NovelToon NovelToon

Nama Yang Tertinggal

Prolog

Rania Agatha, wanita berusi 26 tahu.

Rania Agatha, adalah seorang gadis yang cantik dan juga cerdas. Pribadinya hangat dan periang. Saat ini Ia bekerja dibidang fashion yang juga miliknya sendiri. Usaha butik yang ia bangun dua tahun lalu sejak lulus kuliah ternyata berkembang cukup pesat. Hampir semua pakaian di desain olehnya dan dibantu beberapa karyawan dalam proses pembuatannya.

Kebanyakan pelanggannya juga banyak diantaranya dari kalangan model maupun selebgram dan tidak sedikit pula beberapa artis yang datang untuk memesan dres yang sengaja ingin di desain oleh Rania Agatha secara langsung. Tangannya cukup terampil dalam membuat sketsa pakaian dengan berbagai model. Ditambah otaknya yang cerdas dalam membuat desain yang menjadikan usahanya berkembang pesat hanya dalam kurun waktu dua tahun.

Hidup Rania bisa dibilang datar-datar saja, tidak ada yang istimewa darinya. Sampai suatu ketika saat usianya menginjak angka 26 Tahun. Rania dihadapkan pada suatu pilihan yg mengharuskannya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak ia kenal sebelumnya.

Laki-laki yang bahkan tidak ia ketahui seperti apa parasnya. Janji yang terlanjur Rania buat dua tahun lalu dengan orang tuanya ternyata menjadi kenyataan, tentang kesepakatan untuk menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya yang bernama Zein Arka.

Selama sekian tahun Rania menunggu suatu keajaiban datang kepada dirinya. SATU NAMA YANG TERTINGGAL yang tetap memenuhi hatinya sekian tahun yang lalu hingga saat ini, berharap datang dan menemuinya dengan membawa kalimat terindah. "maukah kau menikah denganku?" yah kalimat inilah yang Rania tunggu dari sebuah nama yang terukir didalam dihatinya.

Namun kini semua sirna begitu saja bagai botol yang terlempar kedalam lautan luas, menghantarkannya pada suatu tempat lain dan memaksanya untuk singgah.

Kini Rania harus menepati janji yang ia buat dengan orang tuanya sendiri dalam kondisi sadar dua tahun silam. Ia membuat janji dengan meminta waktu dua tahun setelah lulus kuliah untuk berkarir sambil berharap satu nama yg telah lama menghilang datang kembali, Sampai pada waktunya telah tiba nama yang ia harapkan tak kunjung datang.

Rania tahu janji adalah janji yang tetap harus ditepati. Terlebih janji yang ia buat adalah dengan orang tuanya, Kini ia pasrah dan menerima kesepakatan itu walau terpaksa.

Zein Arka, pria berusia 29 tahun.

Zein Arka, adalah seorang pria berusia 29 tahun dan juga pengusaha kaya dan cerdas. Zein memiliki paras yang tampan. Meski demikian zein Arka bukanlah laki-laki yang mudah menjatuhkan hatinya pada banyak wanita. Ataupun semena mena terhadap orang lain, meski ia terlahir dari keluarga kaya raya.

Zein dikenal sebagai laki-laki tampan dan santun oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak sedikit wanita yang ingin menjadi istrinya karena pribadinya yang baik. Zein Arka cukup populer di tengah masyarakat.

Zein Arka sebenarnya adalah anak dari sahabat baik orang tua Rania Agatha. Kedua orang tua mereka saling mengenal sejak remaja hingga saat ini masih berkawan dengan baik. Mereka memang sudah berniat sejak lama menjodohkan putra dan putrinya ketika dewasa. Sampai pada akhirnya keinginan mereka disetujui oleh anak-anaknya.

Yah, sejak saat itulah Rania Agatha harus melupakan satu NAMA YANG TERTINGGAL di hatinya selama sekian tahun untuk selamanya.

Mampukah Rania menerima takdirnya? Menjadi istri dari laki-laki yang tidak ia kenal sebelumnya.

Membahas perjodohan

Malam itu langit seperti tersihir, gemintang tidak lagi nampak di atas sana. Seluruhnya syahdu, hanya bulan membentuk sabit memberi cahaya temaram. Angin berhembus seperti serdadu perang yang tiada hentinya.

Di sudut sana. Rania Agatha sedang duduk diam menatap kaca yang menghadap langit dilantai atas tepat di kamarnya, menekuk kedua kakinya, memeluknya dan menjadikan tempurung kaki sebagai sandaran. Sesekali nafasnya terdengar berat. Jiwanya terguncang, hatinya yang mengering tiba-tiba menghujani dengan deras memenuhi hati yang kemarau berkepanjangan.

Ia tak pernah berfikir jika janji yang ia buat dengan orang tuanya akan menjadi kenyataan. Matanya mulai berkaca-kaca, belum sempat air matanya jatuh membasahi pipinya, Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar Rania.

Tok.. Tok.. Tok..

Rania berlari kecil memegang gagang pintu lalu membukanya, kemudian dilihatnya wajah syahdu sang ibu yang tersenyum hangat.

" Ayo turun, kita makan malam bersama! Sudah beberapa hari ini kamu tidak makan bersama. " bujuk ibu Rania tersenyum manis dan memegang kedua tangan Rania.

" Iya bu, mari kita makan bersama, aku juga rindu makan bersama kalian. " tawa Rania pecah bersama ibunya sambil menuruni anak tangga satu persatu.

Dibawah, tepatnya di ruang makan dengan meja yang cukup besar, lengkap dengan 4 kursi yang tertata rapih. Ada ayah dan juga Tania, adik perempuan Rania yang masih duduk di kelas 3 SMA.

" Rania, kemari dan duduklah di samping ayah. " pinta ayahnya dengan suara lembut dan tersenyum hangat.

Rania bergegas duduk di samping ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi.

" Iya ayah " jawab Rania

Ditatapnya wajah ayahnya, ada semburat yang menyimpan banyak harapan padanya tentang perjodohannya dengan zein.

Rania bergegas mendekati ayahnya, duduk di sampingnya. Sementara itu sang ibu mengikuti dari belakang lalu duduk di samping Rania.

Lalu mereka makan bersama, suasana makan malam yang berbeda dari biasanya. Di mana Selalu ada tawa dan canda saat makan bersama, namun kini berubah menjadi begitu hening.

Menyadari bahwa Ayah, Ibu dan juga kakaknya perlu waktu untuk bicara. Tania berinisiatif untuk kembali ke kamarnya setelah makan malam selesai.

" Ayah, Ibu, kak Rania. Aku sudah kenyang. Aku ingin kembali ke kamar untuk belajar. " tiba-tiba suara Tania memecahkan keheningan sepanjang makan malam berlangsung.

" Iya sayang, pergilah ke kamar dan jangan lupa menggosok gigimu sebelum tidur! " pinta sang ibu pada putri bungsunya yang masih ia anggap sebagai anak kecil yang imut dan manis.

" Iya bu " Jawab tania singkat sembari tersenyum.

Kini di meja makan hanya ada mereka bertiga. Masih dengan suasana yang hening, tiba-tiba terdengar suara lembut sang ibu.

" Rania, bagaimana kabar rey sekarang? " Tanya Ayah Rania dengan suara lembut.

Degggghh.. Rania hanya bisa tertegun mendengar kalimat yang dilontarkan ayahnya. Bagaiman tidak, selama sekian tahun ia tak pernah berkomunikasi dengan rey hingga saat ini.

Jawaban apa yang perlu ku katakan padamu ayah? Bagaimana mungkin aku bisa menjawab kabar laki-laki yang menghilang sekian tahun, bak ditelan bumi? Aku bahkan tidak tahu dimana dia sekian tahun lalu hingga saat ini. batin Rania pedih.

Sebenarnya Ayah dan ibunya Rania sudah tahu, bahwa selama ini, semenjak lulus sekolah SMA. Rey pergi meninggalkan Rania tanpa kabar berita. Hanya saja selama ini mereka tak pernah bertanya karena tak ingin menyakiti hati Rania. Namun untuk kali ini, Ayah Rania ingin memastikan dan mendengar jawaban langsung dari Rania.

Belum sempat Rania menjawab pertanyaan ayahnya, ibunya kembali bertanya.

" Rania, ibu tahu kamu masih belum bisa melupakannya, tapi sudah berapa lama ia meninggalkanmu begitu saja tanpa kabar berita? Usiamu sudah 26 tahun dan kamu juga anak pertama. Tidak bisakah kamu membuka hatimu untuk laki-laki lain dan membiarkan kami melihatmu bahagia duduk di pelaminan? " dengan lirih ibu Rania berkata.

Sontak, kalimat yang keluar dari bibir ibunya membuat Rania terenyuh sekaligus hancur. Ia tak punya jawaban atau pembelaan apapun atas apa yang menjadi keyakinan hatinya. Selama ini Ia mempertahankan hati yang sia-sia.

Untuk seketika Rania hanya terdiam mematung tanpa sepatah katapun atas pertanyaan ibunya.

Baiklah bu, aku pun sudah lelah menunggu ketidakpastian ini dan membuang waktuku percuma. Lagi pula hatiku sudah lama mengeras seiring waktu yang tak pernah berpihak padaku untuk harapanku padanya. Batin Rania dengan hati yang hancur.

Rania menghela nafas panjang, berusaha menguatkan hatinya yang hancur karena harapan yang sirna, mempersiapkan jawaban yang akan membuat ayah dan ibunya bahagia. Sesekali Rania menatap wajah ayah dan ibunya. Terlihat jelas, ada harapan besar di bola mata kedua orang tuanya tentang perjodohannya dengan zein. Tangannya bergerak, mendekati dan memegang tangan ayah dan ibunya seraya berkata.

" Ayah, ibu aku tidak yakin akan keputusanku saat ini benar atau salah? Namun aku lebih tidak yakin akan keyakinanku menunggunya datang dan melamar ku. Mungkin aku perlu belajar menerimanya untuk saat ini." Rania menjawab dengan tegas meski di dalam hatinya ada kehancuran karena harapannya kepada rey benar-benar pupus.

Jawaban Rania mengundang senyum bahagia yang nampak jelas diraut wajah ayah dan ibunya. Seolah memperjelas bahwa Rania setuju menikah dengan laki-laki pilihan mereka.

Ada tangan menjulur berusaha memeluk anak sulungnya yang sebentar lagi akan meninggalkannya. Yah, itu adalah tangan lembut sang ibu yang berusaha memeluk seraya berkata " Jawabanmu sudah sangat tepat Ran, ibu yakin kamu akan bahagia hidup bersama Zein. "

Sang ibu memeluk sambil tersenyum, di ikuti sang ayah yang berada dibelakang Rania yang juga ikut bahagia mendengar jawaban dari Rania.

Makan malam berakhir, kegelisahan ayah dan ibu Rania pun sirna, Berubah menjadi ketenangan. Ketiganya berhamburan meninggalkan meja makan, lalu beristirahat.

*keesokan harinya

Seperti biasa setiap pagi pukul sembilan Rania bergegas pergi menuju butik miliknya di antar oleh supir pribadinya. Meski Rania dilahirkan dari keluarga yang cukup kaya, Rania tak punya cukup keberanian untuk mengendarai mobil di jalan raya. Rania lebih memilih menyerahkan tugas menyetir kepada supir pribadinya.

" Pak ferdi, tolong masukan barang-barang yang ada didepan pintu kamar saya kedalam bagasi yah. " pinta Rania kepada supir pribadinya.

Ferdian, laki-laki berumur 40 tahun yg sudah bekerja bersama Rania 2 tahun lalu adalah supir pribadi Rania yang pernah menolong Rania ketika terserempet motor dua tahun lalu di area luar kampus Rania. Ferdian sebenarnya dulu adalah seorang supir taksi yang biasa mangkal di depan kampus Rania, dari situlah Rania mengenal ferdian dan merasa berhutang budi pada ferdian lalu mengajak ferdian untuk bekerja bersamanya.

" Iya nona " Jawab ferdian singkat sambil bergegas pergi mengambil barang-barang tersebut dan memasukannya kedalam bagasi.

Sementara itu, Rania sudah berada di dalam mobil sambil merapikan rambut pendek sebahu dengan poni samping dan membiarkan rambutnya selalu terurai hingga menjadikannya tampak cantik dan elegan.

" Nona, semua barang sudah ku letakkan didalam bagasi, apa masih ada lagi? " tanya ferdian, memastikan bahwa semua sudah siap.

" Tidak ada pak, mari kita berangkat! " jawab Rania singkat sambil memerintah untuk segera pergi.

" Iya nona. " Timpal Ferdian, langkahnya menuju pintu mobil lalu memegang gagang pintu mobil dan membukanya lalu masuk.

Keduanya bergegas menuju mobil yang sudah di parkir di depan teras rumah oleh ferdian, langkahnya cepat dan menjulurkan tangannya memegang gagang pintu mobil. Lalu masuk ke dalam.

Dalam perjalanan menuju butik, Rania terdiam tanpa sepatah katapun. Ia mengingat pembicaraannya semalam bersama ibunya tentang perjodohannya dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Semakin mengingat Rania semakin larut dalam imajinasinya tentang seperti apa dan bagaimana sosok laki-laki yang akan menjadi suaminya nanti?

Rasanya sungguh sangat sulit dipercaya, kenapa aku bisa berada dalam keadaan seperti ini? Dan kenapa aku bisa mencintai laki-laki jahat yang pergi tanpa sepatah kata pun? Sebegitu tidak berartinya aku dimatanya. Rania tertegun dalam lamunannya dengan tubuh dan kepala menyandar di samping kaca mobil.

Ngiiiiiiik..... Tiba-tiba ferdian mendadak menghentikan mobilnya yang sedang melaju dengan kecepatan normal hingga menyadarkan lamunan Rania yang sepanjang jalan hanya diam dan melamun.

" Ada apa pak? Apa bannya bocor? " Tanya Rania dengan cemas.

" Saya tidak tahu pasti non, tapi sepertinya saya menabrak sesuatu. " Ferdian menjawab dengan raut wajah panik.

" Coba keluar dan cek apa sebenarnya! " perintah Rania.

" Non... Nona saya menabrak kucing. " dengan perasaan bersalah dan suara terbata, Ferdian mengatakan apa yang dilihatnya.

Seekor kucing yang sudah tergeletak di depan ban mobil kanan Rania.

Apa... Pak ferdi menabrak kucing? Oh tuhan semoga ini bukan pertanda buruk. Batin Rania cemas bercampur sedih karena merasa bersalah pada kucing yang ditabrak ferdian meski tidak sengaja.

" Ya sudah bawa masuk kedalam mobil dan tolong dikubur dengan baik di samping butik ya pak. " pinta Rania.

Lalu mereka bergegas melanjutkan perjalanan menuju butik milik Rania.

Sesampainya di butik, seperti biasa Rania menyapa satu persatu karyawannya dengan senyum manis dan wajah riangnya.

Setelah seharian di dalam butik, duduk disebuah kursi lengkap dengan meja dan juga peralatan tulis (pensil, penghapus, penggaris, dll) memeras otaknya lalu menuangkannya kedalam secarik kertas yg ada di meja kerjanya.

Masih dengan posisi tangan kiri memegang kepala yang menyandar miring ke samping kiri. dan tangan kanan memegang pensil, menggerakkan beberapa gerakan tangan membuat sketsa gaun. Tiba-tiba terdengar suara hand phone yang berada tepat di samping kanannya.

" Trrrrrrrrrddd... My MoM. " ibunya memanggil lewat hand phone.

Ada apa ibu menelepon sore-sore gini? Gak biasanya. Rania membatin.

Bersambung.

Keresahan hati

" Halo...Iya kenapa bu?" Rania menjawab telepon dari ibunya

" Rania, kamu pulang lebih awal yah hari ini! " perintah ibunya.

" Tapi ada apa bu? Aku masih ada sedikit kerjaan, kemungkinan pulang agak malam. " jawab Rania tegas.

" Nanti malam Zein beserta keluarganya akan datang ke rumah." timpal ibu Rania.

Aku yakin ini bukan pertemuan biasa. Gumam Rania.

" Apa ini tentang perjodohan bu? " tanya Rania penasaran.

" Ibu tidak tahu pasti Ran, tapi bukankah lebih cepat lebih baik! " dengan yakin ibunya menjawab.

Ahhh sudahlah, pada akhirnya cepat atau lambat ini memang akan terjadi. Batin Rania.

" Baiklah bu, aku akan pulang lebih awal. " tegas Rania.

" Kamu hati-hati ya pulangnya! " ibu Rania mengakhiri pembicaraannya dengan Rania di telepon dengan memberikan sedikit perhatian di akhir.

Rania bergegas merapikan beberapa buku dan alat tulisnya di tempat semula. Merapikan segalanya dengan sangat sempurna. Lalu beranjak bangun dari duduknya, melangkahkan kakinya berjalan tanpa semangat sedikitpun.

" Mel, hari ini saya mau pulang lebih awal. Ada beberapa pekerjaan yang belum selesai dan harus dipantau. Saya titipkan padamu ya! " perintah Rania pada Melly, asisten pribadinya.

" Baik bu. " tegas melly.

Rania bergegas pergi keluar dari butik menuruni beberapa anak tangga menuju mobilnya yang diparkir tepat berada di depan butik miliknya.

" Pak ferdi, tolong Antar saya pulang sekarang! " perintah Rania pada ferdian yang saat itu sedang berbincang dengan beberapa sekuriti yang hanya berjarak 5 meter darinya.

" Baik non. " sahut ferdian sambil berjalan dan membuka pintu mobil yang berada tidak jauh darinya.

Keduanya bergegas masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan normal.

Sepanjang jalan, Rania hanya melamun, tatapannya kosong tiada makna. Mata indahnya hanya menampakkan kecemasan. Sesekali ia memejamkan matanya lalu membukanya kembali menikmati Senja yang kala itu memesona dengan keindahannya.

Sementara itu, sesekali Ferdian melirik kaca spion yang berada di depannya. Terlihat jelas ada kecemasan dan keraguan di wajah Rania yang selalu tampak riang sebelumnya.

Tiiiiinn...

Ferdian membunyikan klakson tepat berada di depan gerbang, pertanda meminta sekuriti untuk segera membukanya.

Dengan cekatan sekuriti membuka pintu gerbang.

Ahhh... Sudah sampai rupanya. Batin Rania.

Rania membuka pintu mobilnya melangkahkan kakinya menaiki beberapa anak tangga menuju pintu depan rumahnya.

Sementara itu ibunya yang sudah menyambutnya mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Mulai dari menaruh bunga segar di beberapa sudut ruangan, dan hidangan yang sudah tertata rapih di atas meja makan berukuran cukup besar.

Tak,,tak,,tak,, Suara langkah kaki Rania yang menggunakan heels mungil setinggi 5 cm.

Apa-apaan ini? Aku merasa ini terlalu berlebihan. Batin Rania.

" Akhirnya, anak ibu yang cantik ini sudah pulang. " celoteh ibunya dengan raut wajah sumringah.

" Iya bu, bukankah ibu yang memintaku untuk segera pulang? " jawab Rania ketus.

" Ah iya " timpal ibunya dengan senyum meledek.

" Bersiaplah, Ibu sudah menyiapkan beberapa gaun di kamarmu untuk kamu pakai nanti malam! " Perintah lembut ibunya.

" Bu, kau tak perlu melakukan itu! Aku punya gaun lama yang masih bisa ku pakai. Lagi pula, Apa ini tidak terlalu berlebihan? " Jawab Rania kesal.

" Rania, ini adalah kali pertama kalian bertemu. Buatlah kesan menarik! " Timpal ibunya sembari memegang tangan Rania dengan raut wajah penuh harap.

" Ahh,, Ya sudah, ibu atur saja. Aku mau istirahat sebentar. " timpal Rania yang kemudian bergegas menaiki anak tangga menuju pintu kamarnya.

Braaaaak,, Rania melempar tasnya lalu menjatuhkan tubuhnya yang lelah setelah seharian beraktifitas.

Pyuuuuh,, Sembari menghela nafasnya yang tersengal karena memikirkan acara nanti malam."

Matanya tertuju pada suatu gaun berwarna hitam, yang berada tepat di depan matanya, menggantung di depan lemari kaca. Di antara tiga gaun berwarna merah maroon, lime dan hitam. Rania hanya menatap ke arah gaun berwarna hitam.

Gaun hitam itu cantik sekali, tapi tidak untuk acara malam ini. Andai kau ada di sini? Rania membatin.

Tok,, tok,, tok,, Seketika suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Rania.

" Masuk saja! " Teriak Rania dari dalam kamar, masih dengan posisi rebahan.

Kreooot,, jeblak. Pintu terbuka, terdengar suara langkah kaki yang tak asing. Yah, itu suara langkah kaki ibunya yang ingin memastikan apakah anaknya sudan bersiap.

" Rania, kau akan memakai gaun yang mana? " Tanya ibunya.

" Aku pilih warna hitam bu " Jawab Rania singkat.

karena menurutku hitam yang paling cocok. Gerutu Rania dalam hati sembari membayangkan sedang menghadiri pemakaman.

Waktu sudah semakin mendekati pukul 8 malam, Ia pun segera beranjak dari tidurnya dan mulai berdandan.

Di depan kaca, ia memandangi dirinya yang terlihat berbeda dan menawan dengan balutan gaun berwarna hitam panjang, lehernya terlihat jenjang, bagian tangan kiri dan kanannya hanya menyisakan sedikit renda di tambah aksen permata, menambah keanggunannya.

Tangannya meraih anting mungil dan mulai memakaikannya di kedua telinganya. Belum sempat ia menyematkan anting, Tiba-tiba terdengar suara ketukan dibalik pintu kamarnya.

Tok,,tok,,tok,,

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!