NovelToon NovelToon

My Posesif Husband

Chapter 1

Di salah satu sudut kota, di bawah langit malam yang menampakkan bintang-bintangnya, di bawah rembulan yang bersinar terang. Seorang gadis pekerja paruh waktu baru saja selesai dengan pekerjaannya. Dia berjalan menyusuri trotoar untuk bisa mencapai halte bus. Bus terakhir yang akan membawanya pulang.

Auris POV.

Haii, aku Auristella Leesham call me Auris. Aku anak pertama dan masih memiliki satu adik perempuan. Keseharianku tidak ada yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya, hanya saja di semester akhir ini aku harus bekerja paruh waktu untuk bisa menyelesaikan pendidikanku.

Awalnya semua berjalan normal, ayah yang bekerja diperusahaannya, ibu yang sibuk dengan urusan rumah tangga, adikku yang masih duduk di bangku SMP dan aku yang sibuk dengan perkuliahanku.

Tapi semua itu berubah saat perlahan Audi-Corps Leesham milik keluargaku, harapan satu-satunya keluargaku, hancur. Semenjak itu aku harus bekerja paruh waktu untuk bisa membiayai kuliahku sendiri karena ayahku yang terkena stroke setelah mengetahui perusahaan yang dibangunnya hancur.

Hari ini aku pulang lebih malam, ah semoga saja masih ada bus yang bisa membawaku kembali ke rumah.

Aku duduk di bangku halte yang sudah sangat seppi, hanya ada aku dan tas ranselku yang setia berada dipundakku.

Ah itu dia busnya sudah datang.

Auris POV end.

Dengan sisa tenaganya yang telah terkuras hari ini karena menyanyi sampai larut di sebuah café, Auris duduk di salah satu bangku bus. Di dalam bus itu hanya berisi 3 penumpang perempuan dan 1 penumpang laki-laki.

Perjalanan dari tempatnya bekerja menuju kerumahnya memakan waktu 30 menit. Sampai di halte, Auris masih harus berjalan sekitar 1 km untuk bisa mencapai rumahnya.

“Tok,, tok,, tok,,” Auris mengetuk pintu rumahnya.

“Apa semua orang sudah tertidur? Tapi ini baru pukul setengah sepuluh malam,” gumam Auris.

Dia mencoba lagi untuk mengetuk pintu rumahnya untuk yang kedua kalinya. Tapi sama saja, masih tidak ada jawaban.

“Ceklek.”

Daun pintu terbuka saat Auris menekannya.

“Kenapa pintu ini tidak dikunci?” tanya Auris dengan keanehan pada malam ini.

Perlahan Auris masuk ke dalam rumah sederhanya. Di ruang tamu tidak ada apapun, di ruang keluarga pun demikian. Tanpa merasa aneh Auris menuju dapur untuk mengambil minum kemudian dia membersihkan dirinya.

“Apa semua orang memang sudah tertidur?” gumam Auris sambil berjalan ke arah kamar ayah dan ibunya.

“Ya Allah, ibu, ayah!!!” teriak Auris.

Tubuhnya meluruh ke lantai dingin rumahnya. Tangannya bergetar, kakinya lunglai seperti tak bertulang, nafasnya memberat, air mata mengalir dari pelupuk mata indahnya.

Tidak ada firasat apapun, tidak ada petunjuk apapun, bahkan tidak ada pikiran akan menemui keluarganya dalam keadaan terbunuh di rumahnya sendiri.

Auris bangkit dengan sisa kekuatannya dan mendekat ke ayah dan ibunya.

“Astaga, ayah,, ibu.. jangan berpura-pura mati seperti ini. Ayo bangun, jangan pergi dari Auris,” teriak Auris saat dia tau kedua orang tuanya sudah tidak lagi bernafas.

Darah menggenang di sekitar tubuh orang tuanya. Ibunya yang tergeletak di lantai dekat kaki ayahnya dengan ayahnya yang bersandar tenang di kursi rodanya.

Auris sadar dan teringat adiknya. Secepat kilat dia pergi ke kamar adiknya.

Dibukanya pintu kamar adiknya perlahan. Dadanya kembali bergemuruh. Dengan kemampuan seadanya, dia meraba nadi adiknya yang ada di pergelangan tangan kanan.

“Ayu?” panggil Auris pada adiknya.

“Kakak, seseorang datang dan dia tiba-tiba menodongkan pistol,” jelas Ayu, adik Auris.

“Kakak sudah hubungi ambulance, kita ke rumah sakit sekarang.”

Auris fokus pada adiknya, karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Jadi, dia memprioritaskan adiknya dahulu.

...Di rumah sakit....

“Pasien terluka parah, Nona. Kita harus segera melakukan operasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang,” dokter menjelaskan setelah dilakukan foto pada Ayu.

“Lakukan apapun untuk adik saya, Dokter. Selamatkan adik saya. Saya mohon,” pinta Auris.

“Kami pasti akan berusaha."

Dokter pergi dan menyiapkan segala sesuatunya untuk operasi.

Beberapa saat kemudian, Auris dipanggil oleh seorang perawat. “Apakah mbak ini wali dari pasien tertembak atas nama Ayudia Leesham?"

“Eh iya, mbak. Saya kakaknya.”

“Baik, mari ikut saya untuk tanda tangan berkas operasinya.”

Auris tersenyum dan mengangguk.

Di meja administrasi, Auris menandatangi berkas operasi adiknya.

“Mbak, kalau untuk biaya bagaimana?” tanya Auris.

“Biayanya kemungkinan sekitar 50 juta tapi itu belum termasuk obat dan sewa ruangannya. Semakin bagus fasilitas ruangannya maka akan semakin mahal,” jelas Perawat.

“Untuk pembayarannya bagaimana?”

Perawat tersebut tersenyum. “Untuk pembayarannya mbak tenang saja, di rumah sakit ini sistem pembayarannya di akhir.”

Auris sedikit lega karena dia bisa fokus dulu pada adiknya tanpa memikirkan bayarannya. Jujur saja saat ini Auris tidak memiliki uang sebanyak itu.

“Terimakasih, Mbak.”

Auris melangkah menunggu di dekat ruang operasi. Menunggu sendiri adiknya yang sedang berjuang di dalam ruang operasi.

“Selamat malam, Nona?"

Auris mendongak dan mendapati dua orang polisi sudah ada di hadapannya.

“Iya? Selamat malam.”

“Kami dari kepolisian, kami akan meminta keterangan dari nona atas insiden yang terjadi di rumah nona. Bisa perkenalkan diri nona terlebih dahulu?"

“Saya Auris, putri sulung dari dua orang suami istri yang terbunuh dan kakak dari adik saya, Ayu. Sekarang dia masih menjalani operasi,” ucap Auris sedikit terbata.

“Tolong sebutkan nama korbannya dan kronologi bagaimana nona menemukan mereka.”

“Ayah saya Aditya Leesham sedangkan ibu saya Ayunindya. Saya menemukan mereka sekitar 15 menit sejak saya sampai di rumah, sekitar pukul 9.45 malam. Sebelumnya saya berada di Café D untuk bekerja paruh waktu menjadi penyanyi di Café tersebut. Saat saya dekati dan periksa dengan kemampuan seadanya, saya sudah tidak merasakan denyut nadi di pergelangan tangan kedua orang tua saya. Kemudian saya berlari ke kemar adik saya, Ayudia Leesham, dan saya menemukan dia masih bernafas. Kemudian saya segera menghubungi ambulance.”

“Baik, kami akan bekerja untuk menemukan pembunuh keluarga nona Auris. Selamat malam.”

Kedua polisi tersebut pergi dari hadapan Auris.

“Siapa yang sebenarnya tega melakukan hal ini?” batin Auris.

Operasi Ayu selesai pukul 1 dini hari. Tetapi, Ayu masih ditempatkan di ruang ICU agar dapat dipantai dengan baik.

Pagi hari..

Semalaman Auris tidak tidur, orang tuanya akan dimakamkan siang nanti.

Sekarang ini, ada bibi Auris, yaitu Bibi Ani yang datang saat subuh tadi setelah Auris menghubunginya.

“Bibi, aku titip Ayu sebentar ya? Aku mau lihat ayah sama ibu untuk terakhir kalinya.”

“Iya, bibi tunggu di sini.”

Selesai melihat jenazah kedua orang tuanya, Auris memilih duduk di salah satu sudut rumah sakit untuk menenangkan sejenak dirinya.

“Biaya sebesar itu? Dari mana aku mendapatkannya?” gumam Auris.

“Aku bisa membantumu, tapi kamu juga harus membantuku,” ucap seseorang mengagetkan Auris.

...****************...

Bersambung..

like comment yuk 🤗🤗

Chapter 2

“Aku bisa membantumu, tapi kamu juga harus membantuku,” ucap seseorang mengagetkan Auris.

Auris mendongak melihat seorang laki-laki yang sepertinya berusia sekitar 20-an akhir. Perawakannya yang tinggi dan tegap, rahang tegas menggambarkan bahwa dia berasal dari keluarga terpandang, dan wajah tampan yang tidak luput dari pengamatan Auris.

“Aku berbicara denganmu, kenapa kamu malah melihatku seperti itu?”

“Ahh,, maaf. Kamu tadi bilang mau bantu aku?”

“Iya, tapi kamu juga harus membantuku.”

“Memangnya kamu mau membantu ku bagaimana?” tanya Auris.

Laki-laki tersebut berjalan mendekati Auris dan duduk di sebelah Auris.

“Kenalin, aku Aziel,” ucap Aziel sambil menyodorkan tangan kanannya.

“Auris,” Auris menjawab sambil menerima tangan Aziel.

“Aku tau kamu sedang kesulitan mengenai biaya operasi adik kamu. Aku juga tau kedua orang tua kamu meninggal karena pembunuhan. Aku akan menanggung semua biaya rumah sakit ini, aku juga akan membiayai kuliah kamu sampai selesai dan satu lagi aku akan membantumu menemukan pelaku pembunuh keluargamu.”

Auris tertarik dengan laki-laki yang ada di sebelahnya itu. “Dari mana dia tahu segalanya tentang kejadian hari ini?” batin Auris.

“Heii, aku berbicara denganmu tapi kamu malah diam.”

“Ehhh maaf, aku sedang berfikir saja.”

“Berfikir apa?”

“Dari mana kamu tahu tentang kejadian hari ini?”

Aziel tersenyum mendengar pertanyaan Auris. “Aku melihatmu datang ke rumah sakit ini dengan ambulance malam tadi. Karena penasaran aku mencari tahu dari pihak rekam medis. Dari situ aku mengetahuinya.”

“Ooo,, lalu apa yang harus aku lakukan seperti yang kamu katakan tadi?"

Aziel memerhatikan Auris dalam-dalam dan seakan bersiap akan mengatakan sesuatu. “Aku akan membantumu menyelesaikan masalah ini, tapi kamu harus membayar nya dengan kemampuanmu.”

Auris masih tidak mengerti dengan maksud Aziel. “Kemampuanku? Kemampuan apa yang kamu maksud?”

“Aku tahu kamu mahasiswi teknik yang sangat berprestasi di kampusmu, tapi kamu selalu menolak beasiswa yang diberikan kampusmu dan memilih bekerja paruh waktu. Aku tidak tahu kenapa kamu menolaknya padahal kamu membutuhkan itu,” Aziel diam sejenak.

“Jadi aku minta kamu membantuku menemukan pelaku yang membuat kedua orang tuaku koma, mereka sedang di rawat juga di rumah sakit ini.”

“Laki-laki ini sangat misterius, dia tiba-tiba datang menawarkan bantuan dan seakan dia tahu keseharianku,” batin Auris lagi.

“Heii,, kenapa kamu hobi sekali diam saat aku sedang berbicara?”

“Eh iya-iya, baiklah aku akan membantumu. Tapi aku butuh kronologi kecelakaan yang menimpa kedua orang tua kamu. Semuanya secara lengkap.”

“Aku akan menceritakannya, tapi tidak di sini. Kita harus mengurus seseuatu dulu. Ayo ikut aku.”

“Kemana?”

“Ikut saja, kamu akan tahu.”

“Baiklah, sebentar aku pamit ke bibi Ani dulu.”

Sakarang mereka berada di mobil Aziel sedang menuju ke suatu tempat yang masih belum diketahui Auris.

“Tunggu!!” teriak Auris saat mengetahui mobil mereka berhenti di mana.

“Kenapa?”

“Kenapa kamu bawa aku ke sini?”

“Ya kita akan mengurus berkas pernikahan kita. Sekretaris pribadiku sedang ada urusan jadi aku tidak bisa meminta bantuannya.”

“Menikah? Apa-apaan ini? aku bahkan belum kenal kamu sebelumnya tiba-tiba kamu ngajak aku nikah. Gakk,, aku gak mau nikah sama kamu.”

“Kalau gak mau yaudah, cari sendiri uang buat adik kamu.”

Tidak ada suara yang keluar dari mulut Auris. Aziel memutuskan menyalakan kembali mesin mobilnya dan hendak menjalankannya.

“Tunggu, katakan kenapa aku dan kamu harus menikah?” tanya Auris dingin.

“Aku harus memastikan kamu tidak lari dari tanggung jawab mu. Kita akan bercerai setelah misi kita selesai. Selama itu aku tidak akan menyentuh kamu.”

“Misi yang mana?”

“Aku menemukan pelaku yang menyerang kedua orang tuaku dan kamu menemukan orang misterius yang menghancurkan perusahaan keluargamu serta membunuh ayah dan ibumu secara misterius.”

“Laki-laki ini memang benar-benar mengetahui tentang diriku. Siapa dia sebenarnya?” batin Auris.

“Baiklah, kita akan bercerai setelah misi kita sama-sama selesai.”

“Deal?”

“Deal!!.”

Mereka berjabat tangan. Kemudian mereka berdua mengurus berkas-berkas pernikahan mereka. Sampai sore hari mereka baru kembali ke rumah sakit, karena mereka tadi menghadiri dahulu pemakaman kedua orang tua Auris.

“Auris, bibi sudah mendapatkan pinjaman dari majikan bibi, untung saja majikan bibi baik sekali. Kamu bisa gunakan dulu untuk membayar biaya pengobatan Ayu.”

“Tidak perlu, Bibi. Auris sudah sangat bersyukur karena bibi mau menemani Auris. Auris sudah mendapatkan uangnya.”

“Dari mana kamu mendapatkannya, Nak?”

Kemudian Auris menceritakan perjumpaannya dengan Aziel sampai pernikahan mereka. Namun, Auris tidak menceritakan perjanjian yang dia buar bersama Aziel.

“Kamu yakin dengan keputusan kamu, Nak?”

“Aku yakin bi, bibi doakan semoga aku tidak salah mengambil keputusan."

“Baiklah, bibi akan selalu mendoakan kamu. Bibi harus pulang sekarang ke rumah majikan bibi, Nak.”

“Iya bibi. Bibi hati-hati di jalan. Besok tidak usah ke sini, bi. Auris udah ambil cuti kuliah buat 3 hari ke depan, jadi Auris bisa jaga Ayu dulu.”

Bibi Ani mengangguk kemudian memeluk Auris sebelum menghilang di balik pintu ruang perawatan Ayu.

Di dalam tinggal Auris bersama Ayu yang masih memejamkan matanya. Auris termenung dengan pikirannya sendiri.

Auris POV.

Aku nggak tau ini salah apa bener. Aku nggak tau dia siapa dan apakah dia berasal dari keluarga yang baik atau bukan. Pernikahan ini hanya sementara Auris, kamu hanya perlu mengeluarkan semua kemampuanmu dibidang komputer dan kamu akan segera memecahkan misi ini.

Kamu juga tidak bekerja sendiri Auris, Aziel akan membantumu. Bukankah kamu juga sangat ingin menemukan pembunuh keluargamu dan penghancur perusahaan Leesham?

Baiklah Auris kamu bisa.

Auris POV end.

Auris duduk di kursi dekat tempat tidur adiknya sambil melihat acara televisi yang menayangkan kartun kesayangannya, yaitu dua bocah botak. Auris menangkap suara seseorang memanggilnya lirih.

“Ayu!! Tunggu sebentar, kakak panggil dokter.”

Ternyata Ayu sudah membuka matanya dan Auris segera memanggil dokter jaga malam itu.

“Kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk pasien. Besok pagi kita bisa memulai pemeriksaan lanjutannya. Untuk sekarang biarkan pasien beristirahat dahulu. Jangan terlalu banyak bergerak.”

“Terimakasih banyak, Dokter,” ucap Auris diangguki oleh dokter tersebut kemudian dokter itu keluar dari ruangan Ayu.

Saat ini Auris sangat-sangat bersyukur, setidaknya masih ada adik yang sangat disayanginya yang akan selalu mendukungnya.

“Kakak, apa yang terjadi?”

“Sssst,, jangan banyak bergerak dulu sayang. Lebih baik kamu tidur lagi karena ini sudah sangat malam.”

Tanpa banyak bertanya, Ayu menuruti perkataan kakaknya.

“Aku tidak tau bagaimana caranya memberitahu adikku ini tentang ayah dan ibu yang sudah tiada. Besok aku akan mengatakannya pada Ayu,” gumam Auris dalam hati.

“Ternyata adik kamu sudah siuman, syukurlah!!” kata seseorang yang sebenarnya dari tadi berdiri di luar ruangan Ayu dan mengamati Ayu serta Auris melalui celah jencela di ruangan itu.

...****************...

Bersambung..

like comment 😁🤗

Chapter 3

“Kakak Auris, ayah dan ibu baik-baik saja kan?” tanya Ayu yang sepertinya pagi ini dia sudah merasa sangat baik. Mungkin ini juga karena pelayanan maksimal dari rumah sakit.

“Makan dulu, Ayu,” saat ini Auris sedang menyuapi adiknya untuk memakan sarapan yang disediakan rumah sakit.

“Aku sudah menghabiskan banyak makanan, sekarang kakak juga harus makan.”

Auris menurut dan memakan makanan yang sempat dibelinya di kantin rumah sakit.

“Ayu, kakak ingin mengatakan sesuatu. Tapi, Ayu harus berjanji pada kakak kalau Ayu nggak akan bersedih.”

“Apa kak?”

“Ibu dan ayah sudah meninggal, mereka sudah dimakamkan kemarin. Kamu juga harus bersaksi atas kejadian ini karena hanya tinggal kamu satu-satunya saksi yang bisa memberikan keterangan.”

Ayu yang masih kecil memang merasa terpukul akan kepergian kedua orang tuanya yang secara bersamaan ini.

“Kakak berbohong, bukan? Ibu dan ayah masih hidup kak. Mereka hanya berpura-pura mati,” lirih Ayu menahan air matanya.

Auris memeluk adik satu-satuya itu. “Kakak tidak berbohong, saat Ayu sudah baikan nanti, kakak akan ajak Ayu ke makam ibu dan ayah. Ingat, Ayu nggaj boleh sedih.”

“Jadi ibu dan ayah sudah pergi untuk selamanya?”

“Sstt, masih ada kakak yang akan selalu menyayangi Ayu. Ayo kita bersiap-siap karena kamu harus menjalani serangkaian pemeriksaan.”

Masih ada kesedihan diraut wajah Ayu.

Ayu POV.

Malam itu seperti berbeda dari malam-malam sebelumnya. Aku berada di kamarku sedang belajar untuk menyiapkan ujian esok harinya. Aku mendengar suara asing yang terdengar mengerikan dari ruangan kamar ayah dan ibu.

Karena penasaran, aku putuskan untuk melihat ke kamar ayah dan ibu. Tapi saat aku sampai di kamar ayah dan ibu, aku sudah melihat ayah dan ibu berlumur darah di lantai kamarnya. Aku berlari mendekat dan memeriksa ayah dan ibu.

Awalnya ibu masih bernafas, kemudian aku lari keluar untuk meminta pertolongan. Baru saja aku menyentuh daun pintu, ada seseorang yang menarikku dan membekap mulut ku dengan sangat kuat. Dia menggunakan topeng dan pakaian yang serba hitam. Aku fikir awalnya dia malaikat Izrail, karena aku pernah mendengar cerita bahwa malaikat Izrail akan berpakaian serba hitam atau serba putih.

Dia terus membekap mulutku dan membawaku ke kamarku. Aku banyak bergerak bermaksud untuk memberontak. Dia membawaku masuk dan mengunci pintu kamarku. Aku masih terus memberontak dan berteriak.

Dia menembakku, tapi tembakan pertamanya meleset dan hanya mengenai bahu kiriku. Aku berusaha kembali untuk lari, tapi sayangnya tembakan keduanya mengenai tepat di punggung belakangku dan aku langsung ambruk. Setelah itu aku tidak lagi mengingat, yang aku ingat hanya saat kakak datang dan membawa ku ke rumah sakit.

Ayu POV end.

“Ayu?” panggil Auris karena adiknya diam termenung.

“Eh iya kak,” jawab Ayu.

“Kamu kenapa diam?"

“Aku hanya mengingat malam itu kak.”

“Sudahlah, jangan terlalu diingat. Kakak akan selalu berusaha melindungi kamu.”

“Terimakasih, kak. Emm ngomong-ngomong biaya pengobatanku siapa yang membayar kak?”

Auris mendongak menatap adiknya. Dia berusaha menyusun kata-kata untuk mengatakan yang sebenarnya pada adiknya. Biar bagaimana pun Auris menyadari bahwa yang dia punya sekarang hanya Ayu.

“Biaya pengobatan kamu sudah dilunasi oleh teman lama kakak. Dia minta imbalan kepada kakak untuk membantunya mengungkap penjahat yang mencelakai keluargany dan dia juga akan membantu kita menemukan si pembunuh.”

“Ah syukurlah, jadi kita tidak akan punya hutang karena kakak akan membyarnya dengan kemampuan kakak. Aku yakin kakak pasti akan bisa menemukan pembunuh itu.”

“Doakan saja sayang.”

Auris bersiap bersama Ayu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atas keadaan Ayu.

Di Kamar Lain

“Mom, bangun mom. Come wake up, please!! Apa mommy tidak lelah terus-terus an tidur seperti ini? Daddy juga, kenapa kalian berdua kompak menutup mata seperti ini? ayolah, Lina sudah sangat merindukan kalian. Ini bahkan sudah tiga bulan.”

“Elina.”

Gadis yang tadi sedang berbicara dengan mommy dan daddynya mendongak karena merasa namanya dipanggil oleh orang yang sangat dia kenal suaranya.

“Aku merindukan mommy dan daddy, Kak. Kenapa mereka tidak juga membuka mata padahal ini sudah bulan ke tiga.”

“Bersabarlah, jangan berhenti mengajak mommy dan daddy berbicara. Dokter bilang itu cara yang baik untuk merangsang saraf mommy dan daddy.”

“Tentu saja aku akan selalu mengajak mommy dan daddy mengobrol walaupun mereka tidak menjawab ucapanku.”

“Kakak harus ke perusahaan, nanti kakak akan kembali dengan seseorang yang akan membantu kita.”

Elina yang merupakan adik satu-satunya Aziel mengangguk dengan ucapan kakaknya. Elina merupakan anak kedua keluarga Bio. Aziel D Bior dan Elina L Bior.

Aziel keluar dari ruangan rawat kedua orang tuanya. Di lorong rumah sakit, dia bertemu dengan Auris yang sedang mendorong kursi roda adiknya.

“Auris!!!” panggil Aziel.

Auris menoleh dan melihat Aziel tengah berlari ke arahnya, sehingga dia memilih berhenti dan menunggu laki-laki yang sudah juga sekaligus akan menolongnya itu.

“Aziel?”

“Iya, ini adik kamu?”

“Ah iya, ini kenalkan Ayu.”

“Ini siapa kak?” tanya Ayu penasaran dengan Aziel.

“Ini teman lama yang kakak ceritakan, namanya kak Aziel, dia yang membantu kakak membayar biaya pengobatan kamu,” jelas Ayu.

“Oooh.. hay kak, aku Ayu adiknya kak Auris. Terimakasih kakak sudah membantu kakakku.”

“Tidak masalah, oh iya kalian mau kemana?”

“Kami mau ke ruangan dokter Deril, Ayu harus di periksa secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada efek apapun karena operasi kemarin,” jelas Auris pada Aziel.

“Oh baiklah. Emm,, Auris, petang nanti aku akan mengajakmu bertemu dengan seseorang. Aku harap kamu bisa.”

Auris melihat ke arah Ayu. “Di mana? Aku tidak bisa meninggalkan Ayu sendirian.”

“Tenang saja, hanya di ruangan Paviliun Dharma. Ruangannya ada di sebelah utara paling ujung. Kamu bisa membawa adikmu.”

“Baiklah, petang nanti aku akan ke sana."

“Oke, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa nanti.”

Auris tersenyum membalas sapaan Azil.

“Adik kecil jangan terlalu banyak bergerak agar luka-luka mu bisa segera pulih,” nasihat Aziel pada Ayu .

“Pasti, Kak,” jawab Ayu sambil tersenyum.

“Ayo, Kak Auris.”

“Iya ayo.”

“Dia baik ya kak? Coba aja dia nanti yang jadi suami kakak, pasti Ayu ikutan bahagia punya kakak ipar yang baik banget kayak kakak Aziel.”

“Hhhh,” tawa Auris. “Sekarang ini, Ayu hanya boleh fokus kepada kesembuhan Ayu. Jangan memikirkan yang lain.”

“Baiklah kakakku.”

“Kakak memang akan menikah dengan dia, tapi itu hanya pernikahan sementara sampai misi ini selesai dan kita akan bercerai. Apakah keputusanku ini benar? Aku akan mempermainkan pernikahanku sendiri? Haahhhh semoga saja jalan yang aku ambil nanti adalah yang terbaik,” batin Auris sambil mendorong kursi roda adiknya.

Pemeriksaan untuk Ayu telah selesai dan hasilnya akan dijelaskan oleh dokter Deril malam nanti. Sekarang Auris akan menuju ruangan yang diberitaukan Aziel siang tadi bersama dengan Ayu.

“Tok..tok..tok,” ketuk Auris pada pintu ruangan Paviliun Dharma.

Pintu terbuka, menampilkan seseorang dari dalam.

“Kak Auris?!*

...****************...

Bersambung….

jangan lupa like dam comment ya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!