Pagi ini aku berangkat ke sekolah lebih awal.
Aku tak mau terlambat seperti tempo hari.
Hari ini aku berangkat sendiri tanpa Rina.
Yah,Rina menunggu jemputan Yuda pacarnya.
Mereka sudah baikan, aku tau Rina sahabatku tak akan tahan berlama-lama ngambek dari Yuda.
Teringat bagaimana dia menangis dan mengumpat tak akan memaafkan Yuda
membuatku tertawa.
"Hufff,dasar Rinaa" gumamku
"Lissa..." tiba-tiba suara itu mengagetkanku.
"Ayo naik" ajakan Vino menawarkan tumpangan di atas sepeda motornya.
"Terima kasih Vin ngga usah,bentar lagi juga nyampek koq" aku mengelak ajakan Vino.
Vino adalah teman sekelasku, yah aku memang menganggapnya hanya sebagai teman sekarang ini.
Walaupun beberapa kali dia coba mendekati aku, tapi aku selalu mengelak dengan berbagai alasan.
Aku tidak mau teman-temanku berfikir aku hanya memanfaatkan Vino hanya karena dia anak orang kaya.
Yah, Vino adalah anak kedua dari seorang pengusaha sukses pemilik perusahaan besar di kota ini.
Bahkan restauran tempat aku bekerja juga milik Ayahnya Vino.
Sebenarnya aku pernah lumayan dekat dengan Vino.
Tapi pandangan orang berbeda kepadaku karena kedekatan kami.
Banyak yang berfikir aku sengaja mendekati Vino karena dia adalah anak orang kaya.
Bahkan pernah suatu hari aku di labrak kakak kelas yang bernama Cintya, hanya karena aku sering memberi bantuan Vino untuk mengerjakan PR.
Mungkin dia cemburu kepadaku, karena yang aku tau dari teman-temanku kalau Cintya menyukai Vino.
Sebenarnya aku tidak peduli dengan berbagai ancaman Cintya kepadaku.
Tetapi aku tak menyangka kalau dia mengadu yang bukan-bukan ke mamanya Vino tentang aku.
Tentu saja mamanya langsung datang menegurku.
Masih sangat jelas di ingatanku bagaimana mamanya Vino mengancamku.
"Benar kamu yang bernama Lissa? tanyanya
"Iya benar bu, nama saya Lissa "
"Ooh...jadi kamu pelayan restauran yang sengaja mendekati anak saya" suaranya semakin keras terdengar.
"Mak...maksud ibu apa ya, saya tidak paham bu "
"Kamu kenal dengan Vino anak saya kan...? ibu itu terus bertanya dengan nada keras kepadaku.
"Vino...Vino teman sekolah saya di sekolah bu ???akupun kembali bertanya
"Iya...Alvino Suryapraja adalah anak saya, itu artinya dia adalah bos kamu.
"Lalu berani-beraninya kamu mendekati anak saya!!! kamu pikir kamu ini siapa!!! kamu hanyalah seorang pelayan yang bekerja di restauran milik saya ini...!!!
"Jangan pernah kamu mencoba untuk merayu Vino dan memanfaatkan dia"
"Karena saya tidak akan mentolerir pelayan rendahan seperti kamu, yang berani merayu anak kami"
"Aku hanya bisa menangis mendengar hinaan dari mamanya Vino"
"Sebaiknya kamu tidak usah lagi bekerja disini saya tidak sudi melihat kamu dekat dengan anak saya Vino" bentaknya.
"Jangan pecat saya bu, saya mohon jangan pecat saya, saya berjanji akan menjauhi Vino anak ibu, tapi mohon jangan pecat saya bu, saya butuh pekerjaan ini" aku terus memohon dan menangis di hadapan mamanya Vino.
"Ok...saya beri kamu kesempatan, tapi ingat!!!
saya tidak mau melihat kamu mendekati Vino lagi, kamu pahaaam!!! bentak mamanya lagi
"Baik bu saya paham , saya janji akan menjauhi Vino, saya juga janji akan bekerja lebih rajin lagi disini" pintaku terus sambil menangis
"Saya pegang janji kamu" mamanya Vino pergi sambil berjalan keluar ruangan
"Terima kasih bu, saya ucapkan banyak terima
kasih "
"Ya tuhaaaan..kurasakan sakit di dadaku mendengar sgala hinaan yang baru saja kuterima "
Aku terduduk bersimpuh diruangan itu sambil terus melihat mamanya Vino berlalu pergi.
Tak banyak yang bisa aku perbuat selain pasrah dan terus memohon agar aku tak di pecat dari pekerjaan ini.
Yah...aku butuh pekerjaan ini, sangat sangat butuh untuk membiayai keperluanku sehari-hari.
Aku memang tak perlu pusing memikirkan biaya sekolahku, karena aku mendapatkan beasiswa untuk bisa bersekolah di sekolah yang lumayan elit itu.
Yah aku bukanlah orang berada, tapi aku beruntung karena nilai sekolahku sewaktu SMP lumayan bagus,dan aku terpilih menjadi salah satu siswi yang berhak mendapatkan beasiswa..
Tapi untuk memenuhi kebutuhanku yang lain,aku harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
Sementara orang tuaku, aku menangis bila harus mengingat mereka.
Aku tak bisa terlalu berharap banyak dari mereka.
Orang tuaku bercerai saat aku masih duduk di kelas 1 SMP.
Dan saat itu aku harus tinggal dengan nenek dari ayahku.
Aku sangat menyayangi nenek, begitupun nenek kepadaku.
Tapi tuhan menjemputnya saat aku bahagia menyambut kelulusan SMP ku.
Aku benar-benar sedih waktu itu, aku tak tau harus kemana, aku masih kecew kepada kedua orang tuaku.
Yang begitu egois meninggalkan aku kepada nenek saat itu untuk kehidupan mereka masing-masing.
Kedua orang tuaku sudah sama-sama memiliki keluarga baru.
Dan aku tak ingin tinggal dengan mereka.
Saat itulah aku mengenal Pak Bima Suryapraja, orang yang memberiku beasiswa.
Dan orang itu juga yang menawarkan pekerjaan yang saat ini aku jalani.
Dia adalah ayahnya Vino, pak Bima yang kukenal sangat baik, berbanding terbalik dengan mamanya Vino yang dengan kata-katanya meninggalkan luka perih di hatiku.
Pak Bima mengenalku dari Bu Risma wali kelasku sewaktu SMP, mungkin beliau mendengar masalah yang sedang aku hadapi saat itu.
Aku sangat bersyukur atas kebaikan pak Bima kepadaku.
Aku masih ingat waktu itu....
Dihari kelulusanku pak Bima datang dengan putranya ke sekolahku.
Hari di mana pak Bima menawarkan ku untuk tinggal bersama keluarganya.
Tapi aku menolak, aku tidak ingin merepotkan beliau.
" Bapak sudah sangat baik pada saya " ucapku saat itu.
"Kalau saya boleh meminta, berilah saya pekerjaan pak, agar saya bisa mandiri dan tidak membebani bapak" pintaku.
Aku tau pak Bima seolah berat menawariku pekerjaan sebagai pelayan di restauran miliknya.
Ia seakan tak tega melihatku harus sekolah di pagi hari dan bekerja dari sore sampai hampir tengah malam di restauran miliknya.
"Apa kamu sanggup nak" pak Bima kembali bertanya meyakinkanku.
"Saya siap pak, saya akan bekerja sangat rajin" akupun kembali meyakinkankan pak Bima.
"Baiklah kalau begitu, kamu tunggu disini dulu Ada yang harus Bapak selesaikan di kantor kepala sekolah"
"Oh ya Vino...kamu bisa tunggu papa disini sebentar kan" pak Bima bertanya kepada anak laki-laki yang sedari tadi asyik memainkan ponsel di tangannya, tapi sesekali aku mendapatinya curi-curi pandang memperhatikanku.
"Kamu bisa menemani Vino anak saya disini sebentar kan Lissa, Bapak titip Vino, kalau nakal jewer saja kupingnya itu" canda pak Bima kepadaku.
"Oooo...ooh... ya pak" tak sadar tawa kecil keluar dari bibirku.
Dan benar saja, aku kembali melihat Vino memperhatikanku, aku sempat salah tingkah dibuatnya waktu itu.
"Kenapa kamu melihatku begitu, memang ada yang salah ya? atau ada sesuatu di wajahku ini ? aku bertanya ke Vino
"iya benar, kamu tidak sadar ada kotoran yang menempel di wajahmu" ejeknya
"Ahh...yang benar kamu, kotoran apa? aku panik bercampur malu saat itu.
" Sebentar yah, aku ketoilet dulu " aku pun hendak berlari ke toilet untuk mencari kaca disana.
Tapi tiba-tiba Vino menarik tanganku dan berkata "tidak perlu ke toilet" dia seakan tau kalau aku membutuhkan kaca.
"Nih berkaca di layar hp ku saja" serunya.
akupun langsung mengambil hp dari tangannya.
Tapi tiba-tiba "cekrek...cekrek ...cekrek..."
secara otomatis hp Vino mengambil foto wajahku yg sedang gugup saat itu.
Aku tersadar kalau Vino hanya mengerjaiku.
"Hapus fotoku " aku pun mencoba menarik hp dari tangan Vino.
"Ayo cepat hapus fotoku di hp mu barusan"
Vino hanya tertawa meledekku sambil terus berlari dari kejaranku.
Aku dibuat kesal oleh tingkah usil Vino.
Itulah perkenalan singkatku dengan Vino waktu itu.
Dan tibalah aku di SMA MULIA aku tak menyangka kalau aku bersekolah di sekolah yang sama dengannya, satu kelas pula.
Sejak saat itu aku semakin dekat dengan Vino.
Awalnya aku sering di buat kesal oleh keusilannya, tapi aku tak bisa mengelak setiap dia meminta bantuanku untuk mengerjakan tugas sekolah.
Yah...Vino adalah anak dari pak Bima.
Orang yang sudah banyak membantuku.
Anggap saja aku sedang membalas budi ke pak Bima.
Tak bisa dipungkiri parasnya yang tampan, putih dan tinggi ini membuat stiap wanita mengaguminya, apalagi Vino anak orang berada, yang sudah pasti banyak digilai kaum hawa di sekolahku.
Akupun sempat menaruh kagum kepadanya.
Dibalik keusilannya dia sebenarnya perhatian, dia ramah dan dia bukan tipe pemilih dalam berteman.
Termasuk kepadaku, pernah waktu itu aku terbaring lemah di UKS sekolah, karena merasakan nyeri yang teramat sangat saat aku sedang kedatangan tamu bulananku.
Tiba-tiba dia datang membawa tas plastik berisi K****** minuman yang biasa aku minum saat aku sedang datang bulan untuk meredakan nyeri di perut bagian bawahku.
Rupanya diam-diam Vino bertanya kepada Rina obat yg biasa aku minum saat sedang sakit begini.
Pipiku merona menahan malu, tapi dalam hati aku senang karena Vino begitu perhatian kepadaku.
Ditambah lagi ledekan Rina yang selalu menggodaku mengatakan bahwa kami diam-diam berpacaran.
Apalagi Vino seolah tak perduli kalau teman-teman kami sedang meledek kami.
"Hayooo ngaku, kalian udah jadian kaaaaan"
"Melly, apaan sih kamu " teriakku
"Udah ngaku ajaa, kita ikut seneng koq kalau kalian pacaran" Kali ini Rina menambahkan.
Kulihat Vino hanya tersenyum melihat kearahku, akhhhh....aku jadi salah tingkah dibuatnya.
"Vin, awalnya aku marah melihat kamu selalu dekat dengan Lissa, tapi sekarang aku ikhlas broo, asal kau sering-sering mentraktir kami bakso di warung mbok Sumi. Ya kan temen-temen " celoteh agus menambahkan.
Ha...ha...ha...ha...ha...smua pun tertawa meledek kami dengan puas.
"Kalau itu sih beres" kalimat Vino yang semakin membuat teman-teman kami pada penasaran.
Seolah Vino tak membantah atas apa yang sedang difikirkan teman- teman kepada kami.
Tapi aku sendiri tak pernah mendengar pengakuan bahwa Vino menyukaiku.
Akhhhhh....entahlah aku pun penasaran di buat tingkahnya.
Tapi aku tak berani menaruh harapan terlalu tinggi terhadap Vino.
Siapalah aku dibandingkan dia..
Lagipula mungkin ini hanya rasa kagumku atas sgala kebaikan dan perhatian yang slama ini di berikan Vino ke Aku.
Hmmmm...entahlah.
Alvino Suryapraja.
"Ayo Lissa, naiklah keatas motorku"Kali ini suara Vino lebih keras kudengar.
"Duluan aja Vin, lagian aku mau singgah di toko itu" aku pun mencoba beralasan dengan pura-pura menunjuk toko kue yang tak jauh dari pandanganku.
"Kalau begitu biar aku antar kamu kesana" ucap Vino lagi mencoba membujuk.
"Tidak perlu Vino, aku bisa sendiri" aku mencoba mengelak dan menghindari tatapannya.
Vino terdiam dengan masih memperhatikan pergerakanku.
Aku bersikap seacuh mungkin padanya, namun hatiku seolah menjerit, ingin rasanya menangis setiap memandang wajahnya.
Wajah bingung karena sampai saat ini aku menghindarinya tanpa memberikan alasan yang jelas.
Aku tak mau membuatnya khawatir, dan tak mungkin juga aku memberi tau ke Vino bahwa mamanya sudah melarangku berhubungan dengannya.
"Sudah hampir satu bulan ini kamu selalu saja menghindariku Lissa, sebenarnya apa kesalahan yang sudah kuperbuat padamu, tolong jangan membuatku gila dengan sikapmu yang tiba-tiba berubah dingin begini padaku" teriaknya sambil menahan langkahku.
Vino turun dari sepeda motor sport nya yang selama ini selalu setia mengantarku kemanapun.
Dengan cepat ia menarik lenganku ke pinggir jalan yang tak jauh dari sekolah.
Sorot matanya seolah menyimpan ribuan tanya kepadaku.
Ya Tuhaan....mata sayu ini yang telah membuat jantungku berdebar tak karuan setiap aku memandangnya.
Mata yang selalu membuatku salah tingkah bila sedang memandangku.
Mata yang penuh dengan ketulusan.
Mata yang selalu membuat aku nyaman bila ada di dekatnya.
"Lepaskankan Vino, tolong lepaskan tanganku, apa kamu tidak lihat orang2 sedang memperhatikan kita" aku merasakan hangat di sudut mataku.
Tapi sebisa mungkin kutahan agar aku tak menangis dan membuat Vino semakin khawatir.
"Aku tak peduli pada mereka semua, aku hanya ingin mendengar alasanmu bersikap begini, tolong jangan menghindariku lagi, jelaskan apa salahku Lissa" kulihat matanya berkaca kaca sambil menatapku dengan tajam.
Ingin rasanya kuraih tubuhnya dalam pelukanku, menghapus bening di sudut matanya dengan kedua tanganku.
Air mata yang tak pernah kulihat selama dua tahun aku mengenalnya.
"Jangan bertingkah kekanakan seperti ini Vino" ucapku dengan suara lantang.
"Aku sudah muak dengan sikapmu yang selalu memaksakan kehendak, kamu bukan siapa2 bagiku Vino, kita hanya berteman, tidak lebih dari itu. Apakah aku harus melapor padamu tentang apa saja yang aku lakukan setiap harinya. Jadi tolong, jangan berharap lebih dariku mulai saat ini"
"Lebih baik jauhi aku mulai saat ini Vino, jangan pernah lagi menghubungi atau datang ke kossan ku lagi, aku benar2 tidak nyaman dengan hal itu" aku berusaha membuatnya yakin, bahwa aku tak pernah sedikitpun menaruh hati padanya
Mungkin dia akan membenciku dan menjauh setelah mendengar kata2 kasar itu.
Walaupun aku harus membohongi hatiku, walaupun aku harus menahan sakit karena akan merindukan mu, aku harus kuat untuk kebaikan kita, untuk kebaikan semua.
"Maafkan aku Vin, aku mohon maafkan aku, maaf aku sudah begitu melukai hatimu" gumamku dalam hati yang kian terasa sesak.
Benar saja, tak berapa lama Vino melepaskan genggaman tangannya di lenganku, Vino melangkah gontai ke arah sepeda motornya dan pergi meninggalkanku dengan rasa perih yang tak bisa aku jelaskan dengan kata2.
"Maafkan aku Vino" hatiku hanya bisa merintih melihat punggungmu yang semakin menghilang dari pandangan ku.
Punggung yang selalu memberiku sandaran disaat aku kehilangan kekuatan.
"Aku pasti akan merindukan mu Vino" ku usap air mata yang menetes di pipiku, dan meneruskan perjalananku menuju sekolah.
Kulangkahkan kaki ini melewati setiap ruangan menuju ke kelas, langkahku terasa semakin berat membayangkan harus melihat wajah sedih Vino.
"Hayo..kamu lagi ngelamunin apa sih Lissa" suara Melly dan Rina mengagetkan ku dari arah belakang.
"Ooh kalian " sahutku lesu.
"Kamu lagi sakit ya Liss, kok gak semangat gitu sih" tanya Melly dengan wajah cemas.
"Iya, kamu juga pucat Lissa, kayak nya dari rumah tadi kamu baik2 aja" Rina menatapku heran.
"Ya ampun..kamu ngambek yah Liss, karena aku lebih memilih berangkat ke sekolah bersama kak Yuda" ucap Rina sedikit berteriak.
"Apaan sih, aku gak apa-apa kok, cuma capek aja" mencoba meyakinkan kedua sahabatku.
"Tapi Melly dan Rina tak semudah itu percaya dgn apa yang baru saja aku ucapkan"
Sepanjang perjalanan menuju kelas,mereka berdua terus saja menghujaniku dengan banyak pertanyaan.
Tapi sesampainya dikelas aku tak melihat keberadaan Vino.
"Kemana dia, padahal pelajaran sudah akan di mulai "gumamku..
"Ada apa Lissa, kamu mencari Vino? Rina bertanya kepada ku seakan paham kemana arah mata ini tertuju.
Ku pandangi tempat duduk yang biasa di tempati Vino.
"Ah enggak kok, siapa bilang aku sedang mencarinya" dengan cepat aku mengelak dari pertanyaan Rina.
"Yakin nih? tadi sih aku berpapasan dengan nya di jalan menuju kesekolah, tapi waktu aku panggil dia cuek gitu" ucap Rina lagi.
"Selamat pagi anak-anak" tiba2 pak Rahman datang mengagetkan kami.
"Selamat pagi pak" sahut kami bersamaan.
Pak Rahman adalah guru olah raga sekaligus pembimbing club pecinta alam di sekolah kami.
"Baiklah anak-anak, bapak ingin menyampaikan kepada.." suara pak Rahman terhenti oleh suara dari pintu kelas kami.
"Selamat pagi pak" Rio berjalan nyelonong melewati pak Rahman.
"Eh eh eh kamu siapa? tanya pak Rahman ke Rio.
"Maaf pak,saya murid baru di sini" jawabnya santai.
"Terus kenapa kamu bisa terlambat,bukannya kasih penjelasan malah main nyelonong aja kamu, seperti mantan pacar yang tak di undang datang ke kawinan saja kamu ini" seperti biasa gaya bicara kocak pak Rahman membuat kami semua tertawa riuh.
"Ha ha ha ha maklumin aja pak, ciri2 generasi micin yang susah move on di tinggalin mantan" Agus tertawa meledek ke arah Rio.
Sontak kulihat mata Rio menatap tajam ke arah Agus.
"Apa kamu lihat2" seru Agus dengan nada menantang.
"Sudah-sudah semuanya duduk, jangan sampai mengganggu kelas sebelah" ucap pak Rahman.
"Kamu murid baru, kali ini bapak maklumi keterlambatan kamu, duduk di kursi kamu sekarang" Rio berjalan menuju kursinya tanpa menoleh kemanapun.
"Ishh dasar cowok angkuh "gumamku.
"Baiklah anak-anak, bapak akan meneruskan apa yang tadi bapak ingin sampaikan kepada kalian"
"Akhir pekan ini kita akan mengadakan kegiatan di puncak,dalam rangka kegiatan rutin club pecinta alam di sekolah kita ini.
Bapak harap kalian semua yang tergabung dapat berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Guna mempererat persaudaraan dan solidaritas diantara para siswa dan siswi semua, serta semakin menyatukan kita semua untuk lebih menghargai alam kita ini, mengerti anak-anak" pak Rahman bertanya dengan suara lantang.
"Mengerti pak" jawab kami serentak.
"Dan kamu murid baru, kamu harus ikut" pak Rahman menunjuk ke arah Rio.
"Baik pak" jawab Rio datar.
Untungnya seperti biasa manajer di restauran tempat kami bekerja memberi izin padaku dan Rina untuk mengikuti kegiatan ini.
Pak Lukman selaku manager kami tak pernah keberatan bila kami mengambil cuti untuk urusan sekolah.
Hari itu pun tiba, dan setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam menaiki bus, kami akhirnya sampai di puncak tempat tujuan kami.
Agak macet memang, tapi kami senang sampai di sini dengan selamat.
Sesampainya di sini, kami di bagi menjadi beberapa kelompok oleh pak Rahman dan kakak kelas kami yang bernama Anton selaku ketua club pecinta alam di sekolah kami.
"Kenapa aku gak lihat Vino dari tadi, apa dia gak ikut ya" pikirku.
Sudah 2 hari ini Vino memang absen tanpa kasih kabar ke sekolah.
"Kamu boleh membenciku Vino, tapi jangan mengenyampingkan pendidikanmu" gumamku dalam hati.
Meskipun sekuat tenaga aku menyangkalnya, tapi hati ini gak bisa bohong kalau saat ini aku begitu merindukannya.
"Nggak, aku nggak boleh gini, aku nggak boleh goyah, begini lebih baik" pikirku.
Kualihkan pikiranku dengan mendengarkan instruksi dari kak Anton.
What? aku gak salah denger? Ya ampun aku satu kelompok dengan pria angkuh itu? nggak mungkin, bagaimana ini, akhhhh...sudah terbayang apa yg akan terjadi pada kelompok kami, pasti rasanya nggak akan nyaman.
Aku menoleh kearah Rio berdiri, tapi seperti biasa dia hanya memasang wajah dingin tak bersahabat.
"Ceh, dasar manusia salju" cibirku.
Kami di beri tugas mengumpulkan bendera dengan panduan yang sudah di jelaskan oleh pak Rahman dan Kak Anton.
Kelompok kami terdiri dari 6 orang.
Aku,Rina,Melly,Agus,Tomo dan Rio tentunya.
Kami di minta secepat mungkin, dan saling bekerja sama dalam mengumpulkan bendera yang sudah di atur oleh pak Rahman.
Kami mengikuti petunjuk yang sudah diarahkan, sebuah kertas menyerupai peta menjadi panduan langkah kami.
Tapi sudah hampir satu jam kami berputar putar, belum ada satu pun bendera yang kami temukan.
"Sebaiknya kita bepencar, kalau terus begini kita tidak akan menemukan satu bendera pun sampai besok" ujar Agus memberikan arahan.
"Melly dengan Tomo, Rina dengan Rio dan Lissa denganku" ucap Agus sambil nyengir kegirangan.
"Eh nggak bisa gitu dong" Melly yang diam2 menyukai Agus tidak setuju dengan ide itu.
Aku dan Rina pun paham dengan maksud Melly.
"Tomo kamu dengan aku, Lissa dengan Rio dan Melly dengan Agus, semoga sukses ya" bisik Rina pada Melly yang terlihat girang.
"Loh loh tunggu Lissa, Lissa.." Agus terus memanggilku, tapi kami terus berlari meninggalkan mereka berdua.
Ha ha ha kami tertawa puas melihat ekspresi Agus yang lucu seakan takut akan di telan oleh Melly.
"Ya udah aku dan Tomo kearah sini dan kalian ke arah sana yah Lissa, pokoknya dalam waktu satu jam kita semua harus kumpul di pohon besar ini lagi meskipun tanpa membawa bendera, gimana kalian serutu kan? tanya Rina kepada kami semua.
"Ok semangaaat" kami bersorak saling menyemangati.
"Dasar norak " kudengar kata itu keluar dari bibir Rio.
Aku tak ambil pusing dengan cibirannya dan terus berlalu melewatinya, aku terus mencari bendera di sepanjang kakiku melangkah.
"Hey, kamu maunya apa sih" teriakku ke arah Rio yang hanya berjalan sebentar lalu duduk dan begitu seterusnya.
Dia seolah tak peduli dengan misi yang di beri pak Rahman.
Padahal kalau kami kalah akan ada hukuman yang menanti kami disana.
"Rio !!! panggilku tapi dia acuh tak menghiraukan meski aku sudah berteriak kencang.
"Kalau cuma mau duduk duduk santai disini mending pulang gih sana" teriakku lagi menahan jengkel.
Tapi Rio tetap gak peduli dengan omelanku.
"Ya udah, kamu pikir aku nggak bisa cari bendera itu sendiri apa" pikirku sambil terus menoleh ke kanan dan kekiri.
Tapi semakin lama aku berjalan, aku semakin sadar kalau aku sudah terlalu jauh terpisah dari teman-temanku.
"O...ooow ga mungkin kan aku tersesat di hutan ini " pikirku.
"Rio, Rio kamu dimana !! panggilku.
Tapi tak ada jawaban, aku terus berjalan mencari jejak langkah ku tadi.
"Rio kamu di mana sih, Rina, Melly, Agus,Tomo kalian dimana !!! aku berteriak memanggil mereka tetapi tetap saja tak ada jawaban.
Aku semakin takut, Ya Tuhan tak pernah aku seceroboh ini berjalan menyusuri hutan tanpa meninggalkan tanda disetiap jalan yang sudah aku lewati sebelumnya.
Dan disaat seperti ini aku teringat dengan Vino.
"Vino, aku takut Vin" aku terus memanggil namanya.
"Jemput aku Vino" aku mulai menangis ketakutan sambil terus memanggil namanya.
Rio Candra Winata.
Rina,Melly,Agus,dan Tomo sudah berkumpul di pohon besar tempat yang kami sepakati untuk bertemu.
"Lissa dan Rio kemana sih, kenapa belum kembali kesini" gumam Rina.
"Melly, kamu ngeliat Lissa enggak??" tanya Rina.
"Enggak" melly menjawab sambil mengangkat bahunya.
Hampir 1 jam meraka menunggu, dan meraka sudah semakin cemas.
Tiba tiba Rio datang dari kejauhan.
"Eh itu Rio teman teman" Rina berteriak
Tapi mereka bingung karena mereka tidak melihat Lissa bersama Rio.
"Rio Lissanya mana?ucap Melly penuh tanya.
"Emang dia belum kesini ? Rio pun balik bertanya.
"Loh kamu gimana sih, kan tadi Lissa sama kamu" ucap Rina mulai kesal.
"Kamu jangan main main ya Rio" Agus mendorong tubuh Rio.
"Ya Tuhan jangan bilang kamu sengaja ninggalin Lissa di dalam hutan itu Rioooo" Rina pun mulai marah.
Tapi Rio makin bingung, karena dia berfikir kalau Lissa sudah lebih dulu kembali ke tempat yg mereka sepakati untuk berkumpul.
"Brengsek kamu Rio" tiba2 tinju Agus mendarat di pipinya.
Rio pun terjatuh sembari memegang ujung bibirnya yang berdarah, tapi dia tak bergeming memikirkan apa yang sedang terjadi.
Rio baru sadar kalau dia sudah meninggalkan Lissa di dalam hutan seorang diri.
"Sudah sudah, enggak ada gunanya kita ribut disini" ujar Tomo melerai Agus yang hendak menghajar Rio.
"Yang harus kita pikirkan sekarang bagaimana caranya kita bisa menemukan Lissa" Tomo menambahkan.
"Lissa kamu dimana sih, Lissaaa...."Rina mencoba memanggil sahabatnya itu sambil terus menangis.
"Melly, aku takut Lissa kenapa napa mell.."Rina pun makin diliputi rasa cemas.
Melly hanya bisa mencoba menenangkan Rina, walau dia sendiri tidak dapat menutupi wajahnya yang takut dan merasa cemas akan keadaan Lissa saat ini.
Hari semakin gelap, namun mereka masih belum menemukan keberadaan Lissa.
"Melly, Rina..sebaiknya kalian kembali ke kamp lebih dulu,Tomo akan mengantar kalian kesana" ucap Agus memberi komando.
"Laporkan ke pak Rahman dan yang lainnya tentang situasi disini, kita butuh bantuan mereka untuk mencari Lissa" suara Agus semakin keras menahan cemas.
"Sementara Aku dan si brengsek Rio akan terus mencari Lissa di sini" Agus terus menatap Rio dengan tajam.
"Enggak Gus, aku mau cari Lissa" Rina terus menangis.
"Kamu harus ngerti dong Rina, Lissa disana sendirian dan kita butuh lebih banyak orang untuk mencari Lissa di tengah hutan ini" Agus terus berusaha membujuk Rina.
"Tomo cepat bawa mereka kembali ke kamp sebelum hari semakin gelap" pinta Agus
Sementara Lissa terus berjalan mencari teman temannya sambil menahan rasa takut dalam gelapnya hutan.
"Rinaaaa......."
"Melly......."
"Aguuus....."
"Tomoooo...."
"Riooooo..."
"Kalian dimanaaaaa....aku takuuuut..."
"Vinoooo....aku disini vin....aku benar benar takuuut...."
"Ya tuhan, apa yang harus aku lakukan" aku terus saja berjalan dan menangis, berharap menemukan jalan pulang.
Benar saja, mendengar kabar dari Tomo, Rina dan Melly sontak membuat pak Rahman kaget.
"Bagaimana bisa kalian kehilangan Lissa" tanya pak Rahman bingung.
"Apa saja yang kalian lakukan di dalam hutan, hanya mencari bendera mengikuti petunjuk saja kalian tidak becus!!! kak Anton ketua club pecinta alam pun marah tak percaya atas apa yang terjadi.
"Sudah hentikan, kalian para siswi tinggal disini, dan kalian semua siswa pria ayo kita berangkat untuk mencari Lissa di dalam hutan" perintah pak Rahman.
Mereka tidak sadar, Vino yang baru saja tiba mendengar kabar bahwa Lissa hilang dalam rombongan kaget, tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar.
"Enggak mungkin, apa yang terjadi pada Lissa" Vino pun berlari ke dalam hutan untuk mencari Lissa, gadis yang sangat ia sayangi.
Ya, tadinya Vino memang tidak mau ikut dalam kegiatan yang diadakan club pecinta alam dari sekolahnya.
Tapi entah mengapa seharian ia merasa gusar, pikirannya tak tenang memikirkan Lissa.
Dan dengan mengendarai mobil pribadinya ia memutuskan untuk menyusul rombongan,ia hanya ingin melihat dan memastikan Lissa baik baik saja.
Vino tak menyangka apa yang telah terjadi pada Lissa.
"Lissaaaa....Lissaaa...dimana kamuuu....Lissaaaa...jawab aku Lissaa...."Vino terus berlari mencari Lissa dalam kegelapan.
Vino cemas karena dia tau kalau Lissa sangat takut dengan gelap.
Sudah hampir 1 jam ia berlari terus masuk ke dalam hutan, bahkan kini jaketnya telah basah oleh keringat dan tangisnya pecah tak tertahan membayangkan apa yang akan terjadi pada Lissa.
Agus dan Rio pun terus mencari Lissa dengan bantuan senter hp yang mereka punya.
Sebenarnya Rio merasa bersalah, pemuda itu tak mengira kalau ia telah kehilangan Lissa.
Malah awalnya Rio mengira kalau Lissa lah yang telah meninggalkan dia di dalam hutan. Dan kembali lebih dulu ke tempat yang telah mereka sepakati untuk berkumpul.
"Maafkan aku Lissa, aku benar benar minta maaf" gumam Rio merasa bersalah.
"Lissaaa....Lissaaaa...."semua mencoba berteriak, berharap Lissa mendengar teriakan mereka.
Tapi tetap saja mereka tak menemukan Lissa.
"Vino, andai kamu disini vin, aku takut" tangisku pecah membayangkan apa yang terjadi.
Yah, tanpa aku sadari aku terus saja memanggil nama itu, nama pria yang sudah aku buat kecewa, tapi saat ini aku berharap pria itu datang menjemputku disini.
Vino yang sedari tadi mencari Lissa mendengar sayup sayup suara tangis dari arah depan, dengan hati hati ia mendekati dari mana suara itu berasal.
Dan betapa terkejutnya ia melihat wanita yang sedang bersimpuh dihadapannya adalah wanita yang sedang ia cari.
"Lissa, kamukah itu Lissa" Vino bertanya sembari tak percaya.
Tapi ia bahagia melihat bahwa Lissa baik2 saja.
"Vinooo.....!!! aku kaget melihat sosok pria yang berdiri dihadapanku.
Tanpa berfikir panjang aku langsung memeluknya dan menumpahkan semua tangisku di dadanya.
"Vino, aku takut vin" ucapku, aku tak bisa membayangkan kalau tak bisa bertemu lagi dengan Vino.
"Jangan lakukan ini lagi Lissa, jangan pernah membuatku merasa cemas, jangan pernah pergi lagi dariku Lissa" Vino terus mendekapku.
Aku terus menangis dan mencengkram erat punggungnya, sementara Vino berusaha menggendongku yang sudah tak berdaya kembali ke kamp tempat teman teman kami berkumpul.
Tak berapa lama Pak Rahman dan yang lainnya pun kembali mendengar bahwa Lissa sudah di temukan.
"Lissa, kamu tidak apa apa kan" Rina terus menangis cemas sambil terus memandangku yang terkulai lemah.
Kulihat raut wajah teman teman ku yang merasa lega melihat aku kembali dengan selamat.
"Yah sudah anak anak, bapak bersyukur Lissa sudah ditemukan, dan bapak harap kejadian hari ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua akan pentingnya kerjasama dalam sebuah tim, dan bapak juga berharap kejadian ini tidak an pernah terulang lagi, mengerti anak anak...!!! pak Rahman berteriak.
"Mengerti paaaak...." Kami semua menjawab bersamaan.
"Yah sudah, bersihkan diri kalian dan kembali ke sini untuk makan malam" Pak Rahman menambahkan.
"Baiiiik paaaak..."sahut kami lagi.
"Rina, tolong bantu Lissa membersihkan diri" pinta Vino sambil menggendongku masuk ke dalam tenda.
"Maafkan aku Vin, aku sudah membuatmu cemas" gumamku lirih menatap Vino.
"Kamu harus janji kamu enggak akan pernah ninggalin aku lagi Lissa" Vino pun terus menatap kearahku dengan tatapan sendu.
Aku hanya bisa mengangguk mendengar apa yang barusan Vino katakan.
"Ya sudah, aku akan menunggumu di luar untuk makan malam" ucap Vino sambil tersenyum.
Kami berkumpul di tengah kamp sambil asyik bersenda gurau setelah makan malam.
Kulihat Rio duduk tak jauh sambil terus memandangku.
"Dasar pria brengsek, egois" gumamku sambil balik menatapnya tajam.
Vino yang menyadari itu langsung berdiri dan menghampiri Rio.
Lalu dengan cepat ia menariknya kebelakang tenda.
"Dasar bajingaaan" Vino langsung mendaratkan tinjunya ke arah Rio.
Sementara Rio yang merasa bersalah pada Lissa hanya bisa pasrah menerima pukulan dari Vino.
Aku pun merasa cemas...
"Apa yang akan terjadi pada mereka berdua..."pikirku, kulihat Rio terduduk dan menyeringai menyapu darah di bibirnya.
"Kamu sudah keterlaluan Rio...!!! bisa bisanya kamu meninggalkan Lissa di tengah hutan...!!!
dasar brengsek...!!! teriak Vino sambil terus mendaratkan pukulan pada Rio.
Aku mencoba menarik tangan Vino sekuat tenagaku.
"Hentikan Vino, hentikan" pintaku sambil terus menarik tangannya.
"Awas kamu Rio, sekali lagi kamu mencoba mencelakai Lissa aku tidak akan tinggal diam, ingat itu...!!! Vino terus menatap tajam ke arah Rio.
"Vino...aku mohon jangan pakai kekerasan, yang penting aku sudah kembali dengan selamat kan" aku terus membujuk Vino.
"Lissa, tapi dia sudah" ku tahan bibirnya dengan jariku, sontak Vino terdiam melihatku.
Ku tuntun Vino untuk menjauhi Rio yang hanya bisa memandangi kami pergi meninggalkannya.
Kuajak Vino masuk ke dalam mobilnya dan mencoba menenangkannya.
Vino hanya bisa terdiam melihatku yang tersenyum memandangi wajahnya.
"Jangan menatapku begitu Lissa, kamu membuatku salah tingah" Vino mengalihkan pandangannya.
"Memangnya aku enggak boleh memandangimu lagi, ya sudah kalau begitu, aku mau kembali ke tenda aja" gumamku.
Tapi dengan cepat Vino menarik tanganku.
"Jangan pergi Lissa" Vino menatapku.
"Ya Tuhaaan, tatapan itu, aku tak tau apa artinya, yang aku tau saat ini jantungku berdegub kencang tak karuan, kurasakan waktu serasa berhenti saat ini.
"Vin aku.." tiba tiba aku merasakan kecupan lembut di bibirku.
"Apa ini? apa Vino menciumku? mataku membulat tak prcaya dengan apa yang saat ini terjadi.
Dan, dan ini adalah ciuman pertama bagiku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!