NovelToon NovelToon

Sang Perfeksionis

PART 1

Siang itu terasa lebih terik saat Bintang sedang berjalan sambil menenteng sebuah kantong plastik transparan berisi sebungkus nasi Padang.

Dia berjalan agak cepat menuju sebuah toko kecil di seberang jalan. Saat Bintang berhenti, menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyeberang jalan, dia dikagetkan oleh bunyi klakson mobil dari arah kiri.

Bintang menatap mobil itu dengan seksama, coba menerka siapa yang ada di balik kemudinya.

"Hei Bin, dari mana lu jalan kaki panas-panas begini?" Sapa seseorang dari dalam mobil saat kacanya sudah terbuka.

Bintang memicingkan matanya yang silau karena matahari yang begitu terik.

"Anton?" Tanya Bintang.

"Iya, ini gue. Dari mana lu? Yuk masuk, gue anterin deh." Sahut Anton.

"Oh, habis beli nasi buat makan siang. Gue mau nyebrang aja kok, itu ke toko yang cat biru." Sahut Bintang seraya mengarahkan telunjuknya ke seberang jalan.

Anton sontak melihat ke arah yang ditunjuk oleh Bintang.

"Mau ngapain ke toko kecil itu? Lu mau belanja di situ Bin?" Tanya Anton dengan nada meremehkan.

Mendengar nada bicara Anton yang menggores hatinya, Bintang terdiam sejenak.

"Enggak, itu toko gue." Sahut Bintang kemudian, berusaha tetap tenang.

"Hahaha, enggak salah? Sarjana dengan lulusan IPK tertinggi cuma buka toko kecil begitu? Come on Bro, ngantor saja nih kayak gue! Gajiannya jelas tiap bulan, belum bonus dan lain-lain. Emang lu enggak pengin apa punya mobil kayak gue gini? Jangan terlalu naif lah ...."

Bintang bergeming, dia hanya menatap Anton dengan tajam.

"Ya sudah, next time gue main ke tempat lu. Gue cabut dulu ya Bin." Pamit Anton seraya menutup kembali kaca pintu mobilnya dan bergegas pergi.

Bintang masih bergeming sambil menatap mobil Anton yang semakin jauh meninggalkannya.

Gue pastikan lu bakal memuji gue setinggi langit pas gue bisa sukses nanti, lihat saja Ton! , Tukas Bintang dalam hati dengan geram.

Tanpa dia sadari, dia mengepalkan tangan kanannya dengan kuat. Ada amarah dan dendam yang membuncah dalam dadanya.

***

Sore hari saat senja sudah bergelayut di atas kepala, Bintang baru tiba di rumah menggunakan motor lawas-nya.

Bintang hanya tinggal dengan kakak lelakinya yang bernama Surya karena ayahnya sudah meninggal sejak lama, sedangkan bundanya baru setahun yang lalu berpulang.

"Baru balik Bin?" Sapa Surya lalu meneguk secangkir teh hangat.

"Iya Bang." Sahut Bintang singkat.

"Bagaimana toko?" Tanya Surya sambil melirik adiknya yang terlihat lesu.

"Biasa." Sahutnya.

"Biasa bagaimana, sepi?"

"Ya, begitu deh."

"Bintang ... Bintang, kan Abang sudah bolak balik ngomong. Mending kamu daftar saja jadi karyawan atau pegawai, kan sudah jelas gajiannya. Daripada buka usaha sendiri begitu, berat Bin!" Ujar Surya memberi saran.

"Haduh, Bang ... Kan aku juga sudah bolak balik bilang kalau aku penginnya punya karyawan, bukan jadi karyawan!" Tegas Bintang.

"Ya sudah lah Bin, terserah!" Tukas Surya dengan cueknya.

Bintang pun berlalu menuju kamarnya. Dia duduk di kasur empuknya dengan kasar seraya mendengus kesal.

"Hari ini ada dua orang yang ngeremehin passion gue buat jadi pengusaha sukses! Gue harus buktikan ke mereka kalo gue mampu wujudkan mimpi gue, HARUS!" Gumam Bintang dengan kepalan tangan yang menghantam bantal.

***

"Bang, aku jalan dulu ya?" Pamit Bintang agak berteriak pada Surya yang sedang di kamar mandi.

"Eh-eh sebentar, jam berapa sih? Tumben amat sudah berangkat ke toko?" Sahut Surya sambil buru-buru membuka pintu kamar mandi, kepalanya melongok dari dalam dengan kepala penuh busa sampo.

"Orang usaha tuh harus mulai pagi-pagi, Bang. Jangan sampai rejekinya dipatok ayam!" Sahut Bintang.

"Sudah sarapan belum Bin?"

"Sarapannya dibawa ke toko saja, Bang. Sudah buruan bilas tuh rambut, entar ubanan lo!" Kelakar Bintang sembari berlalu dan terkekeh.

"Ubanan? Masa sih? Ya sudah deh, hati-hati ya!" Surya langsung masuk ke dalam kamar mandi, menutup pintunya dan sejurus kemudian terdengar suara guyuran air berulang kali.

Sesampainya di toko, Bintang segera memulai aktivitas untuk mewujudkan impiannya menjadi pengusaha sukses.

Hari masih terlalu pagi bagi sebagian pemilik toko lain untuk memulai aktivitas, tetapi hal itu tidak berlaku bagi Bintang. Dia bertekad untuk memulai usahanya lebih pagi sejak hari itu.

Bintang memang seorang pekerja keras karena dia meneladani sang ayah, Pak Cakra yang juga pekerja keras.

Selepas pensiun dari tempatnya bekerja, tak lantas membuatnya berpangku tangan. Beliau masih giat bekerja membuka kios dari hasil uang pensiunnya.

Usaha beliau cukup lancar, kian hari kian ramai pembeli bahkan sudah memiliki banyak pelanggan setia.

Namun sayangnya kejayaan usaha beliau mengundang rasa dengki bagi salah seorang pemilik kios lain yang merasa tersaingi.

Hingga suatu pagi kios Pak Cakra kedapatan berantakan akibat dibobol maling. Seluruh isi kios habis dijarah pelaku.

Pak Cakra yang memiliki riwayat penyakit jantung pun akhirnya anfal, lalu berpulang setelah tak lama dilarikan ke Rumah Sakit.

Surya yang saat itu masih kuliah semester akhir merasa ada kejanggalan, dan bersikeras meminta pihak berwajib untuk mengusut kejadian itu hingga tuntas.

Beberapa minggu kemudian polisi berhasil mengungkap dalang dari kejadian tersebut yang ternyata salah seorang pemilik kios di lokasi yang sama, dia merasa tersaingi oleh usaha Pak Cakra. Orang itu akhirnya dijebloskan ke dalam penjara.

Tiga tahun berselang, Bintang dan Surya pun harus rela ditinggal pergi sang bunda untuk selamanya akibat sakit maag akut.

Sang bunda dimakamkan berdampingan dengan pusara ayah mereka sesuai amanat terakhir mendiang sebelum berpulang.

Saat itu Bintang masih kuliah, dia dibiayai oleh Surya yang sudah menetap bekerja di salah satu perusahaan bonafide. Surya dan Bintang memang kakak beradik yang saling menyayangi.

Tapi Bintang memang bukan anak yang manja, dia memilih untuk menjadi guru les privat sepulang kuliah karena memang secara akademik dia tergolong cerdas.

Bintang berhasil mengajar beberapa murid les privat hanya dari mulut ke mulut, karena murid-murid yang dibimbingnya berhasil mendapat nilai dan prestasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Dia bahkan membuat kelas les di rumah karena saking banyaknya permintaan mengajar les padanya.

Hasil menjadi guru les itu dia kumpulkan untuk masa depannya, dia memang sudah berencana membangun sebuah usaha walaupun dia tahu itu tidak semudah yang dia ucapkan.

Namun tekad yang kuat menjadikan mentalnya tangguh dan penuh semangat. Tak ada kata menyerah begitu saja dalam kamus hidup seorang Bintang Erlangga.

Apapun akan dia lakukan untuk mencapai impian dan harapannya, namun tentu dengan cara-cara yang baik.

***

Apakah Bintang bisa mewujudkan impiannya??

Yuk lanjut baca ke part selanjutnya ☺️

Part 2

Sepuluh tahun kemudian, usaha Bintang sudah mulai berkembang. Toko kecil yang di awal usaha dia miliki, kini sudah berubah menjadi perusahaan yang menaungi supermarket besar yang telah memiliki anak cabang dan akan membuka cabang ketiga.

Saat peresmian cabang ketiga-nya, dia bertemu dengan salah satu investor dan berniat untuk ikut bekerja sama di perusahaannya. Gayung bersambut, Bintang pun setuju.

Dengan berjalannya waktu, perusahaan Bintang semakin jaya dan menggurita dengan semakin banyaknya cabang usaha yang dibuka.

"Selamat ya Bin, kamu sudah bisa buktikan ke Abang kalau kamu bisa wujudkan mimpi kamu jadi pengusaha sukses. Ayah sama Bunda pasti bangga sama kamu." Ujar Surya sambil memeluk erat adiknya yang tampak gagah mengenakan setelan jas berwarna biru tua setelah prosesi gunting pita dilaksanakan.

"Makasih Bang, sudah support aku. Makasih juga sudah sempat underestimate usahaku, jadi aku makin terpacu untuk bisa maju." Sahut Bintang dengan menepuk punggung Surya agak keras.

Surya segera melepaskan pelukannya pada sang adik, dia tergelak.

"Hahaha ... maaf soal itu, Abang bukan underestimate tapi Abang takut kamu terlalu terobsesi. Sesuatu yang terlalu itu kan enggak baik Bin." Sahut Surya sembari meninju pelan lengan adiknya itu.

"Ya-ya, I know." Sahut Bintang sambil tersenyum.

Kakak beradik itu tenggelam dalam obrolan santai namun hangat.

"Hmm ... maaf, boleh saya bertemu dengan Pak Bintang Erlangga?" Tiba-tiba seorang gadis cantik menghampiri Surya dan Bintang yang tengah duduk berbincang.

Bintang dan Surya sontak terdiam dan kompak menoleh ke arah gadis itu. Keduanya terlihat mengernyitkan dahi.

"Iya, saya Bintang Erlangga. Anda siapa?" Tanya Bintang sambil berdiri menghadap gadis cantik itu.

"Eh, maaf-maaf Dek. Ini adiknya teman kakak, namanya Yuri. Calon dokter lo, Dek!" Sahut Tania, istri Surya yang dengan tergesa menghampiri mereka.

"Oh, yang tempo hari kamu ceritain ke Abang ya?" Tanya Surya pada istrinya.

"Iya Bang, hari ini kebetulan Yuri ada waktu buat datang ke sini jadi aku ajak aja. Maaf ya Dek kalo bikin kamu kaget." Ujar Tania.

"Oh, iya Kak enggak apa-apa.

Silakan duduk, hmmm ... siapa tadi nama kamu?" Tanya Bintang pada gadis itu.

"Yuri, Pak." Sahutnya dengan senyum tersipu.

Bintang mengangguk memperhatikan Yuri, dia memang cantik. Cocok dengan namanya yang terkesan Japanese, dia memang seperti gadis Jepang yang Kawaii.

"Ya sudah, kamu ngobrol sama Yuri ya Bin? Abang sama Kak Tania mau ambil makanan dulu." Pamit Surya yang direspon anggukan.

Surya dan Tania pun beranjak meninggalkan keduanya, memberi kesempatan untuk saling mengenal.

"Sayang, memang Yuri itu bagaimana karakternya? Apa dia bisa mengimbangi karakter Bintang yang tegas dan perfeksionis?" Tanya Surya pada istrinya saat mereka jalan berdua menjauh dari Bintang dan Yuri.

"Ya ... mudah-mudahan begitu Bang. Dia itu anak bungsu, jadi ya maklum lah kalo ada manja-manjanya sedikit." Sahut Tania.

"Ya mudah-mudahan saja ya? Tapi aku rasa kalau secara fisik mereka cocok. Yuri gadis yang cerdas dan cantik, kalau Bintang sih aku enggak perlu sebutkan lagi. Kamu tahu sendiri kan? Siapa dulu dong Abangnya? Hehehe ...." ujar Surya terkekeh.

"Uh ... kamu nih Bang, GR!" sebuah cubitan kecil tak sakit pun mendarat di pipi Surya, hadiah dari kelakarnya itu.

"Tapi kamu cinta kan ...?" ledek Surya.

"Iya dong ...." sahut Tania dengan tersipu dan memeluk erat lengan suaminya itu.

Mereka berdua sempat menoleh ke arah di mana Bintang dan Yuri sedang duduk dan berbincang berdua, lalu Surya dan Tania saling mengerlingkan mata kemudian lanjut untuk mengambil makanan serta minuman ringan.

Surya dan Tania memang sudah berencana akan mengenalkan Bintang dengan Yuri. Secara fisik Yuri memang cantik, mereka rasa cocok jika mendampingi Bintang yang tampan dan seorang pengusaha sukses.

Apalagi usia Bintang sudah cocok untuk berumah tangga, terlebih dia sudah mapan secara materi. Seharusnya tidak ada alasan lagi untuk terus menunda pernikahan.

Namun hal itu agak susah diwujudkan karena sudah berkali-kali Bintang menjalin kedekatan dengan wanita, tetapi selalu kandas.

Bintang memiliki kriteria wanita idaman yang terlalu sempurna dan itu justru menyulitkannya menemukan cinta.

Jika wanita yang sedang dekat dengannya itu telah ia ketahui kekurangan yang dianggapnya fatal, maka bisa dipastikan tidak akan ada kelanjutan bagi hubungan keduanya.

Surya dan Tania berharap pada Yuri lah hati Bintang dapat berlabuh. Sebuah harapan dan doa yang tulus terucap mulus dari Abang dan kakak ipar Bintang itu.

"Selamat ya Pak Bintang atas pembukaan cabang barunya, semoga tambah sukses." Ucap Yuri seraya mengulurkan tangan mengajak Bintang bersalaman.

"Terima kasih. Tapi boleh saya minta sesuatu?" Timpal Bintang dengan menaikkan satu alisnya sembari menyunggingkan senyum menawan.

"Mi-minta ... sesuatu? A-apa Pak?" Tanya Yuri penasaran bercampur deg-degan.

"Saya minta tolong jangan panggil saya 'Pak'. Ini bukan perbincangan formal, santai saja." Pinta Bintang.

"Oh, baik. Kalau saya panggil 'Mas', bagaimana?"

"Enggak masalah, toh saya juga masih cukup muda 'kan? Ujar Bintang dengan menebar senyum yang menambah kadar ketampanannya.

Mata Yuri tampak berbinar, dia merasa diterima oleh Bintang untuk tahap perkenalan. Namun sejatinya, itu belum apa-apa. Karena Bintang tipe pengamat yang jeli. Dia selalu mempunyai cara untuk mengetahui tentang sesuatu yang ingin dia ketahui.

Mereka berbincang banyak hal tentang aktivitas harian masing-masing, bertukar nomor ponsel dan merencanakan untuk pertemuan selanjutnya.

***

"Yuri, nanti malam bisa dinner bareng?" Ajak Bintang via telepon.

"Bisa, Mas. Di mana?" Sahut Yuri.

"Di restoran favorit saya. Nanti malam saya jemput jam 7 ya?"

"Iya Mas. See you ...."

Panggilan telepon berakhir.

Malam pun tiba, Bintang dan Yuri sudah berada di salah satu restoran favorit Bintang.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Bintang.

Yuri melihat-lihat menu book yang sudah diberikan oleh waitress.

Sejurus kemudian dia memesan beberapa makanan dan minuman.

"Kamu makan sebanyak itu Ri?" Tanya Bintang sambil tersenyum penuh arti.

"Hehe ... iya Mas, aku jadi doyan makan." Sahutnya sambil tergelak.

"Tapi itu makanan berat semua lo Ri? Berlemak tinggi. Kamu enggak takut gemuk atau kolesterol? Ujar Bintang mengingatkan.

"Enggak kok, Mas."

"Tapi kamu enggak gendut sama sekali, gimana caranya?" Wajah Bintang berubah serius.

"Ya ... soalnya baru sekarang ini aku doyan makanan berlemak. Semenjak ketemu Mas Bintang aku jadi doyan makan."

Bintang sontak terdiam. Ada rasa tak nyaman di hatinya kala mendengar kata-kata Yuri barusan.

Maksudmu apa? Apa aku jadi suplemen penambah selera makan kamu? , Gerutu Bintang dalam hati.

Karakter perfeksionis dan kaku-nya mulai menggeliat, dan ...bisa dipastikan malam itu akan menjadi hari terakhir keduanya saling dekat.

***

Duh, Bintang ... Bintang ...! Cewe secantik Yuri aja kamu hindari, mau cari yang gimana lagi ya? 🤔🤷

Part 3

Pagi itu Bintang tampak sedang fokus menatap layar komputernya di atas sebuah meja kayu dengan ukiran nan artistik di bagian tepinya. Di samping perangkat komputer, tampak sebuah tumpukan dokumen laporan dari para staf yang mengantri untuk ditandatangani.

Ketika sedang fokus bekerja, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Bintang segera merogoh saku jas bagian dalam untuk meraih ponselnya.

"Bang Surya?" Gumamnya lirih sembari menaikkan salah satu ujung alisnya yang tebal.

Bintang menekan tampilan gambar gagang telepon warna hijau yang bergerak naik-turun di bagian tengah layar ponselnya.

"Halo Bang?" Sapa Bintang saat menerima panggilan telepon itu.

"Gimana Bin soal Yuri? Sudah sampai mana?" Tanya Surya via telepon.

"Sampai finish, Bang. KELAR!" Tukas Bintang.

"Kok kelar? Gimana ceritanya?"

"Enggak cocok aja sih, Bang"

"Ah kamu Bin, sudah berapa cewek kamu vonis enggak cocok terus begitu! Memang mau nyari yang gimana sih kamu?" Omel Surya.

"Katanya calon dokter, harusnya dia paham soal kesehatan tapi malah makan kayak orang kesurupan, mana makanan berlemak semua lagi. Aku liatnya aja udah kenyang duluan, Bang!" Seloroh Bintang dengan nada kesal.

"Sudah, cuma soal itu?"

"Ya baru segitu aja sudah bikin aku ilfeel, gimana kalau dilanjut dan aku makin tahu buruk-buruknya Yuri?"

"Eh Bin, semua orang itu pasti punya sisi nyebelin buat orang lain, termasuk kamu. Jangan over perfeksionis deh jadi orang, entar jadi perjaka tua lo!"

"Ah sudah lah, aku males Bang ngobrolin begituan pagi-pagi. Ntar mood 'ku jadi berantakan. Sudah dulu ya Bang?"

KLIK

Sambungan telepon-pun terputus. Bintang menghela nafasnya dalam-dalam, berusaha mencerna perkataan Surya barusan.

Saat Bintang sedang termenung, suara telepon di meja kantornya berdering. Sudah pasti itu dari sekretarisnya.

"Ya Ros?" sahut Bintang seraya menekan tombol penjawab di telepon itu.

"Maaf Pak, ada yang ingin bertemu. Katanya teman Bapak saat SMA." ujar Rosa, sang sekretaris.

"Teman SMA? Siapa namanya?"

"Alex Pak."

Bintang terdiam sejenak, memorinya berusaha memutar ulang nama Alex di pikirannya.

"Bagaimana Pak? Apa diperbolehkan masuk?" Rosa menegaskan.

"Rosa, coba kamu tanya keperluannya apa?"

"Pak Alex bilang mau memberikan undangan reuni."

"Oh, ya sudah, suruh dia masuk"

Tak lama kemudian, pintu ruang Direktur Utama itu pun terbuka. Terlihat gadis cantik bernama Rosa yang mengantar seorang pria berambut ikal masuk untuk menemui Bintang.

"Selamat pagi Pak Boss! Widih ... mau ketemu lu aja susahnya minta ampun ya Bin?" Ujar Alex dengan gaya sompralnya.

"Kenapa undangannya lu bawa ke kantor gue segala Lex? Dulu bukannya lu pernah main ke rumah waktu sekolah?" Tanya Bintang dengan nada serius.

"Kan rumah orang tua lu ditempatin Bang Surya. Rumah pribadi lu gue belum tahu, sedangkan gue pengin ngobrolnya sama lu Bin. Kenapa sih, kayaknya lu enggak suka ya gue datang ke sini?" Telisik Alex.

"Ah enggak, yuk duduk!" Elak Bintang seraya mempersilakan teman lamanya itu duduk di kursi mewahnya.

"Lu enggak kerja? Kok sempet ke sini pas jam sibuk begini?" Tanya Bintang.

"Gue ngelola percetakan sekarang, karyawan gue yang ngurusin. Gue sih datangnya siang ...." Sahut Alex.

Bintang manggut-manggut lalu meminta Ros untuk menyediakan minuman.

Keduanya berbincang cukup lama hingga tak terasa sudah pukul 11.00 siang dan Alex akhirnya pamit pulang.

Bintang menatap secarik undangan reuni itu dengan senyum penuh arti. Dia merasa bersyukur karena dia sudah sukses lebih dari yang ia bayangkan, jadi tidak ada satupun temannya yang akan meremehkannya nanti.

***

Acara reuni pun tiba, Bintang bersiap untuk menghadirinya. Dia sibuk memilih pakaian yang cocok dengan dress code yang ditentukan, lalu mematut diri di depan cermin.

"Perfecto!!" ucapnya dengan nada puas sembari kedua jari telunjuknya menunjuk kompak ke arah cermin.

Dia lantas beranjak keluar kamar, dan tak lama kemudian meluncur menuju lokasi acara reuni dengan menunggangi mobil sport andalannya.

Dua puluh lima menit kemudian,

"Hei Bro!! Udah nyampe rupanya?" Sapa Alex pada Bintang.

"Yoi, ngomong-ngomong ... keren juga konsep acaranya, panitianya siapa Lex?" Puji Bintang sambil melihat-lihat tiap sudut ruang yang didekorasi dengan sangat apik.

"Eits, jelas dong ...! Gue gitu loh! Gue yang ngonsep dekorasi venue sekaligus urusan undangan. Kalau ketua panitianya sih Isabell, lu masih inget dia enggak?" Sahut Alex.

"Isabell?" Tanya Bintang sambil mengernyitkan dahi.

"Iya, Isabell anak IPA-2. Masa lupa sih sama cewek populer sejagad SMA kita?" Seloroh Alex.

"Hi guys, sudah ramai lo di sana. Yuk gabung?" Ajak seorang wanita muda berwajah Indo menghampiri Bintang dan Alex.

"Nah, panjang umur nih! Ini dia Isabell yang tadi gue bilang" Ujar Alex pada Bintang.

"Oh, iya-iya. Sori, lupa." Sahut Bintang dengan tersenyum.

Isabell pun membalas senyum Bintang lalu berjabat tangan. Kemudian Isabell beranjak ke sudut ruang lainnya untuk mengajak hadirin berkumpul di lokasi utama acara reuni itu.

"Ssstt, udah nikah belum dia?" Bisik Bintang pada Alex.

"Hahaha, lu naksir? telat! udah punya dua anak dia." Seloroh Alex sambil terbahak.

Bintang meringis, harga dirinya sebagai lelaki mapan dan tampan sontak terkoyak di hadapan Alex.

"Isabell itu seleranya produk asing juga Bro, enggak level sama produk lokal kayak kita. Maklum lah, dia juga kan produk campuran." Imbuh Alex.

"Hush! Produk? lu kata hasil pabrik? Mulut sompral lu enggak ada berubahnya Lex!" Omel Bintang.

"Hahaha, santai lah Bro" Timpal Alex dengan terbahak.

"Berarti suaminya Isabell tu orang bule Bro?" Tanya Bintang tiba-tiba.

"Ternyata masih kepo juga lu? Gue bilangin ya sama orangnya?" Ledek Alex.

"Eh, jangan! Udah-udah, yuk gabung ke sana." Ajak Bintang dengan kesal.

Namun Alex masih saja tertawa hingga akhirnya berbuah injakan mendarat dengan kencang di tempurung kakinya.

"AWWWW ...! SAKIT TAU?!" Pekik Alex kesakitan dan kontan melotot ke arah Bintang yang pura-pura tak tahu.

"Makanya jangan ngakak terus tu mulut, apalagi kalo sampe bocor ke Isabell. Gue nanya doang, bukan kepo." Ujar Bintang lirih namun tegas.

"Iya-iya, mantan ketua OSIS galaknya kebangetan nih." Gerutu Alex.

Mereka kembali berjalan menuju lokasi utama acara itu digelar. Tampak hadirin sudah berkumpul di sana, banyak wajah yang Bintang kenal tapi dia tidak melihat sosok Restu, teman baiknya.

"Lex, Restu mana? Kok dari tadi gue enggak liat dia?" Tanya Bintang.

"Oh, Restu emang bilang enggak bisa datang katanya. Lagi sidang." Sahut Alex.

"Sidang?"

"Iya, sidang cerai. Dia kan mau cerai sama istrinya."

"Emang kenapa?"

"Tuh kan lu kepo lagi?" Ledek Alex dan akan mulai tertawa lagi namun dengan cepat Bintang membungkam mulutnya.

"Jangan ngakak terus, mau gue injak lagi kaki lu?" Ancam Bintang tak serius.

Alex menggelengkan kepala sembari mengangkat kedua telapak tangannya ke atas, tanda menyerah.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!