NovelToon NovelToon

Cinta Norak Naura

Kisah Bermula

"Cepetan dong Rik, aku penasaran nih. Semoga aja kita bisa satu kelas." teriak Naura menarik tangan Rika sahabatnya.

Naura Permata, gadis cantik nan periang yang kini baru berusia enam belas tahun. Hari ini Naura dan Rika berangkat pagi sekali ke sekolah karena akan ada pengumuman pembagian kelas.

Sejak masuk SMA, Naura dan Rika tak bisa satu kelas. Kali ini saat kenaikan kelas dua, keduanya mengambil jurusan IPS. Keduanya sangat berharap bisa satu kelas.

Keduanya tiba di papan pengumuman sekolah.

"Cepetan Rik, cari namaku. Ingat Naura Permata ya..."

"Iya...iya Norak Permata." balas Rika cekikikan.

"Sialan..."

"Nih liat aku nemu nama kamu di kelas sebelas IPS satu."

"Mana-mana, cepetan liat abjad R, siapa tau ada nama Rika Rahim."

"Woy, namaku Rika Mentari. Enak aja main ganti-ganti."

"Hahahaha iya-iya, siapa tau aja kan kamu bisa dapat jodoh namanya Rhoma Irama."

"Jadi Ratu Dangdut dong aku. Hahaha."

Keduanya tampak tertawa sambil terus mencari nama Rika.

"Horee ketemu." teriak Rika.

"Mana mana?" tanya Naura.

"Nih... kita satu kelas." ucap Rika girang.

"Akhirnya kita bisa satu kelas juga ya. Perlu potong ayam tiga ekor nih buat syukuran." balas Naura.

Keduanya kembali tertawa cekikikan.

"Eehh Rik, bentar dulu. Lihat deh nama ini lucu banget. Kamu kenal gak orangnya." tanya Naura.

Naura menunjuk sebuah nama bertuliskan Langit Ramadhan.

"Gak tau Ra, mungkin aja anak baru." jawab Rika.

"Iya kali ya, soalnya siswa mana sih yang aku gak tau dan tentunya mereka semua pasti kenal aku." ucap Naura menyombongkan diri.

"Jelas aja, siapa juga yang gak kenal si Norak Permata. Siswi paling narsis di sekolah ini." balas Rika cekikikan.

"Woy, Naura bukan Norak." ucap Naura menoel kepala Rika.

Kedua sahabat itu kemudian menuju ruangan kelas baru mereka.

"Ra, kita duduk dimana nih? Paling depan, di tengah-tengah, atau paling belakang?" tanya Rika.

"Emmm kalau paling depan, gak enak sama pak guru. Nanti pangling lihat pesona Naura sang primadona sekolah. Kalau duduk paling belakang takutnya gak bisa konsen belajarnya, biar gimanapun aku ini kan murid yang cerdas."

"Mulai lagi nih anak." balas Rika menyenggol Naura. "Gimana kalau kita duduk disini aja." lanjut Rika menunjuk bangku barisan kedua di tengah-tengah.

"Setuju. Kalau duduk disini segala penjuru kelas bisa lihat pesonaku." balas Naura.

"Ya Tuhan kenapa aku bisa punya teman seperti dia ya." celetuk Rika.

Naura hanya tertawa kemudian keduanya duduk di bangku pilihan mereka. Tak lama satu persatu siswa mulai masuk kelas.

"Rik, kira-kira yang namanya Langit itu ganteng gak ya?"

"Gak tau Ra, mungkin aja cowok itu namanya Langit." balas Rika menunjuk seorang siswa berkacamata.

"Iiiihhh..." seru Naura geli.

"Ra temenin ke toilet yuk, kebelet nih."

"Yaa elaahh ke toilet pake ditemenin segala. Gak sekalian aku cebokin." ucap Naura.

Rika hanya cekikikan kemudian menarik Naura. Keduanya kemudian berlari menuju toilet, tak lupa keduanya meninggalkan tas mereka diatas meja. Sebagai tanda agar tidak ada siswa lain yang akan mengambil tempat duduk mereka.

Setelah keduanya kembali ke kelas, semua siswa lain tengah duduk rapi mendengarkan arahan seorang guru laki-laki.

"Selamat pagi semuanya, saya pak Rudi Satria wali kelas kalian. Hari ini langsung saja kita akan adakan pemilihan ketua kelas melalui vote." ucap pak Rudi seorang guru bertubuh tambun.

"Untuk kandidatnya bapak tunjuk Andika Putra dan Langit Ramadhan. Ayo Andika dan Langit maju kedepan agar teman-teman yang lain bisa mengenali wajah kalian. Karena bapak yakin banyak dari kalian yang belum saling mengenal." lanjut pak Rudi.

"Rik, Rik coba tebak yang mana namanya Langit." ucap Naura.

"Woy kalau manggil itu yang lengkap. Jangan rik rik aja, kamu pikir aku itu jangkrik apa." balas Rika manyun.

"Yaa elah Rika, gitu aja ngambek. Ia deh maaf maaf."

Andika dan Langit lalu maju kedepan sesuai perintah pak Rudi. Mata Naura tampak tak berkedip memandangi Langit.

"Maka nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?" ucap Naura lirih.

"Ehh eehh tahan tuh mulut, iler kamu netes tuh." timpal Rika.

Dengan cepat Naura menutup mulutnya dan mengelap ujung bibirnya. Rika tertawa geli melihat tingkah sahabatnya itu.

"Perkenalkan semuanya, nama saya Andika Putra gak kalah ganteng dari Andika Pratama." ucap siswa berambut cepak itu.

"Andika Pratama dari mananya, kamu itu lebih pantesnya dimiripin sama Andika Kangen Band." celetuk Naura.

"Gak apa-apa deh jadi Andika Kangen Band, asal kamu mau jadi Yolanda-ku." balas Andika.

"Iiihh ogah." jawab Naura.

Semua siswa tertawa termasuk pak Rudi.

"Sudah-sudah, sekarang lanjut. Dia ini namanya Langit Ramadhan, murid baru masuk saat kenaikan kelas dua. Pindahan dari kota sebelah. Bapak lihat sepertinya dia cocok jadi kandidat ketua kelas melawan juara bertahan Andika Putra yang sudah sering jadi ketua kelas." ucap pak Rudi.

Setelah dilakukan vote terpilihlah Langit sebagai ketua kelas. Namun tanpa disangka Langit memilih mengundurkan diri dari jabatan sebagai ketua kelas.

"Maaf pak, saya merasa gak cocok jadi ketua kelas. Lebih baik jabatan ini kasih ke Andika aja pak. Sekali lagi maaf pak." ucap Langit kemudian memilih kembali duduk ke bangkunya di paling belakang.

"Tuh anak kenapa ya Ra, kelihatannya cuek banget." ucap Rika.

"Bukan cuek, tapi cool Rik. Kamu gak lihat gimana gantengnya dia. Senyumnya itu loh Rik, masyaallah meleleh."

"Uuuu dasar, naksir ya?"

"Kayaknya ini yang namanya cinta pada pandangan pertama Rik."

"Uuuh dulu juga saat pertama kali lihat Lee Min Ho di tivi kamu bilang jatuh cinta pada pandangan pertama." balas Rika.

"Ini beda Rik, Lee Min Ho itu cinta pertamaku di dunia halu. Langit ini cinta pertamaku didunia nyata."

"Dasar halu." seru Rika.

Keduanya tertawa tanpa menghiraukan ucapan pak Rudi.

"Kalian semua pasti sudah mengenal si cantik Naura Permata, bapak akan menunjuk dia sebagai sekretaris kelas." ucap Pak Rudi.

"Siapa juga yang gak kenal si Norak Permata itu Pak. Semua orang disekolah ini pasti kenal dia Pak. Secara Norak itu murid paling eksis disekolah ini." ucap salah seorang siswa bernama Rizal.

"Eeehh Panjul namaku Naura bukan Norak." balas Naura garang.

Semua siswa tertawa.

"Maaf Pak, Naura lebih baik jadi bendahara aja. Dia lebih cocok jadi bendahara, karena gak akan ada yang berani nunggak iuran kas kelas kalau ditagih Naura. Secara Naura itu orangnya galak pak." ujar Andika.

Naura memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Andika.

"Baiklah, kalau begitu bapak putuskan Andika jadi ketua kelas, Langit jadi wakilnya, Naura bendahara, dan sebagai sektretaris bapak tunjuk Rika." ucap pak Rudi.

Semua siswa setuju, sementara Langit tampak biasa-biasa saja.

Langit Ramadhan, siswa laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi. Alisnya tebal dengan mata agak sipit serta potongan rambutnya yang kekinian membuat dirinya terlihat seperti oppa-oppa korea sehingga menjadi idola dikalangan para siswi.

Di Sekolah

Keesokan paginya Naura tengah bersiap-siap berangkat sekolah. Naura duduk di ruang makan menatap layar ponselnya. Sejak semalam Naura terbayang akan wajah Langit.

Naura kemudian mencoba mencari akun milik Langit di aplikasi berwarna biru itu. Bahagia sekali Naura saat menemukan akun menampilkan wajah Langit. Hingga pagi ini tak henti-hentinya Naura memandangi foto Langit yang dia unduh.

Seperkian detik Naura hanyut dalam lamunan menatap foto Langit, sampai akhirnya Naura mengerang kesakitan karena ada lemparan terong tepat mengenai wajahnya.

"Terong siapa--" teriak Naura tertahan, saat melihat wanita berdaster, yang tak lain adalah ibunya berdiri di depan pintu.

"Anak perawan, pagi-pagi udah melamun, cepetan bantuin ibu angkatin belanjaan ini. Mau kesambet hantu kamu, ngelamun melulu?" ucap Bu Santi sambil berkacak pinggang.

Naura menggeleng cepat dan bergegas menuju ibunya mengambil semua belanjaan yang ada di dalam tas kresek.

Naura tersenyum sambil menatap wajah wanita yang sudah melahirkannya itu dengan selebar dan semanis mungkin.

"Biasa aja senyumnya, bukan lagi iklan Pepsodent. Itu bawa ke dapur. Ibu beliin makanan kesukaanmu, makan satu buat sarapan, satunya bisa buat bekal sekolah nanti," ucap Bu Santi sambil menunjuk plastik hitam yang tergeletak di lantai.

"Ashiap, Nyonya Besar."

"Ya ampun, Naura!" Teriakan Bu Santi dari dalam dapur membuat Naura terperanjat. Bau-baunya nggak enak, nih.

Naura segera masuk dan langsung menuju dapur. Benar saja, sayur di panci yang tadi dititipkan Bu Santi saat akan berangkat ke pasar padanya, sudah berubah menjadi hitam.

Naura yang melihat itu, seketika menelan ludah berat.

Bisa-bisanya lupa! Ya ampun ... siap-siap dapat ceramah gratis pagi ini.

Detik berikutnya, ceramah pun dimulai.

Kenapa lagi?" tanya Rika saat mereka berjalan bersisian, hendak berangkat sekolah.

"Lupa matiin kompor pas lagi manasin sayur," jawab Naura sambil meringis.

Rika terbahak dan menepuk pundak Naura pelan. "Yang sabar, kejadian ini bakal diingat terus dan akan selalu dibahas oleh para ibu di dunia."

"Dah kebal, kalau kata ayahku, wanita itu punya daya ingat kuat kalau bahas kesalahan orang lain. Makanya banyak yang doyan gibah."

"Kayak kita," balas Rika. Lantas, mereka tertawa bersama.

Tawa Naura seketika lenyap saat melihat sosok Langit mengendarai motornya pelan melintas di hadapan Naura dan Rika.

Pria beralis tebal itu menoleh sebentar ke arah Naura, lalu mengendarai motornya masuk ke halaman sekolah..

Rika yang tahu kalau Naura naksir Langit, menyenggol lengan Naura pelan. "Pangeranmu, tuh."

"Makin hari, makin ganteng," balas Naura.

"Bucin terooos!"

Naura terkekeh, lalu mulai berjalan kembali. Sesekali mendengarkan celotehan Rika, tetapi lebih banyak melamun membayangkan Langit. Cara dia tersenyum, cara dia berjalan. Cara dia menyugar rambutnya terbayang di lamunan Naura.

"Naura! Naura! Woiii Norak! Ngapain?"

Langkah Naura terhenti saat mendengar seseorang memanggil namanya dengan keras. Seketika Naura tersadar, kalau tengah berdiri di tepian selokan.

Naura mengerjab cepat dan menoleh ke arah sumber suara tadi, Rika menatapnya dengan tawa yang seakan ditahan. Sementara orang-orang di sekitar terdengar celotehan dengan tatapan yang entah.

Tunggu! Jangan sampai Langit melihat ini. Harga diriku dipertaruhkan, gumam Naura.

Naura segera memutar tubuh, mencoba untuk mencari sosoknya. Belum sampai ketemu, tiba-tiba Rika menarik tangan Naura.

"Ayo, mumpung sepi!" ajak Rika, untuk menyeberang.

Naura dan Rika bersiap menyeberang. Namun, langkah Naura melambat saat tahu kalau Langit tengah berdiri di seberang sana.

"Sepertinya, dia tersenyum ke arahku. Ya Tuhan... ada yang berbunga, tapi bukan riba."

Pagi ini kelas Naura mendapat jam pelajaran PJOK. Naura dan Rika sudah berganti pakaian.

Tiba-tiba....

"Pak Guru! Aku mencintai salah satu muridmu!"

Naura berteriak di lapangan basket saat jam olahraga. Semua teman-temannya melihat kearahnya dengan tatapan biasa saja. Karena Naura memang sudah sering seperti itu.

"Hey, obatmu habis?" tanya Rika.

Naura menatap Rika sekilas, lalu kembali meletakkan tangan di mulut sebagai pengganti toa untuk berteriak.

"Pak Guru! Aku benar-benar mencintai muridmu pak." teriak Naura lagi.

"Ish, kamu ini bikin malu aja. Udah ayo kita ke kantin!"

Rika menarik tangan Naura mengajaknya menuju kantin.

"Bentar, aku masih mau menyuarakan aspirasi hati jomblo," balas Naura.

"Udah buruan, itu di kantin ada bakso sapi, tanpa sapi. Mau nggak?" tanya Rika sambil berjalan meninggalkan Naura.

Naura yang mendengar itu langsung memandang Rika dengan tatapan tajam. "Kamu mencoba menggoda imanku, Esmeralda?"

"Itung sampe tiga, nih. Satu ...." ucap Rika sambil terus berjalan.

"Eh, eh, bentar dong." ucap Naura sambil mengikat tali sepatunya yang lepas.

"Dua ...."

"Bentar, Rika. Kamu tuh berdosa banget jadi orang."

"Dua setengah ...."

Bodo amat!

Naura bersiap berlari mengejar Rika, sebelum akhirnya terhenti saat melihat makhluk indah ciptaan Tuhan tiba-tiba muncul dari ruang kelas mereka.

Pria yang mengenakan pakaian olahraga itu terlihat menggerakkan badannya, seperti tengah berolahraga ringan. Jantung Naura berdegup kencang memandangi Langit yang mulai berjalan ke arahnya.

"Ya Tuhan, sungguh indah ciptaan-Mu." ucap Naura tanpa berkedip.

Semakin dekat Langit berjalan kearahnya, semakin susah untuk Naura bernapas.

"Ya ampun...ya ampun...ya ampun... Apa Langit mau meluk aku." ucap Naura halu.

Jarak tiga meter Naura hampir saja tak bisa menahan dirinya untuk berlari memeluk Langit. Naura memejamkan matanya saat Langit hanya berjarak satu meter dari tempatnya berdiri.

Cukup lama Naura menutup matanya, tidak terjadi apa-apa. Sampai suara orang yang dikenal Naura mencubit hidungnya.

"Woy, sadar. Gak usah halu, mikirin apa sih?" ucap Rika.

"Loh, Langit mana? Kok malah kamu sih yang berdiri di depan aku."

"Noh Langit lagi lari-lari. Kamu kenapa malah berdiri sambil merem gitu ditengah lapangan sendirian? Pakai rentangkan tangan segala lagi. Halu ya pengen dipeluk Langit? Hahahaha."

"Sialan kamu."

"Udah ah, ayo ke kantin dulu sebelum pak guru datang. Beli minum, aku haus." ajak Rika.

"Tadi katanya mau beliin bakso." balas Naura.

"Emang kamu belum sarapan tadi dirumah sampai mau makan bakso lagi."

"Udah sih, tapi kamu kan tau sendiri kalau soal bakso aku gak bisa nahan diri."

"Aduh Ra, gimana si Langit bisa naksir sama kamu kalau kamu doyan banget makannya." ucap Rika.

"Ya elah Rika, sekarang itu gak jaman lagi cinta mandang fisik, karena cewek sekarang itu kebanyakan ketebelan makeup walau badannya langsing. Nah liat aku nih sahabat kamu Naura Permata, tampil apa adanya tetep cantik jelita kok." balas Naura.

"Iya...iya cantik tapi doyan makan. Bisa-bisa habis uang pacar kamu cuma buat traktirin kamu makan."

"Sudah jelas." jawab Naura.

Keduanya tertawa sambil berangkulan menuju kantin.

Kehaluan Naura

Naura dan Rika kembali dari kantin. Tatapan Naura kembali bertemu dengan Langit, membuat dada Naura berdebar cepat. Detik berikutnya, tangan Langit terangkat seolah melambai pada Naura.

Tangan Naura yang bersiap terangkat untuk membalas lambaian Langit, seketika diurungkan. Karena ternyata lambaian itu bukan untuknya, karena semakin dekat, terlihat jelas kalau tatapan mata Langit yang tak tertuju pada Naura.

"Hari ini ulangan bahasa inggris, kan? Jan lupa contekin, ntar aku traktir main PS sejam."

Suara dari belakang membuat senyum Langit kian mengembang, lalu disusul sosok lelaki berseragam serupa yang berjalan melewati Naura dan merangkul leher Langit. Kemudian, keduanya berjalan dengan saling canda.

Naura langsung menyimpan tangan di balik badan dengan wajah memanas.

"Ngapain, ih?" Rika menyenggol pundak Naura, ia baru menyadari tingkah aneh yang dilakukan Naura.

"Itu, anu ... pegel tanganku, semalem abis ngitungin ubannya Ayah pegelnya ke bawa sampai sekarang."

Rika menatap Naura dengan alis saling mengait. "Beneran geser kayaknya kamu, Ra!"

Naura hanya terbahak, lalu merangkul pundak Rika dan mulai berbaris mengikuti siswa yang lain sesuai perintah guru PJOK, sembari menatap punggung Langit yang berdiri di barisan paling depan.

************

Selesai jam olahraga, Naura dan Rika menuju kelas untuk mengambil tas, lalu menuju toilet untuk berganti pakaian.

Ini adalah tahun kedua mereka belajar di SMA, kalau kata orang, usia segini itu masa pencarian jati diri, tetapi bagi Naura masa sekarang adalah masa menikmati hidup sebelum akhirnya nanti masuk ke fase yang lebih pelik. Menjadi dewasa dengan segudang masalah serta tanggung jawabnya.

"Naura!" teriak Andin, salah satu primadona di kelasnya.

Naura membalas dengan deheman dan mengangkat sedikit dagu. "Ada apa?" Sementara tangannya sibuk merapikan seragam putih abu-abu yang dia kenakan.

"Dipanggil Pak Rudi, tuh."

Dahi Naura mengernyit saat mendengar nama wali kelasnya itu.

"Sekarang?" tanya Naura mencoba menyakinkan.

"Nggak! Tahun depan."

Naura terbahak. Lalu berpamitan pada Rika dan menitipkan tasnya untuk dibawa ke kelas.

Sembari berjalan ke arah ruang guru, Naura berpikir keras.

"Perasaan aku anak yang baik, nggak macem-macem, gemar menabung, selalu buang sampah pada tempatnya, cantik lagi." gumam Naura.

Naura merapikan ikatan rambutnya sebelum masuk ke ruang guru.

Matanya spontan membulat saat melihat Langit juga ada di sana. Lelaki berseragam putih abu-abu itu hanya melihat Naura sekilas, lalu kembali menatap Pak Rudi.

Ada apa ini? Jangan-jangan aku mau dinikahin? Atau tunangan dulu? Atau .... pikiran Naura berkecamuk.

"Duduk, Naura," perintah Pak Rudi membuyarkan lamunan Naura.

"Di-ma-na, Pa-k?" mendadak Naura jadi gagap.

"Terserah kamu, asal jangan di pangkuan Langit."

Naura menggaruk kepalanya yang tak gatal, lantas duduk di kursi samping Langit.

"Semoga Langit nggak denger kalau ada gendang yang lagi ditabuh di jantungku." gumam Naura.

"Langsung saja. Jadi begini, sekolah kita akan mengadakan lomba debat bahasa inggris untuk menentukan siapa yang akan dikirim ke tingkat kabupaten, setelah itu akan dikirim ke tingkat nasional. Nah, Bapak rasa ... kalian cocok untuk–"

"Sah!" teriak Naura tiba-tiba, yang membuat Langit dan Pak Rudi menatapnya dengan wajah kebingungan.

Seketika Naura langsung tersadar dan mencoba bersikap santai.

"Maksud saya, ba–gus, ya, bagus sekali acara ini, Pak. Saya sampai terbawa suasana akad nikah, eh, maksudnya suasana bahagia dan excited. Maaf ...." Suara Naura memelan, menahan malu.

Naura memijat kepala pelan saat Pak Rudi mulai melanjutkan ucapannya.

"Bapak rasa kalian berdua cocok mewakili kelas kita untuk mengikuti lomba tersebut. Karena menurut informasi yang Bapak dapat, kalian berdua itu pintar berbahasa inggris. Nah jadi untuk selanjutnya Bapak harap mulai besok sepulang sekolah kalian belajar bersama untuk lomba debat. Bapak akan berikan kalian materi mengenai apa saja yang akan di bahas pada lomba debat nanti."

"Baik, Pak." Naura dan Langit menjawab hampir berbarengan. Lantas, berpamitan keluar ruangan.

Langit berjalan mendahului, tanpa menyapa atau berbincang. Ia pergi begitu saja. Naura menghela napas panjang dan menatap punggung itu kian menjauh.

***********

"Seriusan? Ciee ciee yang seneng," goda Rika saat Naura sudah kembali dan menceritakan padanya.

"Rika jangan lupa panggil Bu Ratih," ucap sang Ketua Kelas. Sebagai sekretaris yang baik, Rika mengangkat jempol sebagai tanda OK.

"Tapi Rik, aku sebel banget sama Langit. Kok gak ada peka-pekanya sedikit ya. Cuek terus sama aku." ucap Naura lagi.

"Namanya juga baru kenal Ra, ya wajarlah masih cuek-cuek bebek. Entar kalau udah kenal si Norak Permata lebih dalam, aku yakin dia bakal klepek-klepek sama kamu." balas Rika.

"Emang Langit ikan apa, bisa klepek-klepek." ucap Naura.

Rika tergelak, lalu beranjak meninggalkan Naura dan berlari untuk memanggil guru yang mengisi di jam pelajaran selanjutnya.

***

Usai sekolah, Naura bergegas pulang. Hari ini ayahnya pulang dari luar kota, pekerjaan menjadi supir pribadi seorang direktur membuat ayah Naura sering bepergian dan tak tentu pulangnya. Hari ini, ayahnya pulang setelah seminggu berada diluar kota untuk mengantar sang Bos pembukaan hotel baru.

"Duluan, ya!" pamit Naura pada Rika, yang masih berada di kelas untuk mengerjakan tugas, bersama teman kelompoknya.

Karena Rika akan lama di kelas, jadi Naura memutuskan untuk pulang terlebih dulu.

"Ati-ati. Awas, kalau jalan lihat-lihat. Entar kalau jatuh bangun sendiri ya. Gak usah pakai sebut namaku tiga kali."

Naura terkekeh mendengar ucapan Rika.

Selama berjalan menuju gerbang, sesekali Naura bertegur sapa dengan teman sekelas saat kelas satu dulu. Sedikit berbasa-basi atau sekadar haha hihi membahas hal-hal receh yang kadang membuat mereka bahagia.

"Woi, Langit!" Tiba-tiba, Dito lelaki yang sedang mengobrol dengan Naura berteriak sambil melambaikan tangan.

Namanya orang jatuh cinta, ya, denger nama orang yang dicinta disebut saja, rasanya cenat-cenut setiap ada kamu. Selalu peluh pun menetes setiap dekat kamu. Kenapa salah tingkah tiap kau tatap aku. Selalu diriku malu tiap kau puji aku. Laahh kok jadi lirik lagu Smash.

Posisi Naura berhadapan dengan Dito, otomatis membelakangi Langit yang sepertinya akan berjalan mendekat.

Perlahan, Naura mulai merasakan Langit mendekat.

"Pulang bareng?" suara Langit.

Dia ngajak pulang bareng? Serius? Semalam aku mimpi apa ya, kenapa malah hoki banget sih.

"Iya, aku–" Baru saja Naura bersiap memutar tubuh tiba-tiba suara Dito membuat Naura terdiam.

"Yo'i, Bro! Ayo kita kemon! Mampir PS-an bentar, ya. Kemarin kamu janji traktir. Kalau bohong, ntar jomblo terus sampai kakek-kakek!" Dito merangkul pundak Langit, lalu berjalan beriringan menuju gerbang.

"Ya Tuhan, aku mulai halu lagi." ucap Naura kemudian berjalan pulang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!