selesai, dan melekat di badan Ibra. Baru Laras mundur, dan menunduk hormat. "Su-sudah Tuan?" Laras semakin mundur niatnya ke kamar mandi.

"Tunggu dulu. Rambut saya belum dikeringkan, belum juga memakai minyak wangi. Kau sudah mau pergi saja?" desak Ibra menatap tajam.

"Uuh ... nih orang gak tau apa aku mau sholat magrib?" gerutu Laras dalam hati. "Baik Tuan?" ucap Laras lirih dan mengeringkan rambut Ibra dengan handuk karena menolak di keringkan dengan hair dryer.

Selesai mengeringkan rambut. Menyemprotkan minyak wangi yang baunya tidak terkira, maklum minyak wangi super mahal dan bermerek. "Sudah Tuan. Maaf saya ijin sholat magrib dulu?" kali ini Laras tak menunggu persetujuan dulu, dia langsung berlalu sedikit berlari masuk ke kamar mandi dan hilang di balik pintu.

Ibra hanya menatap punggung gadis itu. Tak sempat bicara lagi, dia duduk di sofa, membuka laptop miliknya. Tak lama Laras keluar dari kamar mandi. Mengambil mukena dan tergesa-gesa menuju tempat sholat di luar kamar, tak menghiraukan Ibra yang duduk di sofa.

Ibra menelpon asisten, untuk membawakan makan malamnya. Untuk berdua dengan istri mudanya ya itu Laras, beberapa menit kemudian. Pesanan makan malam Ibra sudah datang, asisten menata di meja depan Ibra. "Silahkan Tuan, makanan sudah siap?" ucap pelayan membungkuk sangat hormat.

Ibra hanya memberi isyarat dengan matanya, lalu kemudian pelayan keluar dari kamar tersebut. Laras masuk tak lupa menutup pintu, bengong melihat makanan sudah tersedia di meja depan Ibra.

"Hei ... kunci pintu, siapa yang suruh kamu bengong seperti kambing ompong dan hanya berdiri disitu?" suara tuan Ibra bergema di dalam ruangan tersebut, mengagetkan Laras.

"Baik Tuan?" Laras mengunci pintu, lalu menyimpan mukena di atas meja, Laras kembali mematung memperhatikan Ibra yang duduk di sofa, dengan mata fokus ke laptopnya.

"Sudah saya bilang siapa yang suruh kamu bengong dan berdiri saja? kemari duduk dan makan malam bersama saya?" titah Ibra menatap tajam gadis itu.

Laras heran kenapa harus makan di kamar berdua! kenapa tidak bersama yang lain saja? dengan istri Ibra yang lain, makan bersama. Kenapa harus berdua saja? namun kaki Laras melangkah mendekati sofa yang Ibra duduki, lalu duduk di sana menatap semua makanan yang enak-enak tersebut.

"Bengong lagi! makan yang banyak, biar sehat? biar anak saya nanti tidak kurang gizi dalam perutmu?" ucap Ibra sambil mengambil piring untuknya.

Laras menoleh ke arah Ibra mendengar kata-kata anak, membuat Laras bergidik "Nikah aja baru tadi sudah bahas anak, dia pikir gampang apa membuat anak? Kalau gampang kenapa istri-istrinya belum punya anak juga?" batin Laras menggerutu. Apa lagi membayangkan kalau malam ini dia harus melayani Ibra memberi kesuciannya. Semakin bergidik saja Laras sambil memejamkan matanya.

Ibra melirik Laras yang terus bergidik "Kamu kenapa? apa kamu melihat hantu? atau genderewo haa?" dengan nada sangat dingin.

Laras tak menjawab, dia langsung mengambil piring diisi beberapa menu lantas memakannya tanpa ragu. Membuat Ibra tersenyum namun tak memperlihatkan senyumnya pada Laras. Hingga Laras berpikir Ibra orang yang jarang senyum.

Di akhir makan. Ibra melirik Laras. "Kau sudah siap melayaniku malam ini?"

Laras kaget uhuk uhuk uhuk Laras batuk. Hampir saja mengeluarkan makanan yang sudah ada di mulutnya. Ibra menyodorkan segelas air putih pada Laras, dan laras meneguknya sampai tandas. Lehernya terasa sedikit sakit. Laras menyimpan piringnya yang sudah kosong di meja di satukan dengan bekas Ibra makan.

Tak lama, dari luar pintu di ketuk dan bersuara sepertinya pelayan yang ingin mengambil bekas makan. "Tuan ... saya mau membereskan bekas makan?"

Ibra memberi isyarat pada Laras agar membukakan pintu. Laras menuruti perintah Ibra untuk membuka pintu.

Asisten pun masuk dan membereskan bekas makan mereka berdua. "Apa anda butuh sesuatu Tuan?" tanya kepala pelayan tersebut.

"Tidak! terima kasih."

"Baik Tuan, kami permisi?" kedua pelayan tersebut membungkuk hormat lalu keluar.

"Tutup dan kunci pintunya,?" perintah Ibra pada Laras dan Laras turuti, lalu Laras duduk di sofa yang satu lagi.

"Kenapa kau tidak mau duduk denganku?" tanpa ekspresi.

"Bu-bukan, tidak mau Tuan, tapi--"

"Tapi apa? kau takut sama saya?" memotong kalimat dari Laras.

"Ti-tidak Tuan?" Laras gelagapan, emang ada rasa takut yang Laras rasakan. Maklum. Satu kamar dengan orang yang baru dia kenal meskipun statusnya sudah menikah! tetap saja belum lama kenal, perlahan Laras mendekat dan duduk di sebelah Ibra dengan jarak dua jengkal.

"Kamu belum menjawab pertanyaan saya, yang tadi?" ucap Ibra.

"Em ... yang mana Tuan?" tanya Laras dengan polosnya.

"Kamu sudah sering pacaran?" Ibra melirik sekilas.

"Tidak pernah Tuan," sahut Laras menunduk.

"Kenapa? jangan bilang laki-laki tidak ada yang mau pacaran sama kamu?" sambung Ibra masih fokus dengan laptopnya.

"Tidak tau Tuan, yang jelas saya tidak mau pacaran. Takut," jawab Laras sekilas melihat Ibra.

"Pantas, takut kenapa? bukankah pacaran itu enak?" tanya Ibra terus mengorek informasi dari gadis itu.

"Enak! emangnya makanan? di bilang enak? hihihi yang jelas kata ustazah pacaran itu tidak boleh. Karena mendekati zinah," ujar Laras.

Ibra menoleh dan menatap Laras. Laras pun melihat Ibra, akhirnya mereka bersitatap sesaat, namun Laras secepatnya menunduk dalam sembari meremas jari-jarinya. Tampak gugup sekali.

Ibra menyeringai entah apa yang dia pikirkan, dia mendekati Laras dan Laras perlahan menjauh. "Kenapa menjauh? kamu tak perlu takut! saya ini sudah menjadi suamimu?"

"Ta-tapi Tuan sa-saya ... belum siap." Laras semakin gugup. Membuat Ibra menggeleng dan semakin mendekat hingga tidak ada tempat untuk Laras menggeser duduknya.

Laras langsung berdiri "Maaf Tuan saya mau sholat isya dulu," sambil bergegas mengambil mukenanya berlalu meninggalkan Ibra di kamar tersebut.

"Dasar gadis bodoh, eh tepatnya gadis polos, satu saat aku akan mendapatkannya." Ibra tersenyum licik.

Laras yang bergegas keluar kamar, meninggalkan Ibra. Jantungnya seakan ingin melompat-lompat, berdebar begitu kencang dag dig dug seperti bedug yang di tabuh, tak karuan. Laras melanjutkan langkahnya menuju mushola ....

,,,,

Hi ... perkenalkan ini novel yang ke tiga ceritanya sih, hi..hi..hi.. semoga kalian suka, jangan lupa like, komen, kasih star dan vote nya, "terima kasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!