NovelToon NovelToon

Kejaran Cinta Zarania

Bagian 1

"Zaraaaaaaa.." teriak Dewi sang ibu tiri selalu terdengar di setiap pagi sekaligus gedoran di pintu kamar Gadis yang berusia 17tahun dan duduk di bangku kelas 2 SMA.

Setiap pagi memang suara Dewi selalu melengking tinggi kala belum mendapati wajah anak tirinya itu,padahal meskipun belum menampakkan wajahnya Sang anak tiri juga sudah bangun dan telah rapi memakai seragam sekolahnya didalam kamar.

Ya Zara memang selalu bangun pagi bahkan ketika hari libur pun ia tidak pernah berani untuk bangun siang,karena ia sadar diri hidup dengan siapa ia saat ini.

Ia memang tinggal di rumah peninggalan ayahnya tapi bersama ibu tiri dan saudara tiri yang satu sekolah dengannya bahkan berada dikelas yang sama.

Mau bagaimana lagi?ia tidak bisa berbuat apa-apa kala ayah kandungnya sendiri merubah sertifikat rumah menjadi nama ibu tirinya itu.

Menyakitkan bukan?sudah memberikan ibu tiri yang jahat dan ketika sudah tiada pun ayahnya itu malah lebih memberikan hartanya kepada istri kejamnya itu yang bahkan menjadikan Zara seperti pembantu di rumah yang seharusnya menjadi miliknya,karena rumah itu adalah hasil jerih payah mendiang ibu kandungnya ketika masih hidup.

Semasa hidup Ibu kandung Zara memang seorang pemilik restoran yang sukses meski kesuksesan dan keberhasilannya itu tidak pernah dihargai oleh sang ayah yang malah bersenang-senang menghamburkan uang milik ibunya dengan wanita selingkuhan nya yang akhirnya dinikahi ketika ibunya meninggal.

Dan wanita jahat itulah yang sekarang makin menjadi tingkahnya kepada Zara apalagi ketika ayahnya itu meninggal karena sakit.

Sungguh menyakitkan memang,disaat detik terakhirnya itu ayahnya malah memintanya untuk menuruti semua yang dikatakan oleh sang ibu tiri seolah tidak mau tahu bahwa anak kandungnya itu akan terus mengalami penderitaan yang lebih menyakitkan dari semasa dia hidup.

"Zaraaa!!" lagi-lagu suara gedoran makin kencang terdengar,sepertinya Dewi sudah kehilangan kesabarannya karena Zara tak kunjung membuka pintu dan menunjukkan wajahnya.

Didalam kamar Zara yang memang sedang merapikan tempat tidur hanya melirik kearah pintu yang masih ia kunci,sengaja dikunci karena ketika tidak dikunci ibu tirinya itu akan langsung nyelonong masuk dengan segala sumpah serapah dari mulut pedasnya yang tidak pernah memikirkan perasaan orang sedikitpun.

Stelah selesai merapikan tempat tidur pun langsung bergerak santai menuju pintu dan membukanya.

"Ngapain aja kamu dari tadi di panggil nggak keluar juga?!"wajah kemurkaan seolah langsung menjadi sarapan pagi bagi Zara.

"Zara lagi beresin kasur tante."sahut Zara tenang dengan panggilan tante pada ibu tirinya itu.

Ya dari awal memang Zara memanggil wanita yang menikah dengan ayahnya itu dengan sebutan tante, apalagi masalahnya jika bukan karena Zara merasa tidak pantas wanita jahat bagaikan titisan setan itu ia panggil ibu,karena bagi Zara ibunya hanya satu dan tidak akan pernah ada siapapun yang bisa menggantikan mendiang ibunya itu.

"Alasan!!emang kamu nya aja yang males,tiap hari harus diteriakin dulu baru mau bangun."omel Dewi kencang seraya mencubit lengan Zara yang membuat Zara merasakan sakit tapi gadis itu memilih untuk menahannya karena memang sudah terbiasa dengan perbuatan sang ibu tiri yang selalu main tangan terhadapnya.

"Cepat bikin sarapan sana."perintah Dewi seraya menyeret Zara turun.

"Tapi Zara harus segera pergi sekolah ada tugas yang harus dikerjakan." Zara dengan cepat menepis tangan sang ibu tiri dan berlari menghindari wanita itu yang sudah membelalakkan matanya dengan seram.

Zara yang tak perduli terus saja berjalan keluar luar rumah bahkan ia masa bodo dengan segala ancaman yang diteriakkan oleh Dewi untuk dirinya.

"Kenapa Mah?"Sadira saudara tiri Zara yang baru keluar dari kamarnya dengan masih memakai pakaian tidur pun seperti terusik dengan suara ibunya itu yang memang mengganggu tidurnya yang masih pulas tadi,bahkan sebenarnya jika ia tidak mendengar kegaduhan dari luar kamarnya SaDira tidak berniat untuk bangun dari mimpi paginya yang sedang bertemu dengan pangeran berkuda yang tampan dan juga gagah.

"Zara tuh,ibu suruh buat sarapan malah kabur." sentak Dewi seraya kembali masuk kedalam rumah.

"Kamu baru bangun?" tanya Dewi ketika melihat penampilan anaknya yang masih memakai piyama berwarna pink.

Dira menyunggingkan senyumnya seraya memeluk pinggang ibunya dan mendorong wanita itu menuju dapur.

"Dira laper." katanya dengan nada manja.

"Ya sudah mamah buatkan nasi goreng,sana kamu mandi siap-siap sekolah."tukas Dewi menuruti permintaan anaknya yang memang sangat ia manjakan itu.

Perlakuan yang sangat berbeda jauh dengan yang diterima oleh Zara yang memang hanya anak tirinya.

Apapun yang Sadira minta dan katakan Dewi akan menurutinya seperti Dira adalah seorang putri kerajaan,ia minta barang apapun akan dituruti sekalipun dengan harga yang mahal tentu saja dengan menggunakan uang yang seharusnya menjadi milik Zara.

Sedangkan Zara ketika meminta pada Dewi tidak ada satupun yang dituruti,bahkan terkahir kali ketika laptop yang dimiliki oleh Zara rusak dan meminta uang untuk memperbaikinya Dewi pun tidak memberikan sepeser uang pun.

Jangankan untuk memperbaiki laptop untuk membayar SPP sekolah saja Zara harus gencatan senjata lebih dulu dengan Dewi untuk mendapatkannya.

Beruntung Zara bukanlah gadis yang lemah,ia sesekali bisa melawan Dewi serta Dira meskipun akhirnya Zara harus kalah karena dua orang itu yang semakin menjadi jika Zara menimpali.

Dewi membuat nasi goreng dengan mulut yang terus mengoceh memaki Zara yang sudah pergi ke sekolah.

"Dasar anak nggak tahu diri,udah diurusin dari kecil pas besar malah ngelawan." maki Dewi dengan gerakan tangannya yang mengaduk nasi didalam penggorengan.

"Mana mah,aku udah laper."Dira sudah turun dengan menggembol tas sekolahnya.

Dewi berbalik sambil menyendokkan nasi yang sudah matang kedalam piring.

Kepulan asap menambah ketidak sabaran Dira untuk segera melahap sarapan buatan sang ibu.

Kedua orang itu makan dengan lahap tanpa memikirkan Zara yang perutnya keroncongan karena belum memasukkan apapun kedalam perutnya.

Bahkan Zara harus berjalan kaki agar bisa sampai ke sekolah lebih pagi karena memang ia membantu ibu kantin sekolah,meskipun hanya sekedar mencuci piring kotor serta peralatan masak yang lainnya dan diberi upah sekedarnya tapi itu cukup untuk membantu Zara untuk membeli keperluannya sendiri,bahkan ia juga dapat makan di sana.

Zara berjalan di trotoar menuju sekolah yang lumayan jauh dari rumahnya.

"Dasar nenek lampir." gerutu Zara kalau melihat tangannya biru bekas cubitan sang ibu tiri.

Dielus-elusnya tangan itu guna mengurangi rasa sakit yang terasa sambil terus melangkah menuju sekolah.

Pintu gerbang masih tertutup dan penjaga sekolahnya pun sigap membuka untuk Zara yang memang sudah sangat ia kenal.

"Selamat pagi bapak Saryono." sapa Zara dengan senyum manisnya.

"Selamat pagi juga neng Zara." senyum hangat yang tidak pernah didapatkan Zara dari mendiang ayahnya terukir jelas di wajah lelaki tua di depannya.

"Langsung ke kantin?" tanya Saryono yang sudah tahu untuk apa Zara datang sangat pagi jika bukan membantu kantin sekolah.

"Iya dong." jawab Zara dengan wajah ceria.

"Zara ke kantin ya pak." lanjut Zara yang langsung pergi menuju kantin setelah diangguki oleh sang penjaga sekolah.

***************

Bagian 2

Gadis yang terkenal ceria disekolah nya itu mulai sibuk mencuci peralatan masak yang sudah menumpuk menunggu kedatanganya.

"Kamu udah sarapan belum Zar?" tanya wanita yang biasa Zara panggil Mbak Mayang, selain karena keinginan Mayang yang tidak ingin dipanggil ibu oleh Zara karena merasa terlalu tua untuknya yang berumur 25tahun dan memiliki satu orang anak balita.

Sebenarnya pemilik kantin sebenarnya adalah orang tua Mayang namun ketika ibunya meninggal dan ayahnya sudah sakit-sakitan Mayang lah yang mengambil alih untuk mengelola kantin yang akan ramai pada waktu pagi dan jam makan siang.

"Belum mbak." sahut Zara dengan tangan yang sudah bersiap untuk membersihkan peralatan yang kotor didepannya itu.

"Sarapan dulu aja." ucap Mayang begitu perhatiannya pada Zara karena ia sedikit tahu bagaimana nasib gadis muda itu saat ini.

"Nanti aja mbak, aku selesaikan ini dulu."

"Ya udah deh, tapi nanti kalau lapar langsung makan aja ya." imbuh Mayang seraya berjalan kearah depan untuk membersihkan meja tempat makanan yang ia letakkan.

"Iyaa." pungkas Zara lalu mulai sibuk dengan kegiatan rutinnya di kantin itu.

Jam mulai beranjak maju dan anak-anak sekolah pun sudah mulai berdatangan suara-suara mulai mengisi sekolah yang ketika Zara datang masih sangat sepi bahkan pintu sekolah pun sebagian masih ada yang tertutup.

"Zara." panggil mbak Mayang ketika Zara masih juga sibuk dengan pekerjaan yang lain padahal pekerjaan yang utamanya hanyalah mencuci perangkat masak dan itupun sudah selesai ia kerjakan.

Zara menengok ke arah suara yang berasal dari arah depan tempat etalase makanan yang dijual di kantin.

"Kenapa mbak?" pekik Zara dengan suara yang tidak terlalu keras namun juga tidak pelan.

"Kamu sarapan dulu, sebentar lagi jam sekolah loh." mengingatkan Zara tentang jam pelajaran pertama yang akan segera dimulai.

Zara menyangkutkan serbet yang tadi ia pakai untuk mengelap meja dipaku yang menonjol ditembok.

"Mbak, Zara mana?" tanya salah satu teman Zara yang baru saja datang bernama Saipul si pria hitam manis yang sudah setahun ini berteman baik dengan Zara bahkan kerap kali mentraktir gadis itu karena dia tahu Zara tidak cukup beruntung seperti dirinya yang masih memiliki orang tua yang komplit dan kondisi keuangan yang terbilang sangat cukup bahkan sepertinya berlebihan.

"Noh dibelakang." sahut mbak Mayang seraya mengangkat dagunya menunjuk keberadaan Zara di dapur.

"Ipul boleh kebelakang nggak mbak?" tanya Saipul lebih dulu sebelum nyelonong masuk.

"Biasanya juga langsung nyerbu aja ke dapur nggak pakai ijin segala." cibir Mayang kepada teman akrab Zara itu.

Ipul cengengesan memamerkan deretan gigi yang terlihat sangat berlawanan dengan warna kulitnya itu dan lelaki remaja itupun berangsur masuk melewati Mayang yang tengah melayani pembelinya yang berseragam putih abu-abu.

"Woy." ketika di dapur si Ipul langsung saja mengagetkan Zara yang sedang menyiapkan makanan kedalam mulutnya namun karena kaget membuat sendok itu jadi bergetar dan makanan yang ada diatasnya jatuh mengotori seragam sekolahnya.

"IPUUUUUULLL." teriak Zara kencang dengan delikan matanya kearah Saipul.

"Iih sorry nggak sengaja." kata Ipul panik lalu menyambar tisu dan membantu Zara untuk membersihkan makanan yang tercecer di seragamnya.

"Tuh nggak bisa hilang kan jadinya." keluh Zara ketika baju putihnya kini tercetak noda warna kuning dari kuah sayur yang ia makan.

Noda kunyit itu sepertinya akan sulit untuk dibersihkan apalagi di pakaian yang berwarna putih itu.

Ipul bergegas mengambil air dan malah membasahi pakaian Zara hingga gadis yang tadi masih duduk menjadi berdiri karena terkejut dengan yang dilakukan oleh Ipul sekarang ini.

"Jadi basah semua Saipuuuulll." lengkingan suara Zara makin mengeras ketika kini kemeja sekolahnya sudah basah di bagian dadanya.

"Sengaja banget kayak nya lu Pul bikin seragam gue jadi kotor begini." omel Zara dengan kekesalan yang sudah tak terbatas kepada Saipul.

"Hehehe sorry,beneran nggak sengaja gue Za." lagi tangan Saipul mencoba untuk membersihkan baju Zara dengan tisu yang dibasahi olehnya karena berpikir itu akan membantu untuk menghilangkan noda berwarna kuning yang malah makin melebar.

Mata Zarania membuka lebar manakala tisu yang basah itu menjadi hancur dan makin membuat seragam sekolahnya tak karuan lagi warnanya.

"Stop Pul stoooooooop." pekik Zara seraya menahan tangan Ipul untuk tidak lagi bergerak di atas seragam sekolahnya.

"Malah tambah kotor saipuuuuuuul." tukas Zara sambil melihat frustasi kepada Saipul lalu ke arah seragam nya.

Saipul malah menggaruk kepalanya kebingungan sendiri dengan perbuatan yang sungguh tidak ia sengaja.

"Gue pakai baju apa sekarang? masa kayak gini Pul?" keluh Zara mengibas-ngibas baju putihnya.

"Ahhhh rese lu emang." kesal Zara seraya mengambil tisu kering dan ia gunakan untuk menghilangkan bekas tisu basah yang hancur di bajunya itu.

"Kita beli aja deh yuk, tuh di depan kan ada toko buku, ada seragam sekolah juga." akhirnya Saipul berinisiatif untuk bertanggung jawab.

"Nggak ada uang." sentak Zara kesal sambil terus sibuk dengan seragamnya.

"Gue yang bayar, anggap aja gue ganti rugi." kata Ipul merasa bersalah.

"Nggak usah, biarin aja begini nanti juga kalau udah kering nggak begitu kelihatan noda nya." tolak Zara yang memang tidak pernah ingin merepotkan temannya itu apalagi sampai harus menggantikan seragamnya yang kotor.

Toh di rumah juga ia masih memiliki satu seragam lagi yang bisa ia pakai, lagian setahun lagi juga ia akan lulus, jadi buat apa membeli lagi jika pada akhirnya tidak akan terpakai lama hanya buang-buang uang saja. begitu yang ada dipikiran Zara.

"Tapi gue nggak enak." ucap Ipul dengan wajah memelasnya.

"Nggak enak jangan dimakan." seloroh Zara.

"Lu kira makanan." sungut Ipul cepat.

"Lu ngapain nyariin gue? tumben banget pagi-pagi gini." tanya Zara yang merasa tidak biasa sang teman mencarinya di pagi hari karena biasanya temannya itu pasti sedang berdiam diri didalam kelas mengerjakan tugas yang belum dikerjakan, tugas yang harus dikerjakan di rumah malah lebih sering dikerjakan disekolah oleh Saipul ini, apalagi jika bukan karena dia menyontek jawaban pada teman sebangkunya yang bernama Rangga teman Zara juga meskipun mereka tidak terlalu dekat.

Atau jika tidak ada tugas Saipul itu akan nongkrong di pinggir tangga yang menuju kelas yang ada di lantai atas menggoda siswi-siswi yang hendak ke kelasnya.

"Pulang sekolah kita nonton basket yuk?" ajak Ipul.

"Basket dimana?"

"Dih parah nih bocah, kan ada turnamen antar sekolah, sekolah kita lawan sekolah lain masa lu nggak tahu?!" omel Ipul.

Zara menggeleng polos.

Tangan Ipul menoyor kepala Zara.

"Nggak bener nih bocah, anak-anak udah ribut dari kemaren semangat banget mau nonton, apalagi sekolah yang jadi lawan kita sekarang ini terkenal sama cowok-cowok nya yang ganteng, lu nggak tertarik?" tanya Ipul seraya memainkan kedua alisnya menggoda Zara.

"Ayolaaah." paksa Ipul.

"Iya iya ya udah sana keluar." usir Zara sambil mendorong punggung Saipul.

"Oke." Ipul tertawa senang dan berlalu meninggalkan kantin menuju kelas.

**********

Bagian 3

Saat anak-anak sekolah mulai semakin ramai dan jam pelajaran pun sudah akan segera dimulai, namun seorang Zarania masih harus berkutat dengan piring yang kembali menumpuk ditempat cuci piring.

"Udah tinggalin aja, kamu masuk kelas sana sebentar lagi pelajaran mulai." kata Mayang kepada gadis yang masih saja menyabuni piring dan membilas nya.

"Sebentar lagi mbak, ini tinggal sedikit." tolak Zara dan tetap melanjutkan tugasnya.

"Nanti keburu gurunya dateng Zar."

"Biarin aja mbak paling juga disuruh berdiri doang didepan kelas." sahut Zara seraya menyunggingkan senyum manisnya kepada wanita yang berdiri di sampingnya mencoba untuk membantu membilas piring yang sudah di sabuni agar pekerjaan Zara cepat selesai dan gadis itu bisa segera ke kelasnya.

"Dasar." sungut Mayang mendengar ucapan Zara.

"Nah selesai." kata Zara dengan nyaring ketika piring kotor terakhir sudah selesai dan sudah ia bilas lalu meletakkannya ke baskom besar yang sudah disediakan.

"Aku ke kelas ya mbak." kata Zara seraya mengambil tasnya yang ia sangkut kan di paku dekat pintu masuk dapur.

"Ya udah cepat sana." suruh Mayang sambil mengikuti dibelakang gadis belia yang memang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

Sungguh ia begitu tulus menyayangi Zara bahkan saat pertama kali bertemu pun ia sudah bisa menebak bahwa Zara gadis yang baik terlebih lagi sangatlah rajin tidak pernah mengeluh meskipun ia harus menjalani hidup dengan ibu tiri serta saudara tiri yang jahat dan tak selalu menyakiti tubuh bahkan perasaannya.

"Aduh, lihat-lihat jalan dong lu." omel Sadira saat tak sengaja Zara menubruk tubuhnya dari depan.

"Yeeh elu ngapain lagian malang di pintu, ngalangin jalan tau nggak lu." Zara malah balik mengomeli saudara tirinya itu yang entah sedang apa malah masih berdiri didepan pintu kelas padahal sebentar lagi pelajaran akan segera dimulai.

"Suka-suka gue dong mau berdiri dimana juga nggak ada urusan sama elu ZARA!!!" berkata tajam setajam tatapan matanya yang begitu tidak suka pada saudara tirinya itu.

"Ya udah kalau gitu gue nggak salah dong kan elu sendiri yang kurang kerjaan mejeng disini." ketus Zara tak mau kalah.

"Ngeselin lu!" ketus Dira.

"Elu yang ngeselin." kata Zara seraya merangsek masuk bahkan ia sengaja menyenggol badan Dira hingga gadis itu terdorong kesamping.

Dira mencoba untuk menarik tas yang ada dipundak Zara tapi suara dibelakangnya cukup membuat tangannya terhenti.

"Sadira cepat duduk di bangku mu." suara guru wanita yang bernama Nurnila mengagetkan Dira dan gadis itu menoleh ke sumber suara sebelum beranjak ke bangkunya yang berada ditengah.

Zara terlihat meledek dengan mencebikkan bibirnya ke arah saudara tirinya yang membalas dengan delikan mata nan tajam.

"Ribut mulu lu." tukas Ipul ketika Zara baru saja mendaratkan tubuhnya di bangku sampingnya.

"Dia yang mulai, ngapain dia mejeng didepan pintu udah kayak model aja." sahut Zara tak Terima diomelin oleh Saipul.

"Bisa diem nggak?" rangga yang kali ini duduk di bangku depan meminta kedua temannya itu untuk menutup mulut karena pelajaran akan segera dimulai.

"Dengerin tuh temen lu ngomong." ujar Zara kepada Ipul.

"Temen lu juga Za." jawab Ipul mengingatkan Zara bahwa lelaki didepannya itu juga temannya.

"Ngapain malah jadi berdebat,gua bukan temen lu berdua, males gua temanan sama dua orang peak macam kalian." sahut Rangga yang biasanya pendiam tapi hari ini kenapa bicaranya banyak sekali bahkan berani mengomel pada dua orang di belakangnya itu.

Zara langsung melirik kearah Ipul mendengar Rangga yang pendiam mengomel.

"Ssssstttt." Ipul menempelkan telunjuknya dibibir memberi kode agar Zara diam dan tak lagi menyahuti perkataan Rangga yang sepertinya pagi ini sedang kerasukan makhluk lain didalam tubuhnya.

Zara menurut seraya mengeluarkan buku tulisnya untuk mulai mencatat apa yang sedang ditulis oleh sang guru dipapan tulis berwarna putih yang menggantung ditembok depan sana.

"Nanti pulang sekolah jadi kan?" Ipul menanyakan kembali pada Zara tentang ajakannya untuk menonton basket.

"Yang lain juga pada ikut."lanjutnya sambil tetap terfokus pada buku catatan dan mulai menulis seperti yang ditulis oleh gurunya didepan.

"Iya bawel." singkat Zara tanpa mengalihkan matanya yang bergantian melihat papan tulis dan buku agar yang ia tulis sama dengan yang ditulis gurunya.

Saipul tersenyum sumringah kala mendapat kepastian dari sang teman dia pun kini dengan tenang mengerjakan tugasnya sebagai seorang murid sekolah.

Jam 12 siang bel istirahat berbunyi membuat semua siswa-siswi lantas berhamburan keluar kelas menuju tempat yang mereka inginkan, ada yang ke kantinnya tentu untuk jajan atau sekedar nongkrong saja ada juga yang hanya duduk-duduk di kelas membicarakan satu hal yang membuat mereka kadang tertawa kencang.

Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Zara saat ini, ia pun berlari kencang menuju kantin tetapi bukan untuk makan atau duduk-duduk melainkan mengerjakan pekerjaannya karena ia yakin saat ini piring kotor sudah menunggu dirinya.

"Mau kemana Zaraaa?" teriak Ipul melihat sang teman begitu terburu berlarian di lorong kelas.

"Kantin." sahut Zara seraya berlari mundur untuk melihat Ipul.

"Ikut." Ipul ikut berlari menyusul Zara dan kini mereka bersebelahan menggerakkan kakinya dengan cepat.

"Traktir gue ya." pinta Ipul dengan kerlingan sebelah matanya.

"Gue mau nyuci piring, bukan mau jajan." bentak Zara pada sang teman.

"Anak orang kaya malah minta traktir, yang ada juga elu traktir gue sini, hitung-hitung gantiin baju gue yang dibuat jadi kayak begini." Zara menunjukkan baju putihnya yang kini ada waran kuning dengan bentuk tak jelas.

"Yeuuh tadi mau gue gantiin elu nya yang nggak mau." gerak kaki mereka melambat dan berubah menjadi jalan ketika sudah mendekati kantin yang sudah ramai karena sudah terdengar suara tawa dari sana.

"Gue nggak mau baju baru." ucap Zara kemudian.

"Ya udah gue traktir deh, lu mau makan apa?" tanya Ipul.

"Bakso." sahut Zara cepat.

Ipul mengernyitkan keningnya.

"Kan disini nggak ada bakso Za." tukas Ipul.

"Adanya diluar gerbang kalau bakso."

"Ya kita beli diluar lah." tutur Zara.

"Ya udah ayok." ajak Ipul.

"Nanti aja pulang sekolah sekalian kita nonton basket." sahut Zara akhirnya karena ia tahu sekarang ini ia harus melakukan pekerjaannya, ia tidak bisa begitu saja pergi makan bakso dan lalai pada pekerjaan yang membuat ia bisa menghasilkan uang meskipun tidak banyak.

"Oh yaudah oke kalau gitu." Ipul mengacungkan jempolnya dan masih menguntit Zara yang akan menuju dapur kantin.

***********

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!