(Rumah Akbar, Palembang)
"Tik…tik…tik" suara berdetik jarum jam terdengar disertai angin malam berhembus masuk kedalam rumah ada yang aneh memang terasa olehnya
Angin itu berhembus ke kanan dan kiri dibelakang seorang bocah, di dalam hatinya sudah tersirat bahwa kejadian itu bukan gejala alam dari angin yang lewat tanpa permisi di belakangnya.
Saat itu malam pukul 22.30 WIB bulan April iklim kemarau masuk ke Indonesia, ruangan tengah tempatnya belajar mengerjakan pekerjaan sekolah tertutup rapat tidak ada satu jendela pun terbuka.
Hati membisikan agar tidak melihat ke arah belakang namun tubuh berkata lain, keinginan tak terhindarkan.
Bukan orang tua maupun adiknya, ia melihat seseorang dengan kain kafan berdiri tegak disudut ruangan.
Tinggi, putih, tubuh berisi, namun wajah tak diketahui, aku terlalu takut melihat wajah makhluk halus.
Banyak masyarakat Indonesia mengenal makhluk itu, jenis makhluk ghaib dengan kain kafan dan tali terikat di kain nya, ada yang bilang tempat kesukaan nya adalah pohon pisang yang sudah tua, disana akan lebih mudah mendapatinya.
Cara kita berjalan adalah dengan melangkahkan kaki, tetapi berbeda dengan makhluk halus itu ia melompat untuk berjalan sama seperti kangguru.
Perbedaan nya kangguru adalah makhluk yang disukai tetapi ia ditakuti oleh banyak orang.
Ya, Pocong sebutan nya.
Ku tutup buku tulis matematika dengan cepat hingga pena pun masih berada di dalam buku. Namun pikiranku kacau saat itu, ingin segera pergi dari ruang tamu.
Tentu saat itu aku ketakutan dan tidak ingin percaya dengan apa yang kulihat, meski lampu ruangan menyinari dengan terang ketenangan tidak menghingapi melainkan ketakutan.
Bagi anak kelas 2 SMP takut dengan hal itu sama dengan pengecut tapi apakah ada orang dewasa yang masih takut sepertiku…saat mengalami kejadian itu.
Pasti…pasti…karena setiap orang memiliki ketakutan…terutama terhadap setan atau hantu.
“Braakkk” kaki kiriku menyentuh meja tamu, namun beruntung hanya sedikit kena
Sekarang aku bisa berlari ke kamar ku… anehnya tujuan pertamaku adalah kamarku di tengah rumah tapi pada akhirnya aku berhenti di kamar kedua orang tuaku.
“Bu…ibu …buka bu…Ayah!” panggilku mengedor-gedor pintu kamar ayah dan ibu
Beberapa detik berselang tak ada tanggapan aku kembali mengedor lebih keras hingga keduanya keluar membuka kan pintu kamar
“Ada apa, kak? Malam-malam berisik” Tanya ibuku sambil mengusap-ngusap mata
“Itu...itu ada pocong di ruang tamu” jelasku sambil menunjukkan jari kearah ruang tamu
“Ha? Pocong?” ibu terkejut dengan ucapan ku
“Yah, ada pocong…kakak lihat di ruang tamu”
Ayah ku yang masih setengah sadar tadinya bergegas melompat dari tempat tidur dan bergegas keruang tamu
“Pocong? Dimana?”
“Itu diruang tamu”
Ayah ku mengambil sapu lidi di samping tempat tidur, langsung keluar menuju ruang tamu. Aku dan ibuku mengikuti dari belakang…hingga sampai di tempat kejadian.
Tapi secara ajaib pocong itu menghilang tanpa jejak seperti apa yang kulihat barusan seperti imajinasi
“Mana kak?, mana pocongnya” tanya ayah kepadaku
Aku ke sudut ruangan dan berusaha menjelaskan dengan ketakutan didalam diri,
"Itu tadi disitu yah, disudut guci keramik, dia tegak, warna putih”
“Yah sudah tidak ada kok, palingan cuma salah lihat”
Mendengar perkataan ayah aku tersadar kembali, mungkin salah lihat…aku pasti mengantuk…tidak mungkin pocong, aku saja melihatnya cuma sekilas hanya beberapa detik pasti salah lihat…imajinasi saja.
“Ya sudah kakak tidur sana, sudah malam besok lagi saja belajarnya” tambah ibu
“Iya bu” aku hanya menurut saja, berusaha menghilangkan ingatan buruk ini
Berharap ini hanya mimpi yang tidak terulang lagi…tapi aneh walau hanya mimpi apakah perasaan ini adalah kebohongan…perasaan yang membuat tubuh dan hati bergetar mengingatkan akan pengalaman buruk…perasaan takut… ketakutan.
Mungkin sebagian orang tidak akan percaya penglihatan dan ceritaku, tapi ini adalah kenyataan dan kejadian yang aku alami sendiri.
Fakta atau dusta tidak tahu yang mana, itu pikirku dahulu tidak percaya akan kekuatan ghaib.
Namun lama-kelamaan aku mulai menyadari ada sesuatu didalam diri mengubah hidupku, hidup keluargaku dan hidup orang lain.
Banyak anak di dunia yang memiliki kelebihan dan keistimewaan seperti ku, membuat kami didekati…dijauhi…di ejek…bahkan dianggap aneh…tapi kami selalu berusaha untuk hidup normal seperti orang lain…karena kami anak “INDIGO”
***
( 2 Tahun Kemudian, 20 Juli 2017 )
(Sudut Pandang Ferdi)
Tahun 2017 di kota kelahiran ku…sebutan kota Pempek di aliri Sungai Musi dapat dinikmati dari jembatan sejarah “Ampera”.
Aku masuk ke SMA unggulan di Palembang, “SMA Negeri xx Palembang” hasil belajarku tidak sia-sia, pagi…siang…dan malam selalu belajar.
Pertanyaan untukku sendiri…apakah di masa SMA ini aku harus belajar dengan keras lagi seperti di SMP atau aku harus menikmati masa mudaku agar tidak kecewa.
Karena sesuatu amat berharga dan penting tidak dapat terulang kembali membuat kenangan dan pengalaman, suka dan duka.
"Waktu” adalah hal sangat penting bagi semua orang terutama bagiku, sesuatu selalu bergerak maju tidak dapat mundur, berisi kenangan-kenangan bersama orang-orang.
Sekarang aku harus menentukan waktu sendiri, jalanku sendiri, ingin jadi apa aku di masa depan?
Entah bagaimana pemikiran anak-anak lain tentang masa depannya, tapi aku sudah memutuskan sejak tahun pertamaku.
Setelah lulus dari SMA ini, aku akan pergi ke Bandung dan mengemban pendidikan di Institut Teknologi Bandung.
Mungkin terlalu awal bagiku untuk menentukannya dan terlihat seperti sebuah mimpi untuk sekarang, tapi aku tidak tahu Tuhan akan berkata apa tentang mimpiku ini. Apakah akan berhasil atau gagal?
“Tettt…tettt…tetttt…” bel berbunyi menandakan sekolah sudah masuk
Hari ini memang sudah masuk sekolah tapi aku dan siswa baru lain harus mengikuti MOS lagi untuk mengenal dan mengikuti organisasi apa saja yang ada di sekolah.
“Hei Akbar, apa kabar?” sapa teman lama ku bernama Agus
“Baik gus, kau sendiri?”
“Baik juga, Alhamdulillah”
Teman lama sejak SMP-ku selalu duduk sebangku, saling bekerja sama dalam hal mata pelajaran, ia sangat cerdas dalam hitung-hitungan.
Tingkah sangat aktif tidak bisa diam seperti anak-anak berumur 4 tahun, dalam berbicara pun asal ceplas-ceplos.
Tapi kelebihan agus membuatku tidak bisa lepas darinya adalah sikap baik dan jujur, selalu menolong orang lain tanpa pandang bulu dan rajin beribadah.
Karena agus aku berubah saat SMP, kini aku lebih baik dalam hal agama, selalu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dan shalat 5 waktu di masjid.
Bahkan sekarang aku menjabat sebagai ketua remaja masjid di komplek perumahanku, entah apa yang dilihat orang lain dariku hingga memberikan jabatan seperti itu bahkan terpilih dua kali, tahun ini adalah periode kedua aku menjabat sebagai ketua Irma (Ikatan Remaja Masjid).
“Kita sekelas lagi yo bar”
“Ha, aku juga sebenarnya aneh kenapa kita selalu ketemu”
“Mungkin takdir”
“Jijik aku dengarnya, enak juga yang ngomong kayak gitu ke aku cewek kalo kau malah najis”
“Jahat juga ya perkataan kau, sakitttttt sekali hatiku bar” sambil memegang dadanya agus sedikit tertawa
Aku hanya tersenyum melihat kelakuan temanku itu, “Gila kau gus…gus”
“Kita duduk sebangku lagi ya”
“Nggak ah, pasti nanti aku dikira kakak kamu lagi kayak di SMP”
“Heeehhh, justru bagus kan bar. Kamu ada adik di sekolah”
“Bacot ente”
Percakapan diiringi candaan menghiasi perjalanan kami menuju kelas, entah perasaanku saja kami dilihati banyak orang.
Aku dan Agus memang akrab sejak SMP bahkan seperti kakak beradik, kedua orang tua kami pun sudah saling kenal, kami sering bermain, belajar, menginap bersama selama 3 tahun.
Tapi di waktu itu pula aku tidak pernah menceritakan hal-hal berbau aneh kepada Agus, mengenai penglihatan bayang-bayang hitam dan putih, suara-suara dimalam maupun siang hari.
Entah kenapa sejak kejadian penampakan pocong waktu itu aku mulai merasa kejadian-kejadian aneh bertambah.
Aku selalu bermimpi di dalam tidur seakan-akan aku berada di dunia nyata, seingatku didalam mimpi aku pernah mencubit pipi sendiri dan sakit kurasakan.
Hingga aku bangun semua itu seperti kenyataan bahkan membuatku berkeringat dan kehabisan nafas, padahal aku selalu berwudhu dan berdoa sebelum tidur tapi hal itu seakan tidak berpengaruh.
Tapi keanehan bahkan bisa dibilang kutukanku adalah mimpi yang berada dialam tidurku selalu terjadi dan menjadi kenyataan di kehidupan sehari-hariku.
Bahkan seperti ramalan masa depan…aku selalu mencari jawaban atas apa yang terjadi padaku…mencari…dan terus mencari.
Buku, majalah, internet dan media social lain hingga pada bulan Oktober 2016 aku menemukan jawaban, tertera di internet.
Menurut pakar dan ahli spiritual aku mengalami “Precognitive Dream”,”Future Sight” (Penglihatan Masa Depan) atau Second Sight (Penglihatan kedua).
Sebuah persepsi Ekstrasensorik yang melibatkan informasi masa depan dimana informasi masa depan.
Dimana informasi tersebut tidak dapat disimpulkan dari kondisi (akal, hukum fisika, dan hukum alam) yang terjadi saat ini. Keberadaanya dianggap sebagai bentuk lain dari indera tambahan.
Setelah menemukan penjelasan itu aku tahu jika banyak orang yang memiliki kemampuan sama sepertiku di dunia ini. Seorang dengan kemampuan anehnya karena sesuatu kejadian atau bawaan lahir hingga membangkitkan Indera Keenam atau Sixth Sense
***
(Sudut Pandang Ainur)
Gerbang masuk terbuka lebar, banyak siswa-siswi berlalu lalang keluar masuk sekolah sementara aku masih berdiri menunggu papaku pulang mengendarai motornya.
Aku Ainur, siswi SMA Negeri xx Palembang merupakan siswi penerima jalur prestasi.
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah dimana tempat menuntut ilmu agar impian dimasa depan dapat terwujud, meski aku tahu jika kejadian sama akan terulang kembali saat SMP aku tetap bertahan
“Halo Ainur” sapa teman satu SMP nya dulu
“Lho Ainur masuk sini juga ya?” tanya teman sekelasnya bernama Indah
“Iya ndah, kalian juga masuk sini ya. Hebat banget kalian”
“Iya dong kan kami pinter”
“Pinter ngibul, hahaha”
Ketiganya saling melontarkan tawa tapi tahu jika tawa candaan itu terasa seperti hinaan,
“Ainur dapat kelas berapa?” tanya Indah
“Aku di kelas IPS 2”
“Wah berarti tetanggan dong, tapi aku lebih maju di IPS 1”senyum tipis terlihat menandakan kemenangan dirinya terhadap Ainur seorang siswi berprestasi di SMP nya kini berada di bawah dirinya
“Yah tapi aku masuk jalur undangan prestasi, kalian masuk jalur madirikan. Tapi untung juga kita sama-sama dikelas IPS ya bisa sharing-sharing ilmu” sebuah kalimat pedas dilontarkan oleh Ainur seperti tepat mengenai wajah mereka
“Ya sudah yuk Indah kita masuk ke kelas nanti telat”
“Iya deh dari pada disini terus bisa telat”
Seperti permainan kemenangan di dapat oleh Ainur tapi ia menyadari jika apa yang barusan ia lakukan akan menambah musuh baginya di masa akan datang.
Namun jika ia kalah maka permainan pun akan game over sehingga banyak masalah menunggu nantinya.
Kedua pilihan sulit harus diambil oleh seorang siswi baru SMA bermasalah tetapi ia sudah memantapkan jika ia membutuhkan kemenangan.
“Padahal masih pagi sudah ada masalah, yah tidak usah dipikir lebih baik aku juga ke kelas”
Pagi atau pun siang bagiku adalah waktu yang paling kubenci di dunia, aku ingin dunia selalu malam agar aku selalu berada di rumah tidak perlu bertemu orang-orang.
Sejak dulu aku disibukkan dengan berbagai macam kegiatan, les, belajar dan sekolah selalu bertemu dengan berbagai macam orang. Namun pada akhirnya semua orang selalu sama, “munafik”.
***
(Sudut Pandang Akbar)
(SMA Negeri xx Palembang, Toilet Pria)
“Kepada Siswa Siswi baru harap masuk ke kelas masing-masing untuk pemberitahuan materi di Aula Sekolah” suara pengumuman dari Ketua Osis kepada siswa baru
“Sialan pakek kebelet buang air pula” ocehku sendiri
Waktu sesampai di kelas aku langsung kebelet buang air kecil padahal jam kelas sudah masuk, jika terlambat bisa gawat.
"Tetapi beruntung ada agus yang mau memilih tempat duduk jadi tidak terlalu khawatir lagi” kata batinku
“Haaah selesai juga” segera kusiram dan keluar dari kamar mandi
“Kamar mandinya pakek bau lagi” kataku sambil membenarkan ikat pinggang
“Hiks…hiks…hiks” suara tangisan anak kecil, sangat lembut dan tenang seakan memanggil seseorang
Aku tahu jika suara itu adalah keanehan, karena sedari tadi di WC itu tidak terlihat anak-anak yang lewat.
Tempat masuk pun hanya satu jalu sementara di pinggir-pinggir hanya tertutupi tanaman dan tumbuhan hijau.
Tidak bisa masuk dan keluar kecuali lewat pintu itu, tapi dihati kecil berbisik “Jika anak kecil sungguhan bagaimana?”
Kakiku yang semula ingin pergi dari tempat itu tiba saja melangkahkan kaki ke sumber suara itu.
Selangkah demi selangkah, disaat itu pula kakiku mulai berat diisi ketakutan mendalam. Padahal aku sudah sering mendengar suara-suara seperti ini tapi masih saja takut.
“Hiks…Hi..hi..hi...hikss" tangisan itu mulai memanjang seperti tawaan
Suaranya bertambah kecil dan berada di belakang tembok WC wanita, “Bangsa*, lagian ngapain anak kecil main-main kesini?”
Aku kini tersadarkan, tapi terlambat khayalanku sudah kemana-mana dan tidak bisa berpikir jernih hingga…
“Hei!” suara lembut tetapi menusuk mengejutkanku
“Waaaaaa” aku ketakutan hingga duduk jongkok, seluruh tubuhku gemetaran kututupi wajahku dengan tangan agar tidak melihat penampakan
“Hei kamu sedang apa?” Tanya seseorang kepadaku
“Ha?” dia bicara, langsung kuangkat saja wajahku…beruntung disana aku bukan melihat penampakan tetapi seorang perempuan berseragam sekolah sama sepertiku
“Haaa, aku pikir siapa tadi?, ternyata orang” ketakutanku mulai berkurang tapi tubuhku masih gemetaran
“Kamu…” “Eh iya aku…” perempuan itu menunjuk ku dengan tatapan tajam
“Kamu juga bisa lihat mereka?” pertanyaan dari cewek itu sangat mengejutkanku, meski aku adalah orang telat mikir tapi kini aku langsung tahu maksud perkataannya
“Melihat mereka?” tanya ku
“Iya anak perempuan yang menangis di belakang itu”
Bulu kudukku langsung berdiri lagi, takut…cemas…rasanya seperti naik rooler coester
“Ha anak perempuan?” aku melihat kebelakang WC tapi tidak melihat apapun “Mana ada anak perempuan cuma ada yang nangis kok tadi, itu pun pasti aku salah denger”
“Nggak, dia memang ada sekarang dia sudah berhenti menangis. Dia sedang melihat kita berdua”
"Bangsa*, siapa perempuan ini, mungkin dia setan juga kali tiba-tiba muncul habis itu tahu ada suara bahkan lihat anak kecil” kata batinku
Tanpa panjang lebar aku meninggalkan cewek itu dengan gelengan kepala, hingga tepat agak jauh aku masih merasakan hawa tidak enak.
Berlari adalah keputusan yang tepat. Aku meninggalkan cewek itu sendirian maklum ketakutan sudah kembali menghantuiku
Aku berlarian di koridor sekolah menuju kelas, tidak terlihat ada siswa lain semua sudah masuk kelas.
Setiba di depan pintu kelas aku bersyukur masih belum ada guru yang masuk, hanya terlihat suasana kelas ribut sekali serasa di pasar.
***
(Kelas X IPS 2, SMA Negeri xx Palembang)
“Bar, sini” Agus melambaikan tangan kode agar aku tahu dimana tempat dudukku
Aku menghampirinya tepat di barisan belakang, anehnya aku tidak melihat tasku disamping kusrinya
“Mana tas aku?” tanyaku kepada Agus
“Itu di depan” tunjuk agus
“Lah katanya mau duduk sebangku lagi?”
“Nggak jadi aku sudah janji duluan dengan Harry untuk duduk sebangku kemarin malam”
“Harry?”
“Iya, itu dia” tunjuk seorang anak laki-laki berkacata mata bulat dengan badan kurus dan agak tinggi, nama lengkapnya Harry Prasetyo tapi sering dipanggil Tio
“Gus” Harry menghampiri Agus karena sesuatu keperluan
“Yo, kenalin teman SMP…Akbar” Agus mengenalkan ku kepada teman sejak kecilnya
“Bar, ini Tio kawan sejak kecil aku”
“Halo aku akbar” aku memulai bersalaman
“Tio” kedua tangan kami saling menjabat berkenalan
“Ohh jadi sudah duduk dengan Tio, lalu mana tas aku”
“Itu di depan” tunjuk nya
“Kan kau lebih senang duduk didepan jadi sudah ku sewa duluan tempatnya untuk kau”
Pada awalnya aku merasa kesal karena dia sudah bohong tapi melihat agus sudah menemukan tempat duduk kesukaanku pada akhirnya aku tidak bisa apa-apa.
Selain itu aku memang ingin jauh-jauh dahulu dari sifat pecicilan agus.
“Ya sudah dak apa, yang penting juga makasih sudah patenkan tempat duduk untuk aku”
Segera saja aku menuju kursiku dan ingin duduk dengan tenang, maklum setelah kejadian di WC tadi aku sudah tidak ada tenaga lagi.
Kuletakan tas dibelakang kursi agar aku lebih leluasa duduk, sebelum itu aku mengeluarkan buku novel favoritku “Laskar Pelangi” yang baru aku beli minggu lalu.
Beberapa menit kulalui dengan damai dan ketenangan mulai kembali tiba saja rusak dengan masuknya seorang cewek.
Semua siswa dikelas mulai membicarakannya, aku hanya melirik sedikit ke arah cewek itu setelah itu melanjutkan kembali membaca novel.
“Aneh kenapa pula dengan cewek itu, lebih baik aku tidak usah dekat-dekat denganya” pikirku
Hingga ia berhenti di depan mejaku, bertanya…
"Maaf, apa disini sudah ada yang nempati tempat duduknya?”
“Hemm” Aku meliriknya terlebih dahulu, hingga aku meletakan novelku
“Padahal aku ingin jauh-jauh dari cewek ini kenapa malah kesini?” kata batinku
“Nggak ada sih tapi kalo mau duduk disebelah saja bisa masih kosong kok” kataku untuk menyuruhnya pergi dengan nada sopan
“Nggak apa kok disini saja lebih dekat dengan meja guru” ia masih berdiri menunggu izin dariku agar dia dapat duduk di sebelahku
“Ya sudah tidak apa deh” aku kembali melanjutkan membaca novel
“Makasih” senyuman manis terlihat dari bibirnya
“Gila cantik juga kalau dilihat-lihat, manis pula” kata pikiran kotorku
Tapi bukan hanya aku yang berpikiran seperti itu, meski aku membaca tapi aku bisa mendengar pembicaraan orang lain.
Terutama pembicaraan besar cowok, ditambah pembicaraan cewek yang kelewatan batas mengenai cewek di samping ku ini.
“Hei bukan nya dia Ainur dari SMP xx itu ya?, gila cantik juga cuy”
“Iya coba gebet aja”
“Kukira dia tidak senang dekat-dekat dengan cowok”
“Nggak tuh palingan cuma modus doangkan, udah sok pinter sok cantik lagi”
Semua pembicaraan itu terdengar bagiku seperti sebuah ejekan dan hinaan, tapi aku tidak tahu masalah apa yang terjadi.
Padahal kulihat dia cewek yang baik, sopan dan cerdas, aku tahu hal itu sangat tahu karena aku selalu menilai penampilan luar dan dalam seseorang.
Aku melihat kearahnya, wajah manis tadi kini berubah pahit pasti sangat sakit jika aku menjadi dirinya.
Yah tapi aku juga pernah merasakan hal yang sama saat kecil dulu, hingga aku bertemu dengan Agus.
“Sudah jangan di dengar, biarkan seperti angin lalu” nasihatku
“Ngomong-ngomong kita belum kenalan aku Akbar Ferdi panggil saja Akbar, kalau namamu?”
“Halo Akbar, senang kenalan denganmu”
Aneh raut murung di wajahnya berubah kembali ceria seperti sebelumnya, sangat cepat hingga aku tahu…dia menahannya…menahan rasa sakit dan menggantinya dengan wajah ceria.
Aku juga dulu pernah merasakan hal itu, cukup senyum dan tertawa semua pasti akan baik-baik saja.
Itu pikirku dahulu tapi tidak sekarang, jika senyum dan tawa hanya bagian luar tetapi di dalam hati kesakitan semakin besar, seakan ingin cepat mati!
“Jangan ditahan…lampiaskan saja” kataku
***
(Sudut Pandang Ainur)
(Kelas X IPS 2, SMA Negeri xx Palembang)
Seorang laki-laki yang baru kukenal belum beberapa menit duduk bersama aku merasa ia mengerti diriku. Entah mengapa ia merasakan apa yang aku rasakan, aku mulai berpikir apakah laki-laki itu sama dengan diriku.
Pertama kali aku melihat laki-laki yang membuatku penasaran sekaligus kagum, apakah aku lebih baik berteman dengannya saja?
“Ngomong-ngomong siapa namamu?”
“Aku Akbar, Akbar Ferdi”
“Halo Akbar , senang kenalan denganmu salam kenal aku Ainur Rahma”
“Ainur ya, atau ku panggil Rahma saja. Eh tapi di kelas ini ada juga yang namanya Rahma nanti malah susah untuk manggil”
Aku tertawa kecil melihat sikap lucunya,
“Terserah sih mau panggil apa, yang penting jangan panggil “Ain” saja karena itu artinya mata, kalau kata mamaku dulu diartikan sebagai mata jahat”
“Oh oke kalau begitu nama panggilan Ainur, nama panggilan pendek Nur jadi artinya Cahaya”
“Iya boleh”
Percakapan kecil itu membuka lembar baru dalam kehidupanku, ini pertama kali aku merasa senang berbincang dengan laki-laki.
Walau tinggi tubuhnya agak pendek tetapi ia cukup tampan dan baik hati perasaanku mengatakan akan lebih baik aku berteman dengannya.
Setelah kejadian dikamar mandi tadi aku berpikir ia juga bisa melihat makhluk halus sepertiku.
“Nur kudengar kau masuk lewat jalur prestasi tapi kenapa malah masuk jurusan IPS?” suaranya memecah imajinasiku
“Karena aku merasa lebih bisa di IPS dibandingkan IPA selain itu nilaiku tidak mencukupi untuk masuk jurusan IPA”
“Hemmm begitu ya, oke kalau begitu aku jujur saja. Meski ada Ainur di kelas ini tapi aku yang akan menjadi juara satu di kelas ini”
Tantangan tegas kudapatkan dari seorang laki-laki yang baru ku kenal tetapi sudah mengajak bersaing, tapi ia berbeda dari orang-orang di SD dan SMP ku dulu.
Mereka bersaing dengan membicarakanku lewat belakang wajah tetapi ia dengan tegas menantang di depanku seakan menampar wajah. Bingung ingin ku balas apa tantangan ini, senang bercampur bingung kurasakan menjadi satu.
“Baik”
Percakapan pertama berakhir setelah wali kelas kami masuk aku mencoba meliriknya, ku lihat tatapan penuh harapan dan semangat di matanya.
Apakah kau sama seperti teman laki-lakiku sebelumnya,berteman denganku, mendekatiku dan menembak ku untuk dijadikan pacar atau kau punya alasan lain. Mungkin…karena aku menganggap ia berbeda...tapi apa arti tatapan tajam itu?
“Mulai hari ini kita adalah teman sekaligus rival” kata laki-laki bernama Akbar itu
Benar ternyata tatapan itu bukti…bahwa kita adalah teman…sekaligus…rival…Akbar.
Didalam kelompok sosial aku tetap memilih menyendiri sambil membaca buku, duduk di kursi dengan membatasi pandangan orang dengan buku.
Keputusan yang kubuat adalah sebuah kesalahan namun harus kuteruskan, aku tidak ingin kejadian di SD dan SMP terjadi kembali.
Kejadian perkelahian berujung pada kesurupan, walaupun orang lain memulai aku terus bersabar tetapi saat kemarahan memuncak emosiku melahap semua pandangan dan dia pun datang membisikkan
“Ayo lebih keras lagi jangan berhenti” sebuah bisikan halus ditelingaku saat itu membuat hilang akal sehat
Kejadian terus berlangsung aku yang dimakan emosi menjambak dan mencakar teman wanita sekelas bahkan pernah anak kelas lain yang mencoba menganggu.
Setelah perkelahian itu aku merasakan ada yang aneh dengan diriku, kejadian itu terus menerus terjadi aku sering berkelahi dengan wanita disekolahku.
Aku selalu menang namun aneh aku merasa senang, bukan contoh baik bagi siswa jika berkelahi, sejak saat itu aku di juluki “Putri Es” atau “Putri Gila”.
Julukan itu tidak ada pengaruh bagiku karena prestasi akademik dan non akademik yang aku capai, menjadi urutan pertama adalah kunci untuk membuat orang yang membenciku diam.
Semua menjadi cepat menyebar tentang diriku hingga banyak laki-laki mendekatiku, menembak dan menjadikan ku pacar mereka.
Dari kelas 1 SMP jika bisa dihitung hampir puluhan kali aku di ditembak oleh cowok. Alasan mereka menyukaiku selalu sama cantik, baik, pintar dan rajin beribadah.
Aneh…hubunganku selalu tidak berjalan dengan lancar belum satu bulan aku sudah putus dengan pacarku.
Saat aku putus beberapa hari kemudian aku berganti pacar lagi…hal itu berulang selama tiga kali…hingga aku merasa jika aku hanya dipermainkan.
Hatiku sakit hingga tidak percaya pada laki-laki lagi semua yang dikatakan mereka selalu manis di awal tetapi menyakiti di akhir apakah itu sifat alami mereka.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak berpacaran terlebih dahulu dan mementingkan pelajaran.
Ku pikir itu akan mudah tetapi mereka yang tahu masalahku menyebarkan jika aku hanyalah “Play girl” sang penggoda laki-laki.
“Sudah cukup!” entah laki-laki atau perempuan sama saja karena sifat ku mereka menjauhi dan saat memerlukan mereka menghampiri
Apakah aku hanya alat bagi orang lain tapi ini karma bagiku karena sering berganti pacar bukan, aku bisa menerimanya hingga sebuah perkataan menyakitkan saat itu.
“Ainur…kamu ini musuh semua orang. Baik saja di depan tapi di belakang sifatnya busuk”
Saat itu aku kehilangan kendali atas diri membuatku menyerang membabi buta hingga menyebabkan keributan besar di kelas.
Semua orang berkumpul untuk melerai tetapi ada juga menonton saja hingga aku tidak bisa bergerak dan tidak sadarkan diri.
Beberapa saat kemudian aku tersadar melihat kejadian aneh di depan mata, anak-anak yang mencari gara-gara padaku mengalami kesurupan atau kerasukan.
Guru-guru sedikit panik dan mencoba menenangkan murid, di dalam peristiwa itu aku melihat salah satu cewek yang kesurupan tersenyum ke arahku.
Entah perasaan saja atau memang ini karena ku, tanpa pikir panjang para guru menyuruh para murid untuk keluar dan pulang lebih awal hingga tiba saat para ahli agama datang untuk mengusir setan yang merasuki siswa.
“A..innnn…n” bisikan itu terdengar kembali di gendang telinga
Aku mencari-cari dimana asal suara itu tapi keadaan terlalu kacau hingga aku syok dan berpikir
“Apakah ini salahku?”
(Rumah Ainur 18.30 WIB, Setelah kejadian kesurupan)
Setelah kejadian kesurupan di sekolah aku mulai merasa aneh pada diriku, aku lebih sering mendengar bisikan-bisikan di malam hari bahkan lama-kelamaan suara tawa, tangisan dan rintihan yang entah darimana asalnya.
Emosiku terlalu sering keluar hingga aku sering marah bahkan kepada orang tua, kejadian memuncak saat aku kelas 2 SMP semua masalah yang ku pendam pecah dan membuat aku hilang akal.
Julukan “Putri Es”, Play Girl, dendam pada laki-laki dan masalah lain membuat aku mencoba bunuh diri dengan menusukan pisau ke perut.
Beruntung saat itu mama dan papa berhasil menghentikan jika tidak semua terlambat, tapi aku sudah tidak tahan tinggal di dunia ini, marah, duka dan rasa tertekan membuat aku gila.
“Hiks….hiks….hiks….” tangisan mama membuatku mengurungkan niat
Papa yang saat itu bersikap dingin berusaha menelpon seseorang beberapa jam kemudian keadaan mulai tenang, hanya tetangga sebelah rumahku yang tahu dan membantu saat itu.
Beberapa saat kemudian seorang Ustadz datang ke rumah dan memeriksa keadaanku, tak perlu waktu lama
“Putri bapak ada yang ngikutin”
“Ngikutin? Gimana pak ustadz maksudnya”
“Kayaknya ada makhluk halus yang suka dengan anak bapak dan nempel di badannya”
“Bisa di keluarin tidak pak ustadz saya kasihan dengan putri saya”
“Bisa kok”
Dengan tenang pak ustadz mengatakan kebisaan untuk membantuku, setengah jam kemudian aku diruq’yah oleh pak ustadz di dalam masjid.
Aku di baca-bacai do’a, disuruh minum air putih yang sudah di komat-kamit hingga tubuhku tegang saat pak ustadz mencoba mengeluarkan jin dari tubuhku.
Memakan waktu cukup lama untuk ruq’yah yang aku ingat saat itu pukul 22.00 WIB, memang aku merasakan dampak dari ruq’yah itu tapi di dalam hatiku masih tersimpan perasaan aneh.
Aku tidak terlalu memikirkannya yang penting aku sudah sembuh sekarang…pikirku…hingga saat ini…aku merasakan jika dia kembali.
(Sudut Pandang Akbar)
(UKS, SMA Negeri xx Palembang)
Sudah seminggu aku bersekolah disini, memang sekolah ini unggul peraturan ketat tak bisa dihindari. Stres dan lelah membanjiri tubuh seperti angin lalu tugas dan pekerjaan rumah tak henti-henti membebani.
Ditambah kegiatan klub membuat waktu bermain menjadi sedikit, aku masuk kegiatan ekstrakulikuler Palang Merah Remaja entah apa alasanku masuk klub itu.
Dengan sendiri aku sudah menyatu dengan PMR, walau senioritas dan disiplin menjadi utama semua terbayar ketika menjalani semua bersama.
“Kebersamaan” adalah prinsip utama di Palang Merah walau banyak masalah datang di awal pertemuan aku bisa bertahan karena ada teman-teman seperjuangan.
Aku bertugas piket menjaga ruang UKS bersama Rahmadania dan Khairina, menyapu, mengepel, membereskan tempat tidur dan memeriksa kelengkapan obat P3K.
Semua selesai dengan cepat bahkan hanya memerlukan waktu kurang dari satu jam, ruangan UKS di sekolahku ini sangat luas.
Bahkan sudah mendapat penghargaan sebagai ruang kesehatan terluas dan terbersih no-2 se kota Palembang setelah UKS SMA Negeri 1 Palembang.
“Disini sudah selesai tinggal giliran nunggu UKS saja, takut kalau ada pasien sakit”
“Iya kalau begitu aku tinggal ya, Akbar bisa jaga yang pertama kan?” pinta Khairina
“Iya bisa hari ini juga mata pelajaran Matematika pasti cuma latihan lagi. Pak nya kan jarang masuk, Rahma sendiri bagaimana mau nunggu atau balik ke kelas?” tanyaku kepada Rahmadania teman sekelasku
Aku dan Rahma berada dikelas yang sama yaitu di Jurusan IPS 2, berbeda dengan Khairina seorang anak di Jurusan IPA 4.
Jumlah seluruh kelas angkatanku ada 8 kelas yang masing-masing terdiri dari 30-34 siswa, pikirku sekolah unggulan hanya menerima sedikit siswa tapi siswa disini terlalu banyak entah apa alasannya, “uang atau pendidikan”.
“Aku disini saja lah” jawab Rahma
“Ya sudah aku tinggal dulu ya Ma, Bar” kata Khairina sambil berlalu
Kepergian Khairina membawaku ke suasana canggung, berdua dengan wanita aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya.
Aku yang sudah seminggu lebih duduk dengan Ainur hanya bisa membahas soal pelajaran beruntung dia sedari tadi bermain HP.
Yah mau bagaimana pun aku harus mencairkan suasana,
“Ma aku mau ke kantin sebentar, mau nitip nggak?”
“Heh iya boleh lah aku nitip Teh tante Gun”
“Oke, makanannya?”
“Tidak ah masih kenyang, apalagi masih pagi gini”
“Siap aku pergi bentar” aku segera memakai sepatu dan menuju kantin
(Koridor Sekolah, Pukul 09.30 WIB)
Di dalam hati aku merasa sangat lega karena terbebas dari suasana canggung itu tetapi saat kembali aku harus melakukan sesuatu.
"Yah nanti saja ketika sudah kembali” pikirku.
Jalan kaki ku sedari tadi melambat ketika memasuki area kantin belakang dan terhenti pada sebuah ruangan kotor dan lama “Gudang Sekolah”.
"Ada yang aneh dengan gudang ini " aku menatap tajam ruangan tak berpenghuni itu hingga sesuatu bergerak didalamnya. Ukuran tubuhnya seperti manusia meski hanya terlihat sebuah bayangan hitam, dalam keadaan itu tubuhku terkejut dan tidak merespon gerakan “Kenapa tidak bisa gerak sih?”
Semakin lama aku merasa bayangan makhluk itu semakin besar dan mendekati jendela yang tidak tertutup gorden.
Aku melihatnya…sebuah penampakan mahkluk hitam besar berdiri menatapku dengan mata merah menyala.
“Kalau begini aku pasti kerasukan, mending pergi saja” itu adalah rencanaku tetapi apa guna karena tubuhku tidak bisa di gerakkan
“Hei!” seseorang menepuk bahuku
“Hehhhhh, waaaaa” aku sangat terkejut hingga mengeluarkan air mata disaat berjongkok
“Tidak apa-apakan?” suara halus menanyaiku membuat aku berbalik badan dan melihat siapa yang berada dibelakangku hantu atau manusia
“I..iya aku tidak apa” ternyata seorang siswi perempuan dengan rambut panjang terurai tanpa menggunakan hijab berdiri di belakangku
“Haah ku kira hantu tadi” aku menghela nafas dan mengusap air mata agar tidak kelihatan seperti seorang pengecut
“Kamu melihatnya juga?” pertanyaan yang sering kudengar dari seseorang ketika aku melihat makhluk halus kembali di lontarkan oleh wanita itu
Aku tidak ingin membicarakan masalah makhluk halus bersama orang lain, karena dulu kata kakekku jika aku mengalami hal ghaib lebih baik disimpan sendiri dan jangan beritahu orang lain.
Pikirku alasannya hanya 2 yaitu jika aku menceritakan hal ghaib maka ia akan kembali padaku dan yang kedua jika aku menceritakan pada orang lain mereka pasti akan terlibat.
Tapi saat itu aku sadar melihat aura dari siswi itu sangat besar dan menyengat, seperti sebuah tekanan mengintimidasi.
Tubuh tinggi dengan kulit putih, rambut panjang semampai namun wajahnya sedikit murung seakan tidak memiliki kebahagiaan.
“Tidak…tidak apa-apa kok”
“Kau tidak melihatnya dengan jelas tapi aku melihat semua yang tidak terlihat dengan jelas”
“Ha?” perkataan barusan membuatku bingung
“Makhluk itu masih berdiri di gudang, ditambah ada makhluk lain yang bergentayangan di sekolah…seorang siswi dan anak kecil…mereka sering muncul”
“Lah kenapa malah bahas hal-hal serem sih” aku bicara pada diri sendiri
“Siapa namamu?” wanita itu bertanya padaku dengan raut muka seram
Aku lantas menjawab saja “Akbar…Akbar Ferdi…kau bisa memanggilku Ferdi”
“Ferdi ya…kau punya penunggu yang kuat” setelah mengetahui namaku dan mengatakan hal aneh ia pergi begitu saja menaiki tangga menyisakan pertanyaan besar untukku
“Anak aneh”
Kantin di sekolah ini ada dua tepatnya di Utara dan Selatan, kantin di Utara berdekatan dengan Koperasi serta bertemuan dengan gudang menyeramkan itu.
Sejak saat itu aku tidak pernah melintasi gudang sekolah sendirian dan jika ingin melintasinya aku mengajak teman atau bahkan memutar jalan agar tidak berhadapan dengan makhluk di dalam gudang sekolah.
Hari demi hari bukannya menjauhi tetapi aku malah penasaran mengingat hal-hal aneh sering terjadi padaku.
***
(Jum'at 13 Oktober 2017, SMA Negeri xx Palembang)
Senja menghampiri hari diiringi nyanyian angin menghembus meniup pepohonan, sekolah telah selesai sejak pukul 3 sore tapi aku masih berada disini.
Yah, aku latihan PMR untuk menghadapi lomba kedua di masa SMA, lomba pertamaku telah dilakukan pada bulan September lalu hasilnya sangat buruk benar-benar buruk.
Walau baru pertama kali lomba kami benar-benar tegang dan hanya mendapatkan juara harapan.
pPra juri begitu tegas dan menakutkan tidak menginginkan satupun kesalahan.
Tentu karena tugas Palang Merah adalah mengobati luka bukan menambah derita, aku semakin tertarik dalam ektrakulikuler ini.
Bukan hanya mempelajari Pertolongan Pertama saja tetapi disini aku belajar banyak tentang Kepemimpinan, Sejarah Dunia, Donor Darah, dan mendalami kegiatan Remaja Sehat Peduli Sesama.
“Satu…dua…tiga..angkat tandu rata-rata air”
Aku bertugas sebagai seorang Leader di dalam tim Penolong mungkin suaraku yang besar dan tegas atau kemampuan pertolonganku lebih baik dari teman-temanku membuat aku ditunjuk sebagai pemimpin.
Setelah mengobati pasien yang luka aku dan timku beranjak melewati setiap rintangan yang disiapkan, aku masih sangat ingat setiap rintangan itu.
Rintangan jalan sempit sebuah rintangan dimana aku dan timku harus melewati jalan kecil berbatu ditambah ukuran tandu yang lebih besar daripada jalan membuat rintangan ini cukup sulit.
“Turunkan tandu…bersiap untuk melewati rintangan Rawa-rawa”
Rintangan yang membuat pakaian kotor dimana aku dan timku berusaha melewati sebuah rawa-rawa dengan menyeret tandu dan pasien dari bawah.
Kotor, bau dan pengap itu adalah kesulitan di rintangan ini tetapi ini masih mudah di bandingkan rintangan selanjutnya.
“Huhhh gila capek juga” baru dua rintangan masih satu lagi
“Oke semua, kali ini yang paling berat dan tidak kita suka” walau kami mengatakan hal seperti itu nyatanya rasa senang sekaligus tegang yang kami rasakan seperti telah menunggu hal ini dari dulu
Rintangan danau atau air merupakan rintangan mengangkat korban dari satu sisi ke sisi lain dengan menyebrangi air.
Karena di sekolah tidak memiliki danau maka kami menggunakan Kolam bagian luar sekolah.
Sedikit demi sedikit kami memasuki kolam, dengan menggotong korban di bahu sungguh sesuatu yang paling berat.
Saat di tengah-tengah kolam air kolam sudah sampai ke dadaku ditambah beban korban yang berat tidak karuan membuatku ingin menyerah dan melepaskan tandu itu dari atas.
Tapi jika begitu korban akan tenggelam di kolam dengan ikatan self belt dan tidak bisa bergerak, aku tahu teman-temanku pun merasakan dingin di sekujur tubuh.
Karena air membasahi dan tandu yang terus-menerus bertambah berat sungguh penderitaan amat mendalam.
Semangat dan keinginan kami menyelesaikan rintangan ini lebih besar hingga kami berhasil melewatinya.
Rasa puas dan lelah menghampiri kami berlima kecuali Adrian hanya tidur tenang di atas tandu sementara kami merangkul beban berat badannya.
“Latihan sampai sini dulu saja besok kita lanjut lagi, besok ada rintangan tebing jadi siap-siap mental kalian” kata senior bernama Rizki
“Siap iya kak” jawab serentak seluruh anggota PMR kelas 10
***
(Koridor Sekolah Utara, SMA Negeri xx Palembang)
Latihan berat selesai dengan lancar rasa puas sekaligus lelah tak terhindarkan setelah ini aku ingin pulang, mandi dan membaringkan badan.
Sebelum itu aku dan teman-temanku harus membereskan setiap alat-alat latihan, waktu lama dibutuhkan karena alat latihan tidak sedikit serta meja dan bangku sekolah pun harus dikembalikan ke tempat.
“Harus cepat habis ini pulang lalu istirahat” kataku berjalan melintasi koridor sekolah sambil membawa bendera PMI dan tas P3K
Jalanku sedari tadi santai mendadak mempercepat ritme, sebuah firasat tidak enak terasa hingga aku sadar tempat yang kulewati adalah jalan menuju gudang sekolah.
Tidak punya banyak waktu dan lelah sudah membesar di seluruh tubuh mau tidak mau aku harus melewati koridor ini sendirian dengan keberanian.
“Tik…tik…tik…” suara mengganjal dari atas lantai aku menengok kearah tangga beberapa detik hingga aku memalingkan wajah
Suara apakah itu? Aku menebak jika itu adalah suara orang menuruni tangga sambil memukul pegangannya karena pegangan tangga terbuat dari besi atau ada seseorang di dalam kelas yang membunyikan sesuatu hingga suara terdengar hingga keluar.
Berpikir positif… cukup itu perlu aku lakukan sekarang karena semakin aku takut maka semakin senang pula setan untuk menganggu.
“Hahhhh” aku melanjutkan jalan dengan santai…sendirian…
”Braakkk!” suara benda jatuh mengejutkanku seperti sebuah pistol baru menembakan peluru rasa kejut tak terhingga membanjiri ku. Aku lari secepat kilat namun sebuah kejadian tak terduga…di dalam hidupku…menemui hal semacam ini...lagi.
Aku melihat hantu wanita dengan kepala hampir putus dimana terdapat dasi merah di lehernya…darah mengalir dari atas kepala hingga kakinya yang melayang di udara.
Kepalanya menunduk sementara tubuhnya menggantung di dinding koridor sekolah, saat itu aku menjadi patung bergerak tidak bisa mempunyai mulut tidak bisa bicara
“Allahu Akbar…Allahu Akbar” aku menyebut nama Allah di dalam hatiku
Aku terus melihat hantu wanita itu entah kenapa lama-kelamaan ia mendekat, bulu kudukku sudah tidak hanya berdiri tetapi siap lepas dari kulit. Kakiku lemas tak berdaya, aku berharap ada orang yang menolong,
“Apa itu? Kenapa aku melihat ini?” itulah saat pertama kali aku melihat hantu dengan jelas di sekolah
“Pergilah! Wahai Tuhan yang Maha Pengasih usirlah jiwa jahat yang berani menampakan diri…pergilah ke alammu wahai Jin” seorang wanita datang mengucapkan do’a mengusir hantu itu sambil memegang botol minum ia menyipratkan air ke arah hantu wanita
Aku hanya melihat aksinya diam tak dapat bicara hingga pikiranku kosong sepenuhnya, “Sadarlah!” wanita itu mengusapkan air ke wajahku hingga aku dapat sadar
Seketika aku tersadar hantu wanita itu sudah tidak ada lagi hanya ada siswi aneh yang kutemui waktu itu di depan gudang sekolah.
Serasa di dalam mimpi percaya tidak percaya ini adalah kejadian nyata pengalaman pertama bertemu mereka hingga menjadi lembar pertama untuk kehidupanku yang mulai berubah.
BAB I....SELESAI
(Rumah Akbar, Palembang)
(Sudut Pandang Akbar)
“Heeekkk…akhhkkk…tolonggg…eee…tolong” suara minta tolong seseorang dalam sebuah mimpi, ya itu adalah mimpiku dimana aku serasa di cekik oleh atau ditindih oleh sesuatu yang berat
Kubuka mata dengan tubuh masih tertidur diatas kasur, saat itu aku sendirian karena adik-adikku menginap di rumah nenek.
Ayah dan ibuku berada dikamar berbeda hingga aku merasa tidak ada harapan untuk pertolongan.
Ketindihan itu yang kualami saat ini, tubuhku tidak bisa bergerak, suaraku tidak bisa keluar, hanya hati saja bisa berdo’a “Ya Allah kenapa lagi ini…tolong…ibu…ayah” do’a ku di dalam hati
Kucoba menggerakan jari tetapi tetap tidak bisa, stroke…atau mimpi…kuharap aku segera bisa menggerakan tubuh.
Jika ini memang mimpi maka kumohon bangunlah diriku akan aku lakukan apapun jika aku bisa bergerak.
Sebuah janji pada Tuhan agar aku tidak melanggar meminta agar aku segera sadar, tapi dalam keadaan itu.
Meski hanya beberapa menit bisa kukatakan aku mengetahui bagaimana rasa saat nyawa hampir di cabut dari raga.
Lama-kelamaan aku merasakan sesuatu pada atas tubuhku sebuah bayangan hitam pekat menduduki perutku dengan wajah membelakangiku,
”Setan!, berarti aku ketindihan” nafasku mulai habis segera saja aku menutup mata seakan menyerah.
Didalam keputusasaan itu kubuka kembali mata, aku terkejut bayangan itu sudah tidak ada perlahan ku gerakan tangan hingga berusaha bangun dari tempat tidur.
“Astagfirrullah..Astagfirrullah” aku berdzikir untuk menenangkan diri
Keadaan sepi bercampur ketakutan masih terasa, “Masih terasa lagi”
“Tolong…to..lo..ng” sebuah suara terdengar dari arah lemari bajuku
“Siapa itu?” aku bertanya dengan nada tegas dan ketakukan
Bukannya membalas pertanyaan ia masih meminta pertolongan “To..lo..ng…”
“Mau minta tolong apa?” aku beranjak dari tempat tidur menuju pintu kamar untuk keluar
“To..lo..ng…” setan kurang ajar aku tanya kenapa minta tolong bukan jawab
“Krek” aku keluar dari kamar menuju ruang tamu tanpa mengenakan baju aku duduk di sofa
“Kasih tahu ibu sama ayah saja lah” itu adalah ide terbaik dan ingin aku lakukan tetapi terhalang alasan “Masa sudah SMA masih takut hantu apalagi nanti ayah dan ibu tidak percaya cerita”
“Sudahlah tidur di ruang tengah saja sambil nonton TV”
Malam itu aku tidak bisa tidur tetap terjaga menonton TV agar tidak ada kejadian aneh lagi, walau masih ada suara-suara memanggil yang tidak tahu dari mana sumbernya aku seolah-olah tidak mendengarnya.
Suara TV-ku besarkan hingga aku memasang headsead ditelinga, berharap malam segera usai dan berganti dengan mentari pagi.
“Allahu Akbar…Allahu Akbar” suara adzan berkumandang dari masjid dan mushala membuat aku tenang, “Akhirnya mau pagi”
Aku beranjak dari sofa jika dihitung aku hampir 4 jam tiduran di sofa tanpa bergerak, segera aku keluar untuk mengambil wudhu.
Karena kejadian ketindihan tadi malam aku masih trauma dan takut, jadi aku putuskan untuk Shalat Subuh di rumah saja.
“Ayah sama Ibu sudah bangun belum, ya?” tanyaku sambil menatap pintu kamar kedua orang tuaku
Sepertinya belum bangun, lebih baik langsung wudhu saja habis shalat langsung bersiap sekolah tidak betah kalau berada di rumah tanpa adik-adikku, sepi dan hening tidak seperti biasanya selalu berisik dan mengundang emosi.
“Wah masih gelap juga” kataku melihat keadaan di luar dari jendela depan
Tapi tidak ingin membuang waktu aku menyegerakan shalat supaya hatiku bisa tenang.
Tempat wudhu di rumah berada di belakang rumah, dengan memakai keran atau mengisi bak wudhu.
Masalahnya adalah belakang rumahku memang agak luas tapi masih di penuhi oleh pohon pisang dan pohon kelapa membuat suasana tidak enak.
Aku memilih menggunakan keran yang langsung mengalir dari pada menggunakan bak karena harus mengisi air terlebih dahulu.
“Krieettt, Bismillahirahmanirrahim” aku mulai berwudhu dengan awal baik-baik saja
“Braakkk, sreekk” suara benda jatuh dengan keras mengejutkanku dari belakang
“Heh!” aku menyipratkan banyak air ke dinding rumah, karena wudhuku belum selesai kulanjutkan saja seolah-olah tidak mendengar apa-apa
“Sini kalian tunjukan diri kalian, aku tidak takut dengan kalian!” tantang batinku kepada mereka yang tidak terlihat
Setelah membasuh telinga entah kenapa rasa penasaran menghingapi, “ Sebenarnya apa sih tadi itu” aku pun menolehkan kepala ke belakang
“Eh…” aku melihat sebuah kain putih turun dari atas pohon kelapa tanpa tangan atau kaki tetapi aku melihat kepala diatasnya seperti sebuah kelapa tua.
“Byur…byur” ku basuh kedua kakiku dengan cepat tanpa tahu sempurna atau tidak
Langkah seribu kulakukan, masuk kerumah dan segera saja kututup pintu “Brakkkk!”
“Hah…hah…hah…astagfirullahalazim” kedua kakiku lemas hingga terduduk di lantai sambil membelakangi pintu yang kukunci
“Hi..hi..hi...hi!” sebuah tawa menyeringai terdengar oleh telingaku, suaranya sama seperti tawa kuntilanak di film-film
“Whaaa..setan!” segera saja aku lari masuk kamar menutupi diri dengan selimut
Kejadian malam itu sangatlah berat untukku sebuah pengalaman membuat jantung berdebar-debar, sosok wanita kepala buntung, suara-suara aneh, dan kuntilanak menghiasi satu malam.
Bahkan aku tidak sempat shalat subuh, aku tetap membaringkan diri di kasur hingga pagi sampai ibu membangunkanku.
Apa yang sebenarnya terjadi…kenapa aku mengalami hal ini…cukup, sejak dulu aku selalu melihat hal-hal aneh tanpa tahu dari mana asal-usulnya dan kenapa makhluk-makhluk itu menggangu tanpa alasan.
Sebuah pertanyaan yang perlu ku cari tahu jawabannya…entah bagaimanapun aku harus menghentikan ini.
***
(SMA Negeri xx Palembang, 6 November 2017)
(Sudut Pandang Akbar)
Aku teringat pada seseorang yang memiliki kemampuan sepertiku disekolah ini, akan lebih baik jika aku bertanya padanya.
Siswi itu telah banyak menolongku, bahkan setelah beberapa bulan sekolah disini aku tidak tahu siapa namanya.
Keputusanku sudah bulat entah apa yang akan terjadi di masa depan aku tidak ingin penasaran.
Istirahat pertama akan kucari siswi itu dengan pergi mencari tahu terlebih dahulu dimana kelasnya.
“Baiklah untuk pengumuman, pada tanggal 28-29 Oktober PMR SMA Negeri xx Palembang mengikuti perlombaan di SMK Negeri 1 Palembang dan memenangkan Juara 1 Pertolongan Pertama Putra di wakili oleh M. Akbar Ferdiyanto dari kelas IPS 2” suara gemuruh tepuk tangan di berikan kepadaku saat maju kedepan mengambil piala kemenangan kami di lomba minggu kemarin
“Selanjutnya juara harapan satu tandu putra, di wakilkan oleh Rian Suwetno dari Kelas X IPS 2”
Rian maju dengan penuh gaya membusungkan dada seakan kesombongan menghingapi.
Ya bisa dibilang sekbid tandu adalah sebuah cabang lomba di PMR yang paling sulit, karena bukan hanya berlomba dengan waktu tetapi kekuatan tandu menjadi penilaian.
Selain itu terdapat banyak peserta di lomba tandu sehingga persentase kemenangan sangat kecil bagi kami yang merupakan pemula.
Berbeda dengan sekbid Pertolongan pertama meski pesertanya lebih sedikit dari peserta tandu kami memerlukan ketelitian dan kekuatan lebih dalam menghadapi rintangan-rintangan yang ada.
“Lalu juara Favorit PMR diwakilkan oleh Azizah dari kelas XI MIPA 2” kak Azizah ketua umum dari PMR maju mengambil piala kemenangan
Walau tidak mendapatkan juara umum paling tidak kami mendapatkan juara favorit karena kami hanya menang di lomba pertolongan pertama saja masih sangat jauh perjalanan untuk mengapai kemenangan
“Akhirnya kemenangan besar bagi PMR setelah kalah di perlombaan sebelumnya, Iya kan kak?” kataku kepada kak Azizah
Kak Azizah tersenyum manis kepadaku “Iya tapi di lomba berikutnya kita harus dapat Juara Umum” katanya dengan semangat
Hari itu adalah hari kemenangan besar pertama bagi PMR sekaligus waktu tepat untuk menunjukan taring kepada ekstrakulikuler lainnya, organisasi yang telah tertidur lama kini mulai bangun untuk memburu banyak kemenangan.
Bukan hanya itu setelah perlombaan kami juga mendapatkan seorang pembimbing hebat bernama kak Gunawan dari PMI, sehingga semangat untuk memenangkan setiap lomba semakin bergelora.
Setelah pengumuman itu semua anggota dan Bu Septi sebagai guru pembimbing Palang Merah Remaja SMA xx Palembang berfoto dan merayakan hasil kerja keras setelah lomba.
Didalam pesta kemenangan itu setiap anggota PMR serasa bebas hari itu, kami telah memberikan kemenangan besar untuk sekolah bahkan kepala sekolah pun turut bangga.
Karena itu kami bebas untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini kelelahan dan strees membebani pikiran.
Apalagi aku yang tadi malam tidak dapat tidur karena di ganggu habis-habisan seperti orang berulang tahun mendapat kejutan,
“Kalo kalian mau istirahat di UKS saja jangan keluar-keluar nanti dimarahin Pak Taslim pula” kata Kak Azizah
Di UKS semua anggota beristirahat, laki-laki dikamar pasien laki-laki sementara perempuan berada di sebelah kamar laki-laki.
Kedatangan salah satu senior lainnya Kak Fani tambah membuat suasana semakin meriah, bagaimana tidak ia membawa banyak gorengan dan pempek sementara Rian, Bareta dan Harry membawa cemilan kecil.
“Hore Fani bawa banyak makanan” kata kak Aisyah
“Oi ini pakek duit sisa lomba sama pakai duit aku loh, makannya jangan banyak-banyak” aku hanya tersenyum melihat pemandangan ini, meski kami banyak bertengkar dan konflik tapi ada juga saat suka di dalam duka
“Kelas kita pasti sepi ya” kata Agus kepadaku
“Yah mau bagaimana lagi kelas kita banyak yang jadi anggota PMR”
Setengah dari siswa di kelasku banyak yang masuk PMR entah karena alasan apa tapi saat kami Dispensasi kelas pasti akan sepi dan guru yang mengajar pun ikut bingung.
Bahkan kelas kami di juluki “kelas PMR”, tetapi itu dulu karena sekarang kami sudah menunjukan bukti nyata dengan kemenangan para guru kini memberikan banyak kepercayaan.
(Istirahat Pertama, SMA xx Palembang)
Siapa dia…dimana kelasnya…ku cari tahu tentangnya hingga menemui titik akhir.
Namanya adalah Cindi dari kelas X IPA 2, sangat sulit mencarinya karena ia sangat pendiam dikelas dan jarang aktif dalam organisasi.
Beruntung aku mendapatkan informasi dari Indria teman PMR yang sekelas dengannya.
“Permisi apakah ada Cindinya?” tanyaku dengan seseorang yang duduk di dekat pintu kelas
“Eh Ferdi, ngapain kesini?, wes The Best Leader cuy di lomba kemarin” kata teman laki-laki sekelas Cindi
“Oh iya makasih, aku kesini mau cari Cindi. Apakah dia ada?”
“Kalau Cindi biasanya sih ke perpustakaan saat istirahat. Jarang liat dia di kelas”
“Makasih infonya ya, aku ke perpus dulu kalau begitu”
“Heeeh, Ferdi nyariin Cindi pasti ada apa-apa ni ye?” ejek teman kenalanku bernama Juki
“Nggak kok Cuma ada keperluan bentar” kataku sambil berlalu
Disela kepergianku aku mendengar bisikan-bisikan teman Cindi yang mencibirnya
Entah apa alasan mereka tidak menyukai Cindi sebab aku pun tidak mengenalnya.
“Masa Cindi di cari Ferdi sih, ada urusan apa?”
“Iya ya Cindi yang mukanya serem gitu masa Ferdi mau sih deket-deket dengan dia”
“Heh sudah palingan Cindi di panggil ke ruang guru”
Meski sebuah pernyataan untuk menghentikan percakapan tapi hal itu tidak mempan karena para siswi merupakan seorang wanita.
“Sudahlah yang penting ketemu dia dulu” batinku
***
(Lantai 2, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Ainur)
Seorang laki-laki yang kukagumi melewatiku begitu saja, entah apa alasannya terburu-buru tapi ini membuat hatiku sakit.
Kenapa…aku dan dia serasa menjauh padahal kami sekelas bahkan duduk sebangku, memang aku telah mendapatkan banyak tanggung jawab.
Ia pun sering berlatih di ekstrakulikulernya tapi kami tidak pernah bicara sekalipun selain didalam kelas.
Harus kuakui berkatnya hidupku sudah menjadi lebih baik, ia mendorongku untuk maju kedepan bukan sebagai Ainur Putri Es tapi sebagai Ainur Rahma.
Aku selalu mengikuti ke egoisanku saat SMP dahulu berpindah-pindah ekstra hingga mampu memiliki tempat di organisasi sekolah membuat aku di segani.
Namun hasil buruk yang mendatangi, aku ingin membuat semua orang tahu namaku hingga aku dihormati.
(FLASH BACK)
“Hei nur mau ikut ekstrakulikuler apa?” tanya Akbar kepadaku
“Ah kurasa aku mau ikut ekstrakulikuler Sastra saja”
“Oh sastra, kenapa tidak sangar seni saja kan kau punya bakat menanyi dan menari”
“Ah tidak aku Cuma mau meningkatkan pengetahuan mengenai sastra saja karena aku tidak mau banyak tugas”
“Iya juga sih, tapi apa salahnya kalau mengembangkan bakat kan kau bagus dalam menari jadi jangan takut dengan omongan orang lain”
Ucapannya saat itu membuatku menjadi Ainur sekarang, mulai banyak orang menyukaiku bahkan dikelas pun aku sudah tidak menjadi bahan gosipan.
Aku menjadi anggota ekstra Sastra dan Sanggar Seni seperti yang di sarankan oleh Akbar, hasilnya aku memiliki banyak teman, hubunganku dengan teman seangkatan maupun dengan senior lain berjalan baik selama tiga bulan ini.
Banyak orang mengandalkan kemampuanku hingga aku menjadi salah satu pion penting oleh sekolah.
Karena bukan hanya mengikuti ekstra Sastra dan Sangsen saja aku juga mengikuti Organisasi MPK (Majelis Permusyarwarat Kelas) yang tugasnya menjaga kestabilan setiap siswa melalui perantara kelas.
“Aku ingin mengucapkan terima kasih, tapi sepertinya tidak bisa mungkin lain kali saja” kata diriku yang menyedihkan
“Nur bisa antarkan buku ini ke perpustakaan katanya bu Eva mau meriksa buku-buku sejarah” senior Nabila menyuruhku sambil menyerahkan beberapa buku
“Iya kak”
“Kenapa muka kamu kok cemberut gitu?”
“Eh nggak apa kok kak, kalau begitu Ainur pergi ke perpus dulu ya”
“Ainur aku temenin ya” kata Agustina teman sekelas Ainur
“Iya makasih Tn”
Keduanya beranjak menuju Perpustakaan tanpa menaruh saling curiga, Ainur yang menganggap Agustina sebagai sahabatnya begitu pula Agustina…entah apakah ia bisa di percaya atau dapat memperdaya.
***
(Perpustakaan, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Akbar)
"Krieett” aku masuk ke perpustakaan dengan mengeser pintu sangat pelan, bau tidak asing kurasakan sebuah bau dari buku-buku baru dan lama
Tentu ini adalah surga untuk ilmu pengetahuan dimana banyak buku sebagai sarana pembelajaran.
Namun tujuanku sesuatu lain, aku mencari seseorang yang dapat membantuku menjawab pertanyaan akan masalahku.
“Hemmm, dimana dia?” aku mencari Cindi dari kanan ke kiri tapi aku tidak melihatnya. “Tidak ada, apakah ia tidak ke perpustakaan?” .
Kuputuskan untuk masuk dan duduk terlebih dahulu karena kakiku sudah lelah “Mumpung sudah disini ya sudah baca-baca buku saja”
Tujuan awalku berubah mungkin lebih baik mencarinya di istirahat kedua saja, kuambil sebuah novel berjudul “Cut Nyak Dien” di lemari buku sejarah.
Dari situ aku berpikir untuk duduk di sudut perpus saja karena tidak kelihatan seseorang, selain tempatnya tenang ditambah nyaman karena dapat angin AC.
“Hei sedang apa kau disini?” sebuah suara mengkagetkan aku
“Whooa, loh ternyata kau Cindi” aku melihatnya duduk di lantai sudut lemari paling ujung perpustakaan
“Aneh apakah aku sudah pernah mengatakan namaku padamu Fer…di?” ia dengan sengaja memanjangkan namaku
“Aku tahu namamu dari teman sekelasmu, Indria…pasti kenalkan?” aku duduk disampingnya ikut bersandar pada lemari dibelakang kami
“Begitu kukira kau seorang penguntit” kata-kata barusan sangat pedas hingga aku baru sadar jika yang kulakukan adalah aktivitas stalking
“Mana mungkinlah, masa aku ngikutin kamu. Kata siapa coba?”
“Mereka!” ia menunjuk seseorang dimana kehadirannya tidak ada
“Heh?” sebuah kata yang membuatku bingung
Mereka siapa, teman sekelasnya tapi ia kurang disukai, apakah Indria merupakan teman dekatnya tapi aku merasa tidak seperti itu.
Kata mereka menunjukan lebih dari satu orang, kebingungan itu membuat mulutku lepas berbicara
“Mereka siapa? Teman sekelasmu” tanyaku serius
Tanpa kata ia menjawabnya dengan jari telunjuk yang menunjuk kearah sesuatu atau lebih tepatnya ke arah seseorang.
Ia hanya menunjuk kearah angin tidak ada siapapun disana, kuanggap ia bercanda tapi matanya mengatakan sebaliknya,
“Ia tidak bohong, apakah aku harus percaya?” keraguan merayapi diri dengan cepat di kala itu diiringi bulu kudukku berdiri tiada henti
“Kau tidak bisa melihat mereka?” ia mendekati wajahku seakan ingin mencium
Wajahnya cukup dekat…rambutnya panjang dan wangi…bibirnya cukup manis…coba ia sering tersenyum mungkin ia akan lebih cantik
“Eh, apa ini?” aku merasa tidak enak dan malu dengan kelakuannya jika diilihat orang lain maka akan terjadi kesalahpahaman
“Braaak…” sebuah buku jatuh mengejutkan kami berdua
Cindi langsung melepaskanku tanpa rasa canggung. Itu bukanlah masalah tapi seseorang melihat kejadian itu yang menjadi masalah.
Kulihat dua orang tampak tidak asing bagiku ya…bagaimanapun ia adalah teman sebangku dan satunya teman ekstrakulkuler-ku…Ainur dan Agustina…kenapa diantara banyak orang mereka yang lihat.
“Eh tunggu Nur…Tn ini bukan seperti yang kalian duga” jelasku
“Ohh begitu” kata Ainur sambil berjalan meninggalkan kami
“Tidak kusangka kupikir Ferdi itu cowok baik makanya aku suka tapi…” sebuah perasaan sedih sekaligus kecewa dilontarkan oleh Agustina
“Weeiii tunggu jangan pergi dulu…” kataku memanggil mereka, tetapi sudah terlambat mereka sudah melewati pintu kaca dan meninggalkan perpusatakaan
Aku bingung harus bagaimana…melakukan apa…hingga aku menyalahkan Cindi atas hal yang terjadi,
“Kenapa kau melakukan itu Cindi? Selain itu kau tampak tenang-tenang saja”
“Aku tidak melakukan apa-apa, aku cuma ingin melihat matamu”
“Melihat mataku? Kenapa?"
“Kebanyakan para pengidap Indigo memiliki warna mata bermata biru, memang ada juga yang tidak karena itu aku ingin melihat matamu apakah kau itu sama sepertiku, istimewa sejak lahir atau hanya sebuah ketidaksengajaan saja”
Mendengar penjelasan Cindi kemarahanku mulai mereda, aku duduk kembali disamping sembari mendengarkan cerita,
“Jadi maksudmu aku melihat mereka karena bawaan dari lahir?”
“Mungkin tetapi kau yang tidak bisa melihat teman-temanku dibelakangmu aku juga berpikir bahwa kau tidak sengaja terseret masalah ghaib”
“Apa kau tahu ketidak sengajaan yang membuatku seperti ini?”
“Aku tidak tahu itu semua adalah buah dari segala perbuatan yang kau buat selama hidupmu, aku tidak tahu perbuatan apa yang menyebabkan mata batinmu terbuka tapi mungkin aku memiliki satu penjelasan”
“Apa itu?”
“Mungkin dari keturunan keluarga, aku melihat penjagamu seekor harimau putih besar, ia selalu mengikutimu menjagamu dari gangguan makhluk-mahkluk jahat. Aku ingin bertanya sejak kapan kau mulai bisa melihat hal-hal ghaib?”
“Dahulu kalau tidak salah sejak kecil, saat aku menginap di rumah nenekku umur 6 tahun dan kebetulan rumah nenekku berada disini sekarang"
"Saat itu aku bermain sendirian dekat dengan rumah nenek ku, entah waktu itu aku berkenalan dengan seorang anak perempuan. Ia selalu ceria dan mengajakku bermain saat menginap,aku selalu bermain dengannya hingga malam sampai ibuku menjemput…” aku yang tidak sadar dengan ceritaku sendiri entah kenapa aku baru mengingat hal ini, padahal aku hanya ingin menceritakan kalau aku pernah mengalami mimpi aneh waktu kecil…apakah ini kebohongan atau sebuah kenyataan…?
“Dia hilang…temanku itu hilang…kalau aku dijemput oleh ibuku. Ia selalu mengajakku pergi ke suatu tempat untuk bermain tapi aku selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian aku pindah kesini dan berusaha mencari teman lamaku itu…tapi rumah kayu tempat tinggalnya sudah tidak ada diganti dengan sebuah rumah cukup megah” aku terus melanjutkan ceritaku entah bagaimana aku ingat semua yang terjadi di masa kecil padahal sudah beberapa tahun hilang dari ingatan
“Sejak itu aku tidak pernah bertemu dengannya…saat aku sudah lama tinggal disini aku mendengar jika rumah tempat tinggal temanku itu dulunya adalah tempat tinggal seorang dukun yang suka dengan alat-alat keramat. Ia tinggal sendirian…dirumah kayu itu hingga ia meninggal dunia”
Ceritaku berhenti sampai disitu karena tidak tahu alasannya tubuhku tidak berhenti bergetar dan air mata mengalir.
Nafasku sendiri mulai memburu sambil memikirkan pertanyaan, “Jika dukun itu tinggal sendiri lalu siapa gadis kecil yang menemaniku dulu?”
“Gadis itu adalah jin yang ingin membawamu kedunia lain” sambung Cindi seperti mengetahui pertanyaanku “Tapi itu bukan pertama kalinya kau melihat mereka karena tidak mungkin pemicunya dari hal itu, kau sudah bisa melihat Jin itu berarti kemungkinan mata batinmu sudah terbuka sejak lahir”
“Begitu ya jadi memang benar aku bisa melihat hal-hal ghaib karena mata batinku terbuka”
“Benar tapi ada juga yang salah”
“Hah apanya yang salah?” tanyaku
“Mata batinmu belum terbuka sepenuhnya oleh karena itu kau hanya melihat bayang-bayang mereka saja. Jika mata batinmu terbuka sepenuhnya kau bisa melihat mereka dengan jelas”
“Jadi itu maksudmu kau bisa melihat dengan jelas apa yang tidak kulihat?”
“Benar” Cindi melirikku sebentar “Ternyata kau cerdas juga, kupikir kata-kataku terlalu tinggi dan sulit dimengerti”
“Orang yang tidak mengerti itu berarti mereka tidak tahu apa makna atau arti dari pembicaraan ini. Kalau bercerita dengan orang yang tidak paham maka kita akan dianggap aneh bahkan gila, oleh karena itu aku tidak pernah cerita pada siapapun”
“Tapi kau berbeda denganku, kau mempunyai banyak teman dan semuanya baik denganmu, mudah bergaul dan selalu bersosialisasi dengan orang-orang”
“Dulu…dulu aku sepertimu. Sampai Aisyah teman pertamaku saat SD membuka pintu ke masa depan yang lebih baik”
“Kalau begitu kau punya teman yang baik”
“Sebelum orang-orang lain menjauhiku, aku sama sepertimu menganggap sendirian adalah hal terbaik tapi kau pun sadar bukan sendirian itu menyakitkan. Bahkan ketika sudah mendapat teman pun kesakitan dan kesendirian masih bisa dirasakan, lebih besar saat kita sendirian”
Cindi melihatku dengan tatapan serius, aku yang tidak tahu asal bicara saja seperti sorang yang sok-sokan member saran tetapi nyatanya aku sendiri lebih suka sendirian.
“Jadi mungkin kau tidak bisa menjadi sepertiku tapi kau bisa merubah sudut pandangmu”
“Hemm” Cindi menganggukan kepala seakan mengerti ucapanku
“Mau kubantu?” tawarku
“Eh bantu apa?”
“Mungkin kayaknya aku terlalu berlebihan tapi aku harap kita bisa jadi teman baik” kataku
“Iya boleh. Terima kasih, mungkin jika kau yang menjadi temanku aku tidak perlu cemas”
“Ha, apa maksud perkataannya?” pikirku setelah mendengar hal itu tapi karena suasana hatinya membaik aku tidak ingin merusaknya
“Ngomong-ngomong kau tadi bicara tentang Indigo? Apa kau sendiri anak Indigo?”
“Iya”
“Wah kalau begitu kau punya keistimewaan dong, apa kemampuan khususmu, kudengar anak indigo itu sangat hebat”
“Aku bisa melukis…..” belum selesai ia berbicara aku tahu jika ia hanya bisa melukis biasa sehingga aku tidak terkejut
“Heeehhh biasa saja” pikirku
“Makhluk dari dunia lain” sambungnya
"Whoooa hebat dong berarti kayak paranormal-paranormal itu ya!” kali ini aku terkejut mendengarnya
***
(Lantai 1, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Ainur)
“Apa-apaan itu, ia melakukan perbuatan tidak senonoh di sekolah apalagi di perpustakaan. Apakah dia dan cewek itu punya hubungan kukira dia tidak punya orang yang disukai?” kataku menggumam menahan amarah
“Ferdi benar-benar kelewatan, kukira dia itu cowok yang baik tapi nyatanya dia berciuman dengan cewek lain. Padahal kukira dia jomblo…aku sakit hati!” kata Agustina dibelakangku
“Iya awas saja cowok itu, tapi Agustina kenapa sampai marah begitu dengan cowok sampah itu?”
“Aku suka dengan Ferdi” aku terdiam sejenak mendengar perkataan Agustina ternyata ia juga menyukai Ferdi
“Kau suka dengan Ferdi? Sejak kapan?” tanyaku
“Sudah sejak lama, tapi melihat dia seperti itu kurasa hatiku sakit” katanya sambil menahan emosinya yang sudah tidak tertahan
“Begitu ya…dasar cowok bodoh!” aku sebenarnya tidak percaya Ferdi melakukan hal mesum seperti itu tapi aku tidak bisa mempercayainya begitu saja, aku harus bertemu dan meminta penjelasannya.
Kami kembali ke kelas tanpa sepatah-kata lagi amarah menghingapi rasa sakit hati tak terbendung lagi.
Lebih buruk dari pengalamanku dahulu walau laki-laki hanya mencoba memutuskan hubungan tetapi Ferdi sudah kelewatan.
“Krieett” suara kursi digeser dengan keras
“Loh, kenapa Nur mukanya cemberut. Agustina juga?” tanya teman sekelas mereka Rizky Ayu atau sering dipanggil Dedek
“Nggak ada apa-apa kok?” jawab Ainur
“Iya dek nggak ada apa-apa kok” tambah Agustina
“Oh iya Nur tadi kak Armen kesini cari kamu, katanya seluruh anggota MPK dan OSIS disuruh rapat ke perpustakaan saat jam istirahat kedua nanti” kata Dedek memberitahu Ainur
“Yang bener Dek?, makasih ya sudah ngingetin”
“Oke sama-sama. Ngomong-ngomong kalian sudah ke kantin aku mau beli tahu bude”
“Aku nggak dulu ah, nggak nafsu makan”
“Ayo Dek, Tn juga mau ke kantin mau beli es” kata Agustin menarik lengan Dedek
“Ehh iya bentar, bentar Tn aku ambil uang di tas dulu” setelah mengambil uang didalam tas Tn dan Dedek bergegas menuju kantin sebelum bel masuk berbunyi
Aku yang sendirian mengingat kembali kejadian itu, “Tidak perlu di pikirkan lupakan saja mungkin kejadian tadi hanya kesalahpahaman semata” kataku ingin mempercayai Ferdi
Dalam pikiran sendiri aku melayang ingin mengetahui kebenaran dan kesalahpahaman disaat itu pula aku teringat masa lalu kelam.
Sudah cukup lebih baik aku menghindari Ferdi untuk selama-lamanya sebelum terlambat.
“Nur ada yang cari nih” Haliya salah satu teman sekelasku memanggil
Disana aku melihat seorang laki-laki yang tidak kukenal berdiri di balik pintu kelas saat aku menatapnya ia langsung pergi seperti orang ketahuan mengintip.
“Siapa Hal?” tanyaku kepada Haliya
“Nggak tahu dari kelas sebelah kayaknya. Nih, dia nitip buat suruh dikasih ke Ainur” Haliya memberikanku sebuah coklat Silverqueen yang diberikan oleh seorang siswa itu
“Ciyeee yang dapet coklat ni yeee” ejek seluruh teman sekelasku
“Heh, apa sih ini?” tanyaku bingung hingga aku sadar apakah ini coklat untuk menembakku
“Terima Nur, kayaknya dia suka sama kamu”kata Haliya yang membuatku tersipu
“Dia kan Shata Fadil dari kelas sebelah, IPS 3 aman tidak salah” seluruh teman-temanku berkumpul di tempat dudukku seakan mengintrogasi tahanan
“Yang waktu itu jawab pas MOS di masjidkan?”
“Iya, tidak disangka dia suka sama Ainur. Kalau begini kita punya hubungan langgeng dengan kelas sebelah”
Aku yang di beri pertanyaan terus menerus tidak diberi waktu untuk menjawab padahal aku tidak suka dengan laki-laki itu.
Tapi teman sekelasku terus menekan hingga sebuah masalah lagi datang menghampiri, tidak disangka Shata membawa teman-teman sekelasnya datang menemuiku di kelas.
Saat itu keadaan kelas X IPS 2 sangat ramai dipenuhi orang seperti ada perkelahian, namun yang ada hanya kejadian seorang laiki-laki menyatakan cinta kepada perempuan.
“Ayo Shata tembak saja Ainur” kata teman sekelas Shata
“Ehhh Ainur enak ya” kata teman lamaku dulu yang sekarang sekelas dengan Shata
Kejadian tidak terduga, dahulu aku di tembak oleh seorang laki-laki tidak seperti ini.
Ini terlalu mencolok dan memalukan, teman-teman sekelasku pun memanas-manasiku ditambah kelas sebelah yang membuat aku tambah malu.
"Apa jawabanku…Iya atau tidak”
“Hei sudahlah tidak boleh seperti ini kasihan dia” kata Shata menghentikan teman-temannya
“Yaah Shata sudah ada disini lebih baik langsung tembak” kata Zulkufli menghasut Shata agar menembak Ainur
Agustina dan Dedek yang baru datang dari kantin terkejut dengan keadaan kelasnya, ramai seperti pasar entah apa alasannya mereka pun memaksa masuk ke kelas.
“Hei ada apa ini rame-rame?” tanya Agustina kepada Haliya
“Itu Shata dari kelas sebelah nembak Ainur” kata Haliya
“Whoooa Ain…ditembak oleh Shata…diterima nggak Ain?” tanya Agustin malah memanasi Ainur
Ainur hanya diam tidak berkata pikirannya kosong tidak karuan karena kejadian sekarang,
“Lho kok malah diam sih?”
“Shatanya juga, tembak saja dong”
“Sudahlah Jul ayo kita balik ke kelas aku bisa sendiri kok nanti” kata Shata mendorong Zulkifli untuk kembali ke kelas
“Kringgg….Kringggg…kringggg” suara bel masuk tanda pelajaran dimulai kembali berbunyi
Siswa dikelas itu terdiam sejenak menunggu kejadian selanjutnya, namun laki-laki yang tidak memiliki keberanian mengurungkan niatnya dan sang perempuan diam tak berkata mereka cukupkan sampai disana.
“Hei ayo kembali ke kelas , kita ke Lab. B.Inggris pelajaran Ma’am Erni” kata siswi kelas X IPS 3 mengajak teman-temannya kembali
“Iya ayo ke Lab nanti telat kena marah ma’am Erni lagi” kata Shata menambahkan “Ainur nanti kita ketemu lagi ya” akhirnya
“Cieeeee" sontak seluruh orang yang mendengar sangat terkejut dan senang berdo’a agar terjadi hubungan antara Ainur dan Fadil
Aku sudah tidak mengerti lagi apa yang terjadi tapi anehnya hatiku tidak merasa nyaman melihat Shata, padahal niat baiknya sudah terlihat.
Tapi perasaanku sudah mati sejak melihat Ferdi, aku tidak percaya laki-laki lagi begitulah hingga sebuah kebencian mengalir ke diriku.
“Bagusss Ainurrr….” Sebuah bisikan ditelingaku tidak tahu darimana datangnya membuat aku tergoda
“Buang saja dia punya sifat buruk jangan terima” kata-kata itu terdengar seperti hasutan setan aku sadar tapi tidak bisa melawan
Semua siswa dari kelas X IPS 3 sudah kembali ke kelas coklat yang kupegang kuremas hingga patah menjadi dua.
Hingga aku melihat Ferdi kembali ke kelas menghampiriku di antara kerumunan teman-teman kelas.
“Eh ada apa ini?. Tadi rombongan Shata sama si Julkarnain” tanya Ferdi kepada semua
“Itu Fer, Ainur ditembak oleh Shata, ah kau tidak liat tadi ramai sekali”
“Ohhh, hebat Nur kau ditaksir oleh Shata…ya dia itu pinter baik pula, dia teman SD dan SMP-ku dulu” kata Ferdi menjelaskan
“Diam!” kataku membentak Ferdi “Kau tidak tahu apa-apa! Dasar cowok bodoh” aku langsung mengambil tas dan pindah ke barisan samping duduk bersama Agustina
“Eh, Nur? Kenapa?” tanya Agustina
"Aku duduk dengan Tn saja, aku mau pindah tempat duduk” kataku sambil menundukan kepala
“Oh gitu, Bobi kau mau kan tukeran tempat duduk dengan Ainur?” tanya Agustin kepada teman sebangkunya Bobi
“Iya tidak apa-apa lah biar Ainur tenang dulu. Kalian juga seharusnya jangan panas-panasi Ainur kan jadi begini” jelas Bobi seperti ahli cinta
“Kau pula Bar” tambahnya seperti menumpahkan kesalahan kepada Ferdi
“Lah memangnya aku salah apa?”
“Banyak”
Boby langsung to the point
“Nur tidak apa-apa duduk denganku?” Tn bertanya kepada Ainur dengan nada memelas, sebenarnya di hati Agustin sangat senang karena bisa lepas dari Bobi dan duduk dengan Ainur yang lebih pintar darinya
“Iya tidak apa-apa Tn, dari pada aku duduk dengan cowok mesum kayak dia”
“Woy aku dengar yang itu ya, tadi di perpus itu salah paham tahu!” kata Ferdi dari jauh
“Sudah-sudah Bar biar Ainur tenang dulu”
“Ehhhh, ya sudahlah”
Konflik panas itu selesai dengan kedatangan Bu Hilya guru Sejarah Wajib, semua murid duduk kembali ke kursinya.
Maklum ia adalah guru yang cukup killer, apalagi dalam hal tugas makanya murid diam dan memperhatikan setiap pelajaran yang ia bawa.
Tapi itu semua masih tidak menyelesaikan persoalan yang ku hadapi, masalah ini belum selesai apakah akan tetap begini atau malah semakin membesar?
BAB II "KUNCI UNTUK JAWABAN"..... SELESAI
(SMA xx Palembang, Istirahat Kedua)
(Sudut Pandang Akbar)
Setelah kejadian Shata menembak Ainur dikelas aku merasa Nur mulai menjauh, rasa agak aneh jika ia marah padaku sementara tidak pada teman-teman lain yang melakukan hal sama. Jika masalah aku dan Cindi di perpustakaan berbeda cerita, aku akan menjelaskannya saat jam pelajaran sudah selesai. Begitu niatku tapi tak kusangka saat aku ingin menjelaskan Ainur dan Agustina terus menghindariku, tepat saat itu aku berpikir “Mereka memusuhiku”
Saat jam istirahat kedua aku memiliki janji untuk bertemu Cindi kembali di perpustakaan, membahas masalahku lebih mendalam. Aku tahu jika masalah Aku dan Cindi tidak segera di selesaikan maka keadaan lebih buruk lagi, tapi melihat rumor yang beredar kurasa Ainur dan Agustina belum menceritakan kejadian itu
“Selamat, sekarang tinggal ke perpustakaan saja” kataku berlari menuju perpustakaan
Di perjalanan menuju perpustakaan sebuah peristiwa menjadi pemicu riuh satu sekolah, kakak kelas 11 yang sedang menuju toilet tiba-tiba pingsan di dalam. Tapi ada satu hal membuatku tertegun,
“Ya katanya dia lihat hantu cewek”
“Eh yang bener”
“Iya”
Aku yang ingin melihat kejadian lebih jelas memasuki toilet, disana sudah ada anggota PMR lainnya Khairina, Venita, Kak Azizah dan kak Diajeng ditambah Fahri dan kak Fani sebagai pengangkut tandu.
“Nah pas sekali ada Akbar, bar bantu angkat tandu”
“Eh, iya kak siap” aku tanpa dipandu memegang satu sisi tandu
“Oi yang lainnya, kalau tidak ada urusan jangan halangi jalan” kata kak Fani membentak
“Kak kita kurang satu cowok lagi” Fahri memberitahu keadaan kepada kak Fani
“Cowok satu bisa pegang tandu di situ tidak?” pinta kak Fani kepada cowok yang berada disana
Namun tidak ada satu cowok pun yang mengangkat tangan ataupun maju membantu sehingga membuat kak Fani marah
“Woi sudah belum lama sekali!” bentak kak Fani kepada anggota wanita penolong
“Iya sabar Fan ini lagi dipasang self belt tahu” kak Diajeng juga mulai naik pitam
Bagi sebagian kasus korban kami membaginya sesuai jenis kelamin, jika korbannya perempuan akan di tolong oleh anggota perempuan jika korbannya laki-laki akan ditolong oleh anggota laki-laki. Meski ada beberapa kasus walaupun laki-laki menjadi penolong perempuan.
Masalah yang membuat kak Fani bukanlah biasa, bagaimana tidak tempat kejadian berada di lantai 2, turunnya jadi masalah ditambah tidak ada laki-laki yang mau ikut membawa tandu di sisi lain.
“Sudah Fan” kata kak Azizah
“Kok aku jadi deg-degan ya” Fahri mengeluarkan kata yang tak seharusnya
“Kalau ragu tidak usah ikut biar aku sama Akbar saja” kak Fani tidak bisa mengendalikan emosinya
“Tidak kak bukan begitu” jelas Fahri
“Angkat tandu rata-rata air” komandoku “Kak Azizah sama kak Diajeng pegang bagian tengah tandu juga, kak Fani di belakang sendirian. Bisa kan?” kataku menyelesaikan masalah
“Yang lain kalau tidak bantu cepat pergi” kataku
Tak ada respon! langsung saja aku memberika aba-aba untuk segera ke UKS”…Satu…dua…tiga”.
Benar dugaanku menuruni tangga sangat sulit, memang aku dan anggota lainnya pernah melewati rintangan tangga tapi korbannya Adrian yang berat dan tingginya tidak terlalu menyusahkan bisa di bilang “Kecil”. Kali ini berbeda dengan korban yang kami bawa,
“Berat juga perempuan ini banyak dosa kali” kata Kak Fani sambil menuruni tangga
“Sabar kak sebentar lagi sampai” kata Fahri sudah menginjakan kaki di lantai dasar
(UKS SMA Negeri xx Palembang)
Beberapa menit kemudian kak Andri korban atau pasien yang terjatuh di toilet berhasil di bawa ke UKS, ia dibaringkan ke tempat tidur berusaha untuk disadarkan. Keringat dan kelelahan mendatangi kami yang membawa pasien itu ke UKS,
“Gila si Andri makan apa dia sampai seberat ini?” kak Azizah membuka pembicaraan sambil berkipas
Beberapa anggota berkumpul di UKS, petugas piket Venita dan Aurel serta rombongan yang membawa pasien kemari, cukup ramai di tempat agak sempit ini. Ditambah diluar UKS sudah terlihat rombongan siswa menutupi pintu untuk melihat keadaan kak Andria atau lebih tepatnya hanya “kepo”
“Bu Septi sudah datang?” tanya kak Aisyah datang dari kerumunan orang diluar
“Sudah itu lagi di dalam” balas kak Azizah
Aku teringat janjiku untuk bertemu Cindi di perpustakaan, membuat aku tidak enak karena disini masih banyak urusan. Tapi melihat banyak orang disini kurasa tidak apa-apa pergi sekarang diam-diam.
Aku mendekati kak Azizah untuk meminta izin, “Kak Akbar duluan ya, masih ada urusan”
“Iya dek tidak apa, makasih ya sudah bantu tadi”
“Nggak apa kok kak kan sudah tugas” kataku “Ya sudah Akbar kembali ke kelas ya”
Aku pergi mengambil sepatu dari rak sepatu melewati rombongan manusia yang menutupi pintu, bukan kelas tujuanku tapi perpus. Namun saat aku beranjak dari UKS menuju Perpustakaan teringat aku pada sebuah kejadian,
“Katanya dia melihat hantu cewek di kamar mandi. Mungkin…hantu wanita yang aku lihat waktu itu…kepala buntung dengan dasi merah” pikir batinku
“Kutanya sama Cindi saja lah”
***
(Perpustakaan SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Ainur)
“Woii...haahh…awas hei aku juga mau lihat!” suara gaduh menarik perhatianku
Tempatnya tidak lain adalah Unit Kesehatan Sekolah, banyak murid berkumpul disana seperti menunggu sesuatu atau lebih tepatnya ada sesuatu. Aku ingin kesana dan melihat ada apa tapi sekarang ada tugas yang harus kupenuhi. Sudah beberapa minggu aku menjadi anggota MPK (Majelis Permusyawaratan Kelas) ini adalah rapat perdana seluruh anggota.
Meski ada perasaan menganggu karena masalah di kelas saat istirahat pertama aku rasa diriku baik-baik saja jika tidak ada cowok brengsek itu di depanku. Tetapi jika di ingat-ingat saat memasuki pintu perpustakaan aku teringat kejadian memalukan itu lagi.
“Kuharap dia kapok” kataku cukup keras
Entah kebetulan atau tidak seseorang yang kubicarakan datang lewat di hadapanku, Ferdi kenapa dia datang ke Perpustakaan lagi.
“Hah?” aku terkejut melihat dia berhenti di depanku
“Mau apa lagi kau datang kemari? Masih mau melakukan perbuatan tidak senonoh?”
“Jaga ucapanmu Nur, kau itu salah paham tahu aku tidak melakukan apa-apa dengan cewek itu. Aku sudah menjelaskan kesalahpahaman ke Agustina, untungnya dia mengerti dan berpikiran positif”
“Lalu kau pikir aku percaya padamu?” aku tidak mendengar penjelasannya aku ini sangat egois, itu perasaanku saat ini
Langsung saja kutinggalkan Ferdi masih berdiri di depan pintu perpustakaan sambil meninggalkan pesan pada diri sendiri “Kurasa kesalahpahamanku dengan Ferdi tidak akan selesai”.
Aku duduk di lantai bersama teman angkatanku sementara telah hadir guru pembibing Organisasi MPK duduk saling berhadapan dengan kami. Kak Armen selaku ketua umum memberikan secarik kertas kepada Pak Taslim sebagai Wakil Kesiswaan sedangkan Pak Yitno masih membaca Koran dengan serius.
Aku penasaran apa yang dilakukan Ferdi setelah kutinggal, meliriknya kearah sudut Perpustakaan tempat dimana kejadian tidak senonoh yang ia lakukan pagi tadi.
“Ngapain dia kesini lagi?” hatiku berbisik
“Hemm ternyata ada rapat ya?, Cin kita cari tempat lain saja yuk nggak enak kalau disini” bisik-bisik Ferdi bersama anak bernama Cindi itu
“Nggak usah disini saja, sebentar lagi juga mau masuk ke kelas. Aku kesini cuma mau kasih kamu ini” aku melihat cewek itu berbisik sambil memberikan sebuah benda yang tidak ku ketahui
“Dasar! nggak akan aku maafkan kamu!” kataku membuat teman sebelahku menoleh
***
(Sudut Pandang Akbar)
Setelah bujukanku ditolak Cindi memberikan sebuah cermin kecil seperti kaca bedak untuk wanita berias, aku sempat bingung untuk apa ia memberikan benda ini. Aku ingin bertanya tapi ia sudah tahu jika aku akan melakukannya, walau hanya kontak mata ia mengerti dan menjelaskan alasannya.
“Kamu pasti mau tahu kenapa aku berikan cermin kan?” balasku menganggukan kepala saja
“Ada beberapa alat atau sarana untuk melihat hantu atau makhluk halus, apakah kau tahu itu? Benda itu seperti cermin, kaca dan air, benda itu memantulkan sebuah bayangan dari dunia lain. Dengan kata lain benda itu dapat menjadi alat bantu untuk melihat hantu…cermin itu sudah ku baca’i sedikit mantra jadi akan lebih jelas kamu melihat wujud mereka”
“Memangnya bisa ya? Kukira itu cuma mitos atau cerita-cerita saja” aku meletakan cermin itu ke lantai
“Banyak cerita tidak masuk akal atau hanya sekedar mitos yang membuat orang tidak percaya. Tapi bagi mereka yang sudah mengalaminya alasan seperti itu sudah tidak berguna” perkataan Cindi semakin tidak kumengerti
“Jadi intinya dengan cermin ini aku bisa melihat hantu dengan jelas?” tanyaku
“Tergantung, jika makhluk itu ingin menampakkan diri maka cermin akan memantulkannya tetapi jika kekuatan mahkluk itu lemah maka cermin tidak dapat memantulkan wujudnya. Ada beberapa syarat agar semuanya bisa bekerja, kau bisa coba di rumah atau pun sekarang…”
“Hah sekarang?” aku mengambil cermin kecil itu dan melihat kearah cermin “Tidak ada, bagaimana menemukan mereka?”
“Coba kau cari sambil melihat cermin”
Aku memindahkan cermin ke kanan dan kiri tapi tidak ada hasil apapun, “Aku tidak melihat apapun”
“Karena kekuatan mereka lemah, mereka tidak ingin menampakkan diri. Jika kau tahu disini terdapat dua atau tiga, duanya adalah penjagaku sementara satunya penjaga perpustakaan ini. Aku sering berkomunikasi dengannya apakah kau ingin melihatnya?”
“Ah, tidak terima kasih. Mungkin nanti saja ku pikir-pikir aku belum siap mental. Malah pingsan pula kalau lihat mereka”
“Begitu ya, baiklah tapi cepat atau lambat kau harus mempersiapkan mental”
“Ah iya siap” kumasukkan cermin itu ke saku celana sebelah kanan, beruntung muat jadi bisa di bawa kemana-mana
“Apakah ada lagi yang ingin kau tanyakan?”
“Kurasa tidak ada lagi yang penting aku sudah mulai mengerti keadaanku”
“Bagus, kalau begitu giliranku untuk minta tolong kepadamu”
“Eh minta tolong? Minta tolong apa Cin?”
“Kau ingat hantu perempuan yang kita temui di koridor sekolah? seperti siswi sekolah kita dengan dasi merah dilehernya”
Seketika aku teringat kejadian kakak kelas yang pingsan di toilet sebelum aku datang kemari, hebat…padahal aku ingin menceritakannya duluan tapi sepertinya Cindi sudah tahu. Namun aku merasa ada maksud aneh dalam pembicaraan Cindi seperti Udang di balik batu.
“Benar juga, sebelum aku kesini aku menolong kakak kelas yang pingsan di toilet perempuan. Katanya dia melihat hantu perempuan yang kita lihat kemarin. Sekarang kakak itu sedang dirawat di UKS”
“Begitu ya, pantas aku dengar ada keributan di luar jadi itu karena ulah hantu kakak itu” sambil menatapku Cindi memberitahu permintaannya dengan serius
“Sekarang aku ingin kau memenuhi permintaanku Ferdi, sabtu malam bisa kah kau datang ke sekolah” sebuah permintaan yang sulit ku pahami tujuannya
“Heh kenapa?” tanyaku serius
“Sebenarnya aku ingin mengungkap hantu perempuan itu, tapi karena pihak sekolah melarang murid datang ke sekolah malam-malam itu menyulitkanku. Kalau tidak salah kau pernah menginap di sekolahkan”
Aku mengartikan setiap perkataannya, hingga teringat saat aku menginap di sekolah untuk mempersiapkan diri sebelum lomba. Yang aneh kenapa Cindi bisa mengetahui hal itu padahala kami belum lama berkomunikasi.
“Iya sih waktu aku mempersiapkan diri sebelum lomba di SMK xx. Memangnya kenapa?”
“Aku tahu permintaanku ini sulit tapi bisakah kau menolongku mengungkap misteri hantu senior perempuan di sekolah kita ini?” bisiknya agar tidak ada orang mendengar
“Hah, maksudmu kita berdua mau bertemu dengan hantu senior itu di sekolah malam hari?” seketika sekujur tubuhku lemas pikiranku kacau untuk menjawab iya atau tidak
“Aku tahu kau pasti tidak mau karena ini terlalu berbahaya apalagi kita belum mengenal satu sama lain, meski begitu aku yakin jika kau adalah orang baik karena itu aku ingin kau membantuku”
“Yaaa…. gimana ya kalau boleh jujur aku sangat takut sih kau tahu kan kalau aku bukan orang pemberani selain itu kenapa kau melakukan hal seperti ini maksudku menolong hantu?”
“Dia meminta tolong…” kepalaku langsung tertarik melihat Cindi saat ia mengatakan hal aneh itu
“Hantu kakak itu meminta tolong…kau harusnya tahu jika hantu bergentayangan itu artinya ia memiliki urusan belum selesai di dunia. Karena itu aku ingin menolong tapi jika aku sendirian tidak akan bisa”
“Itu ide gila, maaf kurasa aku tidak bisa melakukan permintaanmu karena terlalu berat, disamping itu aku sendiri menentang idemu dan tidak akan aku biarkan kau melakukannya”
“Disekolah ini sangat banyak jiwa yang bergentanyangan, aku yang melihat mereka, mendengar jeritan mereka tidak sanggup lagi ditambah dengan membantu mereka mungkin aku juga mengetahui semua kebusukan sekolah ini”
“Kebusukan, maksudmu kebusukan apa?” tanyaku tetapi Cindi pergi tanpa sepatah kata pun
Perkataanku barusan terdengar oleh semua orang di dalam perpustakaan, aku dilihati bahkan oleh guru yang sedang melakukan rapat MPK. Cindi sendiri sudah melewati pintu kaca dan pergi berjalan meninggalkan perpustakaan, tak ingin masalah berlanjut aku pun kembali ke kelas dengan perasaan malu bercampur penasaran.
Hari demi hari terlewati aku ingin sekali mendegar penjelasan Cindi mengenai pembicaraan di perpustakaan waktu itu, namun setelah kejadian itu Cindi tidak masuk sekolah selama 2 hari.
"Apakah ini salahku lagi?” sebuah pernyataan yang menyadarkan diriku sendiri. Hari ini adalah hari Jum’at, sekolah akan pulang lebih cepat itupun kalau tidak ada latihan jadi aku bisa beristirahat di rumah.
Oh ya mungkin aku sendiri lupa akan satu hal penting, selama dua hari berlalu aku menggunakan cermin pemberian Cindi dan hasilnya sangat mengejutkan aku bisa melihat setan-setan yang menampakan diri. Tapi keberanianku masih kecil olehkarena itu aku setelah melihat dari bayangan cermin entah aku lari, membalik cermin atau melempar cermin itu menjauh.
***
(FLASH BACK)
Selasa sore terasa dingin dan sejuk, terdengar rintik hujan menggetarkan atap rumah terdengar seperti dengungan alat musik. Hari ini aku cukup lelah apalagi setelah kejadian di perpustakaan, membuat malu diriku.
“Hahhh, masalah dengan Ainur belum selesai sekarang dengan Cindi pula” kataku berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri “Sudah lebih baik besok aku minta maaf saja lah”
Saat ini dirumah hanya ada adik perempuanku saja, ibu dan adik laki-lakiku sedang berada di rumah nenek karena ada urusan keluarga. Hari Minggu acara tapi persiapan dimulai hari ini, aku sendiri pun tidak mengetahui acara apa itu tapi ya nanti juga tahu.
Ku masukan kepalaku ke dalam bak mandi karena itu adalah kebiasaanku untuk mendinginkan kepala setelah sekolah, mungkin ini adalah kebiasaan aneh tapi untukku dengan itu pikiranku lebih jernih.
Pukul 17.00 WIB sebelum senja tiba aku berpikir untuk mandi lebih awal, biasa aku mandi saat azan magrib berkumandang karena bisa langsung shalat tanpa kotor-kotoran lagi. Kubuka baju sekolah dan kugantungkan ke hanger, tapi tanganku terhenti saat ingin membuka celana.
Ku keluarkan sebuah cermin pemberian Cindi sambil melihat bayanganku di kamar mandi, kupikir tidak akan ada yang terjadi, hingga sebuah bayangan muncul di belakangku.
Sedikit demi sedikit bayangan itu menggumpal seperti asap “Eh apaan tuh?” kataku sambil memasati lebih jelas
Bayangan itu menghilang saat aku membalikkan badan untuk melihatnya, perasaan merinding pun datang membuat aku tidak jadi mandi. Aku menunggu kepulangan ayahku dari bekerja agar bisa mandi, selama itu aku menonon TV di ruang tamu hingga keberanianku terkumpul.
Keesokan harinya, peristiwa itu menjadi pembuka akan kehebatan cermin itu hari Kamis malam Jum’at saat pulang dari masjid untuk Tahlilan kugunakan cermin itu di perjalanan. Terlihat kontras Kuntilanak bergantungan di atas pohon beringin di dekat rumahku, wajahnya di tutupi rambut kusut dan panjang. Saat itu aku bersama kedua adikku, aku tidak ingin adikku menjadi korban rasa penasaran jadi kusuruh mereka untuk lebih cepat berjalan. “Dia ngikutin nggaknya” tanya dalam hatiku
“Ayo Ri, Set cepat la kakak sudah kebelet pipis” aku mendorong adik-adikku
Bukan hanya dua kejadian itu saja, aku juga sering melihat bayang-bayang hitam dan putih, tuyul dan pocong tetapi penampakan kuntilanak itu adalah yang terjelas bagiku.
Namun bagiku itu adalah sebuah mainan, karena setiap aku melihat penampakan aku memutar, melempar jauh cermin itu bahkan lari ketakukan. Oleh karena itu aku tidak terlalu sering menggunakan cermin itu sampai aku bisa mendapat saran baru dari Cindi.
***
(Kelas X IPA 2, SMA Negeri xx Palembang)
(Sudut Pandang Akbar)
“Assalamualaikum” salamku di jawab oleh teman sekelas Cindi
“Wah Ferdi datang lagi, cari Cindi lagi ya?” tanya Sukma ketua kelas X IPA 2
“Iya hari ini dia masuk tidak ya?”
“Nggak masuk lagi Cindi, sudah dua hari nggak ada kabar”
“Nggak ada surat gitu, atau telpon dari orang tuanya?”
Pembicaraan kami semakin memanjang entah bagaimana aku dan Sukma sudah berada di luar koridor, kulihat Sukma memiliki tubuh tinggi serta agak berisi, dilihat sekilas pun aku tahu dia adalah orang yang tegas dan cekatan.
“Ngomong-ngomong kenapa kau sering mencari Cindi? Pasti ada urusan pentingkan?”
“Iya sebenarnya aku ingin berterima kasih ke Cindi tapi dia tidak hadir terus aku jadi bingung dengan dia”
“Yah tapi aku cukup menghormati Ferdi loh karena aku sendiri sudah tahu kalau Cindi itu punya kelebihan dari anak lain tapi sayangnya dia sering menyendiri. Karna itu saat awal semester dia dijauhi oleh teman-teman sekelas, aku sendiri sebagai ketua kelas bingung bagaimana sering di panggil wali kelas untuk melapor keadaan Cindi”
“Tampaknya kau sudah banyak berubah ya sejak kita pertama bertemu, atau mungkin memang begini sifatmu, sungguh tidak kusangka kau begitu perhatian”
“Tapi tidak sepertimu Ferdi, walaupun kau dari kelas lain kau mau berteman dengan Cindi, karena namamu lama kelamaan Cindi menjadi banyak teman, meski dia tidak masuk teman-teman lain khawatir dengan keadaannya”
“Yah aku tidak melakukan apa-apa kok, seharusnya itu adalah usahanya sendiri”
“Oh iya Fer, aku juga ingin tahu waktu itu Cindi pernah bilang ramalan ke kami kalau ada hantu yang bergentayangan di sekolah tapi saat itu kami tidak percaya. Lalu kemarin ada kasus senior kita pingsan di WC katanya dia lihat hantu perempuan, apakah kau tahu tentang itu?”
“Kalau itu aku kurang tahu sih” aku berbohong agar tidak menimbulkan masalah ke depannya
“Begitu ya, ya sudah kalau begitu aku masuk dulu jam istirahat hampir selesai”
“Oh aku ingin tanya soal ramalan Cindi. Apa isi dari ramalannya?”
“Sebenarnya sih bukan ramalan tapi seperti pesan, katanya disekolah ini ada beberapa hantu bergentanyangan karena ada masalah yang belum terselesaikan. Mereka katanya meminta tolong, kami sebenarnya tidak percaya dengan ceritanya tapi setelah kejadian kemarin kami mulai cemas. Bahkan ada cerita lama tentang sekolah kita”
“Cerita? Cerita apa?”
“Kau belum tahu ya?” aku menggelengkan kepala tanda tidak tahu “ Dulu disekolah kita ada siswi yang bunuh diri dari lantai 3 ada yang bilang kalau dia lompat dari atap tapi sebelum lompat dia mengikat dasi merah ke leher. Ada juga versi lain katanya siswi itu gantung bunuh diri dengan memakai dasi merah menurut cerita siswi itu gantung diri di ruang kosong lantai dua itu di kelas kau”
Aku terkejut mendengar cerita Sukma, mungkin karena itu aku menjadi lebih sering melihat dan mendengar makhluk-makhluk halus. Aku mendapatkan informasi besar, kurasa lebih baik aku selidiki terlebih dahulu meski ketakutan menyelimuti tapi rasa penasaranku mengalahkan.
***
(Kelas X IPS 2, SMA xx Palembang)
(Sudut Pandang Ainur)
Mataku melihat seorang anak laki-laki berlarian di koridor lantai dua, “Ferdi?” kenapa dia berlarian. Hari selasa kemarin mungkin aku salah paham dengannya, karena setelah melihat langsung saat ditengah rapat aku sedikit memperhatikannya. Ia seperti membicarakan sesuatu yang serius dengan siswi bernama Cindi, tapi saat terakhir mereka sepertinya bertengkar. Apakah itu sifat asli Ferdi, membuat emosi wanita naik atau memang musuh wanita?
“Hahh, lebih baik masuk saja ah” kataku sambil membawa beberapa buku
Bulan ini jadwalku sangat padat, aku di daftarkan lomba puisi dan membantu sangar seni mengikuti lomba menari. Setelah itu bulan desember langsung di pertemukan dengan Ujian Tengah Semester, walau begitu aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan karena aku harus menjadi nomor satu.
“Eh, apa ini?” aku melihat sebatang coklat di atas mejaku
“Itu tadi Shata yang kasih, kayaknya dia masih suka Ain deh” kata Agustina
“Hah yang bener” amarahku mulai naik, entah kenapa sekarang jika aku mendengar nama Shata aku naik pitam “Mana orangnya?” tanyaku kepada Agustina
“Sudah pergi dari tadi sih”
“Dasar cowok, aku nggak akan ketipu lagi. Aku sudah tidak percaya cowok lagi” batinku
Kejadian Shata ini membuat perasaan ku tidak enak, entah apa yang terjadi padaku kurasa aku mulai kembali pada diriku dahulu. Apakah aku akan bunuh diri lagi? Sebelum terjadi aku ingin melakukan sesuatu.
“Hei kalian sudah tahu belum cerita tentang siswi yang bunuh diri di sekolah kita?” aku mendengar cewek-cewek bergosip, setelah melihat coklat pemberian Shata aku mengambilnya aku sudah tahu apa yang harus kulakukan untuk kedepannya
“Iya aku juga dengar, katanya juga bunuh dirinya di ruang kosong kelas kita itu” sambil menunjuk ruangan kosong di belakang
Yah memang aneh karena di sekolah cuma di kelas kami yang ada ruang kosong begitu, ruangan tidak terlalu luas mungkin 2 kali 3 meter, disana kami menggunakannya untuk meletakkan alat-alat piket tapi anak-anak cowok juga menggunakannya sebagai tempat untuk makan saat istirahat.
Aku juga berpikir jika ruangan itu agak aneh makanya selama setengah tahun ini aku jarang ke ruangan kosong, seperti ada seseorang di dalam sana memanggilku untuk menolong.
Meski aku memiliki kemampuan indera ke-enam tapi mata batinku sudah di tutup oleh Ustadz saat aku melakukan Ruqyah jadi aku tidak bisa melihat mereka. Meski begitu aku bisa merasakan kehadiran mereka…bahkan aku tahu mereka ada di dekatku.
“Cerita apa memang” tanyaku kepada mereka
“Oh Ainur, sini duduk sini” Alma memberikan sedikit tempat di kursinya agar aku bisa duduk
“Ainur belum tahu ya, kalau dulu di sekolah kita pernah ada yang bunuh diri bahkan terjadi 2 kali tapi korbannya tidak pernah di ketahui”
Aku terkejut mendengar cerita Alma dan geng-nya tapi rasa penasaranku juga besar “Lalu?” tanyaku
“Katanya sih siswi yang bunuh diri itu stress dengan pelajaran jadi dia gantung diri, kasusnya di tutupi pihak sekolah bahkan ada yang bilang kalau siswi itu lompat dari atap sekolah. Kepalanya pecah, dan jatuh tepat di belakang halaman gedung kelas kita ini”
“Ihh kok serem sih”
“Sekarang hantunya masih sering gentayangan di sekolah ini, tapi cerita yang selalu kita tahu siapa yang pakai dasi merah hari senin sampai larut malam maka dia di datangi oleh hantu siswi itu. Hantunya sering mencari siswa yang suka memakai dasi merah makanya dia sering di sebut Siswi dasi merah”
Bulu kudukku langsung berdiri, di ikuti angin sepoi-sepoi meniup bagian belakang tubuhku seperti suatu kejadian ganjil. Aku hanya berpikir positif saat itu tapi hal itu berkebalikan dengan perasaanku seakan aku tahu dia yang di ceritakan beara di belakangku, berdiri menatap kami sambil mendengar ceritanya.
“Hei cepat duduk pak Adnan lagi di jalan” Ferdi masuk dengan tergesa-gesa meletakan buku di meja guru
Cerita kami terputus karena kedatangan Ferdi, tapi aku bernafas lega karena sebuah perasaan berat telah hilang dari pundak. Tapi aku langsung membuang jauh-jauh pikiran itu karena saatnya menjalankan rencanaku.
“Hei Ferdi!…” aku mendekati Ferdi yang ku lihat wajahnya seperti ketakutan karena kedatanganku
"Ini!” aku memberikan coklat pemberian Shata kepada Ferdi “Tolong kasih ini ke Shata teman SMP-mu, omongi juga aku tidak butuh coklat dan juga jangan dekati aku lagi!” kataku sambil membentak Ferdi
“Eh…” Ferdi tampak bingung tetapi ia tetap mengambil coklatnya
Satu masalah selesai tapi masih ada masalah yang belum ku selesaikan dan masalah itu adalah kesalahpahaman ku dengan Ferdi, sudah lama sejak kejadian itu dan jarak antara kami semakin menjauh ditambah kejadian hari ini mungkin dia… akan membenciku.
***
(Sudut Pandang Akbar)
Aku berlari ke lantai dasar di dekat gudang, melewati tangga selatan karena langsung ke tempat kejadian aku bertemu dengan hantu perempuan berdasi merah.
“Kringgg…kringgg…kring” bel masuk berbunyi
Beruntung aku sudah sampai di lantai dasar , aku harus segera menyelesaikan rasa penasaranku sebelum pelajaran selanjutnya dimulai. Ku keluarkan cermin pemberian Cindi dari saku kananku, langsung saja kucari hantu berdasi merah itu. Ku putar-putar cermin itu, bahkan kepalaku ikut berputar ke kanan dan kiri sambil mataku menatap tajam pantulan cermin.
“Tidak ada, apa mungkin dia sedang tidak ada disini” aku bergumam kecil
Beberapa menit telah ku lalui kesana kemari seperti orang aneh, beruntung bel sudah berbunyi dan tidak ada orang lewat sedari tadi jika tidak aku pasti di cap orang gila.
Tepat di sebelahku ada kelas XI IPA tapi mereka seperti tidak keluar kelas karena sudah ada tugas, untungnya mereka tidak melihatku.
“Mungkin ada di WC” kataku teringat
Baru saja aku berbalik badan untuk pergi ke WC tempat kasus kakak kelas pingsan kemarin,
"Ferdi!” kata seseorang yang membuat kakiku berhenti tergerak
“Sedang apa disini bukannya masuk ke kelas sebentar lagi pelajaran Pak kan?” Pak Adnan guru sejarah baru yang katanya tidak suka murid melanggar aturan sekolah memanggilku
“Ah iya pak Akbar ke kelas sekarang” kataku langsung pergi ke kelas
“Tunggu dulu bapak titip buku letakan di meja depan nanti, bapak ke ruang guru sebentar ada yang ketinggalan” Pak Adnan menyerahkan beberapa buku kepadaku
“Baik pak” aku mengambilnya dan langsung pergi ke kelas karena tidak ingin berlama-lama
“Tap…tap…tap…” bunyi langkah kaki ku menaiki tangga
Langkahku semakin cepat tidak ingin menerima masalah dari Pak Adnan, karena aku mendengar di kelas lain ada siswa yang makan di kelas saat jam pelajarannya meski itu saat jam istirahat baru berakhir. Dia mengeluarkan siswa itu dari kelas dan satu kelas jadi kena imbasnya.
“Hosh…hosh…hosh” nafasku mulai habis, dari lantai satu ke lantai tiga benar-benar melelahkan ditambah aku masih harus berjalan ke kelas karena aku melewati tangga selatan
Langkahku mulai melambat sampai di tengah jalan aku melihat Pak Adnan mulai menaiki tangga dengan Pak Riko guru Sosiologi. “Anji*… cepet amat sih” aku segera berlari lagi
Sampai di kelas aku meletakkan buku Pak Adnan di meja depan dan memberitahu teman-teman,
"Hei cepat duduk pak Adnan lagi di jalan” kataku langsung duduk di kursi-ku
“Haaahhh capek juga, tapi aku masih belum menemukan hantu perempuan berdasi merah itu” pikiranku melayang sendiri sampai sesuatu mengejutkan datang “Braakk!” Ainur datang sambil memukul meja.
“Hah!” aku benar-benar terkejut kenapa dia, apakah kemarahannya padaku semakin membesar
“Hei Ferdi!… Ini!” Ainur memberikan sebuah coklat kepadaku, saat itu aku bingung “Eh, apakah dia mau minta maaf dengan memberikan coklat kepadaku atau malah dia mau menembakku” pikirku
“Tolong kasih ini ke Shata teman SMP-mu, omongi juga aku tidak butuh coklat dan juga jangan dekati aku lagi” kata Ainur sambil membentak
“Heh?” bingung ingin menjawab apa tapi aku mengerti maksudnya, agar tidak terjadi masalah kuambil saja coklatnya
“Makasih” Ainur meninggalkanku dengan wajah marah tak terhingga
“Dasar apa pula sih Fadil ini, malah melibatkan aku dalam masalah percintaannya” batinku
Selang beberapa menit Pak Adnan masuk ke kelas dan tidak kusangka guru baru itu mendengar dan melihat kejadianku dengan Ainur. Teman-teman sekelas tertarik dan menambah bumbu untuk memperbesar percakapan antara Ainur dan Shata.
“Jadi Ainur suka sama Shata ya?” tanya Pak Adnan
“Nggak lah pak, mana mungkin” Ainur membantah perkataan Pak Adnan
“Tapi kenapa Shata datang ke kelas kita terus sih aku sendiri sudah capek kalau suka ya bilang suka, ini malah tarik ulur. Kasihan Ainurnya kan”
“Hehhh kami tidak setuju nanti Bareta marah lagi kalau Ainur di rebut cowok lain”
“Oh iya kan Batol juga suka” kata Haliya dengan nada suara mengejek
“Wah kayaknya Ainur madona kelas IPS 2 ya” Pak Adnan memberikan sebuah julukan aneh kepada Ainur
“Tapi benar juga loh Nur, di ruang guru juga terdengar hubungan Ainur dan Shata, tapi nggak tahu wali kelas kalian setuju atau tidak ya” ucapan Pak Adnan mulai pedas
Benar juga belakangan ini aku juga terdengar hubungan antara Ainur dan Shata ,bahkan sampai ke kelas 12. Kurasa aku mulai berpikir jika Ainur sudah berhasil lepas dari bayang-bayang masa lalunya, "Yah syukur lah…tapi…perasaan apa ini” sebuah perasaan tidak enak muncul pada diriku.
***
(Sepulang Sekolah, Pukul 15.40 WIB)
(Sudut Pandang Akbar)
Shalat Ashar telah ditunaikan, sekolah sudah selesai tanpa ada tugas dan PR, kurasa ini adalah hari terbaik dalam hidup “Bebas dari tugas”.
Sekarang aku hanya harus menuju ke UKS untuk latihan sebentar, yah karena kami akan di sibukkan oleh banyak lomba ke depannya. Apalagi bulan depan akan di langsungkan Ujian Tengah Semester, meski begitu aku harus tetap fokus untuk belajar karena aku tidak ingin kalah dari Ainur.
Aku sekarang tahu sedikit setelah mendengar banyak cerita tentangnya, baik itu di SD dan SMP yang selalu mendapat peringkat pertama dan juara umum di setiap angkatan bahkan dia sanggup mempertahankan peringkat satu sampai tiga tahun.
Aku saja beruntung bisa bertengger di peringkat 10 besar, oleh karena itu Ainur bukan lawan mudah untuk di kalahkan apalagi dia sangat di sukai oleh banyak guru.
“Sebelum ke UKS lebih baik mencari sebentar” pikiranku terbesit tentang tempat kutakuti di sekolah
Gudang sekolah, suasananya masih saja sama, kotor, berisi barang-barang bekas seperti meja, kursi dan borol-botol bekas ditambah bau menyengat khas kayu sudah lapuk. Belum apa-apa ketakutan sudah menghingapi serasa ingin mengurungkan niat karena alasan sendiri.
“Cerminnya” kuambil cermin di saku sekaligus menghadap belakang seraya mencari hantu perempuan itu
Beberapa menit kucari di depan pintu gudang tidak ada penampakan, “Hemmm tidak ada” aku pun berpikir untuk masuk kedalam gudang
Niatku di tentang oleh takdir, pintu gudang itu di gembok oleh sekolah. Gemboknya pun ada dua, gembok kunci dan gembok rantai ditambah pintunya di kunci “Seperti ada harta karun saja di dalam”
“Sudahlah lebih baik ke UKS dulu saja” tiba-tiba aku teringat cerita Sukma mengenai hantu dasi merah kalau siswi itu bunuh diri dengan loncat dari gedung sekolah, tepatnya dari atap sekolah gedung utara tempatnya tidak jauh dariku sekarang. “Kucoba dulu saja ah”
Kantin Utara tempatnya sangat berbeda dengan kantin Selatan, hal ini karena dari kantin Utara terdapat jalan pintas menuju Toilet Pria dan Wanita di lantai dasar kelas 10 ditambah juga bisa langsung tembus ke tempat wudhu masjid.
Ditengah-tengah jalan pintas itu terdapat seperti sebuah halaman cukup luas dan katanya disana tempat korban bunuh diri ditemukan.
“Allahu Akbar…Allahu Akbar” aku berdzikir di dalam hati
Tepat aku berada di tengah-tengah jalan pintas kantin utara, halaman yang di penuhi oleh rumput liar dan sebuah bau aneh seperti bau Jambu biji matang tetapi serasa busuk. Sebuat firasat tersirat seperti aku mengenali kejadian ini, benar aku teringat sebuah mimpi…perasaaan hati sudah dibanjiri dengan rasa aneh berupa ketakutan dan kebingungan.
Kuambil cermin Cindi kuarahkan pantulan ke atas gedung sekolah, “Hehh…ekkk…Allahu Akbar...Lailahaillallah!” tubuh ku berhenti bergerak setelah melihat penampakan di depanku
Seseorang dengan tubuh melayang di udara, tanpa kepala hanya batas leher sampai kaki tersisa. Darah menghiasi tubuh dan pakaiannya, “Apa ini? Gila! Cepat gerak! kaki..tangan…cepat gerak!” kataku di dalam hati
“Whaaaaaa! Setaannn” aku akhirnya bisa berlari, entah apapun itu pikiranku sangat kosong dan bercampur aduk dengan ketakutan, saat itu aku hanya berpikir “Aku harus selamat…cari orang…cari tempat yang ramai" tapi aku tidak bisa melakukan tujuan itu karena tubuhku melakukan hal lain
Aku berlari dari kantin Utara sampai koridor lantai dasar, lariku lebih cepat dan cepat nafasku sudah tidak tertahan serasa jantung dan paru-paruku akan meledak. “Whaaaa!!! Danc**” kali ini aku menuju ruang UKS
Sampai aku melihat kebelakang “Deg..deg...deg” jantungku kembali meledak setelah melihat hantu tanpa kepala itu mengejarku di belakang, melayang dengan darah di seluruh tubuhnya,
“Hiyyy, toolongggg!”
lariku semakin tidak menentu karena takut, di saat itu berpikir “Bodoh, kenapa aku melakukan ini? Kalau aku takut kenapa aku malah sok berani menemui setan”
“Heh Siapa itu?” seorang siswa dari sebuah kelas keluar dan melihat dari pintu, Aldo salah satu teman baru ia mengikuti ekstrakulikuler Paskibra
“Benar juga, ada Paskib” sampai di kelas yang berisi Paskibra dan anggotanya aku menumpang bersembunyi
“Allddoo, tolong!” aku memegang erat baju muslim Aldo
“Eh, kenapa ini Bar?” tanya Aldo bingung, selain itu ia di lihati oleh Senior dan teman angkatannya
Saat itu aku sadar, dan langsung saja melepas pelukanku dari Aldo dan memeriksa keadaan di luar, ku lihati bagian atas koridor “Alhamdulillah tidak ada lagi” syukurku di dalam hati
Kini aku bernafas lega tapi suatu kesalahpahaman sepertinya akan dimulai hal ini karena aku memeluk Aldo tanpa alasan. Apalagi ada senior Paskibra yang selalu konflik dengan seniorku di PMR, bisa di bilang tidak rukun.
“Bar, Kenapa kok kayak di kejar setan gitu” tanya Aldo
Aku ingin menjawab jujur agar tidak ada kesalahpahaman, “Aku tadi melihat setan, aku tadi di kejar setan” itu yang mau kuberitahu tapi apakah itu lebih baik atau malah membuat masalah baru.
“Ah tidak apa kok do, aku tadi di kejar sama temanku jadi main lari-larian. Maaf ya, kak, semuanya maaf ya” minta maafku sambil membungkukan badan
Sekarang waktunya untuk pergi, “ Do, aku duluan ya” aku menuju ruang UKS di tengah jalan aku kembali berlari hingga ke tempat tujuan
“Assalamualaikum” salamku kepada semua
“Wa’alaikum salam” jawab semua yang berada di dalam UKS
Keadaanku saat ini tidak baik , jantungku maih berdegup kencang, tak henti darah mengalir deras dan air mata hampir keluar namun kutahan. Lebih baik aku izin tidak latihan terlebih dahulu, kalau saja di tengah latihan setan itu muncul lagi, mati aku!
“Kak hari ini Akbar izin tidak latihan ya”
“Eh kenapa? Padahal kamukan leader tim” kata kak Azizah
“Ada urusan sih kak, jadi Akbar nggak bisa latihan sore ini”
“Oh gitu, ya sudah tidak apa” kak Aisyah memberi izin
“Heh Cin, jangan lembek begitu kan dia leader di tim PP”
“Kan masih ada Adrian, kau juga tahu kan Zah Ferdi itu latihan keras setiap hari. Selain itu dia tidak pernah bolos latihan” kata-kata kak Aisyah membuat hatiku senang, ketakutan di dalam hatiku berkurang sedikit
“Ya sudah lah. Tapi izin dulu dengan yang lain” kata Kak Azizah
“Nggak bisa langsung pulang kak, Akbar sudah telat banget olehnya” aku ingin segera pergi dari sekolah karena firasat burukku kembali datang
“Ya sudah langsung saja” kak Azizah memberikan izin aku pun langsung bersalaman dengan semua senior yang ada
“Mau kemana Bar?” tanya kak Fani
“Ada urusan kak, jadi Akbar langsung pulang”
“Oh ya sudah hati-hati ya pulangnya” kata kak Fani
“Gus temani aku sampai gerbang!” aku mengajak Agus
“Eh iya bentar” ia berhenti membenahi tas PP dan langsung berdiri untuk menemaniku
“Agusss, mau kemana itu belum selesaikan…” Kak Salsa salah satu senior yang cukup galak menghadang Agus
“Eh kak Agus mau nemani Akbar, bentar saja” eluh Agus
“Dak, ini hukuman karena kau mainin obat P3K” Kak Salsa sudah mulai marah
“Yah gus kalau nggak bisa dak usah di paksa” hal ini pasti karena kesalahannya lagi, akhir-akhir ini Agus mulai berubah semenjak mengikuti geng Adrian dan Harry, sikapnya jadi lebih buruk dan tidak seperti dulu lagi
Kuambil sepatu dari rak, kugendong tas dan sedikit melirik jam “Jam setengah Lima sore”.
“Kak Akbar duluan ya”
“Iya hati-hati ya” kata semua serentak
Untungnya aku melihat ekstrakulikuler Pramuka melakukan latihan di luar, yap dengan begini kejadian tidak di inginkan bisa dihindari. Aku berjalan pelan sambil mengatur nafas karena setelah berlarian tadi semua tenagaku habis tak bersisa, kolam luar sekolah pun terlihat sangat jernih mampu membuang semua ketakutanku.
Latihan pramuka dengan semangat pun membersihkan pikiranku dari hantu tadi, “Gila tadi hampir saja, coba saja Cindi lihat itu tadi” terlintas di benakku tentang Cindi
“Banyak hantu di sekolah ini yang bergentayangan meminta tolong” kata Cindi di ingatanku
“Berarti itu bukan hantu perempuan berdasi merah tapi hantu lain, gila berarti di sekolah ini penunggunya banyak” langkahku terhenti di depan tangga menuju perpustakaan, aku teringat permintaan Cindi sewaktu di perpus “Apakah Cindi nggak masuk sekolah karena dia mau menyelesaikan masalah hantu di sekolah ini sendirian?” pertanyaan untukku sendiri “Kemarin dia bilang malam sabtu atau sabtu malam ya?”
BAB III " GADIS BERDASI MERAH ".....SELESAI
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!