NovelToon NovelToon

The Forgotten Creator

Anak Baru

Terlihat seperti perkelahian oleh dua orang. Saat itu aku sedang melawan seseorang yang sama sekali tidak kukenal. “Apasih maumu? Baru bertemu langsung ngajak baku hantam.”

“Kami membutuhkan bantuanmu untuk memperbaiki keadaan di masa mendatang!” teriak lawanku yang entah siapa. “Ayo cepat pergi bersamaku sebelum waktuku habis.” Lanjutnya.

“Tidak mau! Apa-apan kau ini. Baru saja bertemu malah langsung ngajak pergi tanpa sebab.” Tegasku.

“Ya sudah kalau begitu, aku hanya bisa pulang dengan keadaan yang tidak membahagiakan,” ucapnya, “Maafkan aku karena tidak bisa membayar kebaikanmu, Den.” Wanita itupun memghilang dengan meninggalkan permata melalui matanya

... ~Π~...

Keesokan harinya...

“Celaka. Aku malah bangun kesiangan. Padahal sudah kusetel alarm pada jam lima, tapi masih saja aku tergoda oleh rayuan rasa kantukku.” Ujarku sambil kesal. Aku berlari menuju sekolah baruku dengan tergesa-gesa karena terlambat bangun.

Hari itu adalah hari pertamaku untuk masuk sekolah. Aku didaftarkan ke sekolah ini karena suatu alasan. Yaitu tanteku yang merupakan pemilik sekolah sekaligus Kepala Sekolah dari sekolah ini menawarkanku tawaran untuk masuk ke sekolahnya dengan gratis. Mengapa aku bisa ditawari seperti itu? Karena pada saat 5 tahun yg lalu, orang tuaku dikabarkan meninggal dunia. Mereka mengalami insiden yang mengenaskan saat pergi untuk bekerja.

Oleh sebab itu, perekonomianku jadi menurun. Untungnya tanteku bersedia untuk menampung sekaligus membantuku untuk bertahan hidup. Ia telah sangat berjasa dalam 5 tahun terakhir ini. Kemudian pada saat ini dia menawarkanku untuk melanjutkan sekolahku di sekolah miliknya.

“Huft... Huft... Huft.... Maaf, Tante saya terlambat bangun tadi pagi, dan saya menyesal atas keterlambatan di hari pertama ini.” Ucapku sambil napas yang terengah-engah.

Dengan sabar tanteku memaafkanku “Baiklah, akan Tante maafkan. Lagian memang sudah biasa kok orang yang terlambat pada hari pertamanya, di sekolah ini. Sudah sewajarnya kamu juga terlambat.” Ucapnya. “Kalau begitu silakan masuk ke kelasmu. Pakailah denah ini untuk membantumu mencari kelasmu.”

“Kelas 1-B ya. Terlihat cukup jauh letaknya dari kantor tante. Tapi untung aja kelasnya sangat dekat dengan kantin.” Lorong-lorong kelas kulewati sampai akhirnya aku tiba di kelasku. Kubuka pintunya sembari membacakan mantra pembawa kebaikan (*hanya mitos). Aku memasuki ruangan dan langsung duduk di tempat di paling ujung dan paling belakang. Tempat yang merupakan tempat kebanggaanku selama aku bersekolah di SMP

Kulihat sekelilingku dan ... ya semua orang yang kulihat tidak ada yang kukenal. Aku sangat bersyukur karena tidak ada teman sekolah semasa SMP yang satu sekolah denganku.

Tak sengaja kumelihat sosok wanita yang wajahnya sama dengan seseorang yang kemarin malam. Aku berusaha untuk menutupi wajahku agar tak diketahui olehnya. Hasilnya sia-sia. Dia bahkan tidak menoleh kepadaku sama sekali. Apa mungkin dia pelupa? Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Lagian bukan hal penting.

Jam 8. Bel berdering menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai. Seorang pria dengan tinggi sekitar 170cm masuk ke dalam kelasku lalu mengatakan, “Salam sejahtera, anak-anak. Saya selaku guru kalian ditugaskan untuk membimbing kelas ini selama satu tahun. Yang artinya bapak adalah wali kelas kalian. Mohon bantuannya untuk satu tahun kedepan.” Ucap dari seorang guru yang mengaku sebagai wali kelasku.

“Bapak ingin bertanya satu hal terlebih dahulu. Kalian ingin langsung belajar atau perkenalan terlebih dahulu?”

Salah seorang murid menjawab, “Bapak tau lah kalau tiap awal bersekolah, para murid inginnya apa.”

“Baik, Bapak mengerti maksudmu. Kalau begitu kita perkenalan dulu saja.” Tegas pak guru

“Nama bapa adalah Aryo Hardiono. Kalian bisa memanggil bapa ‘Bapa Aryo’. Bapa lahir pada tanggal 2 September 1976 di Magelang. Sekarang bapa tinggal di Cisarua bersama istri bapa. Selanjutnya, bapa dikaruniai 2 anak, yang pertama laki-laki lalu yang kedua perempuan. Hobi bapa yaitu melukis karena sudah menjadi bagian dari pekerjaan bapa. Oh iya bapa lupa, bapa disini mengajar sebagai Guru Kesenian. Jadi jangan kecewakan bapa dengan membuat karya yang kurang enak dipandang mata. Mungkin cukup sekian perkenalan dari bapa. Sekarang giliran kalian yang memperkenalkan diri.” perkenalan yang cukup panjang menurutku.

Murid-murid mulai memperkenalkan dirinya. “Perkenalkan nama saya Siska ... bla bla bla.”

Aku punya kebiasaan buruk dengan selalu tidak memperhatikan sekitar. Ya, mungkin hal itu tidak merugikan siapapun tapi diabaikan oleh orang lain saat kita berbicara kepadanya adalah hal yang sangat menyakitkan. Meski begitu, aku lebih suka untuk menghindari kegiatan berkomunikasi dengan orang lain karena aku suka menyendiri.

“Sekarang giliranmu, anak muda. Yang duduk di paling ujung kiri.” seru Pak Aryo.

“Oh iya. Baik, Pak.” sahutku.

“Perkenalkan, namaku Den. Aku tinggal di komplek A di sekitar sini. Aku lahir di kota Bandung pada tanggal 10 Juli 2004. Hobiku adalah merakit sesuatu yang mungkin sedikit tidak penting, terkadang aku suka melamun untuk membayangkan projek apa yang akan kubuat selanjutnya.” Perkenalan yang kurasa membosankan tapi tak mengapalah.

“Hooo, jadi kamu murid yang paling muda ya di kelas ini.” ucap Pak Aryo.

“Oh gitu ya, Pak?” tanggapku dengan datar.

”Betul, karena rata-rata siswa di kelas ini umurnya 1 atau 2 bulan lebih tua darimu.” Kata Pak Aryo, “Dikarenakan semua murid sudah memperkenalkan dirinya masing-masing, bagaimana kalau kita mengisi waktu yang tersisa, kita lanjut saja dengan memulai pelajaran.”

...~Π~...

5 jam kemudian ...

“Buset. Baru aja hari pertama udah ngerasain nerakanya kehidupan sekolah. SMA memang.” Ucapku sambil menguap karena ngantuk.

Terlihat di depan ada tanteku sedang berdiri menunggu seseorang. “Oh, Den. Bagaimana sekolahmu, apakah menyenangkan?” tanyanya.

“Biasa saja. Tidak ada hal yang menarik,” jawabku “Tetapi, bolehkah aku bertanya?”

“Selagi aku bisa menjawabnya.”

“Tante, apakah ada hal yang spesial di sekolah ini sampai banyak sekali orang yang bersekolah disini?”

“Oh, tentu saja. Karena sekolah ini memiliki nilai prestasi yang tinggi. Baik dalam bidang akademis maupun non-akademis.” Jawab tante dengan songong.

“Buset keren banget. Terus apakah semua murid yang ada di sini, mereka pintar semua?” Tanyaku kedua kali.

“Sebagian ada yang rata-rata, dan sebagian kecilnya di bawah rata-rata. Mereka masuk ke sekolah sini hanya untuk memenuhi syarat agar mereka bisa bekerja kelak di kemdian hari.” Jawabnya.

“Gimana masuknya coba?”

“Banyak caranya. Ada yang kuperbolehkan masuk karena kasihan melihat keadaan ekonominya. Ada yang dengan hanya memenuhi syarat masuk. Ada yang menerima beasiswa dari pemerintah. Banyak yang lainnya.” Jawabnya. “Apa ada yang ingin kau tanyakan lagi?”

“Cukup saja. Aku sudah mengerti.” Jawabku.

“Kalau begitu, cepatlah pulang dan beristirahatlah.” Kata tanteku.

“Ya, baiklah.” Ucapku.

... ~Π~...

Sesampainya di rumah ...

Kubukakan pintu rumah, lalu kusimpan tasku. Setelah itu ganti baju kemudian berbaring di kasur. “Sekolah memanglah sulit. Apalagi materinya yang sulit untuk bersarang di otakku,” keluhku, “Ngomong-ngomong, tadi pelajaran apa ya?”

Gadis Angin (1)

Keesokan harinya...

Setengah jam lebih awal aku datang ke sekolah, agar tidak kesiangan seperti kemarin. Kuberjalan menyusuri jalan hingga melewati beberapa gang untuk mempersingkat jarakku. Langkah demi langkah kulewati hingga akhirnya aku sampai di sekolah.

Kuberjalan ke arah kelasku. Lalu kumasuki kelasku dan kutaruh tasku di bangku yang kemarin. Saat kutaruh tasku di meja dan kemudian aku duduk di atas kursinya, tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampiriku dengan membawa tasnya. Aku beranggapan bahwa orang ini sedikit sok asik.

Saat ia melakukan hal yang sama denganku, ia lalu memberikan sapaan untuk berkenalan denganku, “Halo, aku Zack.” Ucapnya.

“Den.” Balasku.

Beberapa saat setelahnya, kami terdiam mematung tanpa arti. Tidak ada topik yang dapat dibicarakan karena baru kali pertama ini kami bertemu.

Untung saja bel berbunyi setelah lima menit kami mematung. Kemudian seorang guru masuk ke dalam kelas. Tanpa basa basi ia langsung memberikan materi kepada kami.

...~Π~...

Kriiiing... Kriiiing... Kriiiing.... Menandakan bel istirahat.

Aku berniat untuk pergi ke kantin untuk membeli beberapa makanan lalu pergi ke suatu tempat yang sepi untuk istirahat disana.

Kutaruh makananku di atas rumput lalu kubaringkan badanku sejenak. Tak lama kemudian, tiba-tiba datang seorang lelaki menghalangi cahaya matahari yang memancar ke arah wajahku.

“Halo.” Ucap lelaki itu.

Saat kubukakan mataku, “Oh ternyata Zack. Kukira ada orang lain yang ingin ngajak ribut denganku.”

“Ngapain disini?” tanya Zack

“Hanya mencari tempat dimana tak ada orang yang bisa menggangguku.” Jawabku.

“Alesannya elit banget dah. Jujur aja kau lagi nyari tempat buat makan, kan?”

“Begitulah,” balasku. “Sebenernya aku cuman males untuk diam dan menikmati makananku di kelas, karena di sana terlalu berisik.”

“Yaelah gitu doang. Banyak orang di luar sana yang bekerja dengan kebisingan yang luar biasa. Seperti tukang las”

“Ya... Lagian aku ini orangnya penyendiri. Udah biasa diem di rumah. Sendiri ga ada yang nemenin.”

“Yaelah, introvert banget.”

“Dahlah aku mau makan roti yang kubeli tadi.” Ucapku.

Angin berhembus ke arah selatan hingga menghempaskan bungkus plastik roti yang kutaruh di atas rumput. Tiba-tiba plastik itu berbalik arah dan malah menghampiriku lagi. Aku bergumam dalam hatiku, aneh banget anjir plastiknya.

Kutanya pada seseorang yang daritadi duduk di sampingku, “Eh, Zack. Kau lihat ga plastiknya terbang lagi ke arah sini?”

“Hah? Plastik apaan coba, daritadi kan aku lagi berbaring dan nutup mata. Mana bisa aku liat.” Ucapnya.

“Oh. Oke”

...~Π~...

Bel masuk berbunyi. Keheningan dimulai kembali sampai saatnya jam pulang.

“Oh, Den. Tunggu dulu. Jangan dulu langsung pulang.” Cegat Zack.

“Kenapa?” tanyaku.

“Kau tahu bahwa belakangan ini ada rumor tentang arwah penunggu taman?” tanya Zack.

“Ga tau dan ga pengen tau.”

“Ayolah temenin bentaran doang buat investigasi,” Zack memelas. “Kukasi goceng deh.”

“Gas.” Dengan kecepatan cahaya aku membalasnya.

“Dahlah punya temen gini amat.” Sinis Zack.

“Hah? Kenapa?”

“Gak. Gapapa kok. Hehe,” khawatir Zack jika aku tidak jadi ikut. “ Kalo gitu langsung aja ikuti aku.”

Kami pun bergegas ke taman angin. Mengapa diberi nama taman angin? Karena tak peduli kapanpun, angin selalu saja ribut disini.

“Jadi, sekarang kita ngapain disini?” tanyaku.

“Tunggu aja bentar lagi dateng kayanya.” Balas Zack

Iya, k**ayanya. Belum tentu juga dateng. Gumamku seraya menganggap Zack hanya berimajinasi.

Benar apa kata Zack, seseorang muncul diiringi dengan angin topan di sekelilingnya. Angin yang sangat kencang menghembuskan semua benda kecil yang ada. Dedaunan, kerikil, kertas, bahkan isi dari tong sampah sebagiannya berhamburan keluar dan terhisap oleh anginnya. Sungguh angin yang luar biasa.

“kekuatan roh angin emang gini, Den. Bisa dibilang angin adalah segala kekuasaannya.” Lantur Zack.

Tak lama angin itu pun berhenti berputar dan mulai memudar. Semua benda yang terhisap oleh angin berserakan di mana-mana.

“Sekarang apa?” tanyaku dengan nada kesal. “Liat sampahnya kemana-mana. Mau dibersihin atau dibiarin aja kaya gitu?”

“Bersihin lah. Masa sampah harus dibiarin main.”

...~Π~...

Sekitar sepuluh menit kami membersihkan kekacauannya, dan semuanya beres kami bersihkan.

Gadis itu melirik kami berdua seakan dia tahu kedatangan kami adalah untuknya. Tatapan penuh penyesalan terlihat di wajahnya. Mungkin saja dia telah membunuh atau mengutuk seseorang hingga dirinya diasingkan dari daerah tempat tinggalnya dan kemudian mati dalam keadaan kelaparan.

Tak disangka, air mata terlihat di pipinya. Semakin lama air mata berubah menjadi tangisan. Ia bertingkah seperti menangis tetapi tak mengeluarkan suara. Kejadian yang tak masuk di akal

“Waduh. Kok jadi gini.” Ucap Zack.

“Apanya yang jadi gini?” tanyaku.

“Anu,. Kan biasanya hantu itu suka nakut nakutin orang. Lah ini kok kaya yang lagi nangis ya.” Balas Zack.

“Gagitu juga bodo. Kan hantu tuh ada beberapa macam, diantaranya ada hantu baik, ada juga hantu jahat. Nah kayanya dia ini masuknya hantu penasaran.” Bantahku sambil menampar pundaknya.

Zack kebingungan mendengar penjelasanku, "Jadi dia masuknya ke hantu baik atau hantu jahat sih?”

“Baik.” Jawabku

Tiba-tiba gadis itu menghembuskan angin kepada kami. Dorongan angin yang sangat kuat sampai dapat mendorong kami ke belakang. Aku menyilangkan tanganku di depan dadaku untuk memperkecil daya dorongannya dan itu bekerja.

“Uwaaa!!! Anjir apa-apaan ini kok tiba-tiba ngedorong gini. Udah gitu ngedorongnya ga ada sentuhan fisik.” Kaget Zack.

Zack berusaha menenangkan gadis itu dengan cara menerjang dorongan anginnya, lalu ia memegang pundaknya oleh kedua tangannya dengan cengkraman yang kuat.

“Tenangkanlah dirimu!” bentak Zack, “Aku tak tahu apa masalahmu tapi jangan melampiaskannya kepada kami.”

Amarah gadis itu mulai reda. Mungkin karena ia ketakutan setelah mendengar bentakan Zack. Angin di sekitarnya mulai menghilang dan dorongan angin yang mengarah kepadaku hilang.

Zack mulai mengobrol dengan gadis itu sekitar lima menit. Lalu ia menghembuskan nafasnya dan mulai menghampiriku. “Tidak seperti yang kuduga,” hela Zack, “Den, masalah mengapa arwah itu masih ada di dunia ini bukan karena ingin menakut-nakuti.”

Aku menatap Zack dengan tatapan sinis, “Dahlah pengen pulang aja.” Aku berbalik arah dan mulai berjalan

Zack mencengkram bahuku untuk menghentikanku. “Eh jangan gitu lah... Bercanda dikit gapapa lah.”

“Kalau begitu perjelas penjelasanmu.”

“Jadi gini. Dia kan pernah bertemu seseorang saat masih kecil, mungkin umur sepuluh tahunan. Nah selama dua tahun mereka saling berbagi suka cita. Sedih maupun senang mereka selalu bertemu.” Jelas Zack, “Hingga akhirnya mereka berpisah karena keluarga gadis itu berencana untuk meninggalkan daerah tempat tinggalnya dan pindah rumah. Sang gadis menyesali karena tidak pernah menyampaikan perasaannya selama satu tahun terakhir.”

“Jadi?” tanyaku.

Zack balik bertanya, “Jadi apa?”

“Jadi kita harus apa?”

“Ya tentu saja membantunya.”

“Caranya?”

“Mencari orang yang pernah bertemu dengannya semenjak masih kecil.”

Aku setuju dan mulai berbalik arah lagi, “Yaudah gas kalo gitu. Tunjukkan jalannya aku akan mengikuti...”

“Gak usah report-repot mencarinya,” potong Zack, “Kita udah nemuin orangnya kok.”

“Oh. Baguslah kalau begitu. Kita gak perlu repot-repot kan. Kalau gitu aku mau pulang sekarang aja.”

“Tunggu bentar, Den. Orang yang kumaksud itu kau.”

Kuhentikan langkahku dan terdiam sejenak. Aku terkejut dan terheran-heran. Bagaimana bisa aku yang tidak pernah bermain selain dengan teman sekolah, bisa pernah bertemu dengannya saat dia masih hidup.

Gadis Angin (2)

Perasaan gelisah menyelimuti tubuhku. Bagaimana bisa dia adalah kenalanku dulu, yang sementara aku selalu diam seorang diri di rumah dan keluar hanya untuk bersekolah atau ke warung. “Maksudnya apa?”

“Udah kubilang. Orangnya itu kau. Dia mengatakannya seperti itu,” jawab Zack, “Kalo ga percaya tanya aja sendiri.”

Aku terdiam sejenak setelah mendengarnya. Benar apa kata Zack, lebih baik aku tanyakan sendiri kepadanya daripada bertanya pada orang perantara. “Okelah kalo begitu.”

Kuhampiri gadis itu, lalu kutatap wajahnya dan kutanyakan hal yang sama. “Wahai roh angin. Aku ingin bertanya satu pertanyaan padamu. Apa maksudnya bahwa aku adalah kenalanmu saat kau masih kecil.”

Dia tidak menjawab. Hanya mengayunkan tangannya seraya ingin memegang sesuatu. Kugenggam tangan yang bergoyang itu untuk menghentikan kegelisahannya. Tiba-tiba datanglah cahaya yang kemudian membuat pandanganku kabur. Dihadapkanlah kilas balik tentang ingatan sang gadis enam tahun sebelumnya.

“Mungkin ini perpisahan terakhir kita. Besok papa dan mamaku akan pergi ke kota lain. Aku tidak bisa tinggal disini selamanya. Kuberikan topi ini untukmu agar kau selalu mengingatku, dan aku berharap agar pertemanan kita selalu utuh.” Ketulusan dari senyuman gadis kecil itu membuat lawan bicaranya merasa enggan menerimanya.

Raut wajah bocah laki-laki di hadapannya terlihat kecewa. Dia berdiri lalu mengucapkan sepatah kata. Terima kasih. Itulah mungkin yang menandakan akan perpisahan mereka setelah cukup lama mengenal. Sang gadis kecil berlari meninggalkan si bocah dengan perasaan sedih dalam hatinya.

Tiba-tiba pikiran dan penglihatanku normal kembali setelah memegang tangannya. Segera kulepaskan tangannya karena kaget setelah kejadian barusan. Aku diam sejenak untuk merilekskan pikiranku, lalu kusiapkan diriku untuk bicara padanya. Kedua bahunya kupegang dengan kedua tanganku. “Maaf, nona. Mungkin orang yang kau maksud bukanlah diriku. Karena selama hidupku belum pernah aku bermain dengan perempuan. Aku sangat minta maaf jika perkataanku ini membuatmu kecewa. Tetapi kau harus berjuang lagi mencari orang lain yang ku maksud.”

Seketika air mata yang membasahi wajahnya mulai mereda. Tanpa sepatah kata dia mulai menghilang dan hanya menyisakan perasaan dingin. Angin mulai menyelimuti tubuhnya kembali dan menghalangi pandangan kami terhadapnya. Kemudian angin itu berputar dan semakin kencang, lalu menghilang bersamaan dengan gadis itu.

“Jadi, apa yang terjadi barusan?” tanya Zack.

“Tidak ada, hanya saja dia memperlihatkan ingatannya kepadaku agar aku ingat siapa dia. Tapi aku yakin aku bukanlah yang dia maksud.”

“Eh..... Jadi gimana dong?”

“Tidak mengapa, lagian aku ga suka jika berurusan dalam hal yang disebut percintaan.”

Zack kaget mendengar perkataanku yang benci soal percintaan. Yah, mungkin memang aneh jika seseorang tidak menyukai hal tersebut  tetapi beginilah aku yang hanya suka hidup tentram apa adanya.

“Jadi ga ada apa-apa lagi kan? Udah jam lima gini. Aku mau pulang dan istirahat.” Tanyaku.

“Ya. Udah beres sih.”

“Kalo gitu aku mau pulang, sampai jumpa besok.”

“Baiklah, sampai jumpa besok.”

Karena jalan pulang kami berbeda arah maka kami berpisah disini. Aku yang berjalan ke arah sebaliknya dari jalan menuju taman, dan Zack menuju ke bagian dalam arah jalan ke taman.

...~Π~...

Di satu sisi ada seorang gadis sedang berdiri di halte bus. Terlihat air matanya bercucuran tetapi ia menyembunyikannya di balik panjang rambutnya yang berwarna hitam. Seperti merasakan kesedihan yang sangat mendalam hingga ia tak bisa menahan rasa pedihnya. Ramainya kendaraan yang berlalu-lalang membuat isakannya tidak terdengar. Saat bus datang menghampirinya, ia mengusap kedua matanya dengan lengannya lalu masuk ke dalam bus.

...~Π~...

Di lain sisi ada aku yang baru pulang dari taman segera pergi ke kamar untuk istirahat. Kubaringkan badanku di kasur seperti biasa. Beberapa saat kemudian muncul cahaya hitam membentuk pola persegi panjang di depan lemariku. Akupun kaget melihatnya. Aku berdiri dan membuat tongkat baseball di tanganku untuk bersiaga. Tiba-tiba muncul seseorang dengan jubah yang besar berwarna hitam merah. Dia berkata padaku “Sudah saatnya kau beraksi anak muda. Sebentar lagi bumi akan dilanda bencana. Kericuhan terjadi dimana-mana. Monster yang belum pernah kau temui akan datang untuk menguasai bumi. Hanya seseorang yang memiliki kekuatan hebat yang dapat menghentikannya.”

Untuk seorang manusia, dia memiliki terlalu banyak aura di sekitarnya. Badan yang kekar serta mata yang merah menyala terpancarkan kepadaku seakan-akan ia memberitahuku bahwa dia bukanlah manusia.

Mungkin tidak sopan jika aku berteriak kepada orang yang lebih tua. Dlihat dari mana pun, jelas dia jauh lebih tua dariku. “Sebelum kau berkata yang aneh-aneh, perkenalkan dulu dirimu!”

Dengan nada yang tegas, ia sedikit membuatku gemetaran. “Hmmm?” ia memandangku dengan tatapan sangar, “Benar juga. Bagaimana bisa aku yang memikiki derajat paling tinggi di Nether sampai bisa lupa untuk memperkenalkan diri. Maaf untuk sebelumnya. Aku adalah sang penguasa Nether, Gildarts B. Velskud. Aku bertugas untuk memimpin kaumku yang lemah. Apakah ada lagi yang harus kusampaikan?”

“Tidak ada, hanya saja kau sama buruknya denganku saat memperkenalkan diri. Tak ada hal yang menarik dari dirimu.” Keringat dingin bercucuran di wajahku. “Jadi mengapa kau tahu bahwa akan akan ada bencana di bumi?”

“Untuk urusan itu kau tidak perlu tahu, dan tidak ada gunanya aku memberitahumu.”

“Kalau begitu, mengapa kau memberitahuku soal hal tersebut?”

“Kau boleh menganggapku sebagai penolong umat manusia. Aku memberitahumu agar bumi tidak punah dan dikuasai para monster jahat.”

“Lalu apa yang harus kulakukan?”

“Kau cukup menghentikan kekacauannya saja. Aku tidak tahu berapa lama bencananya akan terjadi, jadi siap-siaplah menghadapi ratusan atau bahkan ribuan makhluk asing.”

Dalam kalimat terakhir yang dia ucapkan, dia pun kembali kedalam selimut bayangan hitam. Perlahan persegi itu mulai mengecil dan akhirnya lenyap. Aku masih tidak bisa berhenti gemetaran setelah kejadian tersebut. Kakiku yang sangat kaku sekarang bergetar seolah sedang terjadi gempa bumi.

Kurenungkan terlebih dahulu pikiranku agar tenang. Bencana yang akan datang sebentar lagi, menghancurkan ekosistem di bumi, populasi makhluk hidup terancam punah, dan yang paling penting hanya ada satu cara untuk menghentikannya yaitu membasmi mereka.

Kubaringkan badanku kembali di kasur dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Monster yang dapat menghancurkan isi bumi, tidaklah keren.

Kedamaian bumi haruslah tetao dipertahankan. Bagaimanapun caranya, harus ada yang dapat menghentikan bencananya atau tidak masa depan akan hancur total dan bumi dikuasai para monster.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!