Rintik-rintik gerimis manja masih turun dari sore hari sampai malam ini membasahi jalanan, dengan terpaksa Winda melangkahkan kakinya menyusuri jalan yang lenggang, setelah 2 jam dia menunggu mobil online yang telah dipesannya tak kunjung datang.
Jalan begitu sepi, sunyi tidak seperti malam-malam biasanya yang begitu ramai dengan pengguna jalan. Diliriknya Alexander yang melingkar di tangannya menunjukkan angka 9 lebih 10 menit. Malam semakin sepi, ada rasa hawatir berkecamuk dalam hati dengan sesekali Winda menoleh kearah kanan, belakang, berharap ada kendaraan atau orang yg melintas, nihil. Sudah 10 menit dia berjalan, namun tidak ada kendaraan maupun pejalan kaki satupun.
Sepintas dia melihat 2 orang membuntutinya.
"Cantik...." sebuah suara laki-laki berambut gondrong membuka kebisuan.
"Hai cantik...." kini suara laki-laki yang berjaket hitam mengimbangi langkah kakinya.
"Jalan sendirian aja cantik..." kembali laki-laki berambut gondrong mulai genit, tetap saja Winda tidak hiraukan mereka. Winda percepat laju langkahnya, Winda melirik mereka, menangkap ada gelagat yang tidak baik.
"Wah sayang sekali cantik-cantik tuna rungu bro...."
"Ha ha ha ha ha...." mereka tertawa yang tidak jelas menurut Winda.
"Tenang win tenang, ya Allah ya Malik lindungi hambamu dari orang-orang yang berniat buruk ini ya Allah" gumamnya dalam hati dengan menambah kecepatan langkahnya, merekapun tak kalah cepat dengan langkahnya.
Shittt
Tiba-tiba tangan sijaket hitam berusaha menarik tangan winda. Windapun menghentikan langkahnya.
"Maaf om saya mau lewat, dan saya mohon jangan mengganggu perjalanan saya, silahkan lanjutkan perjalanan om, permisi!" ucap Winda sambil menangkis tangan si jaket hitam.
"Eit dah, oke juga sicantik"
Tangan si jaket hitam tak kalah cepat mencengkram dagu Winda dengan tangan kiri menarik jilbab panjangnya.
Pushhh bugh bugh bugh
Winda tangkis tangannya, dan menendang kelemahan sijaket hitam secara bertubi-tubi
"Ouggghhhh.... sialan!!" diapun meringis kesakitan dengan memegang bagian tubuhnya yang kesakitan.
"Bima !!" Teriaknya memanggil temannya yang berambut gondrong dengan tatapan elangnya.
"Sudah om izinkan saya pergi melanjutkan perjalanan saya" kata Winda sambil menepuk-nepukan kedua tangannya dengan kuda-kuda persiapan lari.
Hyaaaa.... bugh....
sebuah kepalan mendarat di kepala Winda, tanpa kesiapan mendapat serangan, Windapun terhuyung-huyung beberapa langkah mundur kehilangan keseimbangannya.
"Astaghfirullahal adziim ya Allah tolonglah winda, jangan biarkan Winda berahir seperti ini tolong berikan bantuan seseorang untukku ya Allah" lirihnya.
Kembali Winda berdiri berusaha melawan kedua preman didepannya.
Pertarunganpun semakin sengit yang tidak seimbang sama sekali dengan 2 laki-laki lawan 1 wanita.
Apalagi dimalam selarut ini memang tidak sepantasnya seorang gadis sendirian berjalan kaki ditempat sepi.
Windapun kewalahan melakukan pembelaan dirinya, tubuhnya semakin lemah, ilmu silat yang pernah digeluti dulu, kini sudah lama tidak terlatih, membuatnya kalah telak.
Ciiiiiiiiiiiiiiittttttttt.......
Suara decitan mobil terhenti dibawah lampu temaram pinggir jalan.
"Tolooooooonggg......tolooooooonggg.….....toooooloooooooooong.........."
Winda berusaha menjerit sekeras mungkin agar didengar orang lain. Dengan wajah sumringah bak bunga matahari yang mendapatkan sinar mentari disiang hari, Windapun bersemangat untuk berlari meminta tolong.
"Hei mau kemana kamu cantik" lagi-lagi suara laki-laki yang dipanggil Bima membuat Winda tersentak dengan berusaha mengejarnya.
"Hentikan !!" suara seorang lelaki yang keluar dari mobilnya yang tidak begitu jelas wajahnya karena teramnya cahaya lampu.
"Kejar Bim, jangan sampai dia kabur !"
Winda mempercepat larinya, dengan sesekali menoleh kebelakang hawatir tertangkap Bima.
Winda terus berlari meminta bantuan.
Sementara kedua preman itu masih jauh tertinggal dibelakang Winda.
"Aaaaaaaaaa......."
Brugh "auwww....."
Karena terlalu bersemangatnya Winda berlari, sampai tidak diperhatikan jalan didepannya, kakinya tersandung sebuah benda entah apa itu, dan malangnya lagi kepalanya terbentur besi dipinggir jalan. Dan saat itu juga gelap..... gelap.… oh gelapnya.... bruggggh.
"Behenti bung!"
Ucap Sigit, ya dia adalah Sigit Andra Winata. Seorang mahasiswa fakultas hukum semester ahir.
Sigit berhenti didepan kedua lelaki itu, sambil memegang pundak Bima.
"Minggir!!." Bima mendorong tubuh Sigit.
"Tunggu dulu bung. Jangan beraninya dengan seorang wanita, apalagi ditempat sepi begini" ucap Sigit dengan mata melirik kearah lelaki berjaket hitam.
"Tau apa kamu! Jangan ikut campur!"
Ucap Bima dengan menepis tangan sigit dari pundaknya, Bima berjalan melewati Sigit dengan sinis bergegas kearah Winda yang yang tergelatak diatas aspal. Namun tangan Sigit mencekal lengan Bima.
"Asal kalian tau, itu akan jadi urasan saya juga jika keadaannya seperti sekarang!"
Sanggah Sigit dengan smirk yang menakutkan.
"Ha ha ha tenang bung, sabar, kita bagi bareng saja gimana? Digilir? Setuju kan???"
Sijaket hitam mendekati Sigit, berusaha membujuk dengan mata genitnya.
"Kurang ajar! Sebegitu rendahnya kalian memandang wanita??"
Dengan geramnya Sigit melayangkan bogemnya kewajah sijaket hitam secara bertubi-tubi.
Perkelahianpun tidak dapat dielakkan lagi, dengan gesitnya Sigit membalas serangan-serangan mereka. Sampai-sampai kedua preman itu kewalahan melawannya, sehingga mereka pergi meninggalkannya.
"Sudah Bim, kita cabut! Tidak ada gunanya."
Laki-laki berjaket hitampun mengangkat tangannya sebagai kode meninggalkan Sigit.
Setelah kepergian kedua preman tadi, Sigit segera menghampiri tubuh gadis yang masih tergeletak dan tidak bergerak sama sekali, perasaan hawatir tiba-tiba menggelayut dihatinya.
Dengan terburu-buru dia mengangkat tubuh gadis itu, namun belum saja dia mengangkatnya, matanya terbelalak seolah tidak percaya dengan apa yang barusan dilihatnya.
"Winda???"
Lirihnya dengan menautkan kedua alisnya.
"Kenapa dia kelayapan malam-malam begini?, apa yang dia lakukan ditempat seperti ini? sendirian lagi."
Sigit masih berpikir sendiri dengan alasan kenapa Winda sampai bisa ditempat ini, Winda seorang temannya satu kelas dengannya, dan entah kenapa dia juga sering satu kelompok dengannya ketika presentasi, dan bahkan satu bimbingan di Fakultas hukum. Dia pun segera mengangkat tubuh Winda dengan niat akan dibawa kedalam mobil.
"Hayo ketahuan kamu anak muda."
"Sedang apa kalian disini ha...."
"Hayo kita bawa saja mereka mang Udin di rumah pak Lurah."
"Ketangkap basah kamu ya... gerimis-gerimis ditempat sepi lagi."
Sigit terperanjat dengan datangnya beberapa warga yang sedang patroli, sama sekali dia tidak menyangka akan terjadi seperti ini.
"Maaf bapak-bapak kalian salah paham, saya hanya menolongnya saja dari preman yang tadi mengganggunya."
Sigit menyanggah tuduhan para warga, dia membalikkan badannya dengan masih mengangkat tubuh Winda yang masih belum sadarkan diri.
"Hai anak muda, sudah jangan berkelit. ditempat ini sudah biasa ada kejadian seperti ini."
"Iya, kalau ketangkap basah jawabnya pasti salah faham." celetuk bapak-bapak yang memakai sarung dengan membawa senter ditangannya.
"iya atuh mang Udin mana ada maling ngaku, itu si enengnya saja sampai pingsan."
"Sudah sudah ayo mang Darso, dibawa saja mereka sekarang kerumah pak Lurah." para warga sekarang sudah mengepung Sigit dan Winda yang masih dibopongnya.
"Sekali lagi bapak-bapak saya tegaskan bahw..."
"Sudah anak muda percuma kamu berdebat disini, kalau anak muda mau menjelaskan silahkan nanti dijelaskan diruang sidang rumah pak Lurah, kasihan juga itu ceweknya kalau kenapa-kenapa." kata mang Udin memutus perkataan Sigit.
"Ya Tuhan.... Tadi kalian kemana ketika ada preman itu menggoda Winda" gumam Sigit dalam hatinya, tidak terima dengan apa yang mereka tuduhkan terhadapnya.
"Mang Udin yang bawa mobilnya, mang darso, dan pak soleh ikut mengawal mereka berdua didalam mobil, saya dan yang lain menyusul saja. Disana sudah ditunggu pak Lurah dan bu dokter." kata bapak yang berbaju merah.
😍😍😍
kira-kira apa yang akan terjadi pada mereka berdua ya??? 😊😊
Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai dihalaman rumah berpagar besi warna hitam, dan tinggi. inilah rumah pak Lurah.
"Silahkan masuk anak muda." sambutan seorang laki-laki yang tingginya sepadan dengannya, dan tak lain dialah pak Lurah. dengan diikuti beberapa wanita yang sudah siap dengan brankarnya untuk Winda.
Ternyata benar, mang Darso sudah memberikan kabar tentang penangkapan Sigit.
"Terimakasih pak." Sigit meletakkan tubuh Winda diatas brankar didekatnya.
"Silahkan ganti baju dulu anak muda, dengan baju ala kadarnya, bajumu basah." baru saja Sigit akan mendaratkan dirinya diatas kursi, pak Lurah menghampirinya dengan mengulurkan baju ditangannya.
beberapa saat kemudian....
Di ruang introgasi, ya memang lebih pantasnya disebut ruangan yang mengerikan menurutnya, walaupun ruanganya tertata rapi dan bersih. itu karena ada beberapa pasang mata yang menatapnya, menunggu kedatanganya seolah-olah dia sudah menjadi terdakwa kasus berat.
"kenapa lu harus grogi git... lu tidak bersalah, tenang git." gumamnya dalam hati.
"Sekarang silahkan duduk dan jelaskan permasalahannya anak muda." pak Lurah membuka pembicaraan setelah dia keluar dari kamar menginap husus tamu.
Sigitpun menurut, duduk diatas kursi panas dadakannya. Wajah tenangnya berusaha dia tampakkan untuk memastikan pak Lurah, bahwa dia tidak bersalah.
"Begini pak Lurah dan bapak-bapak sekalian, sekitar jam 9 lebih 30 menit saya melewati gang mawar, karena jalannya sepi, saya lajukan mobil agak kencang, Tanpa saya duga ada 2 ekor kucing melintas didepan mobil saya, seketika saya panik dan mengerem mobil, ketika mobil saya berhenti sayup-sayup saya mendengar suara permintaan tolong. Saat itulah saya keluar dari mobil dan mencari sumber suara yang saya dengar." sejenak Sigit menghentikan ceritanya
"dari kejauhan saya melihat ada 2 orang laki-laki mengejar seorang perempuan, namun ketika perempuan itu berlari kearah saya kakinya tersandung dan saya rasa kepalanya terbentur besi yang ada di pinggir jalan, lalu diapun pingsan." lagi-lagi Sigit berhenti sejenak, orang-orang yang ada di ruangan itupun mendengarkan penjelasannya.
"Hampir saja kedua preman itu membawanya, namun saya mencegahnya dan mereka justru melecehkan perempuan itu, mendengarkan perkataan mereka membuat saya geram dan menghajar mereka, dan merekapun ahirnya memilih pergi. Setelah itu saya berjalan mendekati perempuan itu, tapi dia masih belum bergerak. Membuat hati saya bertambah cemas, hingga saya putuskan mengangkat tubuhnya dan segera membawanya ke rumah sakit, tetapi justru saya jadi kaget ketika mengetahui dia adalah Winda, teman satu fakultas dengan saya, belum terkejut saya hilang, warga yang patroli memergoki kami dengan kesalah pahaman mereka terhadap kami." panjang lebar Sigit menjelaskan kronologi kejadiannya ditengah-tengah ruang sidang sambil melirik warga yang dimaksud.
"Hai anak muda, tetap saja kamu tadi berduaan sama pacar kamu saat kami temukan tadi." celetuk mang Darso
"Sudah saya bilang pak, bahwa dia itu teman saya, bukan pacar saya." pungkas Sigit dengan menatap lawan bicaranya.
"Mana kami tau dia teman atau pacar kamu." lagi-lagi mang Darso berceloteh.
"Tetap saja kalian menyalahi aturan, dimana seorang laki-laki dan perempuan hanya berdua saja ditempat yang sepi. itu bisa mengundang maksiat anak muda." sela seorang bapak lagi yang memakai baju merah.
"Sudah sudah, memang benar apa yang dikatakan pak Bondan. begini anak muda, sesuai peraturan yang ada di daerah sini. jika ada kejadian seperti ini maka siapapun mereka, harus mengikuti peraturan di daerah kami. karena sudah sering kali hal seperti ini terjadi." pak Lurah melerai perkataannya dengan warganya dengan sesekali membetulkan letak kaca matanya.
"jadi anak muda harus siap menerima resikonya, yaitu dengan menikah. kalian akan kami nikahkan besok. sama seperti kasus yang sudah pernah terjadi disini." keputusan pak Lurah benar-benar tidak masuk akalnya.
"Tapi pak Lurah saya tidak terima dengan keputusan ini." bantah Sigit dengan geram.
"Baiklah anak muda, jika kamu tidak terima, itu berarti kamu memilih penyelesaian masalah ini dengan jalur hukum, dengan dakwaan pemerkosaan, yang dikuatkan dengan banyaknya saksi mata disini." kali ini pak Bondan berhasil membuat nyali Sigit ciut dengan kata-katanya.
suara bapak-bapak diruangan ini pun mulai terdengar riuh
"Saya siap jadi saksi pak Lurah, pak Bondan."
"setuju."
"Setuju."
"Setuju."
"Ya kami setuju."
"Ya Tuhan... apa lagi ini. permainan macam apa ini. mana mungkin gue harus berurusan dengan hukum, sedangkan ini memang sudah jelas kalah dalam persidangan jika gue tempuh jalur hukum dengan lemahnya saksi dipihak gue. belum lagi papi nanti menertawakan jurusan pilihan gue selama ini.
sial !!!" gerutu Sigit dengan meremas kasar rambut di kepalanya, kesal.
❄❄❄
Di ruang berbeda. terdapat tiga perempuan yang mengurus Winda, penuh rasa cemas, karena sudah beberapa saat berada didalam ruangan dan sudah memberikan pertolongan pertama terhadap Winda, Namun darah di dahinya masih saja keluar, sehingga bertambah panik. Dokter Susan berusaha memberikan cairan dari botol putih dengan menuangkannya diatas kapas lalu melilitkan perban di kepala Winda, selang infuspun sudah terpasang ditangannya. Namun badan Winda masih dingin dan pucat, walaupun bajunya sudah diganti dan badannya sudah dibalut selimut.
"Bu lurah"
"Iya dok, bagaimana keadaan gadis ini?"
tanya bu Lurah dengan kedua matanya kearah wajah Winda, dan tangan kanannya memegangi perban dikepalanya.
"Jika darah gadis ini masih terus keluar, terpaksa harus dibawa ke rumah sakit terdekat, karena keterbatasan peralatan disini. tetapi tadi barusan saya kasih obat yang dosisnya agak tinggi, kemungkinan sebentar lagi sudah sadar, kita tunggu saja ya bu."
mendengar keterangan dokter Susan, bu Lurah menganggukkan kepala dan bergegas menuju ruang persidangan disamping ruang tamu.
"Bapak.... bapak, si eneng belum juga siuman, dia masih belum sadarkan diri. wajahnya masih pucat. sepertinya dia sudah banyak mengeluarkan darah." suasana yang awalnya riuh merubah hening seketika setelah mendengar penuturan dari bu Lurah, terkejut, cemas terlihat diwajah semua orang yang ada di rumah ini.
"Apa perlu dibawa ke rumah sakit sekarang bu?" tanya Sigit.
"Kata dokter Susan suruh nunggu sebentar, kalau beberapa saat lagi darahnya sudah tidak keluar tidak perlu dibawa ke rumah sakit. "
"Oh syukurlah kalau begitu." sahut pak Lurah
sembari berjalan kearah Sigit.
"Kamu dengar itu anak muda, keadaan gadis itu saat ini masih menghawatirkan.
apapun alasannya, kamu besok harus menikahinya, segera hubungi kedua orang tua kalian!" ucap pak Lurah ke Sigit dengan menepuk pundaknya.
"Bu, sampaikan dokter Susan untuk menangani gadis itu sebaik mungkin dan jika ada yang diperlukan suruh langsung bilang." lanjutnya ke istrinya.
"Ya pak" sahut bu Lurah.
"Ya Allah... ya Tuhan... apa semudah ini orang mau menikah? salah faham langsung dinikahkan?" Sigit benar-benar masih tidak percaya, dengan kejadian beberapa jam lalu bisa membuat dirinya dalam dilema.
.
.
.
udah up lagi ya....
semoga bisa menghibur...
jangan lupa divote ya...👍👍👍
Tanpa disadari, tangan Sigit merogoh saku celananya mengambil Hp lalu memencet tulisan di layar Hpnya yang bertuliskan Papi.
tuuut.... tuuuut.....tuuuut
"Halo pi ini igit." tidak menunggu lama panggilan Sigit pun langsung diangkat papinya.
"Iya kenapa git, malam-malam begini nelpon papi?" suara balasan papi
"Gue bilang papi tidak ya... kalau gue bilang, pasti papi menertawakan gue, kalau gue tidak bilang, masalah tidak akan selesai. ckkkk ada-ada saja masalah yang datang." sejenak berpikir. Sigit menimang-nimang keputusanya.
"Git... Sigit." suara panggilan namanya kembali terdengar.
"I...iya pi, igit... igit lagi dalam masalah sekarang." suaranya terbata-bata.
"Masalah? masalah apa maksud kamu Git?."
"Panjang ceritanya pi, apa papi bisa kesini sekarang?."
"Tidak bisa kalau sekarang, papi masih di luar kota, kalau besok pagi papi bisa." jawab suara dari seberang.
"Baiklah pi besok pagi saja kalau begitu, selamat malam."
"Malam juga Git."
Panggilanpun diahiri.
"Apa yang barusan gue lakukan, apa itu berarti gue sudah setuju dan yakin dengan keputusan gue sekarang? menikah dengan Winda. teman yang selama ini gue.... aahhhh yaTuhan...." tangan Sigit memainkan Hpnya dengan remasan-remasan kecil di jari tangannya.penuh keraguan.
"Papi pasti menertawakan gue." lirih Sigit. Mengingat selama ini dia sangat jarang membicarakan masalahnya ke papinya, apalagi melalui telepon.
"Pak Lurah, kami pamit dulu mau melanjutkan patroli malam. siapa tau ada peristiwa seperti tadi lagi." pamit mang Darso ke pak Lurah sambil melirik kearah Sigit.
"Iya pak Lurah, bu Lurah, anak muda kami permisi dulu Assalamu'alaikum."
suara pak Bondan menimpali mang Darsa.
"Wa'alaikumsalam." mereka menjawab salam pak Bondan bersamaan.
"Baiklah anak muda saya mau melihat keadaan gadis itu, kamu silahkan istirahat dulu di kamar tadi."kata pak Lurah sambil menunjuk kamar yang dimaksud, kamar tamu.
"Atau... apa kamu mau melihatnya juga dulu?." baru membalikan tubuhnya pak Luruh memberikan pertanyaan untuk Sigit dengan mengangkat tangan kanan sebagai pilihan untuk Sigit.
"Emmm... tidak perlu pak, saya percayakan saja dengan bapak. saya istirahat saja." katanya.
❄❄❄
Di rumah Winata.
Papi Winata sudah mendapat kabar dari Gunawan, Asisten pribadinya apa yang terjadi pada anaknya saat ini, Sejak awal kejadian Gunawan sudah mengetahui peristiwanya karena secara diam-diam papi Winata masih mengawasi aktivitas sigit dari kejauhan melalui orang-orang suruhannya, tentunya tanpa sepengetahuan Sigit.
Sigit anak kedua dari 3 bersaudara, karakternya berbeda dari kedua saudaranya, dia keras kepala sendiri.
"Bagaimana Gun, kamu sudah mendapatkan biodatanya gadis itu?" tanya papi Winata sembari duduk memegangi secangkir kopi untuk diminum.
"Sudah pak, namanya Winda Zilvana Idris. dia seorang karyawan di kantor cabang WP. sudah hampir 2 tahun ini dia bekerja disana, dan juga dia temannya bang Sigit satu kelas bahkan sekarang satu bimbingan skripsi, dia gadis mandiri yang mengontrak di perumahan Teratai Indah." jelas Gunawan.
"Ternyata gadis ini juga yang sudah menemukan data-data yang tidak akurat pada kasus kemarin pak." papi Winata menganggukkan kepalanya dengan senyum berkembang mendengar lanjutan penjelasan asistennya.
"Jadi dia bekerja sekaligus kuliah begitu maksud kamu Gun?."
"Iya pak, waktu interview dulu, Winda sudah mengatakan kalau dia kuliah, jadi dia meminta hari masuk kerjanya ketika tidak ada jam kuliah, dan itu disetujui oleh pak Firman. ahirnya Winda diterima bekerja disana."
"Baik, sekarang tugasmu mengantar aku pergi ke rumah orang tuanya untuk menjelaskan masalah ini sebaik mungkin, supaya tidak terjadi kesalah fahaman, karena... bagaimanapun juga ini menyangkut kehormatan." kata papi Winata.
"kamu tau dimana alamat orang tuanya, dan siapa mereka??." tanya papi Winata lagi dengan memegangi dagunya dan alis terangkat sebelah kiri.
"Sudah pak, ayahnya masih pamannya pak Ibrahim rekan bisnis bapak." papar Gunawan.
"Bagus. Bagus Gun, sesuatu yang seharusnya terjadi kalau Tuhan sudah berkendak, tanpa campur tangan manusiapun pasti akan terjadi." kepala papi Winata manggut-manggut dengan tangan masih didagu.
"Sigit.... sigit... dasar anak keras kepala, susah diatur, mungkin beginilah cara Tuhan mengingatkanmu." kembali ucap papi Winata sambil senyum-senyum kearah mami Lia, Istrinya.
"Mi... sekarang tugas mami mempersiapkan keperluan buat besok pagi, seadanya saja karena waktunya mendesak. Kita kesana selesai shalat shubuh langsung berangkat biar tidak kesiangan acaranya." penjelasan papi Winata ke istrinya dengan beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Baik pi, dengan senang hati mami mempersiapkan semuanya sekarang." dengan mata berbinar-binar istrinya menyetujui perintahnya.
"Ayo Gun kita berangkat ke rumah Burhan sekarang membicarakan masalah ini secepatnya, setelah itu kita menemui orang tuanya." papi Winata memasukkan mesin kotak kecilnya kedalam sakunya.
"Baik pak, saya sudah menghubungi pak Burhan jika bapak mau kerumahnya sekarang."
"Bagus, kerja yang bagus, kamu bertindak cepat Gun." papi Winata tersenyum kearahnya dengan berlalu menuju parkiran mobilnya dan diikuti Gunawan dibelakangnya.
Tuuut.... tuuut..... tuuuuut....
Baru saja mobilnya keluar dari parkiran suara panggilan atas nama Sigit diHp papi Winata berbunyi.
"Sigit menelponku Gun." papi Winata tersenyum kearah asistenya.
"Halo pi ini igit." sambil tersenyum kecil papi Winata mendengarkan Sigit.
"Iya kenapa git, malam-malam begini nelpon papi." pura- pura papi Winata
diam beberapa saat
"Git.... Sigit..." papi Winata memanggil Sigit setelah beberapa saat tidak ada suara dari Sigit.
"I...iya pi, Igit....Igit.... lagi dalam masalah sekarang."
"Masalah? masalah apa maksud kamu Git?" pura-pura papi lagi.
"Panjang ceritanya pi, apa papi bisa kesini sekarang?."
"Tidak bisa kalau sekarang, papi masih di luar kota, kalau besok pagi papi bisa." jawab suara dari seberang.
"Baiklah pi besok pagi saja kalau begitu, selamat malam."
"Malam juga Git." papi mengahiri panggilan.
"ha ha ha ha ha Sigit... Sigit... ahirnya kamu menghubungi papi juga disaat ada masalah seperti ini, papi kira kamu akan tetap diam ha ha ha ha...Git... Git." didalam mobil papi kembali tertawa lepas mengingat anak keduanya yang begitu keras kepalanya dari dulu.
❄❄❄
Di rumah pak Lurah, ruang rawat.
"Bagaimana keadaannya gadis ini dok, apa sudah ada perkembangannya?." tanya pak Lurah.
"Alhamdulillah keadaannya sudah agak membaik, darahnya sudah mau berhenti pak lurah." jawab dokter Susan.
"Syukur Alhamdulillah kalau begitu, tolong berikan perawatan dan obat yang terbaik untuknya dok. supaya cepat siuman, dan besok pagi biar bisa mengikuti acaranya." kata pak Lurah.
"Itu semua tergantung dari fisiknya pak, kalau tubuhnysa bisa cepat merespon dari obat yang saya berikan, maka diapun akan cepat siuman pak." jelas dokter Susan.
"Yeaaah.... kita doakan saja mudah-mudahan dia cepat siuaman."
"ya pak mudah-mudahan saja."
❄❄❄
Di kamar tamu.
Malam semakin larut, hanya suara jangkrik yang bernyanyi nyaring. Lelah dan kantuk sudah jelas menghampirinya, namun tetap saja Sigit tidak bisa memejamkan matanya, dia hanya membolak-balikkan tubuhnya, kekanan dan kekiri, tidak tenang dengan fikirannya saat ini.
.
.
.
.
. Bersambung...🤗🤗
Jangan lupa divote ya💖💖💖
dan komen teratur sesudah membacanya.
Saranghe...💞💞
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!