Risha adalah seorang perempuan yang sedang kuliah semester akhir, yang sedang menyelesaikan skripsinya. Memilih pergi meninggalkan rumahnya karena akan di jodohkan oleh orang tuanya. Dengan bekal yang alakadarnya ia pun menempuh perjalanan dengan menaiki angkutan umum, bahkan tak jarang ia berjalan kaki agar menghemat pengeluarannya. Karena bisa digunakan untuknya membeli makan.
Malam tadi ia sudah menginap di masjid beralaskan sajadah panjang dan sarung sebagai selimutnya. Dan untuk malam nanti tidak mungkin ia bermalam di masjid lagi. Ia harus memiliki tempat tinggal.
Dia berpikir akan sangat membenci orang tuanya karena telah menjodohkannya dan membuatnya menjadi seperti sekarang, terlantar tanpa bekal yang cukup. Walau sesaat pikiran itu muncul tapi tidak dengan hatinya. Ia masih sangat menyayangi keluarganya yang ia tinggalkan, masih mencintai orang tuanya sebagai pintu pengantarnya ke dunia.
Dia tidak pergi jauh dari kotanya, hanya pergi ke daerah yang agak pinggir kota saja. Memang nasib baik sedang berpihak padanya, ia membaca selebaran yang ditempel di sebuah tiang, sebuah brosur yang menyatakan ada lowongan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga.
Akhirnya Risha pun mencoba peruntungannya. Walaupun Risha dari keluarga mampu tapi dia selalu biasa mandiri. Mengerjakan pekerjaan rumah ataupun membersihkan kamarnya sendiri saja tanpa bantuan asisten rumah tangganya. Risha pun pandai memasak dan membuat kue karena dia pernah ikut kursus memasak dan membuat kue.
Dengan kemampuannya yang terbilang cukup baik, Risha diterima menjadi asisten rumah tangga setelah ia bertemu dengan yang empunya rumah yaitu Nyonya Dian Anggraini dan suaminya Tuan Bagas Kusuma. Namun tak disangka ternyata anak majikan Risha adalah orang yang akan di jodohkan olehnya.
Rayhan Wijaya Kusuma adalah pria yang dingin, cuek dan tidak terlalu memikirkan hal seperti pacaran dan pernikahan. Maka dari itu orang tuanya berniat menjodohkan dengan anak sahabatnya sang ayah. Ayah dari Risha, Razak Kautsar dan ibunya Rini Wardani.
Sebelumnya mereka tidak tahu kalau Risha adalah anak dari sahabat mereka yang akan di jodohkan. Namun saat sahabat mereka memberitahu anaknya kabur dan memberikan sebuah foto anaknya maka dari situlah mereka tahu bahwa yang bekerja di rumah mereka adalah anak sahabat mereka. Dan mulai merancang rencana agar anak mereka bisa dekat dengan sendirinya.
Tanpa banyak campur tangan dari mereka para orang tua, akhirnya Risha dan Rayhan menjadi dekat dan menjalin hubungan. Mereka hanya memberi kesempatan dan memberi banyak waktu agar mereka bisa berdua, karena cinta bisa datang karena terbiasa.
Hingga akhirnya Risha tahu kalau Rayhan lah yang akan di jodohkan kepadanya. Sangat tak terduga awalnya, namun Risha bisa menerima itu semua. Malah ia sangat bersyukur bisa mengenal lebih dahulu siapa yang akan menjadi jodohnya.
Dari sinilah awal cerita tentang Risha dan Rayhan. Mereka akan saling mencintai, melengkapi, membutuhkan satu sama lain karena kebersamaan yang sering mereka lalui.
Dan perjodohan mereka akan tetap berlanjut walau banyaknya cobaan ataupun yang lainnya.
Simak disini ya...
______________________________________
Hai ini novel baru aku, tolong di dukung yaa semua...
tolong kasih dukungan berupa like, vote dari kalian juga kasih bintang yang banyak yaa...komen pun boleh aku senang...walau hanya lanjut, next dan lainnya...
saran dan kritik juga boleh nangkring di komen, semiga dengan saran kritik dari kalian buat aku makin bagus berkarya untuk ke depannya...
terima kasih yaa...selamat membaca...
happy reading readers kesayangan...
Risha sudah kelelahan berjalan kaki karena kehabisan ongkos. Uang yang ia pegang hanya tinggal berapa puluh ribu saja untuk ia makan malam nanti. Sambil beristirahat di sebuah taman, Risha juga mengistirahatkan badannya agar sanggup melanjutkan perjalanan yang entah sampai dimana ia akan berhenti.
Saat sedang memperhatikan anak-anak yang bermain di taman, ia teringat dengan perkataan sang mama dua hari yang lalu.
"Sayang mau nggak dijodohin sama anak teman papa?"
Dan saat itu juga Risha menjawab dengan tegas, "Risha belum selesai kuliah ma, Risha mau kerja dulu, mau gapai cita-cita Risha"
Dan jawaban mamanya yang menohok juga masih terngiang di kepalanya, "Sayang mau setinggi apapun cita-cita kamu nanti calon kamu tidak akan membatasinya Nak. Tapi asal kamu tahu cita-cita mulia seorang wanita yaitu menjadi ibu rumah tangga yang baik, menjadi sekolah dan madrasah pertama anak-anaknya, tempat dimana suami berpulang setelah lelah seharian"
"Pikirkan lah lagi Risha sayang. Ingat Nak belum tentu yang baik untuk kita bisa jadi sebenarnya tidak baik buat kita, begitu juga sebaliknya. Kamu sudah dewasa, mama yakin kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakukan" sambung mama Risha, Rini Wardani.
Dan disinilah jawaban Risha sekarang, ia memilih kabur dari rumahnya karena belum mau dinikahkan. Bukan ingin membangkang namun hatinya masih belum terima, sebenarnya ia hanya butuh ketenangan namun kalau tetap di rumah ia tidak bisa. Menjalani rumah tangga belum ada dipikirannya, walaupun ia pasti nanti akan menikah, tapi nanti bukan sekarang.
Dengan berbekal uang tabungan yang dimilikinya, beberapa baju yang dibawa dalam satu tas, dan laptop yang ia bawa untuk menyelesaikan skripsinya ia langsung pergi meninggalkan rumahnya tanpa pamit dan hanya meninggalkan pesan di atas nakas di dalam kamarnya untuk orang tuanya.
Mama dan Papa
Maafin Icha ma, pa...
Icha belum siap untuk memenuhi keinginan mama dan papa saat ini. Icha mau selesaikan kuliah dulu.
Jika suatu saat nanti Icha berubah pikiran, Icha tahu kemana akan pulang.
Icha akan jaga diri baik-baik, Icha sayang mama papa
Icha
Risha adalah anak yang sangat bisa diandalkan dikeluarganya jika pelayan mereka sedang ambil cuti serempak. Ia biasa bersih-bersih kamar sendiri. Membantu pelayan dirumahnya juga kadang memasak untuk keluarganya atau membantu sang mama. Walaupun ia dari keluarga berada ia selalu membiasakan dirinya untuk mandiri, hanya satu yang ia tak bisa, yaitu jauh dari keluarganya. Dan saat ini hal itulah yang sedang dilakukannya.
Risha adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak Risha bernama Ridwan, biasa dipanggil Iwan. Sedang bekerja di negeri orang untuk memperkaya pengalaman di bidang bisnis yang ia tekuni, dan tentu saja untuk membantu sang ayah di kantor nantinya. Sedangkan sang adik, Riziq biasa di panggil Iki, masih di bangku menengah pertama ajaran akhir, beberapa bulan lagi ia akan menginjakkan kakinya di sekolah menengah atas. Dan Risha sendiri sedang kuliah semester akhir, biasa dipanggil Icha.
Mereka adalah kakak beradik yang saling menyayangi satu sama lain, namun dengan permintaan sang mama membuat Risha mengambil keputusan gegabah tanpa dirundingkan dan dipikirkan lebih matang terlebih dahulu.
Sebenarnya Risha sudah tidak kuat jauh dari orang tuanya, karena ia tidak pernah berpisah lama dengan orang tuanya. Baru dua hari ia berpisah tapi rasa rindu dengan orang tuanya apalagi sang mama sudah sangat membuncah. Risha sudah terlanjur maju, untuk mundur lagi ia akan malu, begitu pikirnya.
Setelah dirasa cukup istirahat Risha melanjutkan lagi perjalanannya. Baru beberapa langkah dari pintu taman tempat ia beristirahat tadi, ia melihat brosur lowongan pekerjaan.
Di sinilah ia sekarang, di depan rumah bercat putih dengan pagar yang menjulang hampir sama tingginya dengan pepohonan yang berjajar disebelahnya. Rumah inilah yang sedang mencari seorang asisten rumah tangga. Ya, pekerjaan itulah yang akan Risha coba peruntungannya. Mungkin saja dengan keahlian yang ia miliki akan memudahkannya untuk bisa bekerja disana.
"Permisi pak" sapa Risha sopan kepada security yang ada di pos jaga rumah ini
"Iya dek, ada apa?" tanya salah satu security yang bernama Ujang
"Maaf Mang, disini lagi butuh asisten rumah tangga ya?" tanya Risha lagi
"Iya dek, adek mau nyoba ya?" tanya security tadi
"Iya Mang, boleh ya?" mata Risha kini berbinar karena seperti memiliki harapan
"Boleh dek, ayo masuk" security yang bernama Imin mempersilakan Tari dan membukakan pintu gerbang kecil yang ada di samping gerbang besar, karena mereka sedari tadi mengobrol dibatasi oleh pagar.
"Ayo saya antar ketemu Ibu" ucap Mang Imin lagi kemudian mereka berjalan beriringan ke rumah utama.
Rumah yang dituju oleh Risha sangatlah besar. Terdapat enam pilar sebagai penopang rumah depan tersebut yang sangatlah kokoh. Di samping kanandan kiri terdapat pepohonan rimbun yang ditanam di dalam pot dengan ukuran cukup besar. Pintu yang tinggi dan menjulang memiliki dua daun pintu, cat rumah dengan dominan putih yang menambah kesan elegan dari rumah tersebut.
Ting Tong...
Bel ditekan oleh Mang Imin, menandakan sedang ada tamu diluar sini. Mang Imin kemudian mendekat ke arah layar dekat pintu tersebut dan bicara dengan orang yang berada diseberang layar tersebut.
"Ada tamu, mau ketemu Ibu Bi" ucap Mang Imin lembut, sekilas Risha melihat diseberang sana adalah wanita paruh baya yang terlihat rapi, mungkin kepala asisten rumah tangga, pikir Risha.
"Iya, masuk aja Mang" ucap orang diseberang layar, Mang Imin menganggukkan kepalanya tanda patuh.
"Ayo Dek masuk" Mang Imin mengajak Risha memasuki rumah yang begitu besar meurutnya.
Saat pintu dibuka Risha kembali dibuat kagum dengan isi dari rumah tersebut. Terdapat dua ruang tamu yang berbeda dengan bentuk leter L. Ditengah ruang tamu utama terdapat sebuah foto dengan bingkai besar, ada empat orang yang berpose didalamnya, mungkin merekalah Nyonya, Tuan juga Nona dan Tuan Muda rumah ini. Sofa yang berada di ruang tamu utama pun terlihat sangat mewah, namun elegan. Tak kalah dengan sofa di ruang tamu kedua. Terdapat pajangan juga ornamen yang unik juga menarik di setiap sudut dinding. Banyak juga kerajinan tangan yang dipajang disana, entah buatan sendiri atau bukan namun semua sangatlah indah walau hanya terbuat dari tali temali.
Risha dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu utama, namun rasa enggan menghampiri Risha merasa tak pantas duduk di sana karena ia hanya ingin melamar pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, bukan tamu.
Kepala asisten memperkenalkan diri kepada Risha dan tetap memaksa Risha untuk duduk sambil menunggu yang empunya rumah. Bi Zah, itulah nama panggilan kepala asisten rumah tangga di rumah ini. Ia tetap mendampingi Risha di ruang tamu tersebut walaupun hanya berdiri di sisi Risha. Dan tak berapa lama datang seorang asisten rumah tangga yang membawa sebuah nampan berisi minuman untuk Risha.
Akhirnya yang ditunggu datang, wanita yang masih terlihat cantik walau mungkin usianya kini sekitar kepala empat. Menggunakan dress berwarna peach dengan panjang di bawah lutut, membuatnya terkesan lebih fresh, dibanding usianya kini.
"Bu ini yang tadi di bilang Mang Imin mau melamar sebagai asisten rumah tangga disini" ucap Bi Zah sambil membungkukkan badannya
Yang di ajak bicara kemudian tersenyum ramah, mendudukkan dirinya di sofa berseberangan dengan Risha. Kemudian menatap Risha dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Sudah punya pengalaman sebagai asisten rumah tangga?" tanya yang empunya rumah ramah
"Belum Nyonya" jawab Risha sopan
"Namanya siapa Nak?" wanita itu memanggil Risha dengan kata Nak, memang ia merasa Risha lebih pantas menjadi anaknya dari pada jadi asisten rumah tangga di rumahnya.
"Risha Nya" jawabnya singkat
"Lalu kamu bisa apa saja?" tanyanya lagi
"Saya sudah biasa bersih-bersih kamar sendiri Nya, saya bisa masak juga buat kue" ucap Risha mantap karena memang ia ahli dalam bidang tersebut.
"Bisa saya coba masakan kamu?" masih dengan senyum mengembang dari bibirnya
"Bisa Nyonya" jawab Risha lagi
"Bi Zah, biar dia buat satu menu untuk makan siang. Kebetulan nanti siang Ray pulang untuk makan" ucap wanita itu lagi
"Baik Bu" ucap Bi Zah kemudian mengajak Risha untuk mengikutinya.
Saat sedang berjalan ke ruang dapur Risha kembali kagum dengan semua ornamen, hiasan ataupun pernak pernik yang berada di dinding atau ruangan lainnya. Saat melewati ruang makan Risha melihat meja makan yang panjang, terbuat dari kayu jati asli tanpa memotong menjadi sebuah meja pada umumnya. Seperti hanya sebuah batang pohon yang dibelah menjadi dua dan menjadikan bagian yang datar untuk menjadi bagian atas meja makan tersebut.
Dan saat sampai di ruang dapur Risha kembali disuguhkan dengan pemandangan yang asri di belakang dapur tersebut. Di sana terdapat taman dan ada kolam ikan kecil juga sedang di kedua sisinya. Isi dari ruangan dapur sendiri sangatlah lengkap, mulai dari peralatan masak sampai peralatan pendukung memasak sepeprti microwave, oven listrik, pemanggang roti otomatis dan masih banyak lainnya. Benar-bemar bak dapur seorang chef ternama.
"Risha" suara Bi Zah memecah lamunan Risha yang masih sibuk dengan pikirannya.
"Iya Bu" ucap Risha sedikit terkejut karena twguran dari Bi Zah
"Ini dapurnya, kamu mau masak apa biar disiapkan" ucap Bi Zah ramah
"Aku siapin sendiri aja Bu--" belum selesai Risha bicara Bi Zah sudah memotong ucapannya
"Bi Zah aja panggilnya, yang lain juga gitu" lanjut Bi Zah dan hanya dijawab anggukkan oleh Risha
"Mau masak apa?" tanya Bi Zah lagi
"Masak capcay aja ya Bi sama ayam kecap" jawab Risha semangat
"Kata Ibu satu menu aja, memang kalau dua waktu kamu cukup?" tanya Bi Zah khawatir, karena sekarang sudah pukul 10.45
"Cukup Bi, ya udah Risha ambil bahan dulu ya. Ayam sama sayurnya dimana Bi?" tanya Risha dengan semangat yang sudah berkobar karena ini adalah penentuan diterima tidaknya ia bekerja di rumah ini
"Ayam ada di chiller, sayuran ada di kulkas yangada di sebelah chiller" Bi Zah menunjuk sebuah dua kulkas dua pintu yang tingginya melebihi Risha. Kulkas yang pertama di tuju Risha adalah yang berisi daging, ayam, ikan dan lain-lain, dan Risha mengambil ayam. Kemudian kulkas kedua berisi sayur mayur segar, segala jenis macam sayuran ada disini. Risha mengambil wortel, sawi putih, pakcoy, putren, brokoli juga kembang kol sebagai bahan cap cay.
Dengan cekatan dan sangat telaten Risha mengerjakan semua sendiri, dari menyiapkan bumbu ayam juga bumbu capcay, dari yang dihaluskan sampai yang di rajang. Setelah selesai dengan bumbu Risha memotong ayam untuk di rebus dahulu. Kemudian beralih ke sayuran yang akan di olah.
Satu jam sudah Risha memasak dan berhasil menyelesaikan kedua masakan yang Risha pilih tadi. Risha yang melihat hasil masakannya tersenyum puas. Namun ia baru menyadari sesuatu.
"Eh Bi, di keluarga ini suka pedas atau ga ya?" tanyanya padaBi Zah yang sedari tadi memperhatikan pekerjaannya
"Bapak cukup suka, kalau Ibu suka pedas. Tapi Mas Ray kurang begitu suka pedas beda dengan adiknya yang memang hobi pedas" ucap Bi Zah menerangkan satu persatu kesukaan di keluarga ini
"Memang kenapa Sha?" tanya Bi Zah kali ini
"Ayam kecapnya pedas Bi, kebiasaan di rumah" Tari menggaruk tengkuknya seraya tersenyum kecut
"Ga apa, nanti Mas Ray suruh minum aja yang banyak kalau kepedasan" jawab Bi Zah asal, tapi setelah dipikir memang benar juga.
Tari sudah membawa makanan hasil masakannya ke meja makan, sepiring capcay dan juga sepiring ayam kecap. Jika dilihat hasilnya tidak cukup buruk, malah sangat menggiurkan membuat siapapun yang mencium aromanya pasti akan langsung keroncongan perutnya.
Tiba-tiba dari arah depan terdengar seseorang bicara dengan keras,
"Bi Zah, masak apa ini wangi banget. Perut aku jadi lapar" ucap seorang perempuan dengan seragam sekolah putih abu-abu yang masuk ke ruang makan sambil mengelus perutnya yang rata.
"Adek ganti pakaian dulu sambil tunggu Mas Ray" ucap Bi Zah sopan
"Tapi aku udah lapar Bi. Masak apa sih Bi?" tanya perempuan itu lagi
"Capcay, ayam kecap dan beberapa menu lain Dek" jawab Bi Zah
"Ya udah aku ke atas dulu ya. Tunggu aku ya" ucapnya sambil mengacungkan jari telunjuknya
"Iya Adek pasti ditungguin" ucap Bi Zah lagi sambil mengangkat ibu jarinya ke arahperempuan tadi
Kemudian perempuan itu kembali ke ruang depan dan menaiki tangga menuju lantai dua tempat kamarnya berada. Setelah itu Risha bertanya tentang perempuan itu kepada Bi Zah.
"Itu siapa Bi?" tanya Risha hati-hati
"Itu Nona muda di sini, adiknya Mas Ray. Revina Khanza Kusuma" jelas Bi Zah
"Kelas berapa Bi Zah? Aku jadi ingat masa-masa SMA" ucap Risha terkekeh
"Kamu sekarang masih pendidikan Risha?" Bi Zah balik bertanya
"Masih Bi, aku kuliah semester akhir. Tapi ga tau nih bisa nerus apa ga" jawab Risha memelas
"Kalau Nona itu kelas dua belas Sha. Kamu berdoa saja bisa diterima disini terus bisa lanjut kuliah lagi" Bi Zah memberi dukungannya kepada Risha
Bi Zah sebenarnya sudah tahu dengan hasil masakan Risha pasti ia diterima bekerja di rumah ini. Namun ia tidak mau mendahului keputusan Nyonyanya. Apalagi saat tadi ia mencicipi rasanya, tidak kalah dengan masakan yang di masak oleh chef ternama.
"Kamu belajar masak dari mana Sha?" tanya Bi Zah penasaran karena dilihat dari penampilannya Risha tidak seperti orang dari kalangan ekonomi sulit
"Dari mamaku Bi, sama ada kursus waktu ikut program pemerintah" jawabnya sedikit berbohong, karena ia ikut kursus memasak dan buat kue bukan program dari pemerintah tapi atas keinginannya sendiri
Bi Zah hanya menganggukkan kepalanya seolah percaya dengan perkataan Risha, padahal dalam hatinya ia tersenyum karena Risha tidak pandai berbohong. Bi Zah semakin penasaran dengan Risha sebenarnya namun ia tidak mau sampai terlihat terang-terangan sangat ingin tahu tentangnya.
Saat makan biasanya merupakan suatu rutinitas yang menyenangkan dalam sebuah keluarga. Selain membuat perut menjadi kenyang karena terisi, saat makan pun bisa menjadi tempat ajang tukar pikiran bersama keluarga yang lain.
Seperti sekarang ini, para pelayan sudah menata piring untuk makan di meja makan yang panjang tersebut, juga sudah menyusun lauk pauk untuk disajikan kepada tuan mereka. Bi Zah selaku kepala asisten rumah tangga memanggil Bu Dian, mengatakan kalau makan siang sudah siap.
Ibu Dian dan suami sudah berada di meja makan, disusul oleh Revina. Tak berapa lama datang anak sulung mereka, Rayhan. Pak Bagas selaku kepala keluarga duduk di kursi tengah, disebelah kanannya ada Ibu Dian dan diseberang Bu Dian telah duduk Rayhan dan Revina. Sedangkan Bi Zah sedang berdiri selangkah dibelakang Pak Bagas, sambil melihat apakah ada yang kurang untuk disajikan atau tidak.
Walaupun mereka memiliki pelayan, namun Bu Dian tetap melayani suaminya saat di meja makan. Dengan cekatan Bu Dian mengambilkan nasi beserta lauk pauk untuk suaminya, selesai dengan suaminya Bu Dian mengambilkan makanan juga untuk Rayhan juga Revina.
Pertanyaan yang sama juga selalu ditanyakan oleh Pak Bagas kepada anak sulungnya, apalagi kalau bukan masalah perusahaan. Seperti saat ini yang mana membuat selera makan Rayhan sedikit berkurang.
"Bagaimana perusahaan Ray?" panggilan sehari-hari di rumah untuk Rayhan.
"Baik kok Pa. Seperti biasa" jawab Rayhan datar.
"Bagaimana masalah perjodohan yang Papa tawarkan? Kalau iya seminggu lagi kita ke rumah calon kamu" tanya Pak Bagas membuat yang ditanyai menjadi tersedak.
"Uhuk...uhuk..." Revina dengan sigap memberikan minum untuk kakaknya dan langsung diterima oleh sang kakak.
"Papa kalau bahas masalah itu jangan di sini dong. Vina kan masih belum cukup umur" ia pun sewot karena kerap kali sang papa membicarakan hal yang membuat kakaknya tersedak atau tidak nafsu untuk melanjutkan makannya.
"Vina kamu belum tahu yang jadi calon kakak ipar kamu itu kaya gimana orangnya, kalau kamu udah tau pasti kamu suka" jawab sang mama mendukung suaminya.
"Pa, Ma memang kalian betul mau jodohin aku sama dia?" tanya Rayhan dengan tatapan serius ke arah papa juga mamanya bergantian.
"Iya" jawab mereka kompak.
"Duh kompaknya" jawab Vina sambil memutar bola matanya.
"Ya udah kalau papa sama mama serius. Rayhan terima mungkin memang ini yang terbaik menurut kalian. Semoga dia ga mengecewakan ya" jawab Rayhan pasrah.
"Diterima kak?" tanya Vina heran.
"Iya dek. Kakak udah baca sih profilnya, menarik juga. Mudah-mudahan orangnya juga menarik" ucapnya lagi sambil mengacak rambut Revina.
"Profil? Dibaca? Emang mau ngelamar kerjaan kak? Yang benar aja sih!" ucapnya seperti hendak protes.
"Iya Dek. Kamu tuh yang ga tau cara mengetahui tentang seseorang" ucap sang mama.
"Dek minum dek" ucap Rayhan tiba-tiba sambil mengibaskan tangannya di depan mulutnya.
"Nih, kenapa kak?" tanya Vina khawatir.
Rayhan meminum segelas penuh yang diberikan oleh adiknya, karena yang diberikan Vina adalah minumannya yang belum ia sentuh. Dengan wajah memerah Rayhan mencoba mengatur lagi napasnya yang sudah tidak beraturan karena menahan rasa pedas dilidahnya. Lidahnya pun masih terasa panas seperti terbakar karena rasa pedas.
Kembali dituangkan minuman untuk Rayhan oleh Bi Zah, dengan cepat diminum lagi air tersebut hingga tandas.
"Ini masakan siapa Ma?" tanya Rayhan saat rasa pedas di lidahnya sudah berangsur menghilang.
"Ini masakan orang baru. Enak kan?" tanya Bu Dian karena sedari tadi ia memang sedang memakan ayam kecap juga capcay buatan Risha.
"Pedas mah!" jawab Rayhan sedikit kesal.
"Enak nih kak. Enak banget malah" ucap Vina saat sudah mencicipi makanan yang dimaksud Rayhan tadi.
"Itu buat kamu dek. Kakak mana suka" ucapnya kemudian melemparkan lap makan ke arah Vina.
"Dih kakak" Vina pun mengambil lap makan yang mendarat tepat di mukanya.
"Kita terima aja ya pah anak barunya" ucap Bu Dian kepada suaminya, dan yang ditanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Jangan Pah" sela Rayhan karena tidak mau diberikan makanan sepedas yang ia makan tadi.
"Terima pah" ucap Vina menyela kakaknya.
"Ray kamu aja doyan sama masakannya" Bu Dian menunjuk piring makan Rayhan yang banyak menghabiskan sayur capcay yang dibuat oleh Risha.
"Ini masakannya juga?" tanya Rayhan tak percaya.
"Iya" jawab Bu Dian sambil mengaggukkan kepalanya.
"Ya udahlah, lain kali jangan sepedas ini mah" Rayhan menunjuk piring dengan makanan ayam kecap tadi, pasrah dengan keputusan mereka.
"Kalau kepedasan tinggal minum air yang banyak Kak, jangan lemah ah" jawab Vina masih sibuk dengan makanannya.
Bi Zah yang mendengar percakapan mereka sedari tadi sebenarnya ingin sekali tertawa saat melihat Tuan Mudanya menahan rasa pedas hingga mengeluarkan air mata. Namun ditahannya rasa itu hingga ia hanya senyum-senyum saja di belakang Pak Bagas.
"Bi, anak yang baru tadi masih dibelakang kan?" tanya Bu Dian kepada Bi Zaha
"Iya Bu" jawab Bi Zah sambil membungkukkan badannya
"Nanti suruh ke taman belakang ya. Aku mau bicara" ucap Bu Dian lagi
"Baik Bu" ucap Bi Zah, kemudian ia pamit untuk ke dapur memberitahukan pelayan yang lain kalau tuan dan nyonya mereka sudah selesai makan, dan saatnya mereka membereskan piring-piring kotor yang ada di meja. Setelah itu Bi Zah mencari Risha yang tadi ia suruh berisitirahat di kamarnya, karena Risha belum mempunyai tempat tinggal.
"Neng Sha" panggil Bi zah saat sudah di depan kamarnya.
"Iya Bi Zah" jawab Risha kemudian membuka pintu kamar Bi Zah.
"Ibu mau bicara sama kamu di taman belakang. Ayo Bibi antar" ucap Bi Zah lembut.
Kemudian mereka berjalan menuju taman belakang beriringan. Di taman belakang terdapat sebuah gazebo yang besar, mirip dengan pendopo karena ukurannya lebih besar dari gazebo pada umumnya. Juga terdapat kolam renang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari gazebo tersebut. Setengah dari dasar gazebo ada sebuah kolam yang berisi ikan koi.
"Itu Ibu ada di kursi taman dekat gazebo" Bi Zah menunjuk sebuah bangku taman yang sudah ada seorang wanita paruh baya sedang duduk di sana.
"Iya Bi, makasih banyak ya" ucap Risha sopan.
"Iya Neng Sha. Nanti kalau diterima apa yang mengganjal di hati kamu di ungkapkan ya. Ibu baik kok" ucap Bi Zah lagi memberi dukungan penuh kepada Risha.
Risha berjalan mendekati bangku taman tersebut. Saat sudah dekat ternyata Nyonyanya sedang menelepon seseorang, akhirnya Risha mendekati dan hanya berdiri di samping Nyonyanya yang masih cantik walau sudah berusia kepala empat. Hal itu ia ketahui dari siapa lagi kalau bukan Bi Zah.
"Sini Risha" Bu Dian menepuk kursi kosong disampingnya, meminta agar Risha duduk di sebelahnya. Namun Risha kembali enggan.
"Ayo duduk sini ga apa kok" ucap Bu Dian sekali lagi setelah selesai dengan teleponnya.
"Di sini aja Nya, saya sungkan" ucap Risha sopan
"Ga apa Risha. Nanti saya marah loh" Bu Dian kemudian mengambil tangan Risha dan menuntunnya mendekat lalu ia dudukkan Risha di kursi kosong sebelahnya.
"Pertama kamu panggil saya ga usah Nyonya, cukup Ibu. Yang kedua, kamu diterima bekerja di sini" ucapnya sambil tersenyum dan hal itu membuatnya bertambah terlihat cantik.
"Makasih Nya, eh Bu" kemudian Risha mencium punggung tangan Bu Dian.
Perlakuan Risha membuat Ibu Dian terhenyak, karena sudah lama tradisi ini hilang dari keluarganya. Si sulung hanya mencium pipi kanan kirinya saja saat akan berangkat ke kantor, bahkan tak jarang ia hanya berkata, " Aku berangkat Mah", dan saat pulang kadang sudah tak bertemu lagi dengan dirinya.
Begitu pula dengan Revina yang saat pulang atau berangkat hanya mengatakan, "Aku pulang Mah" dan berangkat pun hanya dengan mencium pipinya juga seperti sang kakak. Ia merindukan hal tersebut, dimana rasa hormat selalu ada saat yang muda mencium punggung tangan orang tuanya. Mencium tangan orang tua juga adalah wujud kasih sayang yang muda terhadap orang yang lebih tua. Bu Dian tidak meragukan kasih sayang anak-anaknya namun ia ingin tradisi tersebut tetap ada dikeluarganya.
"Bu, bu" panggilan Risha membuyarkan lamunan Bu Dian, tanpa sadar matanya sudah berkaca-kaca.
"Eh iya Risha, kenapa?" tanya Bu Dian.
"Ibu kenapa?" tanya Risha hati-hati.
"Ibu ga apa-apa sayang. Tadi ada yang mau kamu tanyakan?" tanya Bu Dian sambil mengusap sudut matanya agar cairan bening disudut matanya tak sempat lolos begitu saja.
"Iya Bu. Risha mau tanya masalah tempat tinggal" ucapnya lirih karena teringat orang tuanya yang ia tinggalkan.
"Kamu boleh tinggal disini kalau ga ada tempat tinggal Sha. Memang kamu dari mana?" terbit rasa ingin tahu Bu Dian.
"Risha ada masalah keluarga Bu. Jadi Risha pergi dari rumah. Risha juga masih kuliah makanya bingung juga nantinya bagaimana" ucapnya lagi sambil menundukkan wajahnya.
Seketika Bu Dian menjadi ingin tahu, namun itu terlalu dini untuknya. Lagi pula masih ada kepentingan yang akan ia urus untuk minggu depan, nanti lain waktu ia akan mencari tahu tentang Risha. Itulah dipikirannya saat ini.
"Begini aja, kamu tinggal disini dulu. Untuk kuliah sekarang sedang libur bukan, jadi nanti bisa kita bicarakan lagi ya. Ibu rundingan sama suami ibu dulu" ucapnya lembut agar Risha juga tidak tersinggung.
Risha hanya bisa menganggukkan kepalanya, karena perlahan cairan bening di pelupuk matanya sudah terjun bebas entah sejak kapan. Ia sudah sangat senang karena sudah mendapatkan tempat tinggal tanpa bayar sewa dan malah bekerja di rumah tersebut. Tuntas sudah sedikit masalahnya kini.
"Nanti Ibu minta Bi Zah siapkan kamar buat kamu ya" ucap Bu Dian lagi.
"Iya Bu. Makasih banyak ya bu" ucap Risha sambil kembali mencium punggung tangan Bu Dian, Bu Dian yang terharu pun mengelus puncak kepala Risha.
"Aku kok jatuh hati sama Risha ya" ucapnya dalam hati.
"Bu Risha permisi dulu ya, mau ke dapur" Risha sudah berdiri dan dijawab anggukkan oleh Bu Dian.
"Cantik" gumam Bu Dian lagi saat menatap punggung Risha yang menjauh.
Risha menemui Bi Zah untuk memberitahukan apa yang diperintahkan Bu Dian, memberitahu dimana kamarnya.
Kini Risha dan Bi Zah sedang berada di sebuah kamar yang kedepannya akan ditempati oleh Risha.
"Bi disini semua kamar khusus pelayan ya?" tanya Risha kepada Bi Zah yang sedang mengecek lampu-lampu juga pendingin di kamar tersebut.
"Iya, yang sebelahan sama kamu semua ini kamar pelayan. Ibu sama Bapak orangnya baik banget Sha, mereka memanusiakan semua pekerjanya. Ga ada satupun yang dibedakan sama mereka, anaknya juga begitu walau Mas Ray kadang dilihat sedikit sombong tapi hatinya baik" ucap Bi Zah menjelaskan keadaan di rumah yang sudah puluhan tahun ia bekerja disana.
"Bi Zah sudah berapa lama bekerja disini?" tanya Risha lagi
"Sejak Bapak sama Ibu mulai cari asisten rumah tangga Sha" Risha pun membelalakkan matanya, merasa tak percaya.
"Udah lama banget Bi" seru Risha penasaran
"Iya Sha, sejak Mas Ray lahir. Mereka mulai cari asisten karena sedang fokus sama Mas Ray kecil" ucap Bi Zah kembali mengenang awal ia bekerja disini.
Mereka sudah duduk berdampingan ditepi ranjang, Risha yang sudah selesai merapikan kamarnya juga Bi Zah yang sudah selesai mengecek semua kelengkapan kamar Risha. Saat ini Risha sedang meletakkan pakaiannya ke dalam lemari yang ada di kamarnya.
"Sha, kamu sedang skripsi ya?" tanya Bi Zah tiba-tiba.
"Kok Bi Zah tahu?" Risha balik bertanya.
"Iyalah tahu, mana ada anak kabur bawa-bawa gawai kalau ga penting-penting banget" ucap Bi Zah kelepasan.
"Maaf Sha" ucap Bi Zah lagi karena melihat raut wajah Risha mendadak berubah, mungkin tersinggung pikir Bi Zah.
"Ga apa Bi Zah. Aku memang sedang skripsi, makanya aku bawa gawai ini. Aku cuma kangen mama papa aja Bi" ucap Risha lirih kemudian pandangannya menerawang jauh entah apa yang dipikirkannya.
"Kamu mau ketemu mereka?" tanya Bi Zah hati-hati dan dijawab gelengan kepala oleh Risha.
"Kenapa?" tanya Bi Zah lagi.
"Belum siap Bi. Mungkin besok-besok Bi" Risha melanjutkan kegiatannya meletakkan pakaian terakhirnya.
"Sha semua orang tua sayang sama anaknya. Apa yang mereka lakukan ke kamu jangan sampai membuat kamu menjadi anak yang tidak berbakti kepada mereka. Ingat Ridho orang tua Ridho Allah juga" Bi Zah memberikan petuahnya kepada Risha sambil menepuk pundak Risha pelan, memberikan dukungan untuk Risha.
Risha menganggukkan kepalanya, ia mengerti semua hal itu, ia hanya butuh waktu. Dan bila saatnya sudah tiba ia pasti akan menemui keluarganya dan kembali pada mereka.
"Kamu istirahat ya sekarang. Besok pekerjaan sudah menanti" Bi Zah tersenyum kepada Risha.
"Iya Bi. Makasih banyak ya Bi. Aku beruntung banget ketemu semua orang di keluarga ini" ucap Risha, kemudian ia memeluk Bi Zah, menyalurkan kerinduan kepada keluarganya dengan memeluk orang tua yang ada di hadapannya kini.
Bi Zah sangat merasakan pelukan hangat Risha, seperti menahan kerinduan kepada orang tuanya. Bi Zah pun menyalurkan kerinduan terhadap anaknya dengan menerima pelukan Risha. Cukup lama mereka berpelukan, hingga akhirnya Risha yang mengurai pelukan hangat mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!