NovelToon NovelToon

Labuhan Cinta Sang Playboy

Man of The Rock

Seorang pria sedang bersiap memakai setelan jasnya sambil menatap dirinya di depan cermin di kamar apartemen mewahnya.

Sudah dua puluh lima tahun aku hidup dalam kesenangan. Dan lima tahun ini aku hidup bersusah payah berjuang keras untuk diriku sendiri. Semua berjalan sulit lima tahun ini. Apa aku sanggup menghadapi kelanjutan kisah hidupku yang sial ini?

Pria ini meratapi nasibnya yang selalu sial selama lima tahun terakhir. Diusianya yang matang, tiga puluh tahun, namun bisnis yang dikelolanya masih belum membuahkan hasil. Padahal ia sangat percaya diri bisa berhasil saat lima tahun lalu merintis bisnis konstruksinya. Menyandang nama besar keluarga Abraham, ternyata tak membuatnya mudah dalam melakukan segala hal.

TING TONG. Bunyi bel apartemen.

"Siapa yang datang sepagi ini?" Gumam si pria.

Ia membetulkan letak dasinya kemudian berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu kamar apartemennya dan melihat wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan awet muda berdiri di hadapannya.

"Mama?" Si pria ini nampak terkejut.

"Rocky anak kesayangan Mama!"

Wanita itu langsung memeluk pria yang bernama Rocky.

"Ada apa Mama datang sepagi ini?"

"Mama ingin menghiburmu, Nak! Donny sudah menceritakan semua pada Mama."

"Sudah kuduga, dia pasti membocorkan semuanya pada Mama." Gumam Rocky.

"Kau belum makan, 'kan? Ayo kita sarapan bersama."

Rocky menganggukkan kepala menyetujui ajakan Mamanya.

Mereka menuju ke restoran apartemen di lantai dasar.

"Apa Papa sudah tahu soal ini?" Tanya Rocky di tengah menyantap sarapannya.

"Tentu saja. Papamu memiliki banyak mata-mata."

"Aku merasa bersalah padanya. Aku selalu saja gagal." Ucap Rocky tertunduk.

"Sayang, kau tidak gagal. Hanya belum berhasil saja."

"Itu sama saja, Ma. Aku tidak akan bisa mengalahkan Kak Galang."

"Jangan menyerah dulu, Nak. Kau pasti berhasil!"

"Terima kasih Mama selalu mendukungku. Tapi, aku rasa aku tidak bisa tinggal di apartemen ini lagi."

"Eh? Kenapa?"

"Kalau Papa tahu Mama yang sudah membayar sewa apartemen untukku, Papa pasti marah pada Mama."

"Tidak, Nak. Kau adalah anak Papa dan Mama. Mana mungkin Papamu marah."

"Mama seperti tidak tahu Papa saja. Dia akan selalu membandingkan aku dengan Kak Galang. Kak Galang berhasil mandiri dan membangun usahanya sendiri. Sedangkan aku? Aku selalu saja kalah, dan hanya bisa menghabiskan uang kalian."

"Jangan membandingkan kau dengan Galang! Dia adalah benalu, makanya dia selalu bisa bertahan hidup dimanapun dia berada."

"Ma, berhenti membenci Kak Galang. Dia adalah kakakku, dan dia selalu siap membantuku selama lima tahun ini."

"Sudah-sudah! Jangan membicarakan anak itu lagi. Bagaimanapun caranya, kau harus bisa mengalahkan Galang! Mengerti? Jika kau butuh bantuan Mama, katakan saja! Mama akan siap membantu. Habiskan makananmu! Kau harus berangkat ke kantor dengan perut kenyang."

Aku menghela nafas. Aku tidak bisa meminta bantuanmu, Ma. Aku sudah berjanji akan bisa hidup dengan usahaku sendiri. Aku harus bagaimana lagi agar aku bisa berhasil?

...🍁...

Di sebuah klab malam bernama Miracle, Rocky termenung dalam diam. Ia tak meneguk satu gelaspun anggur yang ada di depannya.

Aku sudah berjanji tidak akan datang kesini lagi. Tapi kenapa? Aku datang kemari? Dan minuman memabukkan ini. Aku sudah janji juga tidak akan meminumnya lagi.

"Mas, buatkan aku orange juice saja." Titah Rocky pada bartender.

"Baik, Mas Rocky!"

Aku memijat keningku pelan. Ingatanku kembali menjelajah ke enam tahun lalu.

.

.

.

.

-Enam Tahun Lalu-

"Rocky!!! Bangun!!! Rocky!!!"

Aku mendengar sayup-sayup suara seseorang memanggil namaku. Aku membuka mataku. Itu suara Papa. Dengan sigap aku segera bangun dari tidurku sambil menutupi tubuhku dengan selimut.

"Papa?"

"Apa yang sudah kau lakukan hingga tertidur tanpa sehelai benangpun di tubuhmu? Apa kau membawa perempuan ke apartemenmu?"

"Tidak, Pa! Aku tidak akan melakukan hal seperti itu! Percayalah!"

"Cepat bersihkan dirimu, lalu datang ke kantor Papa!!"

"Papa bisa meneleponku, untuk apa langsung datang kemari?"

"Papa dengar kau selalu pergi ke klab tiap malam dan membawa perempuan masuk ke apartemenmu. Makanya Papa ingin melihatnya secara langsung apa semua rumor itu benar atau tidak. Tapi nampaknya semua yang dikatakan orang-orang itu benar."

"Pa, aku tidak melakukan itu!"

"Jangan banyak alasan! Itulah kenapa Sania sampai meninggalkanmu. Kau memang pria yang tak bisa diandalkan!"

Papa melenggang pergi setelah mengatakan semua hal buruk itu padaku. Aku memang sangat frustasi setelah Sania memutuskan hubungan kami. Tapi bukan berarti aku jadi main perempuan seperti yang Papa tuduhkan.

"Bos! Maaf aku datang terlambat!"

"Ya sudah, cepat siapkan baju untukku! Aku akan mandi dulu."

"Siap, Bos!"

Donny, sahabat sekaligus asisten pribadiku. Dialah yang selalu setia menemaniku.

Setibanya di kantor Papa, disana sudah ada Kak Galang dan juga Papa beserta Jemmy, asisten Papa.

"Kau sudah datang. Silahkan duduk, Rocky!"

"Ada apa ini, Pa? Kenapa ada Kak Galang juga?"

Papa memerintahkan Jemmy untuk memberikan sebuah amplop padaku dan Kak Galang.

"Bukalah! Dan baca dengan baik setiap detil yang ada disana." Perintah Papa.

Aku sangat terkejut membaca surat yang ada di dalam amplop itu.

"Apa ini, Pa?" tanyaku.

"Kamu sudah baca dengan jelas, bukan? Disitu tertulis jika kau dan kakakmu harus bersaing untuk membangun usaha kalian sendiri dengan kerja keras kalian sendiri. Kalian tidak akan lagi menjadi bagian dari Brahms Corp terhitung mulai hari ini."

"Apa? Tapi, Pa?"

"Rocky! Itu adalah syarat yang Papa berikan untuk kalian. Untuk menentukan siapa pewaris Brahms Corp selanjutnya. Jika usaha kalian selama lima tahun ke depan berkembang pesat, Papa akan menjadikan orang itu sebagai pewaris Brahms Corp. Bagaimana Galang? Kau sudah memahami isi surat itu? Kenapa kau tidak melakukan protes seperti Rocky?"

"Aku siap, Pa! Aku akan melakukan apa yang Papa perintahkan."

"Bagus. Jadi, sudah tidak ada pertanyaan lagi, Rocky?"

Aku menatap kesal pada Papa. Aku sudah hidup enak selama dua puluh lima tahun, dan sekarang aku harus bekerja keras sendiri? Yang benar saja!!

.

.

.

.

"Rocky!!!"

Lamunanku buyar ketika seseorang menepuk bahuku.

"Kak Galang? Kapan kakak datang?"

"Baru saja. Ada masalah apa kau memintaku datang kemari?"

"Kak, aku ... "

"Kau ingin meminta tolong lagi?"

"Sepertinya Kakak sudah bisa menebak isi hatiku."

"Rocky, aku sudah dengar semuanya. Kau kalah lagi dengan perusahaan pesaingmu. YP Cons memang sedang unggul sekarang. Sangat sulit untuk bersaing dengannya. Bagaimana jika kau memilih bisnis yang lain saja?"

"Aku tidak mungkin mundur, Kak. Papa akan sangat marah bila aku mundur sekarang."

"Baiklah. Apa yang bisa Kakak bantu?"

"Kak, sewa gedung kantorku sebentar lagi habis. Aku sangat malu setiap tahun meminta bantuanmu."

"Rocky, kau adalah adikku. Jangan sungkan meminta bantuanku."

"Tapi tahun ini harga sewanya naik, Kak. Aku ... "

"Begini saja. Anggap kau berhutang padaku. Dan perusahaanmu sebagai jaminannya. Aku akan mencari proyek kecil yang bisa kau tangani tanpa harus bersaing dengan YP Cons. Maksudku, bukannya aku meragukan kemampuanmu. Tapi, saat kita ingin menjadi besar, kita harus memulai dari yang kecil dulu. Apa kau mengerti?"

"Iya, Kak."

"Kau sudah berjanji tidak akan datang ke tempat seperti ini lagi. Kenapa hari ini kesini? Tepatilah janjimu dulu, Rocky. Maka kau bisa mendapatkanl apa yang kau inginkan."

"Maafkan aku, Kak. Aku khilaf. Aku tidak meminum wine. Aku hanya meminum jus."

"Kakak percaya padamu. Maka dari itu, jangan lagi mengkhianati kepercayaan Kakak dan Papa."

Rocky mengangguk mantap.

...🍁🍁🍁...

Tobe continued,,,,

Navisha: Pindah Rumah

"Tolong pindahkan barang-barang ini kesana!" Perintah Galang pada beberapa orang suruhannya.

"Baik, Pak!"

"Sebentar lagi mereka pasti sampai." Gumamnya sambil melirik jam di tangannya.

"Usahakan semua sudah rapi begitu mereka sampai."

"Siap, Pak."

Tak lama sebuah mobil SUV hitam memasuki pelataran rumah. Galang bergegas ke depan rumah.

Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam mobil, diikuti seorang wanita muda dibelakangnya.

"Ibu!" Sapa Galang pada wanita paruh baya bernama Karina.

"Nak Galang! Kau sudah disini rupanya."

Galang mencium punggung tangan Karina.

"Mas pasti lelah mengurus pindahan rumah buat kita." Si wanita muda ikut bergabung dalam obrolan.

"Sama sekali tidak. Sepertinya kau yang teelihat lelah. Bagaimana penerbangannya? Kau tidak takut naik pesawat, 'kan?"

"Wong cuma Semarang-Jakarta saja kok, mosok iyo wedi? Iyo tho, Nduk?" (Hanya Semarang-Jakarta saja, masa iya takut? Iya kan, Nak? *Nduk\=panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa)

"Iya, Mas. Aku baik-baik saja."

"Kalau begitu, Ibu silahkan masuk. Barangkali mau beristirahat. Ali mana?" Tanya Galang mencari sosok Ali yang tak lain adalah putra Navisha.

"Tadi di gendong sama Rara, dia tidur selama di pesawat."

"Sepertinya dia nyaman ada di pesawat. Ya sudah, Ibu masuk dulu ya, Nak Galang. Weleh, umahe apik tenan iki." (Rumahnya bagus sekali.)

"Nggih, Bu." (Iya, bu)

Wanita muda itu tersenyum pada Galang.

"Kau belajar Bahasa Jawa?"

"Hanya bisa bilang 'nggih' saja kok, Nav."

Wanita muda bernama Navisha itu tertawa kecil mendengar candaan Galang.

"Bagaimana menurutmu?" Lanjut Galang.

"Apanya, Mas?"

"Tentang rumah ini."

"Bagus. Halamannya juga luas. Pasti Ali betah tinggal disini. Seperti ini saja sudah cukup, Mas. Kau sudah banyak membantu aku dan Ibu. Terima kasih banyak."

"Hei! Kau ingat janji kita saat di Semarang dulu? Semua ini tidak gratis."

"Iya, Mas. Aku ingat. Aku dan Ibu harus membayar sewanya tiap bulan."

"Bukan sewa. Tapi mencicil. Jadi, saat cicilan sudah lunas, rumah ini akan jadi milik kalian."

"Terima kasih ya, Mas."

"Jangan berterimakasih. Berterimakasihlah kalau aku memberikan rumah ini secara cuma-cuma. Tapi, kau tidak mau."

"Aku hanya tidak mau merepotkanmu. Mas pasti lelah seharian bantu-bantu kami pindahan. Aku buatkan teh panas ya, Mas."

"Boleh. Sekalian aku makan malam disini, ya? Setelah itu aku baru pulang."

"Iya, Mas."

...🍁...

"Cuci piringnya besok saja, Nduk. Ini sudah malam, kau beristirahatlah."

"Tidak apa, Bu. Hanya mencuci piring saja, Bu."

"Visha ... Ibu minta maaf. Karena Ibu, kau harus kembali ke Jakarta."

DEG.

Navisha menghentikan aktifitas cuci piringnya.

"Ibu tahu, pasti berat untukmu kembali kesini. Tempat ini pasti penuh kenangan buruk untukmu. Kau terpaksa ikut pindah kemari agar Nak Galang tidak curiga soal masa lalumu."

Navisha menyudahi cuci piringnya dan menghampiri Ibu Karina.

"Ibu ... jangan bicara begitu. Aku sangat berterimakasih pada Ibu karena sudah menolongku dan Ali. Ibu merawatku seperti anak sendiri. Jadi, jangan meminta maaf padaku hanya karena kita harus pindah ke Jakarta."

Ibu Karina membelai lembut puncak kepala Navisha. Rasa cinta yang mendalam bisa Navisha lihat dari dalam manik hitam Ibu Karina.

"Ali sudah tidur, Nduk?"

"Sudah, Bu. Sepertinya dia kelelahan setelah bermain dengan Mas Galang."

"Mereka sangat cocok sebagai ayah dan anak. Kau beruntung memiliki Nak Galang di hidupmu."

"...................."

"Maaf ya, kalau Ibu bicara begini. Tapi, sudah saatnya Ali memiliki figur seorang ayah. Kau dan Nak Galang juga sudah bersama selama dua tahun. Apa kau tidak memikirkan tentang pernikahan? Jadi orang tua tunggal itu sulit, Nduk."

"Aku ... dan Mas Galang ... belum memikirkan sampai kesana, Bu. Mas Galang juga masih sibuk dengan pekerjaannya."

"Jangan sampai kalian berpisah ya, Nduk. Akan sangat sulit bertemu dengan pria baik seperti Nak Galang."

"Iya, Bu. Semoga saja hubungan kami langgeng. Ibu sebaiknya masuk ke kamar. Besok kita harus bersiap berbelanja kebutuhan katering."

"Iya, kau juga, Nduk. Kau juga harus istirahat."

...🍁...

"KYAAAAAAAAAAAAAA!!!!"

"Visha!!! Apa yang terjadi, Nduk? Kau mimpi buruk lagi ya?"

"Hosh-hosh-hosh." Navisha mengatur nafasnya.

"Ibu ambilkan minum dulu ya!"

Navisha mengelap keringat di pelipisnya.

Mimpi buruk lagi!! Untuk yang kesekian kalinya.

"Ini, Nduk! Minum dulu!"

"Terima kasih, Bu."

"Nduk, kalau boleh Ibu menyarankan. Sebaiknya kau pergi ke dokter saja. Konsultasikan soal mimpi burukmu ini. Sudah lima tahun kau selalu berteriak dalam tidurmu. Ibu khawatir, Nduk."

"Ibu ... aku tidak apa-apa. Ini hanya mimpi buruk biasa. Ibu jangan cemas ya! Maaf kalau sudah membuat ibu terbangun."

"Ibu akan menemanimu tidur."

"Iya, Bu."

Sudah lima tahun berlalu sejak aku melahirkan Ali. Dan sejak itu pula, aku selalu dihantui oleh mimpi buruk yang tak kunjung usai. Apa yang membuatku terus bermimpi buruk? Aku sendiri belum mendapat jawabannya...

...🍁...

"Selamat pagi, Mbak Navisha. Saya Ari, orang suruhan Pak Galang."

"Oh, iya Mas. Ada apa?"

"Saya diminta untuk menemani Mbak Navisha dan Ibu karina pergi berbelanja di pasar. Karena Mbak Navisha dan Ibu Karina masih baru di Jakarta. Jadi belum hapal jalanan Jakarta."

"Oh, begitu. Bagaimana, Bu? Yang pergi ke pasar aku saja atau Ibu? Minta Edo untuk ikut juga, Bu. Supaya dia hafal juga jalanan Jakarta."

"Ibu saja yang ke pasar. Kau dirumah saja dengan Ali dan Rara."

Tak lama berselang, sebuah mobil truk kontainer berukuran sedang memasuki halaman rumah.

"Dan satu lagi Mbak Navisha. Ini kiriman dari Pak Galang. Beliau bilang untuk keperluan katering."

"Oh, begitu." Navisha menggaruk tengkuknya karena bingung. Ia merasa hutangnya pada Galang semakin banyak saja.

"Ya sudah, ibu akan bersiap-siap terlebih dahulu. Nak Ari, silahkan tunggu di ruang tamu saja."

"Iya, Bu. Terima kasih."

Saat sedang melihat-lihat truk kontainer yang sudah di beri label 'Karina Catering' pada dua sisi mobil, ponsel Navisha berbunyi. Panggilan dari Galang. Dan segera Navisha angkat.

"Halo, Nav. Bagaimana? Sudah datang kirimannya?"

"Mas, kenapa kau mengirim truk kontainer juga? Untuk apa?"

"Nav, dengar dulu penjelasan dariku. Mobil itu untuk mengirim pesanan katering. Kau pikir akan membawa semua nasi kotak katering dengan sepeda motor? Apa Ibu belum memberitahumu berapa jumlah karyawanku? Karyawanku ada ratusan, Nav. Apa kau yakin bisa membawa ratusan nasi kotak dengan sepeda motor?"

"Heh? Tapi, Mas ... "

"Sudah! Tak ada tapi! Tenang saja, aku tidak memberimu secara gratis. Kau harus membayarnya juga. Atau aku harus memberimu secara gratis?"

"Tidak! Tidak! Aku tidak bisa menerimanya jika gratis!"

"Ya sudah. Kalau begitu kau harus terima. Anggap saja itu mobil operasional catering. Mengerti?"

"Hutangku padamu bertambah banyak saja."

Raut wajah Navisha berubah murung.

"Hahaha. Jangan frustasi karena hutangmu banyak. Aku yakin kau pasti bisa berhasil. Sudah dulu ya! Aku ada rapat pagi dengan tim editor. Sampai jumpa, Navisha!"

"Iya, Mas."

...🍁🍁🍁...

^^^Tobe continued^^^

Rocky : Menemui Paranormal

...🍁🍁🍁...

"Papa suka dengan pencapaianmu, Galang. Selamat ya! Usaha percetakan yang kau rintis lima tahun lalu, berkembang sangat pesat." Leonard Abraham, pria paruh baya pemilik Brahms Corp mengulurkan tangannya pada Galang.

"Terima kasih, Pa. Ini semua berkat do'a dari Papa juga."

"Ini semua karena kerja kerasmu. Setelah keluar dari Brahms Corp, kau mampu menunjukkan pada dunia bahwa kau bisa meraih kesuksesan."

Leonard Abraham mengadakan pertemuan rutin setiap bulan, untuk mengevaluasi hasil kerja kedua putranya.

"Lalu kau, Rocky?! Bagaimana hasil kerja kerasmu selama satu bulan ini?"

"Aku yakin Papa sudah mendengarnya. Tidak perlu bertanya lagi padaku." Jawab Rocky sinis.

"Papa memang sudah mendengarnya. Tapi, apa tidak ada sedikit saja pembelaan darimu?"

"Aku tidak perlu membela diri."

"Hmm? Jadi ... apa usaha lain yang kau lakukan agar membuatmu berhasil kali ini? Kau sudah menjalankan bisnis konstruksimu itu selama lima tahun. Sedikitpun tak ada prestasi yang kau dapat. Percuma saja kau jauh-jauh kuliah di luar negeri kalau usaha segini saja tidak mampu!"

"Pa, jangan menyalahkan Rocky. Aku yakin Rocky sudah berusaha semaksimal mungkin." Bela Galang.

"Tidak perlu membelanya! Sekarang sebaiknya kalian keluar dari ruangan ini, dan renungkan baik-baik. Tenggat waktu kalian hanya sampai akhir tahun ini. Mengerti?"

"Iya, Pa, mengerti."

Rocky dan Galang meninggalkan ruang kerja Papa mereka di Brahms Corp.

...🍁...

"Kak, beritahu caranya supaya aku bisa berhasil seperti kakak."

"Rocky! Kuncinya hanya satu. Sabar. Kau harus bersabar setelah semua usaha kerasmu membangun bisnis."

"Papa akan membunuhku jika aku gagal lagi kali ini!!"

"Jangan putus asa! Kakak akan carikan proyek kecil-kecilan untukmu. Bersabarlah!! Kalau begitu, kakak permisi dulu ya! Kakak masih ada pekerjaan."

"Iya, Kak. Hati-hati dijalan!"

...🍁...

"Bos, coba lihat ini!"

"Apa ini, Don?"

Donny menyerahkan sebuah selebaran pada Rocky.

"Ini Ki Damar Atos. Dia paranormal yang sedang naik daun, Bos."

"Lalu apa hubungannya denganku?"

"Ini adalah solusi dari kegagalan Bos selama lima tahun ini."

"Gila!! Kau menyuruhku pergi ke dukun? Yang benar saja!!!"

"Bukan dukun, Bos. Tapi paranormal!"

"Sama aja!!"

"Berbeda, Bos. Ki Damar ini, bisa menerawang apa yang terjadi dengan diri Bos. Kita harus melakukan semua usaha, Bos. Termasuk yang berhubungan dengan hal-hal diluar nalar. Bagaimana, Bos? Bos harus tetap mencobanya."

Rocky nampak berpikir sejenak.

"Kau yakin dia orang pintar?"

"Yakin, Bos! Aku sudah menyelidikinya dengan teliti. Dia itu ... seperti memiliki kemampuan indigo."

.

.

.

.

Meski tak yakin dengan apa yang dikatakan Donny, namun Rocky tetap mendatangi paranormal bernama Ki Damar Atos. Ki Damar tinggal di sebuah rumah mewah yang dijaga ketat oleh beberapa penjaga.

"Don? Kau yakin ini rumahnya? Ini lebih mirip rumah pengusaha minyak."

"Benar, Bos ini rumahnya. Memangnya Bos pikir rumah Ki Damar itu ditengah hutan seperti yang ada di televisi itu? Bos ada-ada saja!" Donny terkekeh melihat tuannya terkejut.

Begitu memasuki rumah, mereka berdua disambut oleh perempuan cantik yang memperkenalkan dirinya sebagai resepsionis. Ia mencatat nama dan nomor telepon Rocky, kemudian memberinya nomor antrian. Rocky dan Donny duduk menunggu nama mereka dipanggil. Mirip antrian saat pergi ke dokter, hihi.

"Don, kira-kira berapa biayanya untuk konsultasi ke Ki Damar ini?" Bisik Rocky di telinga Donny.

Saat ini kondisi keuangan Rocky tidak bagus. Ia tak bisa sembarangan menggunakan uangnya. Apalagi jika Ki Damar ini ternyata hanya menipu mereka.

"Itu lihat, Bos! Sudah ada tarifnya terpasang di papan." Donny menunjuk ke arah papan pengumuman di ruang tunggu.

"Hah?! Sepuluh juta? Yang benar saja!! Kau tahu bukan jika kondisi keuanganku sedang tidak bagus. Kau malah membawaku ke tempat seperti ini hanya untuk buang-buang uang saja! Aku tidak bisa melanjutkan ini! Aku akan pulang saja!" Rocky berdiri dari duduknya namun segera di cegah oleh Donny.

"Bos!! Tunggu dulu!! Aku yang akan membayarnya."

"Heh?!? Kau?"

"Iya, Bos. Karena aku yang sudah membawa Bos kemari, maka aku akan membayar biayanya."

"Kau gila? Dapat dari mana uang sebanyak itu?"

"Aku mengumpulkannya dari gajiku, Bos."

"Lalu bagaimana jika semua ini tidak berhasil? Sia-sia saja uangmu itu!"

"Bos baca dulu lanjutan tulisannya. Jika tidak berhasil, maka uang akan kembali kepada pasien."

"Huh! Ada-ada saja! Apa dia melakukan praktek perdukunan, huh?"

"Tidak, Bos! Bos tenang saja! Ki Damar tidak membantu untuk hal-hal bersifat negatif. Percayalah!"

"Tuan Rocky Abraham." Perempuan resepsionis tadi memanggil nama Rocky.

Mereka dituntun ke sebuah ruangan didalam rumah mewah itu.

"Silahkan masuk! Ki Damar sudah menunggu."

"Terima kasih, Mbak." Balas Donny.

Tok tok tok,

"Masuk!!" Suara dari dalam kamar mempersilahkan mereka berdua masuk.

Rocky tercengang karena mendapati Ki Damar Atos bukanlah lelaki tua seperti layaknya kakek-kakek. Ia adalah lelaki muda yang berpakaian rapi dengan setelan jas dan berdasi.

Rocky mengerutkan dahi saat melihat penampilan Ki Damar.

"Silahkan duduk!" Ki Damar mempersilahkan mereka berdua duduk.

Ruangan ini lebih mirip seperti ruang periksa dokter yang akan memeriksa pasiennya.

"Anda baru pertama kali kesini, Tuan Rocky?" Tanya Ki Damar.

"I-iya. Saya tidak menyangka kalau ... Ki Damar masih sangat muda."

"Hahahah, banyak yang mengira kalau saya sudah tua. Kalau begitu, langsung saja, ceritakan apa yang menjadi masalah Anda."

Donny menjelaskan panjang lebar tentang kesialan yang dialami bosnya selama lima tahun terakhir.

Ki Damar menganggukkan kepala seraya mengetahui kegundahan hati Rocky.

Selama Donny bercerita, Rocky hanya terdiam. Ia meratapi nasibnya sendiri yang cukup menyedihkan.

"Saya mengerti apa yang dialami oleh Tuan Rocky. Kesialan demi kesialan tak kunjung pergi menghantui Tuan Rocky. Kalau boleh saya bertanya ... apakah saya bisa membuka membicarakan semua tentang Tuan secara gamblang?"

"Iya, silahkan, Ki. Saya benar-benar ingin bisa berhasil dalam bisnis saya ini." Ucap Rocky tegas.

"Baiklah."

Ki Damar memandangi Rocky dengan seksama.

"Ada seseorang yang merasa tersakiti oleh Anda ... "

"Eh?!" Rocky dan Donny terkejut bersama.

"Siapa itu, Ki?" Lanjut Rocky.

"Seorang perempuan."

"Perempuan? Siapa?"

"Saya tidak bisa menyebutkan siapa sosok perempuan ini. Anda sendiri yang harus mencari jawabannya."

"Apa yang terjadi dengan perempuan ini?" tanya Rocky lagi.

"Anda sudah sangat menyakitinya. Menyakiti hatinya."

"Apa yang harus saya lakukan?"

"Cari dia! Dan minta maaf padanya. Itu adalah solusi dari kesialan Anda selama ini."

"Bagaimana saya mempercayai perkataan Ki Damar?"

"Silahkan saja buktikan! Jika Anda sudah berhasil mendapat maaf dari dia, usaha Anda sedikit demi sedikit akan mulai lancar."

Rocky saling pandang dengan Donny.  Ada berjuta pertanyaan memenuhi otaknya.

.

.

"Kira-kira siapa ya, Don? Perempuan itu?"

"Bos harus memikirkannya dengan baik. Bisa saja itu adalah orang terdekat Bos."

"Hmmm. Benar juga ya. Mama?" Rocky berteriak penuh semangat.

"Mungkin saja aku banyak berdosa pada Mama. Benar, 'kan?"

"Bisa juga Bos. Tidak ada salahnya kalau kita coba. Tapi ... Bos harus meminta maaf dengan tulus pada Nyonya. Seperti kata Ki Damar tadi. Ucapan maaf bukan hanya terucap di bibir, tapi dari hati."

"Iya-iya! Kau ternyata sangat cerewet!"

"Ini sudah malam, sebaiknya besok saja Bos menemui Nyonya."

Rocky mengangguk mantap.

.

.

.

.

Keesokan harinya,

TING TONG

Bel apartemennya berbunyi tepat setelah Rocky keluar dari kamar mandi. Ia segera memakai kaos dalam hitam dan celana boxer andalannya.

"Siapa yang datang pagi-pagi? Jangan-jangan si Donny!"

Rocky berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Mama!!!" Rocky berseru gembira melihat Mamanya berdiri di depan pintu.

"Pucuk dicinta ulampun tiba." Ucap Rocky dengan memeluk erat Mamanya.

...🍁🍁🍁...

-------tobe continued-------

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!