NovelToon NovelToon

DUNIA KEDUA.

1. Perdebatan Di UGD.

Baru saja aku ingin merebahkan tubuhku yang lelah, karena seharian ini begitu banyak pasien di UGD rumah sakit Trina Yuan yang aku tangani. Rumah sakit terbesar yang berada di kota A. Terdengar jelas ketukan yang memburu dari balik pintu pada ruang jaga milikku.

"Dokter Cally...dokter Callysta...!" Gedoran dari balik pintu.

Aku menarik dan menghembuskan nafasku dengan berat. Aku segera bangkit dari tidurku dan melangkah menuju ke pintu.

"Iya...Apa ada pasien lagi...?" Tanyaku setelah membuka pintu dan bertanya pada perawat Via.

"Iya dokter...pasien darurat...!!" Jawabnya dengan nafas yang memburu karena lelah berlari.

Aku menghela nafas pasrah. "Aku tahu semua pasien UGD itu pasien darurat perawat Via." Jawabku sembari menutup mulut yang menguap karena mengantuk dan lelah.

"Iya dokter, saya juga tahu...tetapi ini pasien bukan cuma darurat, tetapi pasien VVIP." Balas perawat Via yang masih mengatur jalan nafasnya agar cepat netral.

Sedangkan aku masih setia berdiri di depan pintu melihat perawat Via.

"Aaahhh...kan kau tahu sendiri peraturan rumah sakit ini, kalau pasien VVIP akan di tangani langsung oleh dokter Tian, kenapa mencari ku?"

"Ini perintah langsung dari dokter kepala rumah sakit, dokter Cally. Dokter Tian tidak bisa di hubungi." jawab perawat Via yang terus memasang wajah cemasnya.

"Apa kau yakin?"

"Sangat yakin sekali, dokter Cally. Untuk apa saya mencari anda kalau tidak yakin? Ayo dokter, pasiennya sudah di UGD dan sudah di tangani sementara oleh dokter Zika!!"

Dengan terpaksa aku pun segera menutup pintu ruang jaga ku. Berlari kecil mengikuti perawat Via yang berlari lebih dulu di depan ku menuju ke UGD.

Sampai di UGD, aku melihat banyak sekali pria yang berpakaian jas serba hitam berjaga disana. Aku hanya melangkah begitu saja melewati semua pria berjas hitam tersebut, dan mendekati pasien yang sudah tidak sadarkan diri. Penuh akan bersimpah darah di bagian dada yang sedang di tangani oleh dokter Zika.

Pasien tersebut seorang pria sekitaran 35 tahun. Memiliki wajah tampan, putih, dan terlihat dari postur tubuhnya yang kekar menandakan bahwa dia pasti rajin untuk berolahraga.

'Aduh, kenapa malah aku memuji pasien ini!' Gumamku dalam hati sembari dengan cepat menggelengkan kepala ku agar sadar kembali.

"Bagaimana kondisinya saat ini, dokter Zika?" Tanyaku cepat pada dokter Zika.

"Pasien kehilangan banyak darah. Detak jantung dan nadinya lemah, dia terkena tembakan di bagian dada dan hampir mengenai jantungnya. Kita harus segera melakukan tindak operasi, dokter Cally!" Jawab cepat dokter Zika menjelaskan.

Saat aku ingin mencoba memeriksa pria itu kembali, tanganku di cegah oleh seseorang yang berpakaian jas hitam.

"Apa yang ingin kau lakukan?" Tanyanya padaku.

Aku menoleh pada pria tersebut dan beralih melihat ke arah tangannya yang memegang pergelangan tanganku.

"Apa kau tidak lihat aku ingin memeriksanya?" Tanyaku balik menatap mata pria tersebut.

"Kau dokter wanita, tidak boleh menyentuh bos kami." Jawabnya yang masih memegang kuat pergelangan tanganku.

"Bagaimana aku bisa memeriksanya, jika aku tidak boleh menyentuhnya?" Tanyaku sembari menarik paksa tanganku yang di pegangnya kuat, agar terlepas dari cengkraman pria tersebut.

"Tetap tidak boleh, biarkan dokter pria itu saja yang memeriksa bos kami." Balasnya yang membuatku menatap heran pada pria tersebut.

"Apa apaan kau ini?" Tanyaku mulai kesal melihat pria itu.

"Maaf tuan, biarkan dokter ini yang memeriksanya karena dia adalah dokter bedah umum kami yang bertugas malam ini." Kali ini dokter Zika yang menjawab.

Aku dan pria itu melihat ke arah dokter Zika.

" Tetap dia tidak di izinkan menyentuh tubuh bos kami sama sekali, karena tubuh bos kami tidak boleh di sentuh oleh seorang wanita." Jawab pria itu tetap pada pendiriannya.

Akupun menarik nafas kesal, dan tertawa sekilas melihat sikap keras kepala pria itu. Mencegahku memeriksa pasien yang dia akui sebagai bosnya.

"Hey tuan...kalau aku tidak menyentuhnya, bagaimana aku tahu kondisinya? Apa kau mau bos mu itu meninggal karena telat di tangani akibat ulah mu?" Kataku sambari menyilangkan kedua tanganku di depan dada.

Kedua mata pria itu malah melotot tajam melihat ke arahku.

"Lancang sekali kau menyumpahi bos kami meninggal." Tunjuk marah pria tersebut ke arahku.

'Wahhh… ini orang menguji kesabaran ku ternyata, dia mau memancing amarahku rupanya. Aaahhh sabar Callysta Angelina kau pasti bisa, tidak boleh emosi karena kau adalah seorang dokter.' Gumamku dalam hati sembari melepas tangan yang menyilang di depan dada. Mengelus dada untuk bersabar seraya menghela nafas agar emosiku stabil.

"Tuan...biarkan aku memeriksa bos anda terlebih dahulu dan menyelamatkannya, karena kondisi bos anda kritis. Kesampingkan dulu kalau bos anda tidak boleh di sentuh oleh seorang wanita, apa anda bisa mengerti?" Ucapku lembut mencoba menekan semua emosi yang sempat aku rasakan.

"Tetap saja tidak bisa, biarkan dokter pria itu yang memeriksa bos kami." Balasnya seraya menunjuk ke arah dokter Zika.

Lagi lagi aku menarik dan menghembuskan nafasku agar emosiku tidak naik lagi.

"Begini tuan...dokter ini tetap bisa memeriksa bos anda, tetapi hanya aku yang bisa mengoperasi bos anda, apa anda mengerti?" Tanya dan ku jelaskan pada pria itu dengan sabar. Tentu dengan terus menekan emosiku menghadapi sikap keras kepala pria tersebut.

"Cari dokter bedah pria...pasti ada. Inikan rumah sakit besar, mana mungkin rumah sakit ini hanya memiliki satu dokter bedah umum." Jawabnya yang benar-benar menguji kesabaran dan memancing emosiku.

"Tuan....!" Panggilku sembari menekan kata 'tuan' padanya.

"Di rumah sakit ini memang banyak dokter bedah umum, tetapi mereka tidak bisa di hubungi. Dan saat ini hanya aku dokter bedah yang ada." Jawabku dengan suara lembut yang ku usahakan selembut mungkin.

"Ada apa ini, mengapa tuan Antoni belum di tangani juga? Apa yang kau lakukan dokter Callysta?" Bentak dokter kepala yang tiba tiba datang bersama seorang pria dan wanita paruh baya. Dua orang yang berpakaian terlihat modis dan mahal.

Wanita paruh baya itu menangis di dalam pelukkan pria paruh baya yang datang bersamanya. Dia semakin menangis saat melihat kondisi pasien yang menjadi perdebatan kami. Perdebatan antara diriku bersama pria keras kepala yang melarang ku menyentuh tubuh bosnya.

"Selamat malam dokter kepala!" Sapaku dan dokter Zika yang menundukkan sedikit kepala kami tanda hormat.

"Maaf dokter kepala, kami mendapatkan halangan untuk memeriksa pasien karena pria ini" Ucapku jujur. Aku menunjuk ke arah pria yang terus melarang saat aku ingin memeriksa bosnya yang bernama tuan Antoni.

Dokter kepala, pria dan wanita paruh baya yang baru datang ikut melihat ke arah pria yang aku tunjuk.

"Ada apa ini asisten Leo? Kenapa kau menghalangi dokter memeriksa putraku?" Tanya pria paruh baya tersebut yang masih terlihat tampan di usianya yang tidak lagi muda, kalau kata orang 'semakin tua semakin matang'.

"Maaf tuan, ini perintah dari tuan muda." Jawab pria tersebut yang ternyata adalah asisten pribadi tuan Antoni.

"Sekarang aku yang memberi perintah, apa kau mengerti?!" Ucap tegas pria paruh baya tersebut yang langsung di jawab anggukkan kepala oleh asisten pribadi yang bernama Leo.

Aku melirik tajam sekilas ke arah asisten Leo yang melirik ku juga, dan langsung menundukkan kepala saat mendengar gumaman kecil dari tuan besarnya.

Tanpa menunggu lama lagi aku dengan cepat dan sigap memeriksa kondisi tuan Antoni. Benar apa yang di curigai dan di katakan oleh dokter Zika, peluru yang menembaknya tidak sampai mengenai jantungnya. Hanya saja, kondisinya kritis karena kehilangan banyak darah dan harus segera di operasi untuk mengeluarkan peluru yang tertanam di dadanya.

Kami segera membawa tuan Antoni ke ruang operasi dan melakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di dadanya.

Operasi berjalan lancar walaupun kami sempat sedikit tertekan, karena baru tahu identitas sebenarnya dari tuan Antoni. Pria tampan itu ternyata putra pertama dari keluarga Yuandara.

Keluarga kaya raya nomer satu di kota A. Keluarga yang paling di takuti, di hormati dan di segani seluruh masyarakat kota A dan beberapa kota besar lainnya. Lebih menghebohkan lagi, ternyata keluarga Yuandara adalah pemilik rumah sakit Trina Yuan tempat sekarang aku bekerja.

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bersambung ke episode selanjutnya…

...Sekian dan terima kasih 🙏🙏🙏 mohon saran dan komennya ya....

Jangan lupa vote dan like nya.

2. Si Jenius Angel.

Operasi tuan muda Antoni Yuandara telah selesai dan berjalan lancar. Dokter Callysta dan dokter Zika keluar dari ruang operasi menuju ke luar, dimana kedua orang tua Antoni menunggu.

"Bagaimana keadaan putra ku dokter?" Tanya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda.

Terlihat wajahnya yang cemas dan sisa air mata yang membasahi pipi nyonya besar Yuandara. Nyonya yang biasa akrab di panggil nyonya besar Yoona Yuandara.

"Tuan muda baik baik saja, masa kritisnya sudah berlalu. Hanya menunggu beliau sadar kembali, nyonya besar." Jawab Callysta sopan dan ramah dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

"Terima kasih dokter, anda telah menyelamatkan nyawa Antoni." Jawab nyonya Yoona memegang kedua telapak tangan Callysta.

Nampak kelegaan di wajah nyonya Yoona mendengar jawaban dari dokter Callysta.

"Itu sudah tugas kami sebagai dokter, nyonya." Jawab Callysta tersenyum ramah.

"Anda bisa tenang nyonya Yoona...dokter Callysta adalah salah satu dokter bedah umum terbaik yang di miliki oleh rumah sakit ini." Ucap dokter kepala dengan bangga memperkenalkan Callysta.

Tuan Mario, nyonya Yoona dan asisten Leo melihat ke arah dokter kepala dan dokter Callysta secara bergantian.

"Itu bagus sekali...aku senang rumah sakit ini memiliki banyak dokter dokter terbaik." Balas Mario tersenyum senang. Rumah sakit Trina Yuan yang dia miliki adalah rumah sakit terbaik di kota A.

"Tentu saja tuan Mario, dokter Callysta tidak hanya dokter terbaik di rumah sakit ini, tetapi dia juga adalah dokter bedah muda terbaik di kota A. Selama 10 tahun ini, dokter Callysta lah yang memegang gelar dokter muda 'si jenius Angel'. Apa tuan pernah mendengar nama tersebut?" Tanya dokter kepala.

Callysta Angelina adalah dokter muda jenius yang memegang gelar dokternya dari umur yang terbilang sangat muda yaitu 19 tahun. Otaknya yang jenius di atas rata-rata, menjadikan dia dokter muda yang terkenal pandai meracik obat kimia maupun herbal. Rekan sesama dokternya dan masyarakat kota A yang mengenal dokter Callysta Angelina, sering menyebutnya dengan panggilan dokter muda si 'Jenius Angel'.

Hanya saja, tidak ada yang tahu tentang siapa dokter Callysta yang sebenarnya? Dia juga pandai meracik racun beserta penawarnya untuk di jual di pasar gelap agar menambah penghasilannya. Itu perintah paksaan dari sang ayah angkat, yang merupakan salah satu ketua anggota mafia terkejam di dunia.

Itu adalah satu rahasia terbesar Callysta yang dia sembunyikan. Hanya anggota dari mafia sang ayah angkat yang tahu akan rahasia Callysta dan siapa Callysta yang sebenarnya?

Sebutan si 'Jenius Angel' di berikan karena dokter Callysta yang memang jenius, muda ,cantik, baik hati dan suka menolong orang yang tidak mampu untuk berobat secara cuma cuma.

Bahkan dia rela untuk membayar semua biaya rumah sakit para pasien yang tidak mampu. Callysta membayar biaya rumah sakit untuk mereka dengan tulus, agar mereka mendapatkan pengobatan yang layak.

Sehingga banyak masyarakat yang melihat dokter Callysta sebagai sosok penyelamat sesama tanpa pamrih. Si cantik yang baik hati adalah panggilan yang sangat cocok dengan namanya, Callysta Angelina yang artinya 'kecantikan yang luar biasa penyampai pesan Tuhan', si 'Jenius Angel'.

"Tentu aku pernah mendengarnya. Ternyata ini orangnya, si Jenius Angel. Senang bertemu dengan mu dokter Callysta." Ucap Mario menepuk lembut sebelah pundak Callysta dan menjabat tangan kanannya.

"Senang bertemu dengan anda juga tuan Mario. Saya tidak sebaik itu tuan Mario. Dokter kepala terlalu memuji saya. Saya hanya dokter biasa yang hanya bisa menolong mengobati pasien sampai mereka sembuh." Balas Callysta merendah dan membalas jabatan tangan Mario.

"Dokter terlalu merendah, tapi aku suka dengan sikap mu yang tidak sombong, rendah hati dan suka menolong sesama. Aku bangga rumah sakit ku memiliki dokter hebat dan terkenal seperti anda." Ucap Mario tersenyum senang dan bangga kepada sosok dokter Callysta.

"Anda terlalu memuji saya tuan, terima kasih." Balas Callysta sembari melepaskan jabatan tangan mereka.

"Baiklah dokter Callysta, aku ingin kamu yang merawat dan menjadi dokter dari putra kami sampai dia sembuh." Ucap Mario tersenyum.

Callysta yang mendengar permintaan sekaligus perintah tuan Mario. Seketika teringat akan larangan asisten Leo yang mengatakan, bahwa tubuh tuan muda Antoni tidak boleh di sentuh oleh seorang wanita. Callysta melirik ke arah asisten Leo yang berdiri di belakang tuan Mario dan nyonya Yoona.

"Tapi tuan. Maaf, bagaimana dengan larangan tuan muda yang tubuhnya tidak boleh di sentuh oleh seorang wanita?" Tanya Callysta melihat ke arah Mario dan asisten Leo secara bergantian.

Callysta tidak ingin mencari masalah dengan orang-orang yang berkuasa dan kaya raya seperti mereka di kota ini. Callysta hanya ingin hidup aman seperti biasanya.

"Biar aku yang bicara padanya setelah dia siuman, kamu hanya perlu mengikuti apa yang saya minta dan perintahkan."

"Baik tuan, tentu saja."

"Tuan muda sebentar lagi akan di pindahkan di dalam kamar perawatan yang sudah di siapkan, dan saya mohon undur diri ingin melakukan pengecekan kembali akan kondisinya."

"Silahkan!" Balas tuan Mario setuju.

Setelah dokter Callysta dan dokter Zika menundukkan sedikit kepalanya tanda hormat, merekapun berlalu masuk kembali ke ruang operasi. Mereka melakukan pengecekan kembali kondisi tuan muda Antoni, yang akan siap di pindahkan ke kamar VVIP khusus untuk keluarga Yuandara.

......................

Di pagi hari, Callysta terbangun karena mendengar dering ponselnya. Dia baru saja tertidur selama 3 jam, matanya yang masih merah dan mengantuk dipaksakan untuk terbuka. Telapak tangannya menutup mulutnya yang menguap, karena rasa kantuk yang kurang mendapatkan jam tidur.

Callysta menerima sambungan ponsel nya dengan malas. Seraya masih mencoba membuka matanya yang berat, dia memaksakan diri untuk tersadar.

"Hallo...!" sapa Callysta malas, lagi lagi sambil menguap.

"Dokter cepat...pasien VVIP tuan Antoni Yuandara sudah mulai siuman." Jawab si penelpon.

"Iya aku segera kesana." Balasnya yang langsung mematikan sambungan telpon itu.

Callysta segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajah dan menggosok giginya agar terlihat segar. Tidak sempat untuk mandi dulu, karena dia harus cepat dan tidak ingin memiliki masalah dengan keluarga Yuandara.

Callysta hanya mengganti pakaian dan jas putih dokternya dengan yang bersih. Tidak lupa dia sedikit membubuhkan pelembab wajah, lipstik berwarna pink muda dan sedikit menyemprotkan parfum di tubuhnya agar tetap wangi dan beraroma segar. Sedangkan rambutnya yang panjang hanya di ikat kuncir kuda dengan ikat rambut biasa.

Callysta tampak sederhana, tetapi tetap dengan aura kecantikan alami yang kuat terpancar dari tubuh dan wajahnya. Cukup kuat membuat para kaum Adam dan semua pria yang melihatnya, ingin mendapatkan dan memiliki seorang Callysta Angelina.

Callysta masuk ke ruang perawatan VVIP tuan muda Antoni dengan di temani oleh dokter Zika dan perawat Jesy. Perawat Jesy adalah perawat khusus yang berjaga di area kamar perawatan VVIP.

"Selamat pagi tuan Mario, nyonya Yoona !" Sapa Callysta tersenyum ramah, yang di ikuti juga oleh dokter Zika dan perawat Jesy.

"Selamat pagi dokter." Balas singkat tuan Mario dan nyonya Yoona.

"Mohon ijin, maaf kami akan memeriksa kondisi tuan muda saat ini." Kata Callysta meminta ijin.

"Silahkan, dia baru saja siuaman dan sedikit meringis kesakitan." Jawab Yoona dengan mimik wajah cemasnya, melihat sang putra yang terbaring lemah di ranjang perawatannya.

"Itu biasa nyonya, karena pengaruh obat bius yang mulai menghilang. Jadi tuan muda akan mulai merasakan perih atau sakit di luka operasinya." Jawab Callysta menjelaskan agar sedikit mengurangi rasa cemas sang nyonya.

"Apa putra ku akan terus merasakan kesakitan dokter?" Tanya Yoona yang berdiri di samping Callysta.

Callysta berdiri di samping ranjang perawatan Antoni yang mulai sadar, tetapi masih menutup rapat matanya karena pengaruh sisa obat bius pasca operasi.

"Nanti kami akan menyuntikkan obat pereda nyeri. Agar tuan muda tidak terlalu merasa kesakitan, nyonya." Jawab Callysta melihat ke arah Yoona.

"Terima kasih dokter." Balas Yoona denga mimik wajah leganya.

Callysta pun mulai memeriksa keseluruhan kondisi tuan muda Antoni. Callysta memerintahkan kepada perawat Jesy, untuk menyuntikkan obat penghilang rasa nyeri ke selang infus sang tuan muda.

Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan memberikan semua obat kepada Antoni yang masih setia menutup matanya. Mereka semua berlalu keluar dari ruangan itu, agar pasien dapat beristirahat sepenuhnya.

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bersambung ke episode selanjutnya…

...Sekian dan terima kasih 🙏🙏🙏 mohon saran dan komennya ya....

Jangan lupa vote dan like nya.

3. Penyerangan Di Kamar VVIP.

POV Callysta…

Sejak awal aku menjadi dokter yang bertanggung jawab menangani tuan muda Antoni Yuandara, jam istirahatku semakin menipis. Aku di haruskan untuk standbay setiap detik jika ada panggilan darinya.

Masih lekat dalam ingatanku saat pertama kalinya dia membuka mata. Pria itu begitu terkejut melihatku yang ingin memeriksa tubuhnya.

Flashback on…

"Apa yang ingin kau lakukan?" Tanya tuan muda Antoni menepis tanganku, ketika aku ingin memeriksa denyut nadi di pergelangan tangannya.

"Maaf tuan, saya hanya ingin memeriksa denyut nadi anda tuan muda." Jawabku lembut sembari tersenyum tipis.

'Sial ganteng ganteng galak sekali.' Gumamku di dalam hati.

"Jangan pernah menyentuhku. Aku tidak ingin di sentuh oleh wanita." Ucapnya sembari meringis memegangi dadanya yang selesai aku operasi.

"Tuan...anda harus tenang! Jika tidak, jahitan operasi anda akan terlepas kembali." Ucapku selembut mungkin.

"Pergi kau ...! Aku ingin dokter pria." Ucapnya sedikit meninggikan nada suaranya.

Aku hanya bisa mengalah. Agar tuan muda ini tidak melakukan gerakkan yang bisa membuat lukanya yang masih basah terbuka kembali, akibat jahitan yang terlepas.

"Baiklah tuan, kalau itu yang anda inginkan." Balasku mengalah.

"Dokter Zika…!" Panggil ku. "Lebih baik kamu yang periksa." Kataku melihat ke arah dokter Zika.

"Tapi dokter Callysta...!!" Jawab dokter Zika terpotong.

"Tidak masalah hanya memeriksanya saja, aku akan tetap memantaunya."

"Aku harus mengalah, dari pada harus melakukan operasi untuk kedua kalinya." Ungkapku sedikit pelan.

Dokter Zika pun mengerti dan mengambil alih pemeriksaan. Aku hanya memantaunya saja, agar bisa tetap mengetahui perkembangan dari kondisinya.

'Ini cowok arogan sekali, masa di sentuh wanita dia tidak mau. Apa dia gay...?? Iiiii amit amit...dia pikir aku ini terkena rabies atau penyakit menular apa? Sehingga tidak mau aku sentuh. Padahal dia tahu kalau aku adalah dokternya. Sudah lah, suka suka dia saja.' Gumamku dalam hati sembari terus melihat setiap gerakkan dokter Zika yang sedang memeriksanya.

Selesai pemeriksaan kami pun berlalu pergi meninggalkan ruang itu. Ruangan yang menurutku sangat kurang oksigen akibat aura mengerikan dari tuan muda yang tajam menusuk. Kondisi tubuhnya sangat bagus, sehingga dia bisa dengan cepat melewati masa krisis dan bisa dengan cepat juga menggerakkan tubuhnya untuk belajar duduk.

Aku cukup salut akan kondisinya yang bahkan sangat baik, tetapi sayang sekali aku tidak di perkenankan untuk menyentuh dan mendekatinya. Aku hanya melihatnya dari jarak 3 langkah.

Flashback off…

Aku masih duduk di ruang jagaku sembari membaca laporan semua pasien yang aku tangani. Bahkan saat ini, hingga hari yang akan datang tanpa ketentuan yang jelas. Aku tidak memiliki jadwal operasi, semua jadwal operasi ku di ambil alih oleh dokter lain.

Tentu saja alasannya, ya tidak bukan karena aku harus fokus pada kondisi tuan muda Antoni Yuandara. Kondisi di mana bahkan aku tidak di perbolehkan memeriksanya sama sekali.

Aku benar-benar tidak habis pikir, ada ya orang seperti tuan muda Antoni Yuandara yang anti akan sentuhan seorang wanita.

Sayang sekali wajah tampannya itu, wajah yang benar benar ganteng super duper ganteng. Aku yang pertama kali melihatnya saja dengan cepat terpesona, tetapi seketika hilang dengan melihat tingkah laku dan sikapnya yang arogan terhadap wanita.

Nilai plus buatnya langsung berubah menjadi minus. Aku seharusnya merasa beruntung atau sial! Secara jam istirahatku berkurang tetapi jadwal pekerjaanku juga berkurang.

Aku hanya bisa pasrah dan harus mengerti kondisi pasienku.

......................

Tiga hari pun berlalu, tiga hari juga aku masih tetap sama dengan jadwal yang sama pula. Tiga hari juga aku harus bersabar dengan menjadi dokter yang pengangguran, seperti seorang dokter magang yang baru masuk ke rumah sakit. Hanya melihat seniornya memeriksa pasien dan aku diam di belakangnya untuk memperhatikan.

Tiga hari aku tidak pulang ke rumah. Lain halnya dokter Zika yang memiliki istri dan anak, dia selalu menyempatkan diri untuk pulang walau hanya sebentar saja seperti sekarang. Aku sendiri yang akan menjadi dokter jaga dari tuan muda malam ini.

Malam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan suasana rumah sakit sudah sunyi. Aku melangkah menuju kamar tuan muda untuk melihat apa dia sudah tertidur atau belum?

Dari kejauhan, aku cukup heran melihat kamar tuan muda sepi dan tidak nampak penjaga di depan pintu kamar seperti biasanya. Namun aku tidak ambil pusing, mungkin mereka sedang beristirahat.

Saat aku membuka pintu kamar tuan muda. Aku di kejutkan oleh seseorang yang menodongkan pistol ke arahku, aku juga dapat melihat satu orang lainnya menodongkan pistol ke arah tuan muda yang duduk di atas ranjangnya.

"Angkat tanganmu !" Perintah si penodong yang memakai pakaian serba hitam, topi dan juga masker wajah.

Aku yang terkejut dengan segera mengangkat kedua tanganku ke atas kepala, dan melangkah maju seperti yang di arahkan oleh si penodong.

"Siapa kalian? Apa kalian sadar ini rumah sakit?" Tanyaku berani pada si penodong, tetapi malah aku di dorong maju kedepan sembari terus menodongkan pistolnya.

Aku melihat tuan muda yang tangannya sudah terikat dengan selang infus di tangannya yang sudah terlepas. Terlihat darah segar mengalir dari punggung tangannya.

"Tuan muda, apa anda baik baik saja?" Tanyaku yang repleks memegangi punggung tangannya yang berdarah, aku tidak peduli dengan kedua penodong yang ada di dalam kamar itu.

"Hey… apa yang kau lakukan? Jauhi dia!" Perintah si penodong yang menodong tuan muda.

"Apa kau tidak melihat aku sedang menghentikan darah yang mengalir dari punggung tangannya?" Balasku dengan tatapan tajam melihat si penodong.

"Jangan ikut campur atau kau, aku bunuh." Ancam si penodong yang langsung mengarahkan pistolnya ke pelipis kiri ku.

Aku tidak takut sama sekali, kalaupun harus mati ya mati saja. Tetapi aku harus tetap merawat pasienku apapun yang terjadi. Itulah prinsip ku.

Aku tetap saja membersihkan darah yang mengalir dari punggung tangan tuan muda, dengan cepat merobek kain sprey putih untuk mengikat dan menutup punggung tangan tuan muda agar darahnya berhenti mengalir

"Hey dokter… apa kau tuli? Aku katakan lepaskan dia." Ucap si penodong yang mendorong pelipisku dengan pistolnya.

Setelah selesai aku membalut punggung tangan tuan muda. Akupun berdiri tegak dan melihat ke arah tuan muda yang melihatku juga.

"Apa anda baik baik saja tuan muda?" Tanyaku

"Aku baik, kenapa kau kesini?" Tanyanya balik.

"Saya hanya ingin memastikan anda sudah tidur atau belum karena ini sudah larut malam. Tetapi, malah anda mendapatkan masalah di sini." Jawabku melirik ke arah si penodong yang ada di sampingku.

"Kalau ada kesempatan, cepat pergi dari sini!" Perintahnya melihatku cemas, baru kali ini aku melihat mimik lain dari wajahnya yang selalu datar itu.

"Tidak akan ada yang lepas dari kami malam ini, kalian berdua akan mati di sini." Ucap si penodong yang pertama menodongku.

"Oya..." Kataku santai dan berbalik badan.

Aku memasukkan tanganku ke saku jas dokter yang aku gunakan. Aku mengambil pisau lipat yang sering aku bawa untuk kebutuhan mendadak seperti memotong buah, memotong kertas dan lain sebagainya.

Aku sembunyikan pisau itu di balik lengan jasku agar tidak terlihat, sembari membaca situasi apa yang harus aku lakukan untuk menyerang mereka?

Posisi kedua penodong tersebut sangat dekat. Satu di sampingku dan satu di depanku, aku harus teliti membaca gerakkan mereka seandainya aku menyerang.

Saat si penodong di depan memberi isyarat pada temannya yang berada di sampingku. Temannya itu melepaskan todongan pistolnya yang mengarah padaku, dan ingin berpindah ke arah tuan muda.

Aku menggunakan kesempatan itu untuk bergerak, dengan gerakkan cepat aku melempar kuat pisau lipat yang aku pegang ke arah pergelangan tangan si penodong yang ada di depanku. Dengan gerakkan cepat pula, aku tendang pistol yang di pegang oleh si penodong yang di ada sampingku.

Kedua pistol yang di pegang masing-masing penodong itu terlepas. Pistol si penodong yang ada di depanku terlepas tepat di bawah kakiku. Dengan gerakkan cepat aku meraih pistol itu, tanpa banyak berpikir aku menembak betis kaki si penodong yang ada di depanku. Sehingga dia pun tersungkur bersimpuh di atas lantai.

Sedangkan si penodong yang ada di sampingku, dengan cepat meyerangku menggunakan pisau yang dia bawa dan sialnya lengan kananku terkena goresan pisaunya.

Dengan cepat pula aku melumpuhkan kakinya dengan satu tembakan. Kenapa aku tidak langsung membunuhnya? Aku sadar ini di rumah sakit, dan aku tidak bisa membunuh mereka di sini.

Aku memegangi lenganku yang terluka dan menekan agar darahnya tidak banyak keluar.

Aku mendekati tuan muda untuk membantunya keluar dari ruangan itu. Namun sayangnya, saat aku mencoba memapah tuan muda untuk keluar, si penodong yang kedua tangannya tidak terluka ingin menikam tuan muda dari arah belakang.

Aku yang melihatnya, dengan cepat menghalangi tapi sayang leher sampingku tertusuk cukup dalam. Aku menahan tangan si penodong dan dengan cepat aku menendang keras ******** si penodong hingga pada akhirnya dia pun pingsan.

Aku menahan rasa sakit dan darah pada luka leher ku. Aku merasakan sakit yang sangat luar biasa, akupun terkulai lemas. Namun dapat aku rasakan, ada sebuah tangan yang menopang tubuhku agar tidak jatuh ke atas lantai. Samar dapat aku lihat beberapa orang masuk ke dalam ruangan itu, dan pandangan mataku pun mulai menggelap.

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bersambung ke episode selanjutnya…

...sekian dan terima kasih 🙏🙏🙏 mohon saran dan komennya ya....

Jangan lupa vote dan like nya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!